BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - SITI FATIMAH BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 1 ayat (4) menjelaskan bahwa Kompetensi adalah seperangkat

  sikap, pengetahuan, dan keterampilan, yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh Peserta Didik setelah mempelajari suatu muatan pembelajaran, menamatkan suatu program, atau menyelesaikan satuan pendidikan tertentu. Pada ayat (5), dijelaskan bahwa Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

  Keterampilan berbahasa yang menjadi muara akhir pembelajaran mencakup empat aspek, yaitu menyimak, membaca, menulis, dan berbicara.

  Setiap keterampilan memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya. Sebagai salah satu tujuan pembelajaran bahasa Indonesia, membaca merupakan keterampilan yang paling dasar, karena kegiatan membaca merupakan aktivitas berbahasa yang bersifat reseptif.

  Membaca merupakan keterampilan yang menjadi jendela ilmu pengetahuan. Sebagian besar pengetahuan peserta didik diperoleh melalui aktivitas membaca. Keberhasilan belajar peserta didik juga akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan kemauan membacanya. Bahkan setelah menyelesaikan pendidikan, kemampuan dan kemauan membacanya juga akan mempengaruhi keluasan berpikir atau sikap sesorang saat menghadapi masalah.

  

1 Membaca merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan, terutama saat seseorang sedang menuntut ilmu. Oleh karena itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut terciptanya masyarakat yang gemar membaca. Masyarakat yang demikian akan memperoleh pengetahuan lebih cepat dan wawasan baru yang semakin meningkatkan kecerdasannya sehingga mereka lebih mampu menjawab tantangan hidup pada masa-masa mendatang (Rahim, 2008:1).

  Keterampilan membaca dapat menumbuhkan sikap positif terhadap isi bacaan. Selain itu, dapat mengembangkan berbagai keterampilan yang berguna untuk mencapai sukses dalam hidup (Sukirno, 2015:6). Mengingat begitu pentingnya keterampilan membaca bagi seseorang, maka sudah seharusnya keterampilan membaca ini disampaikan sejak usia dini agar seseorang lebih awal memahami bacaan sehingga lebih banyak dan cepat menguasai dunia melalui bacaan.

  Begitu pentingnya penekanan pembelajaran membaca, sehingga dalam Standar Nasional Pendidikan, pasal (6) dikemukakan pentingnya kemampuan kegemaran membaca dan menulis pada sekolah dasar. Hal itu terkait dengan kenyataan bahwa dewasa ini bahwa penyakit malas membaca menjangkiti hampir semua lapisan masyarakat Indonesia. Seperti yang dijelaskan oleh (Hayat, 2010:135) bahwa banyaknya siswa Indonesia yang mendapatkan nilai di bawah level-1 (31.1%) menandakan bahwa mereka tidak mampu menunjukkan kemampuan dasar membaca seperti yang diinginkan PISA. Ini juga menandakan bahwa mereka tidak dapat menggunakan literasi membacanya sebagai alat untuk menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam hidupnya. Sedangkan sebanyak 62.4% siswa Indonesia yang berada pada level-1 dan level-2 menunjukkan bahwa mereka baru mampu memperlihatkan kemampuan dasar dalam menemukan informasi dan memahami bacaan yang sederhana. Padahal, pada kenyataannya sebagian besar ilmu pengetahuan dan informasi penting disampaikan lewat sarana tertulis, yang artinya peserta didik harus memiliki kemampuan dan kemauan membaca.

  Berkaitan dengan keterampilan membaca, masyarakat Indonesia dikatakan sebagai bangsa yang belum mempunyai kebiasaan dan budaya baca yang baik, sehingga keterampilan membaca mereka pun kurang memadai. Kekurangterampilan membaca masyarakat Indonesia ini, salah satunya terbukti dari rendahnya tingkat kegemaran membaca pelajar Indonesia. Sebagaimana hasil survey dan penelitian oleh Organization for Economic Cooperation and

  Developmen (OECD) salah satu bidang yang diteliti adalah kegemaran membaca

  terhadap penduduk negara negara di dunia. Indonesia menempati rangking ke 124 dari 187 negara yang diteliti. Peringkat tersebut lebih rendah dibandingkan dengan lima negara Asean. Yakni Singapura (peringakt ke 26), Brunei Darussalam (33), Malaysia (61), Thailand (103), Filipina (123), Laos (138), Kamboja (139) dan Myanmar (149). (http.www.infowonogiri.com)

  Dalam kurikulum 2013 untuk tingkat SMP/MTs keterampilan membaca pemahaman ini tercantum pada silabus kelas VIII semester satu pada materi teks fabel. Kemampuan membaca pemahaman teks fabel merupakan kompetensi yang harus dikuasai siswa. Kemampuan membaca selalu ada dalam setiap tema pembelajaran. Hal tersebut menunjukkan pentingnya penguasaan kemampuan membaca, karena kemampuan membaca merupakan salah satu standar kemampuan berbahasa dan sastra Indonesia yang harus dicapai dalam jenjang pendidikan, termasuk di jenjang SMP/MTs. Kemampuan membaca menjadi dasar yang utama tidak hanya bagi pengajaran bahasa itu sendiri, tetapi bagi juga pengajaran mata pelajaran yang lain.

