BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rasa Malu 1. Pengertian rasa malu - BAB II NANDA PUTRA UTAMA PSIKOLOGI'18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rasa Malu 1. Pengertian rasa malu Rasa malu adalah bagian dari berbagai perasaan yang dimiliki

  manusia, di mana malu adalah sebuah rasa yang menyebabkan harga diri seseorang turun derajatnya karena merasa melanggar norma sosial, norma hukum atau norma agama.

  Menurut Prayitno (2004) bahwa malu adalah bentuk yang lebih ringan dari rasa takut yang ditandai oleh sikap mengerutkan tubuh untuk menghindari kontak dengan orang lain yang masih belum dikenal. Gejalanya adalah wajah yang memerah, bicara dengan gagap, suara lemah, meremas- remas jari dan sembunyi serta mencari perlindungan.

  Menurut Hidayani (2006) bahwa anak yang pemalu secara stimulus baru cepat membangkitkan amygdala (struktur otak atau inner

  brain structure yang mengontrol reaksi menghindar) dan

  hubungannya cerebral cortex dan sistem syaraf simpatis, yang membuat tubuh bersiap-siap untuk bertindak menghadapi ancaman.

  Gunarsah (2001) mengemukakan bahwa perasaan malu adalah rasa gelisah yang dialami seseorang terhadap pandangan orang lain kepada dirinya. Malu adalah bentuk yang paling ringan dari rasa takut yang di tandai dengan sikap mengerut untuk menghindari kontak dengan orang lain.

  6 Banyak cara bahkan sangat mudah sekali untuk mengenali atau mengidentifikasi anak pemalu awalnya anak akan bersembunyi dibelakang teman atau hanya menunduk terus dengan mengisap jempol.

  Menurut Seto Mulyadi (Depdiknas, 2004) bahwa anak pemalu yaitu anak yang selalu menghindar dari keramaian dan tidak dapat secara aktif bergaul dengan teman dan lingkungannya. Definisi ini menyatakan bahwa anak dengan sifat pemalu dapat mengalami masalah yang serius sebab akan menghambat kehidupan anak misalnya dalam pergaulan, pertumbuhan harga diri, kemampuan dasar dan penyesuaian diri.

  Swallow (2002) membuat daftar hal-hal yang biasanya dilakukan atau dirasakan oleh anak pemalu yaitu menghindari kontak mata, tidak mau melakukan apa-apa, terkadang memperlihatkan tindakan mengamuk yang dilakukan untuk menghilangkan kecemasannya, tidak banyak bicara, tidak mau mengikuti kegiatan-kegiatan dikelas, tidak mau meminta pertolongan atau bertanya pada orang yang tidak dikenal, mengalami demam panggung (pipi merah, tangan berkeringat, keringat dingin, dan bibir terasa kering) disaat-saat tertentu menggunakan alasan sakit atau tidak perlu berhubungan dengan orang lain (misalnya agar tidak perlu pergi kesekolah), mengalami psikomatis dan merasa tidak ada yang menyukainya.

  Philips (1981) mengatakan bahwa malu adalah satu keadaan yang datang kepada kita apabila bertemu dengan situasi sosial yang mana kita tidak mempunyai kemahiran untuk menghadapinya. Sedangkan menurut Izard dan Hyson (1986) menyatakan malu merujuk kepada gabungan berbagai-bagai perasaan emosi termasuk perasaan takut dan minat, ketegangan fikiran dan ketenangan.

  Buss dan Crozier (1986) mengatakan malu adalah satu penyakit kebimbangan. Ia berkaitan dengan perasaan emosi yang tidak selesai dan bimbang dalam situasi sosial.

  Ghassan Yacob (1986) mendefinisikan malu sebagai kehilangan ketenteraman sanubari dan keberanian di samping kegelisahan yang diiringi kegugupan, membawa kepada perasaan rendah diri dan serba salah ketika menghadapi situasi-situasi baru atau orang-orang yang tidak dapat dikenal.

  Leavy (1989) menyatakan bahawa malu melibatkan perasaan bimbang dan tingkahlaku yang terhalang daripada bersosial dengan orang lain.

