78 ANALISIS HUKUM EKONOMI ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM SENGKETA EKONOMI SYARIAH (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta Nomor 63PDT.G2011PTA.YK) SKRIPSI

  

ANALISIS HUKUM EKONOMI ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM

DALAM SENGKETA EKONOMI SYARIAH

(Studi Putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta

Nomor 63/PDT.G/2011/PTA.YK)

  

S K R I P S I

  O l e h :

  

ULFA KHARISATURRODIYAH

NIM 210214090

  Pembimbing:

  

UNUN ROUDLOTUL JANAH, M.Ag

NIP. 197507162005012004

JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2018

  

ABSTRAK

UlfaKharisaturrodiyah,2018. Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap

Putusan Hakim Dalam Sengketa Ekonomi Syariah (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta Nomor 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk).

  Skripsi. Jurusan Muamalah Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing Unun Roudlotul Janah, M.Ag.

  Kata Kunci : Ekonomi Syariah, Sengketa Ekonomi Syariah, Mud}a>rabah.

  Sengketa ekonomi syariah Nomor 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk yang diajukan banding di Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta ini adalah gugatan cidera janji/wanprestasi dan tuntutan ganti rugi, uang paksa (dwangsong) dan pengembalian modal. Namum Majelis Hakim yang memutuskan perkara ini hanya mengabulkan sebagian tuntutan saja. Gugatan Penggugat-Pembanding yang dikabulkan hanya menyatakan perbuatan Tergugat-Terbanding cidera janji/wanprestasi, pengembalian modal kepada Penggugat-Pembanding dan pengembalian sebagian ganti rugi. Majelis Hakim menolak tuntutan uang ganti rugi immaterial dan uang paksa (dwangsong). Dalam tuntutan perkara ini Majelis Hakim membenarkan adanya akad perjanjian dan menyatakan akad mud}a>rabah pada perkara ini sah, namun ganti rugi immaterial dan uang paksa (dwangsong) oleh Majelis Hakim dinilai tidak sah.Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana perspektif Hukum Ekonomi Islam terhadap alasan pertimbangan Hakim dalam menetapkan putusan perkara Nomor 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk, Bagaimana perspektif Hukum Ekonomi Islam terhadap dasar hukum Hakim dalam menetapkan putusan perkara Nomor 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk.

  Adapun jenis penelitian yang dilakukan penulis merupakan penelitian pustaka (library research) yang menggunakan metode kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan metode dokumentasi. Analisis yang digunakan dengan menggunakan pola pikir deduktif serta tinjauan yuridis yang bersifat logis dan sistematis, yaitu proses analisis yuridis dari hukum yang ada pada putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta Nomor 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk

  Berdasarkan metode yang digunakan dalam penelitian dihasilkan kesimpulan, bahwa alasan pertimbangan yang digunakan oleh Majelis dalam menetapkan putusan Nomor 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk sudah sesuai dengan Hukum Ekonomi Islam yaitu interpretasi hukum atau dalam istilah Hukum Islam disebut dengan Ijtihad Tatbhiqi dalam hal ini Majelis Hakim menggunakan metode ijtihad yaitu istis{la>h{ atau Al Mas}a>lih{ Al Mursalah}. Sedangkan dasar hukum yang digunakan Majelis Hakim dalam menetapkan putusan juga sudah sesuai dengan Hukum Ekonomi Islam yaitu Fatwa DSN-MUI Nomor /DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mud}a>rabah, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) tentang perjanjian/akad dan. Dalam menetapkan putusan tersebut Majelis Hakim juga mencantumkan dasar hukum Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) untuk memperkuat rujukan dan hasil putusan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Indonesia semakin pesat. Pesatnya perbankan dan Lembaga Keuangan Syariah berimplikasi pada semakin besarnya permasalahan yang timbul dan

  1

  sengketa antara pihak terkait dengan permasalahan ekonomi Islam. Untuk mengantisipasi timbulnya sengketa atau permasalahan diperlukan lembaga yang mempunyai kredibelitas dan berkompeten sesuai dengan bidangnya yaitu bidang ekonomi syariah seperti pengadilan dan non pengadilan. Adapun untuk jalur pengadilan dapat ditempuh melalui Peradilan Agama dan jalur non peradilan melalui Badan Syariah Nasional (BASYARNAS).

  Seiring kehadiran Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama memberikan tambahan kewenangan terhadap Peradilan Agama, tidak lain adalah kewenangan untuk menangani perkara ekonomi syariah. Hal tersebut tercantum dalam pasal 49 Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua UU No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menyatakan bahwa; Peradilan Agama berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang 1 Yulkarn

  ain Harahap, “Kesiapan Peradilan Agama Dalam Menyelesaikan Perkara beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat,

  

2

infaq, shodaqoh dan ekonomi syariah.

  Setelah adanya perluasan kewenangan di Peradilan Agama, lahirlah Kompilasi Hukum Ekonomi Islam (KHES) berdasarkan keputusan Mahkamah Agung RI no. 02 Tahun 2008 sebagai respon terhadap perkembangan praktik hukum ekonomi syariah di Indonesia. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia dapat dijadikan acuan sementara sebelum terbitnya Undang-undang, dalam penyelesaian perkara-perkara ekonomi syariah yang setiap hari bertambah intensitasnya.

  Lahirnya Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dan perluasan atas kewenangan Peradilan Agama untuk menyelesaikan ekonomi syariah merupakan sebuah upaya untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa yang tertib, makmur dan berkeadilan dengan menjunjung asas syariah Islam.

  Sedangkan karakteristik ekonomi yang berbasis syariah adalah memiliki tujuan untuk kesejahteraan yang menyeluruh secara seimbang (individu- sosial, dunia-akhirat, alam-sosial).

