BAB I PENDAHULUAN - TANGGUNG JAWAB PENGEMUDI DAN PENGUSAHA ANGKUTAN TRANSPORTASI TERHADAP PENUMPANG PENGGUNA TRAVEL BERPLAT NOMOR HITAM (Studi Kasus Angkutan Travel Jurusan Purwokerto-Pekalongan) - repository perpustakaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kegiatan sehari-hari kata pengangkutan sering diganti dengan

  kata transportasi. Pengangkutan lebih menekankan pada aspek yuridis sedangkan transportasi lebih menekankan pada aspek kegiatan perekonomian, akan tetapi keduanya memiliki makna yang sama. Transportasi adalah perpindahan manusia atau barang (commodity of goods) dari satu tempat (origin atau port of call) ke tempat lainnya (port of

  destination ), maka dengan demikian transportasi menghasilkan jasa

  angkutan bagi masyarakat yang sangat membutuhkan untuk pemindahan/ pengiriman barang-barangnya (Soegijanta Tjakranegara 2005: 1).

  Sesuai dengan tujuan dan penyelenggaraan transportasi yang tertuang dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang ditentukan :

  Transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan moda transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan. Untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.

  Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa transportasi akan mempelancar dan menunjang pembangunan nasional disegala bidang.

  Aktifitas masyarakat, yang juga berarti akan meningkatkan produktivitas dan mempercepat peningkatan taraf hidup masyarakat.

  Angkutan memegang peranan yang sangat vital karena tidak hanya sebagai alat fisik, alat yang harus membawa barang-barang yang diperdagangkan dari produsen ke konsumen, tetapi juga sebagai alat penentu harga dari barang-barang tersebut (Achmad Ichsan, 1981: 404).

  Masyarakat yang melakukan kegiatan dengan tujuan berbeda-beda membutuhkan sarana penunjang pegerakan berupa angkutan pribadi (mobil atau motor) maupun angkutan umum. Kebutuhan akan angkutan penumpang tergantung fungsi bagi kegunaan seseorang (personal place utility).

  Seseorang dapat mengadakan perjalanan untuk kebutuhan pribadi atau untuk keperluan usaha (A.Abbas Salim, 2005: 6).

  Era modern seperti sekarang ini masyarakat sangat tergantung dengan angkutan umum bagi pemenuhan kebutuhan mobilitasnya, karena sebagian besar masyarakat masih menganggap penting keberadaan angkutan umum sebagai alternatif bagi masyarakat yang tidak memiliki kendaraan pribadi atau juga para pedagang dalam membawa barang dagangannya. Tetapi hal ini tidak di imbangi dengan penyediaan angkutan umum yang memadai, terutama ditinjau dari kapasitas angkut sehingga megakibatkan semua angkutan umum yang tersedia penuh dan sesak oleh penumpang. Hal ini membuat masyarakat yang menggunakan angkutan umum kurang nyaman dengan kondisi yang penuh dan sesak oleh penumpang.

  Kejadian di atas dapat dikatakan bahwa transportasi saat ini sangat dibutuhkan sehingga perlu mendapatkan peningkatan kualitas pelayanan transportasi. Peningkatan kualitas disini dari sisi sarana angkutan umum sendiri, seperti halnya penambahan jumlah armada angkutan umum sehingga para penumpang dalam memakai jasa angkutan umum bisa merasa aman dan nyaman.

  Penyelenggaraan angkutan umum menggunakan kendaraan bermotor lambat laun mulai dipergunakan dan dibutuhkan oleh banyak orang.

  Kendaraan bermotor yang digunakan untuk pelayanan umum harus memenuhi persyaratan sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (selanjutnya disebut UULAJ), sehingga kendaraan bermotor tersebut layak dijadikan angkutan umum resmi dengan plat nomor kuning. Plat nomor kuning diberikan kepada kendaraan bermotor empat yang berarti boleh dioperasionalkan sebagai angkutan umum. Selain itu, kendaraan bermotor plat kuning dilengkapi dengan asuransi kendaraan dan asuransi jiwa terhadap pengemudi maupun penumpang pengguna jasa.