  M.Grams (2002) juga mendefinisikan malu sebagai satu reaksi kepada interaksi sosial di mana seseorang individu itu merasa tidak selesai, asyik memikirkan sesuatu atau merasa amat malu terhadap tingkahlaku sendiri. Ia tidak berdaya untuk mempercayai diri sendiri untuk melakukan atau mengatakan sesuatu itu betul atau salah.

  Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa rasa malu adalah sebagai gabungan berbagai perasaan emosi yang tidak tenteram yang dikawal oleh hati meliputi perasaan bimbang, ketegangan, serba salah, rasa rendah diri dan tidak percaya kepada diri sendiri serta bimbang terhadap penilaian negatif daripada orang lain. Seterusnya perasaan tersebut ditunjukkan melalui tingkah laku yang terhalang, ketika menghadapi situasi sosial yang baru dihadapi.

2. Aspek-aspek rasa malu

  Girodo (dalam effendi, 1996) menyebutkan ada tiga elemen utama dari rasa malu yang dialami oleh seseorang, yakni ketrampilan seseorang yang kurang, kecemasan social dan self-defeating bias

  a. Ketrampilan social. Kebanyakan orang yang pemalu tidak mampu belajar bagaimana untuk bertemu dengan orang lain, priobadi yang pemalu mengalami kesulitan untuk memulai pembicaraan dan mempertahankan pembicaraan atau bagaimana mengakhiri pertemuan social.

  b. Kecemasan. Kecemasan merupakan suatu reaksi khusus untuk mengevaluasi ketakutan. Banyak yang merasa nervous dalam beberapa situasi sosial, seperti bertemu dengan kenalan baru yang penampilannya lebih menarik, mereka takut ditolak, menjadi tertawaan. Pada individu yang pemalu, kecemasan sosial ini tinggi frekuensinya.

  c.

   Self-defeating bias.Pribadi pemalu biasanya menyalahkan dirinya

  sendiri ketika jalinan sosial yang mereka alami tidak sebaik yang mereka harapkan. Mereka berfikir bahwa segala kekurangan yang dialami disebabkan karena keadaan diri mereka yang lebih rendah dari orang lain.

  Berdasarkan tiga elemen utama dari rasa malu diatas, yakni ketrampilan sosial yang kurang, kecemasan sosial dan self-defeating bias dipersempit menjadi beberapa aspek sebagai berikut : (1) situasi yang tidak menyenangkan, (2) mudah tersinggung, (3) tertekan dalam hubungan sosial, (4) terbebani dalam hubungan sosial, dan (5) menolak partisipasi sosial.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi rasa malu

  Menurut Gunarsah (2001) bahwa faktor-faktor yang menyebabkan sifat pemalu yakni keadaan fisik, kesulitan dalam berbicara, kurang terampil dalam berteman, harapan orang tua terlalu tinggi, pola asuh yang mencela, unsur keturunan, masa kanak-kanak kurang gembira, kurang bermasyarakat, perasaan rendah diri, dan pandangan orang lain.

  Keadaan fisik menyebabkan sifat pemalu sebab anak yang sering sakit kurang mempunyai peluang melakukan berbagai aktivitas dalam gerak motorik, sosial ataupun aktivitas lainnya. Keadaan anak sering sakit tentu saja membuat ruang gerak akan menjadi terbatas dan anak tidak bebas bermain seperti anak yang sehat lainnya. Kelainan fisik juga dapat menumbuhkan rasa malu pada anak misalnya kelainan pada bentuk atau tangan anak.

  Faktor penyebab kedua yang dapat menyebabkan sifat pemalu adalah kesulitan berbicara. Anak yang tidak jelas mengungkapkan bahasanya sering mengalami kesulitan dalam bergaul denganteman atau orang dewasa lain. Semua ini merupakan gejala anak yang mengalami kesulitan bergabung dengan kelompok lain. Kurang terampil dalam berteman juga dapat menyebabkan sifat pemalu sebab kurang terampil dalam membina hubungan maksudnya anak belum berhasil melakukan tata cara berteman yang dapat diterima anak seusianya. Hal ini disebabkan karena keadaan lingkungan tempat tinggal atau pola asuh orang tua. Selain itu harapan orang tua yang terlalu tinggi menuntut pada anak tentang teman-temannya.Orang tua hanya mengizinkan anaknya berteman dengan anak-anak yang memiliki status ekonomi yang tinggi.