  Keharusan sistem ekonomi syariah yang dijalankan berdasarkan ketentuan syariat Islam selama ini, bukan berarti operasional pembiayaan berbasis syariah tidak akan menemui suatu kendala atau sengketa. Hal tersebut dapat terlihat dengan adanya perkara ekonomi syariah yang telah diputuskan oleh Peradilan Agama Bantul Nomor 0463/Pdt.G/2011/PA.Btl yang kemudian diajukan Banding ke Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta 2 Pasal 49 Undang-Undang Nimor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang- dan menghasilkan putusan Nomor 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk tentang tuntutan pemenuhan perjanjian dan ganti rugi dalam sengketa ekonomi syariah.

  Perkara ekonomi syariah putusan Nomor 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk yang diangkat kali ini berkaitan dengan perkara gugatan wanprestasi dalam akad pembiayaan mud}a>rabah Mut{laqah. Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Bab I Ketentuan Umum Pasal 20 angka 1 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan akad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu sedangkan pada Bab VII pasal 187 dan 189 dijelaskan bahwa akad pembiayaan Mud}a>rabah Mut{laqah adalah kerjasama antar kedua pihak yaitu mud}a>rib (pelaku usaha) dan s}ahibul ma>l (pemilik modal) dimana pemilik modal harus menyerahkan dana dan atau barang berharga kepada pihak pelaku usaha untuk melakukan kerjasama dalam usaha, dan pelaku usaha menjalankan usahanya dalam bidang yang disepakati yang cakupannya luas

  3 dan tidak dibatasi.

  Dalam sengketa akad pembiayaan mud}a>rabah mut{laqah tersebut terdapat tiga Pihak diantaranya Pihak pertama Pembanding (nasabah), Pihak kedua Terbanding (Direktur) dan Pihak ketiga turut Terbanding. Bermula dari Pembanding (nasabah) menginvestasikan uangnya di Koperasi Serba Usaha Baitul Mal Wa Tamwil (KSU BMT) Isra dengan produk penyertaan modal/investasi pada simpanan penjamin kebutuhan keluarga (Si Penjaga) menggunakan akad mud}a>rabah yang dimulai pada tanggal 10 Mei 2010 3 Pasal 20, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum sebesar Rp. 250.000.000,-. Sesuai dengan perjanjian Tergugat harus membayar nisbah} sebesar Rp. 6.375.000 perbulannya.

  Permasalahan yang dihadapi ialah bahwa pada mulanya pembayaran nisbah} bagi hasil berjalan secara baik dan lancar selama empat bulan yaitu pada bulan Juni, Juli, Agustus dan September. Namun sejak bulan Oktober 2010 pembayaran nisbah} menjadi macet. Dengan adanya kemacetan pembayaran nisbah} tersebut si Pembanding (nasabah) menilai bahwa Terbanding telah melakukan wanprestasi/ingkar janji sehingga merugikan

  4 Pembanding (nasabah) baik secara materiil maupun immaterial.

  Menurut pengertian Hukum Perdata Umum, sumber perikatan karena perjanjian, yaitu hubungan hukum itu terjadi karena diperjanjikan, misalnya jual beli, sewa menyewa, penitipan, perjanjian kredit, dan lain-lain. Apabila ada dua pihak yang telah mengikatkan diri dalam suatu perjanjian tetapi pihak yang satu tidak melaksanakan kewajibannya terhadap pihak yang lain, maka pihak yang tidak melaksanakan kewajibannya itu disebut wanprestasi (ingkar

  5

  janji). Akibat hukum wanprestasi antara lain debitur diharuskan membayar ganti rugi, kreditur dapat meminta pembatalan kontrak melalui pengadilan, kreditur dapat meminta pemenuhan kontrak, atau pemenuhan kontrak disertai

  6 ganti rugi dan pembatalan kontrak dengan ganti rugi.

  Di dalam tuntutan perkara tersebut Pembanding dalam gugatannya menuntut nisbah} yang tersisa terhitung mulai dari bulan ke-lima (Oktober 4 5 Putusan Pengadilan Tinggi Agama Nomor 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk, 17 Afandi Mansur, Peradilan Agama: Strategi & Taktik Membela Perkara di Pengadilan

  Agama (Malang: Setara Press, 2009), 8. 6

  2010) sebesar Rp. 12.750.000, uang ganti rugi selama 8 bulan x Rp. 6.375.000 dengan jumlah Rp. 51.000.000, pengembalian uang simpanan/investasi pokok sebesar Rp. 200.000.000. Menuntut untuk sita jaminan yang diletakkan atas sebidang tanah beserta bangunan diatasnya, dan membayar biaya perkara. Dalam putusannya Hakim mengabulkan permohonan banding sebagian dan menolak selebihnya. Diantaranya Hakim memutuskan bahwa akad dalam perjanjian simpanan tersebut sah, akan tetapi tuntutan yang berkenaan dengan nisbah, uang ganti rugi imaterial dan uang paksa (dwangsong) serta pengembalian sita jaminan tidak dikabulkan oleh Hakim dan Hakim hanya menghukum tergugat untuk membayar sebagian ganti rugi serta membayar biaya perkara.

  Dalam pasal 205 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dijelaskan bahwa “Mud}a>rib wajib bertanggungjawab terhadap risiko

  kerugian atau kerusakan yang diakibatkan oleh usahanya yang melampaui batas yang diizinkan dan atau tidak sejalan dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan dalam akad

  ” dan Pasal 207 angka 3 Mud}a>rib wajib

  mengembalikan modal dan keuntungan kepada pemilik modal yang menjadi

  7 hak pemilik modal dalam kerjasama mud}a>rabah ”.

  Dengan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti mengenai bagaimana analisis hukum ekonomi syariah terhadap putusan hakim terkait dengan perkara dibidang ekonomi syariah yakni pada putusan 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk. Ketertarikan ini kemudian penulis tuangkan dalam 7 Pasal 205 dan Pasal 207 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 Tentang pengajuan prososal skripsi dengan judul : “Analisis Hukum Ekonomi Islam

  Terhadap Putusan Hakim Dalam Sengketa Ekonomi Syariah (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta Nomor

63/Pdt.G/2011/PTA.Yk) B.

