PENULISAN HUKUM DUALISME WEWENANG EKSEKUTORIAL PUTUSAN BASYARNAS MENGENAI SENGKETA EKONOMI SYARIAH

(1)

i

PENULISAN HUKUM

DUALISME WEWENANG EKSEKUTORIAL PUTUSAN BASYARNAS MENGENAI SENGKETA EKONOMI SYARIAH

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang Ahwal Asy-Syahsiyah dan Ilmu Hukum

Oleh: SUDARTO

Nim: 09120030/09400306

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG FAKULTAS AGAMA ISLAM DAN FAKULTAS HUKUM

(TWINNING PROGRAM) 2015


(2)

ii

LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN HUKUM

“DUALISME WEWENANG EKSEKUTORIAL PUTUSAN BASYARNAS MENGENAI SENGKETA EKONOMI SYARIAH”

Disusun dan diajukan oleh:

SUDARTO

Nim: 09120030/09400306

Telah disetujui oleh pembimbing untuk dilakukan Ujian Penulisan Hukum

Pada Tanggal: 24 januari 2015

DOSEN PEMBIMBING

Pembimbing I Pembimbing II

Azhar Muttaqin, M. Ag. Bayu Dwiwiddy Djatmiko, SH. M. Hum

Mengetahui :

Dekan Fahultas Agama Islam Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang Universitas Muhammadiyah Malang


(3)

iii

LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN HUKUM

“DUALISME WEWENANG EKSEKUTORIAL PUTUSAN BASYARNAS MENGENAI SENGKETA EKONOMI SYARIAH”

Disusun dan diajukan oleh:

SUDARTO

Nim: 09120030/09400306

Telah dipertahankan di depan majelis penguji ujian penulisan hukum Pada tanggal: 31 januari 2015

SUSUNAN MAJELIS PENGUJI

Ketua Majelis Sekretaris Majelis

Azhar Muttaqin,. M.Ag. Bayu Dwiwiddy Djatmiko., S.H. M. Hum

Penguji I Anggota Majelis Penguji II

Mokh. Najih. S.H, M. Hum S.ag. Idaul Hasana, M.H.I

Mengetahui

Dekan fakultas Agama Islam Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang Universitas Muhammadiyah Malang


(4)

iv

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Sudarto

Nim : 09120030/09400306

Program studi : Akhwal Asy-Syahsiyah/Ilmu Hukum Fakultas : Fakultas Agama Islam/Fakultas Hukkum Dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa :

1. Tugas akhir penullisan hukum dengan judul :

“DUALISME WEWENANG EKSEKUTORIAL PUTUSAN

BASYARNAS MENGENAI SENGKETA EKONOMI SYARIAH”. Adalah hasil karya saya, dan dalam naskah ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan orang lain untuk memperoleh gelar akademik disuatu perguruan tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis, atau diterbitkan orang lain, baik sebagian ataupun keseluruan, kecuali secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

2. Apabila ternyata di dalam tugas akhir penulisan hukum ini dapat dibuktikan terdapat unsur unsur PLAGIAT, saya bersedia tugas akhir

penulisan hukum ini DIGUGUGRKAN dan GELAR AKADEMIK

YANG TELAH SAYA PEROLEH DIBATALKAN, serta diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

3. Tugas akhir penulisan hukum ini dapat dijadikan sumber pustaka yang

merupakan HAK BEBAS ROYALTY NON EKSKLUSIF.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk digunakan sebagaimana mestinya.

Malang, 24 januari 2015 Yang menyatakan,


(5)

v

MOTTO dan PERSEMBAHAN

MOTTO

Hari Ini Harus Lebih Baik Dari Kemarin

“Takutlah kepada Allah dan hormatilah sesama”

يبأ ْ ع او با ت او ا ضغا ت او ا شجا ت او او ساحت ا ه سو ْي ع هَ ه ص هَ س اق اق ْي

قْحي او ْ ي او ْظي ا ْس ْ ا خأ ْس ْ ا ا ا ْخإ هَ ا ع ا كو ضْعب عْيب ع ْ ضْعب ْع ي او ع ْس ْ ا ك ْس ْ ا اخأ قْحي ْ أ هش ا ئ ْ ا بْسحب تاه َث ْ ص إ يشيو ا ا ْقه ا

ْ عو ا و ا ْس ْ ا (

س او (

Rosululloh shollallohu „alaihi wasallam bersabda:

“Janganlah saling menghasud, janganlah saling mengicuh, janganlah saling membenci, janganlah saling membelakangi (berseteru), janganlah sebagian kamu

menjual atas jualan sebagian yang lain, jadilah kalian hamba-hamba Alloh yang bersaudara. Muslim yang satu adalah saudara muslim yang lain, ia tidak boleh

mendholiminya juga tidak boleh merendahkannya dan juga tidak boleh menghinanya. “Taqwa itu di sini” -beliau sambil berisyarat pada dadanya 3 kali,

cukuplah seseorang (dikatakan) berbuat jahat jika ia merendahkan saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain harom (terpelihara) darahnya,

hartanya dan kehormatannya.

(HR. Muslim dari Abu Huroiroh Rodliyallohu „anhu).

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya dedikasikan kepada:

Keluarga Besar Saya Seluruh Umat Muslim Di Indonesia

dan

Keluarga Kecil Saya Yaitu:

Ayahanda Fudali, Ibunda Nasidah (Almh, semoga diterima disisi Allah. SWT), Suhartatik (kakak), Umi. Ambrah , Abah Fahri Hamzah, Abah klebun Gunilap,

serta semua yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Segenap civitas Fakultas Agama Islam/Fakultas Hukum UMM khusus teman-teman ankatan 2009.

Segenap insan yang telah mendukung dan mendo’akan saya selama ini. “Jazakumullahu Khoir “


(6)

vi

ABSTRAKSI

Nama : Sudarto

Nim : 09120030/09400306

Judul : Dualisme Wewenang Eksekutorial Putusan Basyarnas Mengenai Sengketa Ekonomi Syariah

Pembimbing : Azhar Muttaqin, M. Ag.

Bayu Dwiwiddy Djatmiko, SH, M. Hum

Sebagai lembaga peradilan swasta. Basyarnas, juga lembaga arbitrase pada umumnya, tidak mandiri alias sangat bergantung kepada lembaga Peradilan, salah satunya ialah mengenai pelaksanaan eksekusi, karena semua lembaga arbitrase di Indonesia tidak memiliki perangkat juru sita sehingga tidak bisa mengeksekusi putusannya sendiri maka pelaksanaannya dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri sebagaimana ketentuan Undang Undang No. 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, terkecuali untuk sengketa ekonomi syariah dalam hal eksekusinya terjadi dualisme, di satu sisi Basyarnas sebagai lembaga arbitrase harus tunduk pada ketentuan Undang Undang No. 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, sedangkan di sisi lain ekonomi syariah merupakan wewenang absolute Pengadilan Agama sebagaimana dalam Undang Undang No. 3 tahun 2006 tentang Pengadilan Agama, sehingga baik Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama sama sama merasa berwenang melaksanakan eksekusi putusan Basyarnas mengenai sengketa ekonomi syariah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana dualisme eksekutorial putusan Basyarnas mengenai sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama ditinjau dari aspek yuridis normatifnya dan pengadilan mana yang lebih berwenang melaksanakan eksekusi putusan Basyarnas mengenai sengketa ekonomi syariah ditinjau dari aspek yurisdiksi kewenangan. Jenis penelitian ini merupakan penelitian studi literatur yaitu segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan dan menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan diteliti dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif sedang metode Analisa yang digunakan adalah metode analisa perbandingan (Comparative anality metode) Dibantu dengan metode analisa isi (content anality metode).