  Sifat pemalu juga dapat disebabkan oleh perilaku kurang bermasyarakat anak yang hidup dengan latar belakang dimana ia diabaikan oleh orang tuanya atau dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang mengasingkan diri, terlalu dikekang sehingga mereka tidak dapat mengalami hubungan sosial yang normal dengan masyarakat. Begitu juga dengan sikap rendah diri yang dapat menyebabkan sikap pemalu.

  Mungkin perasaan malu itu timbul karena anak bertubuh pendek, bersikap kaku, atau mempunyai kebiasaan yang jelek, lalu berusaha untuk menutupinya dengan cara menyendiri atau menghindari pergaulan karena kurang rasa percaya diri dan beranggapan dirinya tidak sebanding dengan orang lain, ia tidak suka memperlihatkan diri pada keramaian.

  Menurut (Maya, dan Wido, 2007) perilaku pemalu dapat dipengaruhi oleh orang tua dalam hal ini pola asuh yang diberikan kepada orang tua. Pola asuh orang tua yang permisif biasanya diakibatkan oleh orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan, atau urusan lain akhirnya lupa untuk mendidik dan mengasuh anak dengan baik. Anak yang diasuh oleh orang tua dengan metode semacam ini nantinya berkembang menjadi anak yang kurang perhatian, merasa tidak berarti, rendah diri, nakal, dan memiliki kemampuan sosial yang buruk.

  Menurut Yusuf (2006) bahwa lingkungan perkembangan merupakan berbagai peristiwa, situasi atau kondisi diluar organisme yang diduga mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perkembangan individu. Lingkungan merupakan sumber seluruh informasi diterima individu melalui alat indranya (penglihatan, penciuman, pendengaran, dan rasa).

  Sauri (2006) menjelaskan pendidikan keluarga termasuk pendidikan jalur luar sekolah merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupn bangsa melalui pengalaman seumur hidup pendidikan dalam keluarga memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang mencakup nilai moral dan aturan-aturan pergaulan serta pandangan, ketrampilan dan sikap hidup yang mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kepada anggota keluarga yang bersangkutan.

  Perilaku pemalu dilihat dari teman sebaya. Seiring dengan berkembangan anak, mereka mulai belajar berteman dan bersosialisasi baik dalam kegiatan bermain, dan lain sebagainya, anak belajar mengetahui tata cara berteman seperti menunggu giliran, saling berbagi, mengikuti aturan permainan dan lain-lain. Ketrampilan ini diperoleh anak melalui pengalaman dalam bermain bersama anak dirumah maupun disekolah. Menurut Dewi (2005) bahwa anak menjadi pemalu sebagai akibat kurang terampilnya dia membina hubungan pertemanan di kelompok, kurang terampil membina pertemanan dalam hal ini anak belum berhasil melakukan tata cara berteman yang dapat diterima oleh teman seusianya. Hal ini disebabkan karena keadaan lingkungan tempat tinggal atau pola asuh orang tua.

  Faktor selanjutnya yang dapat mempengaruhi sifat pemalu diantaranya juga adalah pandangan orang lain, banyak anak yang menjadi pemalu karena pandangan orang lain yang telah merusak dirinya sejak kecil. Mungkin orang dewasa sering mengatakan bahwa ia seorang yang pemalu, bahkan guru dan teman-temannya juga berpendapat sama, sehingga akhirnya ia benar-benar menjadi seorang pemalu. Seperti contohnya ketika seorang anak terlahir dalam keadaan tidak normal atau mengalami kecacatan dalam tubuh, orang disekitarnya akan beranggapan bahwa dia aneh, dia berbeda dengan yang lain, jika terjadi terus menerus maka itu akan membuat diri anak menjadi minder dan malu karena menganggap dirinya buruk seperti yang orang lain katakan. Padahal anak-anak seperti ini kelak akan menjadi anak yang unggul di bidang sains dan teknologi.

B. Tunawicara 1. Pengertian tunawicara

  Tunawicara adalah suatu hambatan didalam komunikasi verbal berupa gangguan atau kerusakan suara, artikulasi bicara dan kelancaran berbicara. Penyebab tunawicara antara lain : faktor genetik, keracunan makanan, tekanan darah tinggi, dan penykit tetanus yang menyerang bayi saat lahir (Fauziah: 2012).