   Rumusan Masalah 1.

  Bagaimana perspektif hukum ekonomi Islam terhadap alasan pertimbangan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta dalam menetapkan putusan perkara Nomor 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk ? 2. Bagaimana perspektif hukum ekonomi Islam terhadap dasar hukum

  Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta dalam menetapkan putusan perkara Nomor 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk ?

C. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah :

  1. Untuk mengetahui perspektif hukum ekonomi Islam terhadap alasan pertimbangan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta dalam menetapkan putusan perkara Nomor 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk dalam sengketa ekonomi Islam.

  2. Untuk mengetahui perspektif hukum ekonomi Islam terhadap dasar hukumPengadilan Tinggi Agama Yogyakarta dalam menetapkan putusan perkara Nomor 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk dalam sengketa ekonomi Islam.

  D. Manfaat Penelitian 1.

  Guna mengembangkan penalaran ilmiah dan wacana keilmuan penulis serta untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama berada di bangku perkuliahan.

  2. Untuk memperkaya referensi dan literatur kepustakaan terkait dengan kajian mengenai analisis yuridis putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta Nomor 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk serta hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.

  E. Telaah Pustaka

  Telaah pustaka yang dilakukan penulis adalah berbentuk skripsi-skripsi yang sudah ada.

  Sebuah skripsi yang dibuat oleh Fitriawan Sidiq yang berjudul Analisis

  Kasus Terhadap Putusan Hakim Dalam Kasus Sengketa Ekonomi Syariah Di PA Bantul (Putusan No. 0700/Pdt.G/2011/PA.Btl) dari UIN Sunan Kalijaga

  Yogyakarta tahun 2013. Skripsi ini lebih menekankan kepada dasar pertimbangan hakim dalam putusan perkara No. 0700/pdt.G/2011/PA.Btl dalam perkara gugatan pemenuhan kewajiban akad mud}a>rabah yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Bantul. Berdasarkan analisis skripsi tersebut menghasilkan sebuah kesimpulan bahwasanya sumber hukum yang digunakan oleh hakim adalah yurisprudensi MA No. 2899/K/Pdt/1994 tanggal 15 Februari 1996 dan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 07/DSN- MUI/VI/2000 tentang pembiayaan mud}a>rabah. Fatwa Dewan Syariah

  Nasioanl (DSN) yang digunakan oleh Hakim sebagai pertimbangan hukum dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah ini tidak memiliki kekuatan hukum untuk digunakan sebagai dasar hukum pada pertimbangan Hakim, karena Fatwa Dewan Syariah Nasional yang digunakan hakim tidak diangkat sebagai pendapat Hakim sehingga tidak memiliki kekuatan hukum dan tidak

  8 bisa dijadikan sumber hukum.

  Skripsi dari Tri Ardiyanto, Analisis Terhadap Putusan Mahkamah

  Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

  tahun 2014. Skripsi ini lebih menekankan kepada alasan pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam memutuskan perkara dan implementasinya terhadap putusan sengketa Perbankan Syariah selanjutnya.Dan analisis skripsi tersebut menghasilkan sebuah kesimpulan bahwasanya dasar pertimbangan yang digunakan oleh hakim adalah pasal 55 ayat 2 bertentangan dengan konstitusi dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, akan tetapi pasal 55 ayat 2 merupakan pasal induk dan tetap berlaku serta memiliki kekuatan

  9 hukum mengikat.

  Selanjutnya s kripsi dari Nurus Sa’adah, Analisis Putusan Hakim

  Dalam Perkara Ekonomi Syariah Di Pengadilan Agama Surakarta Tahun 2013-2017 (Berbasis Nilai Keadilan) dari IAIN Surakarta tahun 2017.

  Masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah perkara ekonomi syariah yang ditangani oleh Pengadilan Agama Surakarta sejak tahun 2013-2017. Penulis 8 Fitriawam Sidiq, “Analisis Kasus Terhadap Putusan Hakim Dalam Kasus Sengketa

  

Ekonomi Syariah Di PA Bantul (Putusan No. 0700/Pdt.G/2011/PA.Btl),” Skripsi (Yogyakarta: UIN SUNAN KALIJAGA, 2013). 9 Tri Ardiyanto, “Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU- mengambil tiga putusan untukdianalisis yakni Putusan Perkara No.0519/Pdt.G/2013/PA.Ska, Putusan Perkara No.0644/Pdt.G/2015/PA.Ska dan Putusan Perkara No.0176/Pdt.G/2016/PA.Ska. Fokus yang diambil bahwa ketiga putusan yang dianalisis oleh penulis berdasarkan penerapan nilai-nilai keadilan. Berdasarkan analisis skripsi tersebut dihasilkan sebuah kesimpulan bahwasanya sumber hukum yang digunakan oleh hakim adalah

  pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) dan pasal 181 Herziene Inlandsch Reglement (HIR). Berdasarkan perspektif Hakim dalam menjatuhkan putusan sudah memenuhi asas keadilan sesuai dengan prosedur beracara di Pengadilan Agama Surakarta dan sudah sesuai dengan perundang-

  10 undangan yang berlaku.

  Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, terdapat beberapa bahasan tentang penyelesaian sengketa ekonomi syariah. Namun belum ada yang membahas secara spesifik tentang analisis hukum ekonomi Islam terhadap putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta Nomor 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk tentang akad mud}a>rabah Mut{laqah dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah. Karena itulah penelitian ini menjadi menarik karena belum ada yang menelitinya.