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa ditinjau dari aspek yuridis normatif masih terjadi dualisme wewenang antara Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama perihal eksekutorial putusan basyarnas mengenai sengketa ekonomi syariah, dan berdasarkan aspek yurisdiksi kewenangan diperoleh bahwa Pengadilan Agama lebih berwenang melaksanakan eksekusi putusan Basyarnas mengenai sengketa ekonomi syariah dengan dua alasan, pertama, dasar legalitas Pengadilan Agama yang berwenang secara absolute terhadap sengketa ekonomi syariah, kedua, dasar relevansi berdasarkan substansi.


(7)

vii

ABSTRACT Name : Sudarto

Nim : 09120030/09400306

Title : Dualism Authority executorial Basyarnas Decision Regarding Dispute Islamic Economics

Supervisor : Azhar Muttaqin , M. Ag .

Bayu Dwiwiddy Djatmiko , SH , M. Hum

As a private judiciary. Basyarnas, also arbitration institutions in general, not independent aka institutions rely heavily on Justice, one of which is about the execution, since all arbitration institutions in Indonesia does not have the bailiff so it can not execute the decision itself, the implementation is carried out by the District Court as the provisions of Law No. 30 of 1999 on arbitration and alternative dispute resolution, except for disputes of Islamic economics in terms of execution occurs dualism, on the one hand Basyarnas as arbitration institution shall be subject to the provisions of Law No. 30 of 1999 on arbitration and alternative dispute resolution, while on the other side of Islamic economics is the absolute authority of the Religious Courts as in Law No. 3 of 2006 on the Religious Courts, so that both the General and Religious Courts at the same feel authorized to carry out the execution of the decision regarding the dispute Basyarnas Islamic economics.

This study aims to determine how the dualism executorial Basyarnas decision on Islamic economic disputes in the District Court and Court of religion in terms of normative juridical aspects and which court is authorized to carry out the execution of the decision regarding the dispute Basyarnas Islamic economics in terms of aspects jurisdiction authority.

This type of research is the study of research literature that all the work done by researchers to obtain and collect information relevant to the topic or problem to be studied by using a normative juridical approach currently used method of analysis is comparative analysis method (Comparative anality method) Aided by the method content analysis (content anality method).

The result showed that in terms of normative juridical authority still occur dualism between the Court and Religious Court decision regarding executorial Basyarnas on Islamic economic disputes, and based on the jurisdictional aspects of the authority found that the Religious Court is authorized to carry out the execution of the decision regarding the dispute Basyarnas Islamic economics with two reasons, first, the basic legality of courts that an absolute authority on islamic economic disputes, secondly, the basic relevance based substance.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahi Rabbil`aalamin, segala puji syukur kehadirat Allah SWT

yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Tugas Akhir/Skripsi yang berjudul “Dualisme Wewenang Eksekutorial Putusan Basyarnas Mengenai Sengketa Ekonomi Syariah”, dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan/Strata 1 (S1) dalam bidang Hukum Islam/Ilmu Hukum.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa bantuan, bimbingan, arahan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini Penulis menyampaikan terima kasih kepada yang berjasa dalam penyelesaian tugas penulisan skripsi, antara lain :

1. Kepada Prof. Dr. Muhadjir Effendi, M.A.P selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Kepada Bpk. Drs. Faridi, M. Si. selaku dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang.

3. Kepada Drs. HN, Taufiq, M. Ag. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang.

4. Ibu Ida’ul Hasana selaku kaprodi Akhwal Asy-Syahyiah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang .

5. Azhar muttaqin, M. Ag. Selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan dan masukan bagi penulis.


(9)

ix

6. Bayu Dwiwiddy Djatmiko, Sh, M. Hum Selaku Dose Pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan dan motivasi bagi penulis.

7. Kepada seluruh Staf Pengajar Fakultas Agama Islam dan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan sumbangsih keilmuannya baik secara langsung maupun tidak langsung.

8. Kepada keluarga penulis, khususnya orang tua penulis ayanhanda, dan Ibunda (Almh) beserta keluarga besar yang selalu memberikan bantuan baik berupa materiil dan moril serta bimbingan dan do’a yang tulus dan suci selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.

9. Kepada sahabat sahabat seperjuanganku semua, terima kasih sahabat atas informasi, do’a, support dan maasukan kalian.

Penulis sadar betul bahwa penulisan hukum ini tidaklah mungkin lepas dari ketidak sempurnaan. Maka Penulis dengan segala kerendahan hati mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dan semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi para pemerhati hukum di Indonesia. Atas segala kekhilafan dan kesalahan penulis yang pernah dilakukan, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya

Malang,

Penulis


(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

Cover/Sampul Dalam ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Surat Pernyataan ... iv

Motto dan Persembahan ... v

Abstraksi ... vi

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi ... x

Daftar lampiran ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat penelitian ... 13

1. Manfaat Teoritis ... 13

2. Manfaat Praktis ... 13

E. Metode Penelitian ... 14

1. Metode Pendekatan ... 14

2. Bahan sumber hukum ... 14

a. Data Primer ... 14

b. Data Sekunder ... 15


(11)

xi

3. Teknik Pengumpulan Data ... 15

a. Library research ... 15

b. Dokumentasi ... 15

4. Metode analisa ... 15

F. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dualisme Wewenang Eksekutorial Suatu Putusan ... 17