  Proses pengajaran pemahaman membaca yang didominasi guru dengan metode ceramah dan penugasan individual kurang tepat diterapkan dalam pembelajaran membaca pemahaman. Karena pembelajaran menjadi tidak menarik dan membuat siswa merasa jenuh serta terbebani, suasana belajar menjadi tidak menyenangkan. Dalam kondisi dan situasi seperti itu, kemampuan siswa untuk menerima dan memahami materi pelajaran pun tidak maksimal. Oleh karena itu kemampuan membaca pemahaman, perlu ditingkatkan dengan menerapkan metode pembelajaran yang baru dan berbeda dari pembelajaran sebelumnya, agar kemampuan membaca pemahaman siswa dapat meningkat, sehingga membantu mereka dalam mata pelajaran yang lain.

  Menurut Slavin (2008) untuk mengatasi kelemahan belajar membaca pemahaman, dapat memilih metode pembelajaran yang memiliki aspek kolaboratif. Salah satu pembelajaran yang memiliki aspek pembelajaran kolaboratif yang digunakan dalam pelajaran Bahasa Indonesia adalah belajar kelompok atau kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerja bersama dalam 4

  • –5 orang untuk mencapai materi yang diberikan guru. Beberapa kelebihan belajar kooperatif diantaranya, para siswa diberikan kesempatan untuk
mendiskusikan masalah, menentukan strategi pemecahannya, dan menghubungkan masalah tersebut dengan masalah-masalah lain yang telah dapat diselesaikan sebelumnya. Belajar dalam kelompok kooperatif dapat melatih siswa untuk mendengarkan pendapat-pendapat orang lain dan merangkum pendapat atau temuan-temuan tersebut dalam bentuk tulisan. Selain itu, pembelajaran koperatif juga dapat membantu para siswa meningkatkan sikap positif terhadap pelajaran Bahasa Indonesia.

  Model Pembelajaran Kooperatif Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) , model ini pertama kali dibahas oleh Madden, N.A, R.E.

  Slavin & R.J. Stevens (1986) dalam tulisannya Cooperative Integrated Reading

  and Composition: Teacher Manual . Dalam buku ini dibahas secara mendasar

  langkah-langkah dan bagaimana mengaplikasikan model CIRC ini dalam pembelajaran di kelas. Stevens dan Slavin pada tahun yang sama mengadakan penelitian dengan judul The Effect of Cooperative Integrated Reading and

  Composition (CIRC) on Academically handicapped and nonhandicapped st

udents’ achievement, attitudes, and metacognition in Reading and Writing,

  dalam Elemetary School Jaurnal (1986, 11, 123-135). Selanjutnya, Hertz- Lazarowitz, R., G. Ivory, & M. Calderon (1993) mengadakan penelitian dengan judul The Bilingual Cooperative Integrated Reading and Composition (BCIRC)

  

Project in the Ysleta Independent School District: Standarized Test Outcomes.

  Model pembelajaran kooperatif CIRC adalah model kooperatif yang khusus dibuat untuk pembelajaran bahasa. Hal ini sesuai dengan namanya yang merupakan program komprehensif untuk mengajarkan membaca dan menulis pada kelas sekolah dasar, di samping sekolah yang lebih tinggi (Slavin, 1995: 16). Oleh karena bersifat integratif, maka dalam aplikasinya selalu mengaitkan kedua jenis keterampilan berbahasa tersebut.

  Asma (2006: 72) mengatakan bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa bukan hanya belajar dan menerima apa yang disajikan oleh guru, melainkan bisa juga belajar dari siswa lainnya, dan sekaligus mempunyai kesempatan untuk membelajarkan siswa yang lain. Sebab, suasana pembelajaran berlangsung secara terbuka dan demokratis antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa yang lainnya. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dicirikan oleh suatu struktur tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif. Siswa bekerja sama dalam situasi semangat, pembelajaran kooperatif seperti membutuhkan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama dan mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas.

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka peneliti mengeksperimenkan metode CIRC dan STAD dalam pembelajaran membaca pemahaman pada teks fabel. Untuk mengetahui pengaruh metode CIRC dan STAD terhadap kemampuan membaca pemahaman dan mengetahui dari kedua metode tersebut mana yang paling efektif meningkatkan kemampuan membaca siswa.. Untuk itu dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Metode CIRC dan STAD Terhadap Kemampuan Membaca Pemahaman pada Teks Fabel Siswa Kelas VIII MTs Negeri Sumbang”.

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

  1. Apakah metode pembelajaran kooperatif CIRC berpengaruh terhadap kemampuan membaca pemahaman pada materi teks fabel?

  2. Apakah metode pembelajaran kooperatif STAD berpengaruh terhadap kemampuan membaca pemahaman pada materi teks fabel?

  3. Manakah yang lebih berpengaruh antara metode pembelajaran kooperatif CIRC ataukah metode pembelajaran kooperatif STAD terhadap kemampuan membaca pemahaman pada materi teks fabel?