F. Metode Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

  Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian pustaka (library 10 research) dengan menggunakan bahan pustaka sebagai sumber data

  Nurus Sa’adah, “Analisis Putusan Hakim Dalam Perkara Ekonomi Syariah Di Pengadilan Agama Surakarta Tahun 2013-2017 (Berbasis Nilai Keadilan), ” Sekripsi (Surakarta: utama yaitu meliputi buku-buku, skripsi-skripsi terdahulu, ensiklopedi dan karya ilmiah lainnya yang berhubungan dengan objek yang diteliti sehingga menghasilkan data-data yang jelas dan akurat. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis data berbentuk putusan yang dikeluarkan oleh direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yaitu putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta Nomor 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk.

  Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif yaitu penyusunan menguraikan secara sistematik dasar hukum putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta Nomor: 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk dalam Perkara Sengketa Ekonomi Syariah yang kemudian di analisis lebih lanjut dengan menggunakan Hukum Ekonomi Syariah dan membuat kesimpulan dengan menjabarkan kata-kata.

2. Data dan Sumber Data

  Dalam penelitian ini, Peneliti menggunakan data sebagai berikut: a.

  Alasan pertimbangan Hakim dalam menetapkan putusan perkara Nomor 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk yang bersumber dari salinan putusan yang dikeluarkan oleh Direktori Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk tentang sengketa ekonomi syariah.

  b.

  Dasar hukum Hakim dalam menetapkan putusan perkara Nomor 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk yang bersumber dari salinan putusan yang dikeluarkan oleh Direktori Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk tentang sengketa ekonomi syariah.

  3. Teknik Pengumpulan Data

  Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dokumentasi. Teknik pengumpulan data dengan metode dokumentasi ialah mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkip, buku, surat

  11

  kabar, majalah, jurnal dan karya-karya ilmiah lainnya. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta Nomor 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk.

  4. Analisis Data

  Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap, tahap berikutnya adalah tahap analisis data. Mengingat jenis penelitian ini adalah normatif, maka teknik analisis yang penulis gunakan adalah dengan metode silogisme dan interpretasi, dengan menggunakan pola pikir deduktif serta tinjauan yuridis yang bersifat logis dan sistematis, yaitu proses analisis yuridis dari hukum yang ada pada putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta Nomor 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk tentang sengketa ekonomi syariah untuk mengetahui alasan pertimbangan, dasar hukum apa saja yang digunakan oleh hakim dalam memutuskan perkara.

  5. Pengecekan Keabsahan Data

  Keabsahan data dalam suatu penelitian ditentukan dengan 11 menggunakan kriteria kredibilitas. Yang dapat ditentukan dengan

  Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT beberapa teknik agar keabsahan data dapat dipertanggung jawabkan. Dalam penelitian ini, untuk menguji kredibilitas data menggunakan teknik ketekunan pengamatan yaitu meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. Meningkatkan ketekunan itu ibarat kita mengecek soal-soal, atau makalah yang telah dikerjakan, apakah ada yang salah atau tidak. Dengan meningkatkan ketekunan itu, maka peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak. Demikian juga dengan meningkatkan ketekunan maka, peneliti dapat memberikan deskripsi data

  12 yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati.

  Teknik ketekunan pengamatan ini digunakan peneliti agar data yang diperoleh dapat benar-benar akurat. Untuk meningkatkan ketekunan pengamatan peneliti, maka peneliti akan membaca berbagai referensi buku maupun hasil penelitian atau dokumentasi-dokumentasi yang terkait dengan temuan yang diteliti, sehingga dapat digunakan untuk memeriksa data yang ditemukan itu benar/dipercaya atau tidak.

G. Sistematika Pembahasan

  Untuk menjadikan pembahasan dalam penulisan ini menjadi terarah, maka perlu digunakan sistematika yang dibagi menjadi lima bab. Adapun susunannya adalah sebagai berikut : 12 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D (Bandung: Alfabeta,

  BAB I adalah Pendahuluan yang membahas tentang latar belakang sebagai dasar untuk merumuskan masalah kemudian dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penulisan sekripsi, kemudian kajian pustaka berfungsi untuk menginformasikan bahwa permasalahan yang diteliti belum pernah diteliti oleh orang lain. Selanjutnya metodologi penelitian dan diakhiri dengan sistematika pembahasan.

  BAB II adalah Landasan teorimemuat tentangMetode Penemuan Hukum, Ekonomi Syariah, Akad Mud}a>rabah, Bentuk Sengketa akad Mud}a>rabah. BAB III berisi Gambaran umum tentang putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta nomor 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk memuat tentang deskripsi perkara, alasan pertimbangan Hakim dan dasar hukum yang digunakan oleh Hakim dalam menetapkan putusan perkara Nomor 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk.

  BAB IV merupakan pembahasan secara menyeluruh dari laporan hasil penelitian, berisi analisis Hukum Ekonomi Islam terhadap alasan pertimbangan Hakim dan dasar hukum Hakim dalam menetapkan putusan perkara No. 63/Pdt.G/2011/PTA.Yk.

  BAB V berisi penutup. Dalam bab terakhir ini akan ditarik kesimpulan dari semua materi yang telah dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya, yang meliputi dua ide pokok, yaitu kesimpulan dan saran.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENEMUAN HUKUM, EKONOMI SYARIAH DAN MUD}A<RABAH A. Metode Penemuan Hukum Bagi hakim dalam mengadili suatu perkara terutama yang

  dipentingkan adalah fakta atau peristiwanya dan bukan hukumnya. Peraturan hukumnya hanyalah sebagai alat, sedangkan yang bersifat menentukan adalah peristiwanya. Ada kemungkinan terjadinya suatu peristiwa, yang meskipun sudah ada peraturan hukumnya, justru lain penyelesaiannya. Hakim akhirnya akan menemukan kesalahan dengan menilai peristiwa itu keseluruhannya.