B. Teori Kewenangan dan Asas Perundang undangan ... 19

1. Teori Kewenangan ... 19

2. Asas peraturan Perundang Undangan ... 22

a) Asas personalitas keIslaman ... 23

C. Tinjauan Tentang Eksekusi Putusan arbitrase (dalam Negeri) ... 25

1. Pengertian putusan arbitrase dalam Negeri ... 25

2. Pihak yang berwenang melakukan eksekusi ... 25

3. Pedoman tata cara eksekusi ... 26

a. Pendeponiran dan exequatur merujuk kepada UU arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa ... 27

b. Pelaksanaan eksekusi merujuk kepada UU kekuasaan kehakiman ... 27

4. Pendeponiran putusan ... 27


(12)

xii

b. Pihak yang wajib mendeponir ... 28

c. Panitera membuat akta deponir ... 29

d. Biaya deponir dibebankan kepada para pihak ... 30

e. Pemberitahuan deponir kepada para pihak ... 31

5. Permohonan minta Exequatur ... 31

a. Pengertian Exequatur ... 31

b. Tata cara pemberian exequatur ... 32

c. Tata cara pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase ... 33

D. Tinjauan tentang arbitrase dan Basyarnas ... 34

1. Arbitrase dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif ... 34

2. Tinjauan tentang Basyarnas ... 36

a. Sejarah Basyarnas ... 36

b. Tujuan Basyarnas ... 39

c. Dasar hukum berdirinya Basyarnas ... 39

d. Yurisdiksi Basyarnas ... 41

E. Tinjauan tentang ekonomi syariah ... 41

1. Pengertian ekonomi syariah ... 41

2. Sumber ekonomi syariah ... 43

3. Prinsip dasar ekonomi syariah ... 44


(13)

xiii BAB III PEMBAHASAN

A. Dualisme Wewenang Eksekutorial Putusan Basyarnas Mengenai Sengketa Ekonomis Syariah Di Pengadilan Negeri Dan Pengadilan Agama Ditinjau Dari Aspek Yuridis Normative ... 50 1. Eksekusi putusan basyarnas mengenai sengketa ekonomi syariah dalam perspektif wewenang Pengadilan Negeri ... 50 a. Analogi wewenang Pengadilan Negeri dalam eksekusi putusan

Basyarnas mengenai sengketa ekonomi syariah ... 51 2. Eksekusi putusan Basyarnas mengenai sengketa ekonomi syariah

dalam perspektif wewenang Pengadilan Agama ... 55 a. Ekonomi syariah merupakan wewenang absolute Pengadilan

Agama (pasal 49 I UU No. 3 tahun 2006 tentang Pengadilan Agama ... 55 b. Asas personalitas keislaman (pasal 1 angka 1, pasal 2, dan pasal 49 UU No. 3 tahun 2006 tentang Pengadilan Agama) ... 61 c. Penyelesaian sengketa ekonomi syariah harus diselesaikan berdasarkan prinsip syariah (pasal 55 (3) UU No. 21tahun 2008 tentang perbankan syariah) ... 66 B. Pengadilan yang lebih berwenang melaksanakan eksekusi putusan

basyarnas mengenai sengketa ekonomi syariah ditinjau dari aspek yurisdiksi kewenangan ... 73 1. Uraian teori kewenangan ... 74 2. Analisa/pembahasan ... 77


(14)

xiv BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... 95

B. Kritik dan Saran ... 97

Daftar pustaka ... 99

Indeks ... 103


(15)

xv Lapiran Lampiran

1. Kartu Kendali 2. Surat Tugas

3. Kartu bukti peserta seminar 4. Berita acara seminar


(16)

xvi

DAFTAR PUSTAKA

UNDANG UNDANG

Undang Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945

Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa

Undang Undang No. 3 tahun 2006 tentang Pengadilan Agama telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Pengadilan Agama.

Undang Undang No. 2 tahun 1986 dirubah dengan Undang-Undang No. 8 tahun 2004 dirubah kedua kalinyaa dengan Undang-Undang No. 49 tahun 2009 tentang Peradilan Umum.

Undang Undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Undang Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan syariah.

Surat Edaran Mahkamah Agung No. 8 tahun 2008 tentang eksekusi putusan badan arbitrase syariah

Surat Edaran Mahkamah Agung No. 8 tahun 2010 tentang pencabutan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 8 tahun 2008 tentang eksekusi putusan badan arbitrase syariah

Peraturan Mahkamah Agung No. 2 tahun 2008 tentang kompilasi hukum ekonomi syariah


(17)

xvii BUKU

Priyatna Abdurrasyid, Sunaryati Hartono et al. Prospek dan pelaksanaan

arbitrase di Indonesia.Pt Citra Aditya Bakti. Bandung. 2001.

Abdul manan, hukum ekonomi syariah dalam perspektif kewenangan Peradilan

Agama. Pt Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012.

Rachmadi usman, aspek hukum perbankan syariah di Indonesia. Sinar grafika. Jakarta.2012.

I Gde pantja astawa, suprin Na’a, dinamika hukum dan ilmu perundang-undangan di indonesia, PT alumni, bandung, 2008.

Yahya Harahap, Arbitrase ditinjau dari: Reglemen Acara (Rv), peraturan prosedur bani, international centre for the settlement of investment disputes (ICSID), UNCITRAL Arbitration rules, convention on the recognition and

enforcement of foreing arbital award, PERMA No. 1 tahun 1990. Pt Sinar

Grafika, Jakarta, 2003.

A. Rahmat rosyadi, Ngatino, arbitrase dalam perspektif Islam dan hukum positif. Pt. citra aditya bakti, bandung, 2002.

Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syari’ah Di Pengadilan Agama &

Makhamah Syar’iyah, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009.

A.Mukti Arto, Garis Batas Kekuasaan Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri :Penerapan Asas Personalitas KeIslaman Sebagai Dasar Penentuaan


(18)

xviii

Retnowulan Sutantio, Hukum Acara Pedata Dalam Teori dan Praktek, (Bandung Mandar Maju, 1989).

ARTIKEL

Kewenangan Peradilan Agama terhadap penyelesaian sengketa ekonomi syariah (judicial authority of religion court for syariah economics dispute

resolution): http://repository.unej.ac.id

Artikel, Implikasi Hukum Terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi, Academia.edu.htm, download tanggal 3 des 2014

Pengadilan Agama Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi NOMOR 93/PUU

X/2012, sep tanggal 2 tahun 2013

Asas asas yang terdapat dalam pemberlakuan hukum ekonomi Islam http://yanluamohdar2010.blogspot.com/2010/12

www.pta-jakarta.go.id

Ardiansyah, artikel dengan judul fokus kajian teori kewenangan, September 18, 2014 dikutip dari Ridwan HR. HukumAdministrasi Negara. (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008).

KAMUS

Sudarsono, kamus hukum, PT. Reneka Cipta, Jakarta,1992.

Hendro darmawan, kamus ilmiah popular, Pt Bintang Cemerlang, Yogyakarta, 2013.


(19)

xix SKRIPSI

Zainah Sjulina, prosedur penyelesaian sengketa perbankan di bani dan Basyarnas

Surabaya, malang, 2001.

Nailil Maulidatul Isniah, studi atas kesiapan para hakim Pengadilan Agama kota malang berkaitan dengan kewenangan mengadili sengketa ekonomi syariah dalam pasal 1 angka 37 tentang perubahan terhadap pasal 49 huruf I UU. 3

bulan 2006 ( studi kasus di Pengadilan Agama kota malang), malang, 2007.