  Berdasarkan ketentuan Pasal 138 ayat (3) UULAJ, menjelaskan bahwa angkutan orang hanya dapat dilakukan dengan kendaraan bermotor umum. Ketentuan lain yang harus dipenuhi kendaraan pribadi yang akan digunakan sebagai angkutan umum resmi harus terdaftar dan mendapatkan izin trayek, izin usaha angkutan, izin operasional, kelaikan angkutan umum, berbadan hukum beserta persyaratan lain yang ditentukan.

  Kendaraan bermotor beroda empat yang digunakan sebagai angkutan umum berupa mobil penumpang dan sejenisnya. Pengertian mobil penumpang menurut Pasal 1 butir 6 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun

  1992 yaitu “setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak- banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi ”. Sebagai catatan walaupun keberadaan Undang-undang Nomor 14 tahun 1992 telah digantikan dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 akan tetapi peraturan pelaksana dari Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tetap dapat berlaku dikarenakan disebutkan dalam Pasal 324 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 bahwa :

  Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.

  Hal yang akan menjadi pertanyaan mengenai masalah perizinan adalah mengenai bagaimana legalitas dari izin yang dimiliki penyedia jasa angkutan umum dalam kaitannya dengan perundang-undangan yang berlaku, mengingat masih ada penyedia jasa angkutan umum yang tidak memiliki izin dalam pengoperasian angkutan umum yang disediakan tersebut. Dalam prakteknya, tidak seluruh penyedia jasa angkutan umum memiliki izin, apalagi yang bukan perusahaan angkutan umum namun juga melakukan penyelenggaraan angkutan umum. Dengan tidak adanya izin membuat pemerintah tidak dapat melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap angkutan umum.

  Penyedia jasa angkutan umum yang tidak memiliki izin, menggunakan penyelenggaraan angkutan umum dengan armada kendaraan bermotor pribadi dengan berplat nomor hitam. Kendaraan tersebut tidak seharusnya dipergunakan sebagai angkutan umum akan tetapi sebagai angkutan pribadi sesuai dengan ketentuan UULAJ.

  Banyaknya mobil pribadi yang menjadi angkutan umum berplat nomor hitam mengakibatkan adanya persaingan yang tidak sehat dengan angkutan umum resmi. Tentu saja hal tersebut merugikan angkutan umum resmi karena adanya penyerobotan penumpang pengguna jasa. Angkutan umum berplat nomor hitam mulai menyebar dan menjamur hampir diseluruh pelosok daerah. Kehadiran mereka menimbulkan kerugian bagi angkutan umum resmi khususnya di daerah Purwokerto.

  Purwokerto merupakan kota administratif dari Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Luas kota ini hanyalah 38.58 km².

  Namun hingga tahun 2015, ada sekitar 243,427 penduduk yang menetap di purwokerto, meliputi kecamatan yang ada di kota tersebut. Sebuah kota kecil dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup maju baik dari sektor pariwisata, sarana umum, perusahaan swasta dan pendidikannya.

  Adanya pangsa pasar ini membuat bisnis angkutan umum berplat nomor hitam berjalan dan semakin bertambah. Contoh kasus yang ada di Purwokerto tentang angkutan umum berplat nomor hitam adalah keberadaan angkutan travel berplat nomor hitam jurusan Purwokerto-Pekalongan.

  Menjadi permasalahan yang sangat sulit untuk diberantas, karena angkutan travel resmi yang beroperasi di Purwokerto-Pekalongan masih terbatas, sehingga angkutan travel berplat nomor hitam di Purwokerto menyebabkan kerugian bagi angkutan umum dan mengambil alih fungsi angkutan umum resmi kebanyakan.

  Banyaknya jumlah angkutan travel resmi dan travel berplat nomor hitam di Purwokerto (Jurusan Purwokerto- Pekalongan) dapat dilihat pada Tabel 1. Jumlah Travel Angkutan Resmi dan Travel Berplat Nomor Hitam di Purwokerto (Jurusan Purwokerto-Pekalongan) Pada Tahun 2012-2017

  No Jenis Travel 2012 2013 2014 2015 2016 2017

  1 Travel Resmi

  4

  4

  3

  3

  3

  2

  2 Travel Berplat

  2

  3

  3

  3

  4

  5 Nomor Hitam Sumber : Dinas Perhubungan dan Paguyuban Travel Banyumas

  Dari tabel diatas menunjukan bahwa jumlah angkutan travel berplat nomor hitam di Purwokerto setiap tahunnya meningkat, sedangkan jumlah angkutan travel resmi setiap tahunnya semakin mengalami penurunan. Kesadaran para penumpang pengguna jasa sangat diharapkan, mengingat setiap angkutan travel berplat nomor hitam tidak sesuai dengan UULAJ.