  13 Didalam peristiwa itu sendiri tersimpul hukumnya.

  Untuk dapat menyelesaikan atau mengakhiri suatu perkara atau sengketa setepat-tepatnya hakim harus terlebih dahulu mengetahui secara objektif tentang duduk perkaranya sebagai dasar putusannya. Setelah hakim menganggap terbukti peristiwa yang menjadi sengketa, hakim telah dapat mengkonstatir peristiwa, maka hakim harus menentukan peraturan hukum apakah yang menguasai sengketa antara kedua belah pihak. Ia harus menemukan hukumnya, ia harus mengkualifisir peristiwa yang dianggapnya

  14 terbukti.

  Menurut Bambang Sutiyoso dikutip oleh Pratami Wahyudya Ningsih, penemuan hukum adalah proses konkretisasi atau individualisasi peraturan 13 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2010), 273. 14 hukum (das Sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkrit (das Sein) tertentu. Dalam penemuan hukum yang penting adalah bagaimana mencarikan atau menemukan hukumnya untuk peristiwa konkrit. Hakim melakukan penemuan hukum, karena ia dihadapkan pada peristiwa konkrit atau konflik untuk diselesaikan. Hasil penemuan hukumnya merupakan hukum karena mempunyai kekuatan mengikat sebagai hukum yang dituangkan dalam bentuk putusan. Berdasarkan hal tersebut, penemuan hukum oleh hakim itu sekaligus dapat dinyatakan sebagai sumber hukum

  15 juga.

  Pada hakikatnya secara garis besar ada dua metode penemuan Hukum Islam yang paling umum digunakan dalam mengkaji dan membahas Hukum Islam, yaitu metode istinba&gt;th dan ijtiha&gt;d. Secara ringkas kedua metode tersebut akan diuraikan di bawah ini:

1. Metode Istinba>th

  Metode istinba&gt;th adalah cara-cara menetapkan (mengeluarkan) Hukum Islam dari dalil nash, baik dari ayat-ayat Al-

  Qur’an maupun dari lafaz} (perkataanya) sudah jelas/pasti (qat’i). Jalan as-Sunnah, yang istinba&gt;th ini memberikan kaidah-kaidah yang bertalian dengan

  16 pengeluaran hukum dari dalil.

  15 Pratami Wahyudya Ningsih ,“Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Perkara Gugatan

Pemenuhan Kewajiban Akad Pembiayaan Al-Musyarakah Di Pengadilan Agama Purbalingga

  (Studi Terhadap Putusan Nomor: 1047/Pdt.G/2006/Pa.Pbg) ”,Skripsi (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2010).19. 16 Fauzan, Kaidah Penemuan Hukum Yurisprudensi Bidang Hukum Perdata (Jakarta:

2. Metode Ijtiha>d

  Ijtihad adalah suatu usaha yang dilakukan secara sungguh-sungguh

  17 dengan mengarahkan segenap kemampuan yang tersedia.

  Selanjutnya tentang metode-metode ijtihad yang meliput qiyas, istinba&gt;th atau Al Masha&gt;lih} Al Mursalah}, istih}sa&gt;n, ishtish}ab dan al ‘urf, yang akan diuraikan dibawah ini, diantaranya : a.

  Ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid dari umat Muhammad sesudah wafat beliau tentang hukum syara’. Jadi ijma’ merupakan kesepakatan bulat pendapat dalam ijtihad yang dilakukan secara

  18 kolektif oleh para Mujtahid.

  b.

  Qiya&gt;s adalah memperbandingkan hal yang tidak ada nash-nya dengan hal yang sudah ada nash-nya dalam hukum syara’ yang bersifat pasti, untuk mencari persamaan alasan hukum. Apabila ada sesuatu kejadian yang belum ada ketentuan hukumnya secara khusus, kemudian dibandingkan dengan kejadian lain yang serupa, akan tetapi ketentan hukumnya telah ada.

  c.

  Istishlah} atau Al Mas}a&gt;lih} Al Mursalah} adalah pertimbangan kepentingan masyarakat. Istishlah} tertuju pada hal-hal yang tidak

  19

  diatur ketentuannya dalam Al-Qur ’an dan Sunnah Rasul.

  17 18 Suwarjin, Ushul Fiqh (Yogyakarta: Teras, 2012), 91. 19 Ibid., 86. d.

  Istih}san adalah mengambil ketetapan yang dipandang lebih baik sesuai tujuan Hukum Islam dengan jalan meninggalkan dalil khusus untuk menyamakan dalil umum.

  e.

  Istish}ab adalah melangsungkan berlakunya hukum yang telah ada

  20 karena belum adanya ketentuan lain yang membatalkannya.

  f.

  Al-‘Urf adalah sesuatu yang dikenal oleh orang banyak dan dikerjakan baik berupa perkataan perbuatan maupun keengganan. sementara ulama ada yang menyamakan dengan adat kebiasaan karena ia merupakan sesuatu hal yang biasa dikerjakan atau diucapkan oleh mereka.

  B.

  

Memahami Ekonomi Syariah, Akad Mud}a&gt;rabah Dan Bentuk

Penyelesaian Sengketa Mud}a&gt;rabah

1. Ekonomi Syariah a. Pengertian Ekonomi Syariah

  Ekonomi Syariah adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh orang perorangan, kelompok orang, badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum dalam rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat komersial dan tidak komersial menurut

  21 prinsip syariah.

  Istilah “Ekonomi Islam” sering menjadi masalah 20 atau beragam sebutannya. Ada yang menyebut ekonomi ilahi&gt;yah, 21 Ibid., 88.

Pasal 1, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Kompilasi Hukum

  ekonomi syariah, atau ekonomi qurani. Sebenarnya tidak harus mewajibkan nama “Ekonomi Islam”sehingga sebutan-sebutantersebut boleh-boleh saja, karena di dalam Al-Quran pun tidak ada istilahyang khusus, hanya saja sebutan tersebut untuk lebih mengidentifikasinya

  22 dariekonomi lainnya.