Muhammad Ozal, Kompetensi Peradilan Agama dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah (analisa putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 tentang permohonan uji meteri penjelsan pasal 55 (2) Undang


(20)

xx

INDEKS

absolute .... 21, 51, 56, 57, 62, 73, 79,

80, 81, 83, 84, 85, 87, 88, 92, 94, 97

abstrak ... 23 Arbitrase . 2, 4, 11, 25, 26, 27, 28, 31,

32, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 51, 52, 53, 54, 55, 65, 69, 71, 83, 91, 92, 93, 96, 99, 101

Atribusi ... 19, 20 Basyarnas 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12,

13, 16, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 65, 67, 69, 71, 72, 73, 81, 83, 85, 86, 87, 88, 90, 96

beleid ... 7 competensi ... 21, 22 dualisme ... 12, 13, 16, 72 eksekusi .. 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13,

14, 16, 18, 25, 26, 27, 28, 29, 32, 33, 34, 51, 52, 53, 55, 56, 65, 71, 72, 73, 81, 83, 87, 88, 90, 93, 96, 98, 99, 101

Exequatur ... 27, 32 imperatif ... 23, 29, 30, 60, 61 litigasi . 17, 55, 66, 67, 70, 71, 72, 84,

96

muamalat ... 39 Pengadilan 1, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12,

13, 14, 18, 19, 22, 24, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 40, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 61, 62, 63, 64, 66, 67, 70, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 92, 93, 95, 96, 99, 100, 101

relative ... 22, 79 Syariah.... 2, 9, 10, 11, 37, 38, 39, 40,

41, 42, 43, 45, 46, 50, 51, 52, 54, 55, 56, 57, 58, 62, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 81, 82, 86, 87, 88, 90, 93, 94

wewenang .. 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 51, 56, 58, 71, 73, 75, 79, 80, 81, 83, 96, 97

Yuridis ... 50

yurisdiksi .. 12, 16, 41, 73, 74, 75, 76,


(21)

xxi Lapiran Lampiran

1. Kartu Kendali 2. Surat Tugas

3. Kartu bukti peserta seminar 4. Berita acara seminar


(22)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terpaan krisis ekonomi yang sedang melanda Indonesia telah menimbulkan perubahan dalam berbagai bidang kehidupan, politik, hukum, sosial, dan ekonomi. Perubahan-perubahan ini diperlukan oleh bangsa Indonesia untuk bangkit dari berbagai krisis akibat kesalahan manajemen Negara pada masa lalu. Salah satu bidang yang sangat mendasar dan memerlukan perbaikan adalah penegakan hukum secara konsekuen dan konsisten melalui law enforcement yang cepat1.

Dalam kaitan dengan penegakan hukum, maka pada kesempatan kali ini akan dibahas mengenai penyelesaian sengketa melalui forum arbitrase di Indonesia. Hal ini tidak bisa dipandang sebelah mata, karena forum arbitrase merupakan forum penyelesaian sengketa yang sangat populer di dalam dunia bisnis, di Negara-Negara maju arbitrase atau alternative disputes resolution (ADR) adalah merupakan forum yang sudah umum digunakan. Sebaliknya di Indonesia penyelesaian sengketa melalui arbitrase belum memberikan kepastian hukum dan keadilan, karena itu dapat menimbulkan dampak buruk bagi kalangan bisnis, sehingga menurunkan niat mereka untuk berinvestasi, padahal investasi sangat dibutuhkan oleh Indonesia untuk keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. International monetary fund (IMF) memberikan salah satu

1

Priyatna Abdurrasyid, Sunaryati hartono et al. Prospek dan pelaksanaan arbitrase di Indonesia.Pt Citra Aditya Bakti. Bandung.2001. hal:161


(23)

2

persyaratan bagi Indonesia untuk memperoleh bantuan dari IMF yaitu perlu memperioritaskan masalah penegakan hukum2.

Forum arbitrase di kalangan dunia bisnis merupakan forum yang sudah umum dan lebih dipilih dalam penyelesaian sengketa terutama di Negara-negara maju hal ini bukanlah tampa alasan, sebuah ungkapan atau peribahasa tiongkok kuno menggambarkan bahwa “lebih baik masuk ke mulut macan daripada masuk ke ruang Pengadilan”, apa yang dilukiskan dengan ungkapan tersebut setidaknya masih diberlakukan sampai sekarang di Negeri tercinta ini. Pengadilan sebenarnya sebuah simbol dan lebih dipandang sebagai rumah hantu, hukum dan Pengadilan terbelenggu pada model konservatif yang kaku yang sudah terlanjur melekat pada sifatnya, sementara roda bisnis dan ekonomi melaju dengan cepatnya, di lain pihak pelaku bisnis dan ekonomi tidak sabar menanti larinya hukum sebagai lokomotif yang larinya lamban, Hal ini semakin menjadi pengabsahan bahwa pelaku usaha menginginkan penyelesaian sengketa yang cepat dan berkarakterisrik informal procedure, confidential and mutual acceptable

solutions, model demikian terdapat dalam penyelesaian secara arbitrase, mediasi,

dan negosiasi3.

Selintas digambarkan bahwa model penyelesaian arbitrase merupakan model yang diperkenankan oleh tata hukum Indonesia, dengan memperhatikan gerak dinamis perkembangan dunia bisnis Indonesia dengan dunia luar terutama dengan kalangan dunia maju yang menyangkut bisnis dan teknologi. Dalam hubungan arus perkembangan dunia bisnis ditinjau dari segi hukum, sangat

2

Ibid. hal:161

3


(24)

3

menonjol dan dominan sekali peran dan penggunaan klausula arbitrase pada setiap perjanjian bisnis malahan ada keengganan bagi pihak dunia maju untuk mengadakan hubungan bisnis tampa perjanjian arbitrase, bagi Negara maju

commercial arbitration sudah mereka anggap “a bussines executive’s court”

sebagai alternatif penyelesaian sengketa, karena mereka berpendapat, penyelesaian sengketa bisnis melalui peradilan resmi pada umumnya memakan waktu lama disebabkan prosedur sistem peradilan sangat komplek dan berbelit atau sebutan mereka sebagai “more complexs and time consuming procedures of

the official court system”. Di samping itu kalangan dunia bisnis beranggapan penyelesaian sengketa di bidang bisnis kurang dipahami oleh para hakim jika dibanding dengan mereka yang berkecimpung dengan dunia bisnis itu sendiri, Selain itu, alasan pokok memilih alternatif arbitrase dalam penyesaian sengketa bisnis disebabkan karakteristiknya yang informal procedure sehingga “can put in motion quickly” di tambah lagi dengan sifat putusannya yang final dan binding, oleh karena putusan arbitrase yang tidak dapat dibanding, kasasi atau ditinjau kembali.4

Tentu sangat menarik jika membahas bagaimana penerapan hukum Arbitrase di Indonesia, Khusus mengenai Basyarnas sebagaimana yang akan penulis bahas pada kesempatan kali ini. Badan Arbitrase Syariah Nasioanal (Basyarnas) adalah lembaga Arbitrase sebagaimana dimaksud Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, Basyarnas atau yang sebelumnya dikenal dengan BAMUI adalah suatu Yayasan

4


(25)

4

dengan nama Yayasan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia. Sebagai yayasan, BAMUI merupakan badan hukum yang mempunyai legitimasi secara yuridis formal, melalui akta pendirian Yayasan nomor : 175 tanggal 21 oktober 1993, di bawah notaris Ny. Lely Roostiati Yudo Pariparno, S.H. berdasarkan surat keputusan mentri kehakiman RI Nomor : C-109.H.T.03.07.TH.1992 tanggal Tujuh Agustus Seribu Sembilan Ratus Sembilan Puluh Dua (7-8-1992) sebagai pengganti sementara dari Yudo Paripurno, S.H. Notaris di Jakarta5.