  C. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

  1. Mengetahui pengaruh metode CIRC terhadap kemampuan membaca pemahaman pada materi teks fabel kelas VIII MTs Negeri Sumbang.

  2. Mengetahui pengaruh metode STAD terhadap kemampuaan membaca pemahaman pada materi teks fabel kelas VIII MTs Negeri Sumbang.

  3. Menemukan metode yang lebih berpengaruh antara metode pembelajaran CIRC dan STAD terhadap kemampuaan membaca pemahaman pada materi teks fabel kelas VIII MTs Negeri Sumbang.

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

  Penelitian ini memiliki tiga variabel penelitian yaitu dua variabel bebas dan satu variabel terikat. Secara rinci kedua variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran kooperatif tipe CIRC (X1) dan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD (X2). Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah kemampuan membaca pemahaman teks fabe (Y).

2. Definisi Operasional

  Definisi operasional variabel yang dimaksudkan dalam penelitian ini dapat dipahami sebagai berikut: a. Membaca pemahaman adalah kemampuan siswa dalam memahami teks, sehingga siswa mendapatkan informasi yang mendalam serta memperoleh pemahaman tentang apa yang dibaca. Membaca pemahaman juga dapat diartikan sebagai kemampuan dalam memperoleh makna baik tersurat maupun tersirat dan menerapkan informasi dari bacaan dengan melibatkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki.

  Aktivitas membaca yang tepat untuk memperoleh keterampilan pemahaman ini adalah dengan membaca dalam hati.

  b. Teks fabel merupakan cerita tentang kehidupan binatang yang berperilaku menyerupai manusia. Fabel termasuk jenis cerita fiksi, bukan kisah tentang kehidupan nyata. Cerita fabel sering juga disebut cerita moral karena pesan yang ada di dalam cerita fabel berkaitan erat dengan moral. Materi teks fabel terdapat pada kompetensi dasar kelas VIII kurikulum 2013. Untuk mengukur kemampuan membaca pemahaman teks fabel digunakan alat ukur berupa tes penugasan membaca teks fabel.

  c. Metode Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated

  

Reading and Composition) merupakan metode pembelajaran kooperatif

  yang komprehensif untuk pengajaran membaca dan menulis. Metode pembelajaran kooperatif tipe CIRC diterapkan dalam keterampilan membaca pada materi teks fabel. Teknik ini memberi kesempatan pada siswa untuk bekerjasama. Mereka saling membacakan teks fabel untuk menemukan jawaban atau informasi yang terdapat pada teks fabel.

  d. Metode Pembelajaran Kooperatif tipe STAD (Student Team Achievment

  Division) merupakan metode pembelajaran kooperatif yang menekankan

  pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Metode ini juga memberi kesempatan pada siswa untuk belajar lebih banyak dan belajar yang lebih luas, untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan dan sikap yang bermanfaat di masyarakat. Siswa juga memiliki peluang untuk belajar bukan hanya dari guru, melainkan bisa juga belajar dari siswa lainnya. Metode pembelajaran STAD diterapkan dalam pembelajaran keterampilan membaca pada materi teks fabel. Metode ini memberi kesempatan pada siswa untuk bekerjasama dalam memahami teks atau serta menemukan jawaban dari teks yang disajikan. Meskipun pada akhirnya, siswa harus dapat menyelesaikan tugas individu.

E. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini ingin menemukan pengaruh model pembelajaran kooperatif jenis STAD dan CIRC terhadap kemampuan membaca pemahaman pada materi teks fabel. Manfaat secara langsung penelitian ini adalah sebagai berikut.

  1. Manfaat secara teoretis

  a. Sebagai masukan yang memberikan tambahan khazanah ilmu tentang model pembelajaran kooperatif jenis STAD dan CIRC.

  b. Sebagai data tambahan dalam rangka melengkapi contoh-contoh model pembelajaran yang berorientasi pada kerja sama dan berpusat pada siswa.

  2. Manfaat Praktis

  a. Bagi guru, sebagai pertimbangan dalam mengupayakan penggunaan model pembelajaran yang menciptakan suasana nyaman dan menyenangkan dengan melalui pemilihan model pembelajaran yang tepat. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan dasar bagi guru untuk mengatasi masalah pada saat proses pembelajaran membaca pemahaman pada materi teks fabel.

  b. Bagi siswa, sebagai alternatif strategi belajar yang bukan hanya ditujukan untuk meningkatkan kompetensi siswa namun juga dapat menjadi sarana memanfaatkan model-model pembelajaran yang dapat diterapkan pada mata pelajaran lain.

  c. Bagi sekolah, membantu usaha madrasah dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan bagi siswa dan madrasah pada umumnya dengan cara penerapan model pembelajaran yang berprinsip PAIKEM .