  Angkutan travel berplat nomor hitam cenderung tidak membayar pajak retribusi, tidak masuk badan hukum dan tidak menggunakan jasa pelayanan uji kendaraan. Jika semua memenuhi aturan, dana pajak yang diperoleh pemerintah cukup besar dan pemerintah dapat benar-benar melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap angkutan umum agar tidak menimbulkan kerugian bagi penumpang pengguna jasa.

  Berdasarkan wawancara dengan Haryanto (Pengurus Rizki Travel) pada Tanggal 14 Januari 2018, dapat diketahui bahwa permasalahan permanen yang timbul diakibatkan angkutan travel berplat nomor hitam adalah kenaikan harga pada bulan ramadhan dan idul fitri, serta penumpang pengguna jasa tidak dijamin dengan asuransi jiwa. Hal ini tentu saja merugikan penumpang pengguna jasa sebagai konsumen. Konsumen yaitu setiap pengguna barang atau jasa untuk kebutuhan diri sendiri, keluarga / rumah tangga dan tidak mengambil untuk memproduksi barang dan/ jasa lain atau memperdagangkannya kembali (Nazution, 2000:37).

  Apabila terjadi kerugian yang diakibatkan pengemudi maupun pengusaha angkutan travel berplat nomor hitam, maka penyedia jasa harus memberikan informasi tentang mekanisme penyelesaian pengaduan penumpang pengguna jasa, sehingga penumpang pengguna jasa bisa mengetahui hak-haknya apabila dirugikan. Jadi disinilah diperlukan adanya rasa tanggung jawab terhadap perbuatan yang dilakukan, agar tercapai keadilan antara kedua belah pihak. Tidak hanya melihat dan mementingkan hak penyedia jasa yang dipenuhi penumpang pengguna jasa akan tetapi melaksanakan kewajibannya terhadap penumpang pengguna jasa.

  Dengan demikian perlu adanya kepastian perlindungan hukum dan upaya hukum bagi penumpang pengguna jasa travel berplat nomor hitam apabila hak-haknya dirugikan. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian tentang “TANGGUNG JAWAB PENGEMUDI DAN

  PENGUSAHA ANGKUTAN TRANSPORTASI TERHADAP PENUMPANG PENGGUNA JASA TRAVEL BERPLAT NOMOR HITAM (Studi Kasus Angkutan Travel Jurusan Purwokerto- Pekalongan)”.

B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :

  1. Bagaimana tanggung jawab pengemudi dan pengusaha angkutan travel berplat nomor hitam apabila merugikan hak-hak penumpang pengguna jasa ?

  2. Bagaimana upaya hukum penumpang pengguna jasa atas kerugian yang timbul karena pengemudi dan pengusaha angkutan travel berplat nomor hitam ? C.

   Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Untuk menganalisis tanggung jawab pengemudi dan pengusaha angkutan travel berplat nomor hitam apabila merugikan hak-hak penumpang pengguna jasa.

  2. Untuk mengetahui upaya hukum penumpang pengguna jasa atas kerugian yang timbul karena pengemudi dan pengusaha angkutan travel berplat nomor hitam.

D. Manfaat Penelitian

  Dengan adanya penelitian ini penulis dapat memberikan manfaat secara teoritis dan secara praktis, antara lain :

  1. Manfaat Teoritis

  a. Untuk mengetahui secara mendalam mengenai bentuk tanggung jawab pengemudi dan pengusaha angkutan travel berplat nomor hitam terhadap penumpang pengguna jasa.

  b. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang perlindungan hukum bagi konsumen setelah berlakunya ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

  2. Manfaat Praktis

  a. Memberikan sumbangan pemikiran di bidang hukum pada umumnya dan pada khususnya tentang proses perlindungan konsumen terhadap penumpang pengguna jasa angkutan travel berplat nomor hitam.

  b. Agar pelaku usaha mengetahui sejauh manakah pelaksanaan dalam memberikan suatu perlindungan hukum bagi konsumen serta memberikan gambaran tentang berlakunya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.