Dimana salah satu tujuan keberadaannya adalah untuk mengantisipasi potensi sengketa ekonomi Islam yang saat ini berkembang begitu cepat dan dinamis. Seperti diketahui bersama bahwa bisnis dan ekonomi Islam di Indonesia saat ini tengah berkembang sangat pesat, sebenarnya tidak hanya di Indonesia di dunia internasional ekonomi Islam di beberapa Negara sudah tidak asing lagi dan bahkan lebih dahulu dikembangkan mendahului kita, namun sama seperti sistem ekonomi konvensional pada umumnya, bisnis dan ekonomi Islam juga menyimpan potensi sengketa yang besar pula karena memang sudah hakikat manusia bila terjadi beda pendapat dan pandangan apalagi dalam dunia bisnis dan ekonomi, maka dari itu dibutuhkan suatu badan penyelesaian sengketa yang sesuai baik dari segi proseduralnya sehingga nantinya tidak mengganggu iklim usaha maupun dari segi ketertiban dan keselarasan penerapan hukumnya karena ekonomi Islam adalah sebuah sistem ekonomi tersendiri disamping sistem ekonomi konvensional yang akad dan operationalnya menggunakan hukum Islam, potensi atau kemungkinan sengketa sengketa bisnis (ekonomi) syariah itulah yang

5

Dalam penelitian terdahulu, Zainah sjulina, prosedur penyelesaian sengketa perbankan di Bani dan Basyarnas, 2001, hal:38


(26)

5

mendasari lahirnya lembaga arbitrase syariah nasional ini, dalam hal ini prof. Mariam Daus Badrulzaman pernah menyatakan, Lahirnya Basyarnas ini, menurutnya sangat tepat karena melalui Badan Arbitrase tersebut, sengketa-sengketa bisnis yang operasionalnya menggunakan Hukum Islam dapat diselesaikan dengan mempergunakan Hukum Islam6.

Jadi keberadaan Basyarnas ini nantinya diharapkan dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan silang pendapat atau selisih pandang ataupun sengketa sengketa di antara para pihak di bidang bisnis dan ekonomi khususnya bisnis dan ekonomi yang operasionalnya menggunakan prinsip-prinsip syariah, banyak harapan dari berbagai kalangan terutama oleh segenap pelaku bisnis dan ekonom bahwa arbitrase syariah ini nantinya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan di bidang bisnis dan ekonomi khususnya ekonomi syariah dapat berjalan efektif dan efisien serta menjamin keadilan, ketertiban dan kepastian hukum, Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa dapat dikatakan sebagai wujud yang paling riil dan lebih spesifik dalam upaya Negara untuk merealisasikan harapan banyak pihak sebagaimana disampaikan di atas, dengan mengaplikasikan dan mensosialisasikan institusi penyelesaian sengketa di luar pengadilan7.

Dasar hukum dalam penyelesaian sengketa di Basyarnas terutama dalam penelitian ini adalah mengenai eksekusi putusannya, Merujuk kepada ketentuan dalam pasal 60 Undang-Undang No. 30 tahun 1999 yang menetapkan bahwa putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan

6

Mariam badrulzaman, Arbitrase Islam di Indonesia, 1994, hal 64.

7


(27)

6

mengikat para pihak, maka para pihak diharuskan melaksanakan putusan secara suka rela, namun bila mana keputusan Basyarnas tersebut tidak dapat dilaksanakan secara suka rela dengan berbagai alasan maka sesuai dengan ketentuan dalam pasal 61 Undang-Undang No. 30 tahun 1999 maka putusan Basyarnas dilaksanakan berdasarkan perintah pengadilan berdasarkan permohonan salah satu pihak yang bersengketa, ketentuan dalam pasal 61 Undang-Undang No. 30 tahun 1999 menerapkan sebagai berikut : “Dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan secara suka rela, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah ketua Pengadilan Negeri atas permohonan salah satu pihak

yang bersengketa”.

Bilamana kita merujuk pada ketentuan pasal 61 Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tersebut, maka lembaga eksekutorial terhadap putusan Basyarnas, Bani, ataupun putusan arbitrase lainnya, baik yang kelembagaan maupun perorangan adalah Pengadilan Negeri.

Namun bilamana merujuk pada Undang-Undang No. 7 tahun 1989 tentang Pengadilan Agama sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang No. 3 tahun 2006 tentang Pengadilan Agama, dimana dalam ketentuannya di pasal 49 telah menetapkan bahwa Pengadilan Agama bertugas berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di badang ekonomi syariah, maka dari situ dengan sendirinya dapat ditafsirkan bahwa lembaga eksekutorial terhadap putusan Basyarnas mengenai sengketa ekonomi syariah adalah Pengadilan Agama.

Dalam konteks ekonomi syariah, lembaga Peradilan Agama melalui pasal 49 Undang-Undang No. 7 tahun 1989 yang telah dirubah dengan Undang-Undang


(28)

7

No. 3 tahun 2006 dirubah kedua kali dengan Undang-Undang No. 50 tahun 2009 tentang Pengadilan Agama telah menetapkan hal-hal yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama. Adapun tugas dan wewenang Pengadilan Agama adalah memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara tertentu bagi yang beragama Islam dalam bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, sedekah, dan ekonomi syariah. Dalam penjelasan Undang-Undang ini disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah yang meliputi bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asurasi syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah, obligasi syariah, dan surat berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan bisnis syariah dan lembaga keuangan mikro syariah yang tumbuh dan berkembang di indonesia.8

Sehingga jika terjadi sengketa kaitannya dalam kegiatan usaha ekonomi syariah sebagaimana disebutkan di atas maka wewenang penyelesaiannya menjadi wewenang Pengadilan Agama termasuk dalam hal ini eksekusi putusan Basyarnas yang menangani sengketa ekonomi syariah.