  Istilah “ekonomi syariah” merupakan sebutan yang khas digunakan di Indonesia. Dalam wacana pemikiran ekonomi Islam kontemporer, konsep ekonomi Islami memang sering diidentifikasi dengan berbagai istilah yang berbeda. Semua istilah ini mengacu pada suatu konsep sistem ekonomi dan kegiatan usaha berdasarkan hukum Islam atau ekonomi berdasarkan prinsip syariah. Perbedaan penggunaan istilah ini pada dasarnya menunjukkan bahwa istilah

  23 “ekonomi Islam” bukanlah nama baku dalam terminologi Islam.

b. Sumber Hukum Ekonomi Syariah

  Para ulama bersepakat bahwa sumber hukum dalam Islam adalah Al- Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ dan qiyas. Al-Qur’an merupakan wahyu Allah SWT yang diturunkan melalui Rasulullah saw yang disampaikan kepada umat manusia untuk menentukan kehidupan di dunia. As-sunnah secara harfiah berarti cara, adat istiadat, kebiasaan hidup yang mengacu kepada perilaku Nabi saw yang dijadikan teladan, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, maupun pengakuan dan 22 sifat Nabi. Ijma’ menurut istilah ahli ushul fiqih adalah kesepakatan 23 Sa’adah, “Analisis Putusan Hakim Dalam Perkara Ekonomi Syariah, 21-23.

  Hasbi Hasan, Pemikiran dan Perkembangan Hukum Ekonomi Syariah di Dunia Islam para imam mujtahid diantara umat Islam pada suatu masa setelah

  24 Rasulullah wafat, terhadap hukum syara’ tentang suatu masalah.

  Di dalam syariat Islam, diajarkan berbagai persoalan yang terkait dengan bidang Muamalah, sehingga dasar hukum pelaksanaan ekonomi syariah di Indonesia terdiri dari dua kategori, yaitu dasar hukum normatif dan dasar hukum formal. Dasar hukum normatif berasal dari hukum Islam yang bersumber dari al-

  Qur’an, Sunah, dan ijtihad. Secara teknis ketentuan-ketentuan yang digunakan dalam praktik ekonomi syariah dirancang dan ditetapkan melalui ijtihad kolektif oleh MUI dan DSN. Sedangkan dasar hukum formal berdasarkan pada konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Secara konstitusional, dasar hukum ekonomi syariah berpijak pada

  25 Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 Pasal 29.

  Sementara itu, sumber hukum tertulis sebagai sandaran ekonomi syariah yang utama dan pertama yaitu ketentuan UU No. 10 tahun 1998 dengan segala produk peraturan pelaksanaannya berupa PP, PBI, atau KBI dan lain sebagainya. Selain itu, tentu saja segala produk peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai sumber hukum tertulis, baik secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan operasional kegiatan usaha ekonomi juga dapat menjadi sumber hukum tertulis bagi sistem operasional ekonomi syariah, 24 sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip hukum syariah 25 Lukman Hakim, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam (Surakarta: Erlangga, 2017),23.

  Hasbi Hasan, Kompetensi Peradilan Agama dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi

  Islam.Dalam hal ini, fatwa DSN dapat dikategorikan sebagai sumber yang bersifat hukum dan menjadi sumber hukum tertulis. Adapun berkenaan dengan sumber hukum tidak tertulis ekonomi syariah dapat berupa suatu perjanjian berdasarkan “asas kebebasan berkontrak” dan berupa suatu kebiasaan (hukum adat) yang hidup dalam keyakinan masyarakat dan lazim ditaati dalam kegiatan perbankan yang benar- benar tidak tertulis maupun dalam bentuk hukum tercatat (dokumen-

  26 dokumen).

2. Tinjauan Umum Akad Mud}a>rabah a.

   Pengertian Mud}a&gt;rabah Secara bahasa mud}a&gt;rabah diambil dari kalimat d{araba fil ard{.

  Artinya, melakukan perjalanan dalam rangka berdagang. mud}a&gt;rabah dinamakan pula dengan qiradh, artinya potonganan karena pemilik harta memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan

  27 mendapat sebagian dari keuntungannya.

  Mud}a&gt;rabah adalah akad kerja sama antara bank selaku pemilik dana s}ahib al ma&gt;l) dengan nasabah (mud}a&gt;rib) yang mempunyai ( keahlian atau keterampilan untuk mengelola suatu usaha yang produktif dan halal. Hasil keuntungan dari penggunaan dana tersebut

  28 dibagi bersama berdasarkan nisbah yang telah disepakati.

  26 27 Ibid, 107-109.

  Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah. Prinsip dan Implementasnya Pada Keuangan Syariah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2016), 205. 28

b. Dasar Hukum Mud}a>rabah

  1) Menurut Al-quran

  Dalam Al-Quran dasar hukum mud}a&gt;rabah dijelaskan dalam surat Muzammil ayat 20, yang berbunyi :

  ِِۖ َللّٱ ِميِبَس يِف َنُُهِتََٰقُي َنَُسَخاَءََ “Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari

  29 sebagian karunia Allah ”. (Q.S Muzammil: 20)

  2) Menurut H}adist

  H}adist Nabi Muhammad SAWyang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah dar Shuhaib menyebutkan:

  سيعشنااب سبنا طهخَ مجا ىنا عيبناَ ةضزاقمنا : ةك سبنا هٍيف ةثلاث )ًجام هبا( عيبهن لا تيبهن “Tiga macam (bentuk usaha) yang di dalamnya terdapat barakah: muqa&gt;radhah/mud}a&gt;rabah, jual beli secara tangguh, mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah,

  30 bukan untuk dijual.” (HR.Ibnu Majjah)

  3) Menurut Ijma’

  Selain ayat-ayat Al-Quran dan H}adist, kebolehan mud}a&gt;rabah juga didasarkan pada ijma’. Diriwayatkan, bahwa sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mud}a&gt;rib) harta anak yatim sebagai mud}a&gt;rabah dan tidak ada seorang pun mengingkari mereka karena hal itu dipandang sebagai ijma’.