Pendapat lain juga menyatakan bahwa Pemilihan lembaga Peradilan Agama dalam menyelesaiakan sengketa bisnis (ekonomi) syariah merupakan pilihan yang tepat dan bijaksana. Karena dalam hal ini akan dicapai keselarasan antara hukum materiil yang berlandaskan prinsip prinsip Islam dengan lembaga Peradilan Agama yang merupakan representasi lembaga peradilan Islam, dan juga

8

Abdul manan , hukum ekonomi syariah dalam perspektif kewenangan peradilan agama. Pt Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012, hal :472


(29)

8

selaras dengan aparat hukumnya yang beragama Islam serta telah menguasai hukum Islam.9

Sehubungan dengan realita yang terjadi di atas di mana terjadi benturan wewenang antara Pengadilan Negeri dengan Pengadilan Agama dalam hal eksekutorial putusan Basayarnas, maka Mahkamah Agung pernah mengeluarkan sebuah “beleid” dalam bentuk surat edaran sebagaimana yang tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No 8 Tahun 2008 tentang eksekusi putusan badan arbitrase syariah, dengan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 8 tahun 2008 itu, Mahkamah Agung memberikan kewenangan kepada Pengadilan Agama bertindak sebagai eksekutor pelaksanaan putusan Basyarnas, pemberian kewenangan eksekutor bagi Pengadilan Agama terhadap pelaksanaan putusan Basyarnas didasarkan kepada ketentuan dalam pasal 49 Undang-Undang No. 7 tahun 1989 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang No. 3 tahun 2006, yang menetapkan bahwa Pengadilan Agama bertugas, berwenang memeriksa, memutuskan dan meyelesaikan perkara di bidang ekonomi syariah.

Selain menegaskan kewenangan Pengadilan Agama sebagai lembaga eksekutorial putusan Basyarnas, Surat Edaran Mahkamah Agung No. 8 tahun 2008 juga mempertegas bahwa putusan Basyarnas bersifat final dan mempunyai hukum tetap dan mengikat para pihak, karenanya para pihak harus melaksanakan putusan Basyarnas secara sukarela, dalam hal putusan tidak dilaksanakan secara suka rela, maka putusan tersebut dilaksnakan berdasarkan perintah Pengadilan Agama atas permohonan salah satu pihak yang besengketa.

9


(30)

9

Tetapi fakta yang terjadi di lapangan berbeda, berdasarkan catatan hukumonline, salah satu perkara ekonomi syariah yang bersinggungan dengan eksekusi adalah putusan BPRS Buana Mitra Perwira terhadap Hernan Rasno Wibowo di Pengadilan Agama kelas 1b purbalingga, jawa tengah. Dalam perkara ini, tergugat dianggap wanprestasi atas pembiayaan musyarokah sebesar 30 juta. Perkara ini akhirnya wewenang eksekutorialnya masuk dalam Pengadilan Agama purbalingga, lantaran tidak mau melaksanakan putusan secara suka rela padahal putusan sudah berkekuatan hukum tetap, penggugat mengajukan eksekusi lelang, eksekusi lelang itu akhirnya akan dilaksanakan setelah Pengadilan Agama purbalingga bekerja sama dengan Kantor Kekayaan dan Lelang Negara.

Namun berhubung Undang-Undang No. 30 tahun 1999 yang menjadi dasar rujukan pendirian Basyarnas, maka eksekusi putusan Basyarnas tetap menjadi kewenangan Pengadilan Negeri. Pelaksanaan putusan Basyarnas tidak dapat dilaksanaan di Pengadilan Agama, karena berdasarkan Undang-Undang No. 30 tahun 1999 yang mempunyai kewenangan memberikan perintah pelaksanaan putusan arbitrase ternasuk arbitrase syariah yang diputuskan oleh Basyarnas adalah Pengadilan Negeri.

Perihal mengenai wewenang Pengadilan Negeri dalam eksekutorial putusan Basyarnas pernah pula diungkapkan oleh Bapak Hanawijaya dalam diskusi penerapan hukum ekonomi syaria’ah beberapa waktu lalu, bahkan bapak Hanawijaya (Direktur Bank Syariah Mandiri) dalam sebuah Seminar Nasional, antara lain berpendapat bahwa Pengadilan Agama tidak berwenang sebagai lembaga eksekutorial terhadap putusan Basyarnas, karena sesuai Pasal 61


(31)

10

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999, bahwa “Dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan salah satu

pihak yang berperkara10.

Dalam perkembangannya kemudian mengenai kewenagan Pengadilan Negeri dalam memerintahkan pelaksanaan putusan badan arbitrase syariah nasional tersebut, kembali dipertegas dalam ketentuan pasal 59 ayat (3) Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman dan penjelasannya serta keluarnya Surat Edaran Mahkamah Agung No. 8 tahun 2010 tentang penegasan tidak berlakunya lagi Surat Edaran Mahkamah Agung No. 8 tahun 2008 tentang eksekusi putusan badan arbitrase syariah, menyatakan bahwa terhitung sejak berlakunya Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, maka Surat Edaran Mahkamah Agung No. 8 tahun 2008 tentang eksekusi putusan badan arbitrase syariah tersebut berdasarkan ketentuan dalam pasal 59 ayat (3) Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman dan penjelasannya, dinyatakan tidak berlaku.11

Dari sinilah penulis melihat ada kebingungan dan kerancuan, di satu sisi ada pasal yang menyatakan bahwa Pengadilan Negeri yang berhak dan berwenang melaksanakan eksekusi putusan Basyarnas, tetapi dalam aturan lain ada bunyi pasal yang menyatakan dan menegaskan seakan Pengadilan Agamalah yang lebih memiliki kompetensi dalam hal pelaksanaan eksekutorial putusan Basyarnas mengenai sengketa Ekonomi Syariah.

10

www.pta-jakarta.go.id

11

Rachmadi usman, aspek hukum perbankan syariah di Indonesia. Sinar grafika. Jakarta.2012. hal : 389


(32)

11

Melihat terjadinya kerancuan sebagaimana dikemukakan di atas maka tentu hal ini tidaklah bagus bagi perkembangan dan akan berakibat buruk bagi lembaga yang bersangkutan karena dengan sendirinya para pihak terutama dalam bidang ekonomi syariah akan ragu dan berpikir kembali untuk menyelesaikan penyelesaian sengketanya di Basyarnas, dan itu tentu merupakan suatu kendala serius bagi Basyarnas karena dapat menggangu terhadap eksistensi dari Basyarnas itu sendiri dan hal utama yang paling patut dipertanyakan tentunya adalah bagaimana kepastian hukum Basyarnas dalam menyelesaikan sengketa sengketa bisnis terutama bisnis dan ekonomi syariah.

Dari sudut pandang penulis sendiri melihat kenyataan terutama seperti apa yang diungkapkan oleh bapak Hanawijaya diatas memang ada benarnya karena memang Undang yang menyatakan seperti itu yaitu pasal 61 Undang-Undang No. 30 tahun 1999 dikuatkan lagi oleh pasal 59 ayat (3) Undang-Undang-Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman serta keluarnya Surat Edaran Mahkamah Agung No. 8 tahun 2010 tentang penegasan tidak berlakunya lagi Surat Edaran Mahkamah Agung No. 8 tahun 2008 tentang eksekusi putusan badan arbitrase syariah, yang seakan menegaskan bahwa Pengadilan Negerilah yang berwenang melaksanakan eksekusi putusan dari Basyarnas.

Tetapi disisi lain penulis juga tidak bisa memungkiri berkenaan dengan amanat Undang-Undang yang telah memberikan kompetensi baru bagi Pengadilan Agama sebagaimana bunyi pasal 49 Undang-Undang No. 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama di mana dalam ketentuan pasal tersebut telah menetapkan hal-hal yang menjadi tugas dan wewenang Pengadilan Agama untuk memeriksa,


(33)

12

memutus dan menyelesaikan perkara tertentu bagi yang beragama Islam dalam bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, sedekah, dan juga ekonomi syariah.

Berangkat dari permasalahan tersebut di atas serta dalam rangka digunakan untuk memenuhi kewajiban tugas akhir perkuliahan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum dan sarjana syariah pada tingkat pendidikan perkuliahan Strata 1 (S1) di Universitas Muhammadiyah Malang, maka penulis tertarik membahas lebih jauh mengenai Badan Arbitrase Syariah Nasional khususnya mengenai masalah eksekusi putusan Basyarnas dengan judul

“Dualisme Wewenang Eksekutorial Putusan Basyarnas Mengenai Sengketa

Ekonomi Syariah”. B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah dualisme wewenang eksekutorial putusan Basyarnas mengenai sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama ditinjau dari aspek yuridis normatifnya?

2. Pengadilan manakah yang lebih berwenang dalam melaksanakan eksekusi putusan Basyarnas dalam perkara sengketa ekonomi syariah ditinjau dari aspek yurisdiksi kewenangan?

C. Tujuan Penelitian


(34)

13

1. Untuk mengetahui bagaimana dualisme wewenang eksekutorial putusan Basyarnas mengenai sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama ditinjau dari aspek yuridis normatifnya.

2. Untuk mengetahui Pengadilan manakah yang lebih berwenang dalam melaksanakan eksekusi putusan Basyarnas dalam perkara sengketa ekonomi syariah ditinjau dari aspek yurisdiksi kewenangan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat, khususnya kepada

peneliti sendiri dalam rangka memperkaya ilmu pengetahuan, terutama di bidang penerapan hukum positif secara umum, dan mengenai bagaimana pelaksanaan hukum Basyarnas di Indonesia secara khusus yang dalam hal ini berkaitan dengan eksekusi putusan Basyarnas yaitu bagaimana dualisme wewenang eksekutorial putusan Basyarnas mengenai sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama ditinjau dari aspek yuridis normatifnya.

2. Sebagai sumbangan ataupun komparasi pemikiran ilmiah bagi semua stekholder secara umum dan juga khususnya bagi mahasiswa dengan harapan supaya ada pengkajian lebih lanjut dalam hal penerapan dan penegakan hukum (enforcemen law) Basyarnas sehingga Basyarnas akan menjadi lebih baik ke depannya dan dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak pencari keadilan.


(35)

14 E. Metode Penelitian

1. Metode pendekatan

Penelitian ini dari segi jenisnya merupakan penelitian studi literatur yaitu segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan dan menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan diteliti, oleh karena itu sumber penelitian diperoleh dari kitab-kitab atau buku-buku secara langsung maupun referensi lain yang berkaitan dengan pokok bahasan, dalam hal ini menggunakan pendekatan yuridis normatif.

2. Bahan hukum penelitian

Karena penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan, maka dalam penulisan skripsi ini penulis akan mengguknakan sumber dan literatur data yang diperoleh dari sumber-sumber tertulis, seperti buku, majalah, e-learning dan sebagainya. Adapun sumber bahan hukum penelitian ini adalah:

a. Bahan hukum primer berupa :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 2. Kitab Undang Undang Hukum Acara Perdata

3. Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa

4. Undang-Undang No. 3 tahun 2006 tentang Pengadilan Agama telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Pengadilan Agama


(36)

15

6. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 8 tahun 2008 tentang eksekusi putusan badan arbitrase syariah

b. Bahan hukum sekunder :

Yaitu sumber-sumber data untuk melengkapi sumber data pimer yang terdiri dari buku, artikel, dan makalah-makalah, jurnal, majalah, Koran, Fatwa-fatwa (MUI) dan lain sebagainya yang berkaitan dengan pembahasan

c. Sumber bahan hukum tersier :

Yaitu sumber penelitian tambahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan penelitian primer dan sekunder yang dapat berupa kamus, ensiklopedia, dan lain-lain.

3. Teknik pengumpulan bahan hukum

Dalam usaha pengumpulan data-data yang relevan dengan judul ini penulis menggunakan metode sebagai berikut :

a. Library research, yaitu penulis melakukan pengumpulan data dengan cara membaca dan menelusuri literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

b. Dokumentasi yakni penulis melihat serta mengumpulkan data atau dokuman yang ada.

4. Metode Analisa

Metode Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode analisa perbandingan (Comparative anality metode). yaitu analisa penelitian dengan cara membandingkan isi pembahasan berdasarkan sumber bahan penelitian yang telah diperoleh. Dibantu dengan metode analisa isi


(37)

16

(content anality metode) yaitu metode analisa penelitian yang bersifat pembahasan secara mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis (sumber bahan penelitian).

F. Sistematika penulisan

Untuk memudahkan penyusunan skripsi ini maka penulis menyusun sistematika penulisan skripsi ini menjadi 4 bab :

BAB I merupakan pendahuluan yang meliputi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II merupakan kajian pustaka yaitu sebuah landasan teori yang berkaitan dengan definisi sengketa, dualisme, wewenang dan eksekutorial suatu putusan, teori kewenangan, asas ilmu perUndang Undangan, eksekusi putusan arbitrase, Basyarnas, ekonomi syariah.

BAB III merupakan hasil penelitian dan pembahasan yang berkenaan dengan bagaimana dualisme wewenang eksekutorial putusan Basyarnas mengenai sengketa ekonomi syariah ditinjau dari aspek normatif yuridisnya dan pengadilan manakah yang lebih berwenang melaksanakan eksekusi putusan Basyarnas mengenai sengketa ekonomi syariah ditinjau dari aspek yurisdiksi kewenangannya.

BAB IV merupakan kesimpulan yang berisikan hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan dan saran yang berisi saran praktis dan saran substantive dengan mempertimbangkan hasil penelitian yang diperoleh, kekurangan, dan kelebihan penelitian.


(1)

11

Melihat terjadinya kerancuan sebagaimana dikemukakan di atas maka tentu hal ini tidaklah bagus bagi perkembangan dan akan berakibat buruk bagi lembaga yang bersangkutan karena dengan sendirinya para pihak terutama dalam bidang ekonomi syariah akan ragu dan berpikir kembali untuk menyelesaikan penyelesaian sengketanya di Basyarnas, dan itu tentu merupakan suatu kendala serius bagi Basyarnas karena dapat menggangu terhadap eksistensi dari Basyarnas itu sendiri dan hal utama yang paling patut dipertanyakan tentunya adalah bagaimana kepastian hukum Basyarnas dalam menyelesaikan sengketa sengketa bisnis terutama bisnis dan ekonomi syariah.