  29 Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi Vol.29 (Semarang: PT. Toha Putra Semarang, 1993), 203. 30 Sunan Ibnu Majah, Terjemah Sunan Ibnu Majah Juz 2 (Semarang: CV. Asy Syifa, 1993),

  Sebagian ulama juga mendasarkan mud}a&gt;rabahini dengan

  31 di qiyaskan pada transaksi musa&gt;qah.

c. Produk Hukum Tentang Mud}a>rabah

  Dalam konteks hukum, di Indonesia telah ditemukan beberapa produk yang berkaitan dengan mud}a&gt;rabah ini, baik dalam bentuk peraturan perundang-undangan maupun dalam bentuk fatwa yang dikeluarkan oleh DSN (Dewan Syariah Nasional) Majelis Ulama Indonesia. Undang-undang pertama yang menyebutkan istilah mud}a&gt;rabah adalah UU Nomor 10 Tahun 1998. Dalam Undang- Undang ini, mud}a&gt;rabah disebutkan sebagai salah satu bentuk

  32 pembiayaan bagi hasil.

  Penggunaan mud}a&gt;rabah dalam undang-undang lebih terperinci dikemukakan dalam UU Nomor 21 Tahun 2008. Dalam pasal 1 ayat 21 disebutkan bahwa salah satu bentuk tabungan adalah investasi dana mud}a&gt;rabah. Selanjutnya dalam pasal 1 ayat 22 berdasarkan akad disebutkan bahwa deposito adalah investasi dana berdasarkan akad mud}a&gt;rabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan bank syariah dan/atau UUS. Lebih lanjut pasal 1 ayat 24 menyebutkan bahwa 31 investasi adalah dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada bank

  Neneng Nurhasanah, Mudharabah Dalam Teori Dan Praktik (Bandung: PT. Refika Aditama, 2015), 71. 32 Yadi Janwari, Lembaga Keuangan Syariah ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015),

  syariah atau UUS berdasarkan akad mud}a&gt;rabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dalam bentuk deposito, tabungan atau bentuk lainnya yang disamakan dengan itu. Dalam

  pasal 1 ayat 25 poin (a) disebutkan bahwa pembiayaan adalah penyedian dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk mud}a&gt;rabah dan musya&gt;rakah. Penggunaan mud}a&gt;rabah dalam UU Nomor 21 Tahun 2008 lebih lanjut digunakan dalam pasal-pasal yang menjelaskan tentang jenis dan

  33 kegiatan usaha perbankan syariah.

  Undang-undang lain yang menyebutkan mud}a&gt;rabah adalah UU Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. Dalam mud}a&gt;rabah adalah akad kerja sama pasal 1 ayat 7 disebutkan bahwa antara dua pihak atau lebih, yaitu suatu pihak sebagai penyedia tenaga dan keahlian, keuntungan dari kerja sama tersebut akan dibagi berdasarkan nasabah yang telah disetujui sebelumnya, sedangkan kerugian yang terjadi akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyedia modal, kecuali kerugian disebabkan oleh kelalaian penyedia tenaga dan ahli. Selanjutnya dalam pasal 3 disebutkan bahwa SBSN dapat berupa SBSN mud}a&gt;rabah, yang diterbitkan berdasarkan akad

  34 mud}a&gt;rabah.

  33 Pasal 1 ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 34

  Selain dalam undang-undang, akad mud}a&gt;rabah pun ditetapkan dalam peraturan Bank Indonesia yakni BNI Nomor 7/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan PBI Nomor 7/46/PBI/2005 tentang akad penghimpunan dan penyaluran dana bagi Bank yang melaksanakan Kegiatan Usaha berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam PBI tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud mud}a&gt;rabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (s{ahib al-ma&gt;l) kepada pengelola dana (mud}a&gt;rib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung Dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan

  35 nisbahyang telah disepakati sebelumnya.

  Produk hukum lain yang berbicara tentang V adalah Fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) Majelis Ulama Indonesia. Ada beberapa Fatwa DSN-MUI yang berkaitan dengan mud}a&gt;rabah ini. Fatwa pertama yang dikeluarkan DSN-MUI adalah Fatwa Nomor 7 tentang mud}a&gt;rabah (Qi&gt;rad{), Fatwa ini menjelaskan tentang

  Pembiayaan ketentuan mud}a&gt;rabah ketika diimplementasikan di Lembaga Keuangan Syariah, terutama di perbankan syariah sebagai produk perbankan.

35 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 Tentng Akad Penghimpunan dan

  

Penyaluran Dana Bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha berdasarkan Prinsip Syariah

  d.

   Ketentuan-Ketentuan Mud}a&gt;rabah

  1) Ketentuan Umum Mud}a&gt;rabah

  a) Pembatasan waktu Mud}a&gt;rabah. Beberapa ulama berpandangan boleh melakukan pembatasan mud}a&gt;rabah pada periode

  36 tertentu.

  b) Dilarang membuat kontrak yang tergantung kepada sebuah kejadian pada masa yang akan datang karena mengandung unsur ketidak pastian.

  2) Jaminan Dalam Mud}a&gt;rabah Hal mana di akui dalam Fatwa DSN-MUI No.

  07/DSN_MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mud}a&gt;rabah (Qi&gt;rat), bahwa pada prinsipnya dalam pembiayaan mud}a&gt;rabah tidak ada jaminan, namun agar mud}a&gt;rib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mud}a&gt;rib atau pihak ketiga.

  Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mud}a&gt;rib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. 3)

  Batasan Tindakan Mud}a&gt;rib Terhadap Dana Mud}a&gt;rabah Ada tiga kategri tindakan bagi mud}a&gt;rib terhadap dana mudha&gt;rabah, yaitu tindakan yang berhak dilakukan mud}a&gt;rib berdasarkan kontrak, tindakan yang berhak dilakukan mud}a&gt;rib 36 berdasarkan kekuasaan perwakilan secara umum, dan tindakan

  Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga yang tidak berhak dilakukan mud}a&gt;rib tanpa izin ekplisit dari

  37 penyedia dana.

  4) Batas Tanggung Jawab Mud}a&gt;rib

  Mud}a&gt;rib tidak bertanggung jawab atas berkurang atau habisnya modal yang diinvestasikan oleh s{ahib al-ma&gt;l. Tanggung jawab mud}a&gt;rib hanya terbatas kepada memberikan jerih payah, pikiran, dan waktunya untuk mengurus bisnis yang dibiayai dengan modal s{ahib al-ma&gt;l. Asas ini juga merupakan syarat penting bagi

  38

  keabsahan dari suatu perjanjian mud}a&gt;rabah. Namun, tidak ditutup mud}a&gt;rib juga memasukkan modal bila hal itu kemungkinan diinginkan oleh mud}a&gt;rib sendiri, tetapi tidak dapat dituntut oleh s{ahib al-ma&gt;l agar mud}a&gt;rib juga menanamkan modal.

  Antara shahib al-ma&gt;l dan mud}a&gt;rib dapat diperjanjikan bahwa hubungan perjanjian tersebut merupakan mud}a&gt;rabah mut{laqah

  ( mud}a&gt;rabah mutlak atau investasi tidak terikat) atau merupakan mud}a&gt;rabah muqayyadah (mud}a&gt;rabah terbatas/investasi tidak terikat), tergantung pilihan mereka sendiri.

  Dalam mud}a&gt;rabah mut}laqah, mudha&gt;rib memiliki mandat yang terbuka dan berwenang untuk melakukan apa saja yang diperlukan bagi keberhasilan tujuan mud}a&gt;rabah itu dalam rangka pelaksanaan bisnis yang bersangkutan. Namun, apabila ternyata 37 mud}a&gt;rib melakukan kelalaian atau kecurangan, maka mud}a&gt;rib 38 Ibid., 177.

  harus bertanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya. Apabila terjadi kerugian atas usaha itu karena kelalaian dan kecurangan mud}a&gt;rib, maka kerugian itu harus ditanggung oleh mud}a&gt;rib sendiri. Namun apabila kerugian itu akibat resiko bisnis/usaha maka kerugian tidak menjadi beban mud}a&gt;ribyang bersangkutan.

  Kebebasan mud}a&gt;rib dalam hal mud}a&gt;rabah berbentuk Mudha&gt;rabah mut{laqah bukannya kebebasan yang tak terbatas sama sekali. Modal yang ditanamkan oleh s{ahib al-ma&gt;l tidak boleh digunakan untuk membiayai proyek atau investasi yang dilarang oleh syariah seperti untuk keperluan spekulasi, membiayai pabrik atau perdagangan minimum keras, peternakan babi, dan lain-lain.

  Sudah barang tentu tidak boleh pula untuk membiayai usaha-usha yang dilarangoleh peraturan perundang-undangan negara sekalipun mungkin tidak dilarang oleh ketentuan syariah. 5)

  Kewajiban, Hak dan Tanggung Jawab S{ahibul al-ma&gt;l dalam Mud}a&gt;rabah

  Pada hakikatnya, kewajiban utama dari s{ahib al-ma&gt;l ialah menyerahkan modal mud}a&gt;rabah kepada mud}a&gt;rib. Apabila hal itu tidak dilakukan, maka perjanjian mud}a&gt;rabah menjadi tidak sah. S{ahib al-ma&gt;l berkewajiban untuk menyerahkan dana yang dipercayakan kepada mud}a&gt;rib untuk tujuan membiayai suatu

  39 proyek atau suatu kegiatan usaha.

Dokumen yang terkait

PENULISAN HUKUM DUALISME WEWENANG EKSEKUTORIAL PUTUSAN BASYARNAS MENGENAI SENGKETA EKONOMI SYARIAH

0 14 37

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Kasus Putusan Nomor : 969/Pid.B/2010/PN.Jr)

0 3 17

DASAR-DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM MENOLAK PERMOHONAN UNTUK BERPOLIGAMI (Studi Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor : 3117/Pdt.G/2007/Pa.Jr)

0 4 17

DASAR-DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM MENOLAK PERMOHONAN UNTUK BERPOLIGAMI (Studi Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor : 3117/Pdt.G/2007/Pa.Jr)

0 5 17

DASAR-DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM MENOLAK PERMOHONAN UNTUK BERPOLIGAMI (Studi Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor : 3117/Pdt.G/2007/Pa.Jr)

0 2 17

ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA YANG SAMA TERHADAP PARA PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI PEMBANGUNAN JALAN DAN JEMBATAN (Studi Putusan Pengadilan Nomor 51/Pid.Tpk/2013/PN.TK)

0 7 54

URGENSI HUKUM ISLAM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI’A

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul - ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM MENGABULKAN IZIN POLIGAMI (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Agama Kalianda Nomor : 037/Pdt.G/2014/PA.Kla) - Raden Intan Repository

0 0 15

BAB III HASIL PENELITIAN A. Profil Pengadilan Agama Kalianda 1. Sejarah Pembentukan Pengadilan Agama Kalianda - ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM MENGABULKAN IZIN POLIGAMI (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Agama Kalianda Nomor : 037/Pdt.G/2014/PA.Kla) - Raden

0 0 17

BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama - ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM MENGABULKAN IZIN POLIGAMI (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Agama Kalianda Nomor : 037/Pdt.G/2014/PA.Kla) - Raden Intan Reposito

0 0 10