Dari sudut pandang penulis sendiri melihat kenyataan terutama seperti apa yang diungkapkan oleh bapak Hanawijaya diatas memang ada benarnya karena memang Undang yang menyatakan seperti itu yaitu pasal 61 Undang-Undang No. 30 tahun 1999 dikuatkan lagi oleh pasal 59 ayat (3) Undang-Undang-Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman serta keluarnya Surat Edaran Mahkamah Agung No. 8 tahun 2010 tentang penegasan tidak berlakunya lagi Surat Edaran Mahkamah Agung No. 8 tahun 2008 tentang eksekusi putusan badan arbitrase syariah, yang seakan menegaskan bahwa Pengadilan Negerilah yang berwenang melaksanakan eksekusi putusan dari Basyarnas.

Tetapi disisi lain penulis juga tidak bisa memungkiri berkenaan dengan amanat Undang-Undang yang telah memberikan kompetensi baru bagi Pengadilan Agama sebagaimana bunyi pasal 49 Undang-Undang No. 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama di mana dalam ketentuan pasal tersebut telah menetapkan hal-hal yang menjadi tugas dan wewenang Pengadilan Agama untuk memeriksa,


(2)

12

memutus dan menyelesaikan perkara tertentu bagi yang beragama Islam dalam bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, sedekah, dan juga ekonomi syariah.

Berangkat dari permasalahan tersebut di atas serta dalam rangka digunakan untuk memenuhi kewajiban tugas akhir perkuliahan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum dan sarjana syariah pada tingkat pendidikan perkuliahan Strata 1 (S1) di Universitas Muhammadiyah Malang, maka penulis tertarik membahas lebih jauh mengenai Badan Arbitrase Syariah Nasional khususnya mengenai masalah eksekusi putusan Basyarnas dengan judul “Dualisme Wewenang Eksekutorial Putusan Basyarnas Mengenai Sengketa Ekonomi Syariah”.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah dualisme wewenang eksekutorial putusan Basyarnas

mengenai sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama ditinjau dari aspek yuridis normatifnya?

2. Pengadilan manakah yang lebih berwenang dalam melaksanakan eksekusi

putusan Basyarnas dalam perkara sengketa ekonomi syariah ditinjau dari aspek yurisdiksi kewenangan?

C. Tujuan Penelitian


(3)

13

1. Untuk mengetahui bagaimana dualisme wewenang eksekutorial putusan Basyarnas mengenai sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama ditinjau dari aspek yuridis normatifnya.

2. Untuk mengetahui Pengadilan manakah yang lebih berwenang dalam

melaksanakan eksekusi putusan Basyarnas dalam perkara sengketa ekonomi syariah ditinjau dari aspek yurisdiksi kewenangan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat, khususnya kepada

peneliti sendiri dalam rangka memperkaya ilmu pengetahuan, terutama di bidang penerapan hukum positif secara umum, dan mengenai bagaimana pelaksanaan hukum Basyarnas di Indonesia secara khusus yang dalam hal ini berkaitan dengan eksekusi putusan Basyarnas yaitu bagaimana dualisme wewenang eksekutorial putusan Basyarnas mengenai sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama ditinjau dari aspek yuridis normatifnya.

2. Sebagai sumbangan ataupun komparasi pemikiran ilmiah bagi semua

stekholder secara umum dan juga khususnya bagi mahasiswa dengan harapan supaya ada pengkajian lebih lanjut dalam hal penerapan dan penegakan hukum (enforcemen law) Basyarnas sehingga Basyarnas akan menjadi lebih baik ke depannya dan dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak pencari keadilan.


(4)

14 E. Metode Penelitian

1. Metode pendekatan

Penelitian ini dari segi jenisnya merupakan penelitian studi literatur yaitu segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan dan menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan diteliti, oleh karena itu sumber penelitian diperoleh dari kitab-kitab atau buku-buku secara langsung maupun referensi lain yang berkaitan dengan pokok bahasan, dalam hal ini menggunakan pendekatan yuridis normatif.

2. Bahan hukum penelitian

Karena penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan, maka dalam penulisan skripsi ini penulis akan mengguknakan sumber dan literatur data yang diperoleh dari sumber-sumber tertulis, seperti buku, majalah, e-learning dan sebagainya. Adapun sumber bahan hukum penelitian ini adalah:

a. Bahan hukum primer berupa :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2. Kitab Undang Undang Hukum Acara Perdata

3. Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa

4. Undang-Undang No. 3 tahun 2006 tentang Pengadilan Agama telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Pengadilan Agama


(5)

15

6. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 8 tahun 2008 tentang eksekusi putusan badan arbitrase syariah

b. Bahan hukum sekunder :

Yaitu sumber-sumber data untuk melengkapi sumber data pimer yang terdiri dari buku, artikel, dan makalah-makalah, jurnal, majalah, Koran, Fatwa-fatwa (MUI) dan lain sebagainya yang berkaitan dengan pembahasan

c. Sumber bahan hukum tersier :

Yaitu sumber penelitian tambahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan penelitian primer dan sekunder yang dapat berupa kamus, ensiklopedia, dan lain-lain.

3. Teknik pengumpulan bahan hukum

Dalam usaha pengumpulan data-data yang relevan dengan judul ini penulis menggunakan metode sebagai berikut :

a. Library research, yaitu penulis melakukan pengumpulan data dengan cara

membaca dan menelusuri literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

b. Dokumentasi yakni penulis melihat serta mengumpulkan data atau

dokuman yang ada.

4. Metode Analisa

Metode Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode analisa perbandingan (Comparative anality metode). yaitu analisa penelitian dengan cara membandingkan isi pembahasan berdasarkan sumber bahan penelitian yang telah diperoleh. Dibantu dengan metode analisa isi


(6)

16

(content anality metode) yaitu metode analisa penelitian yang bersifat pembahasan secara mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis (sumber bahan penelitian). F. Sistematika penulisan

Untuk memudahkan penyusunan skripsi ini maka penulis menyusun sistematika penulisan skripsi ini menjadi 4 bab :

BAB I merupakan pendahuluan yang meliputi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II merupakan kajian pustaka yaitu sebuah landasan teori yang berkaitan dengan definisi sengketa, dualisme, wewenang dan eksekutorial suatu putusan, teori kewenangan, asas ilmu perUndang Undangan, eksekusi putusan arbitrase, Basyarnas, ekonomi syariah.

BAB III merupakan hasil penelitian dan pembahasan yang berkenaan dengan bagaimana dualisme wewenang eksekutorial putusan Basyarnas mengenai sengketa ekonomi syariah ditinjau dari aspek normatif yuridisnya dan pengadilan manakah yang lebih berwenang melaksanakan eksekusi putusan Basyarnas

mengenai sengketa ekonomi syariah ditinjau dari aspek yurisdiksi

kewenangannya.

BAB IV merupakan kesimpulan yang berisikan hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan dan saran yang berisi saran praktis dan saran substantive dengan mempertimbangkan hasil penelitian yang diperoleh, kekurangan, dan kelebihan penelitian.