  Sedangkan menurut Muljono dan Sudjati (Harvey, 1995) tunawicara adalah suatu kelainan baik dalam pengucapan (artikulasi) bahasa maupun suara dari bicara normal, sehingga menimbulkan kesulitan dalam berkomunikasi lisan di lingkungan. Gangguan wicara atau tunawicara adalah kerusakan atau gangguan dari suara, artikulasi dri bunyi bicara atau kelancaran bicara. Tunawicara dapat disebabkan karena gangguan pendengaran baik sejak lahir (congenital) atau didapat kemudian (acquired).

2. Faktor penyebab tunawicara

  Menurut Sardjono (1997) anak tunawicara dapat terjadi karena gangguan ketika : a. Sebelum anak dilahirkan atau masih dalam kandungan (pre netral) antara lain : keturunan dan anoxia (kekurangan oksigen dalam janin yang menimbulkan kerusakan pada otak tenggorokan dan lidah).

  b. Pada waktu proses kelahiran (umur neo natal) antara lain : bayi lahir dengan berat badan yang tidak normal dan lahir dengan organ tubuh yang belum sempurna dapat menyebabkan kebisuan yang kadang disertai dengan ketulian.

  c. Setelah dilahirkan (pos natal) bayi mengalami infeksi (campak), meningitis (radang selaput otak), serta infeksi pada alat pernapasan.

C. Pengertian jenis kelamin

  Jenis kelamin menurut Food Agriculture Organization adalah karakteristik seksual laki-laki dan perempuan yang terbentuk dalam masyarat (Dewi,2012). Akmal (2013) mendefinisikan jenis kelamin sebagai pensifatan manusia yang didasari atas perbedaan biologis. Sedangkan menurut Sunarto (2000) jenis kelamin sebagai istilah yang mengacu pada perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki. Perbedaan ini terletak pada tubuh laki-laki dan perempuan. Proses ini biasanya terjadi secara otomatis, tanpa banyak pemikiran mendalam. Jenis kelamin dapat dikenali dari karakteristik fisik seperti rambut di wajah, dada atau gaya busana. Orang biasanya menampilkan jenis kelaminnya sebagai bagian utama dari presentasi dirinya.

1. Ciri-ciri laki-laki dan perempuan

  Menurut Rahmawati (2004) Terdapat beberapa ciri-ciri yang membedakan laki-laki dan perempuan, yaitu : a. Ciri ciri perempuan adalah peka, lembur, cerewet, emosional, manja, keibuan, senang berdandan, penyabar, pemalu, mudahtersinggung, teliti, suka membicarakan orang lain, rajin, tekun, cengeng, jujur, matrealistik, setia, tertutup, dan penuh pengertian. b. Ciri-ciri laki-laki adalah melindungi, rasional, berani agresif, tegas, kasar, terbuka, ingin menguasai, kuat, maskulin, ingin menjadi pemimpin, sportif, mudah tertarik pada lawan jenis, pendiam, aktif solider, pantang putus asa, keras kepala dan pemarah.

2. Perbedaan laki-laki dan perempuan

  Sunarto (2000) menjelaskan bahwa perbedaan laki-laki dan perempuan yaitu : a. Perbedaan dari segi psikologis

  Secara biologis, pada dasarnya perbedaan wujud laki-laki dengan perempuan sebenarnya berbeda secara fisik. Pada umumnya laki-laki berbadan kekar dan lebih berbobot dibandingkan dengan perempuan yang pada umumnya lebih pendek, lebih kecil, dan kurang berotot. Fisik perempuan berbeda dari laki-laki, suara perempuan lebih halus, perempuan melahirkan sedangkan laki-laki tidak.

  b. Perbedaan secara psikologis Perbedaan psikologis dimana laki-laki cenderung lebih rasional, lebih efektif dan agresif, sedangkan perempuan sebaliknya lebih emosional dan lebih pasif. Stereotype perempuan ekspresi, artinya perhatian perempuan lebih tertuju pada perasaan dan hubungan interpersonal. Strereotype laki-laki adalah instrumen, artinya bahwa perhatian laki-laki tertuju pada pemecahan suatu masalah.

  Jadi dari beberapa pendapat diatas dapat kita simpulkan bahwa jenis antara laki-laki dan perempuan itu berbeda dari segi fisik dan psikologis yang keduanya saling melengkapi satu sama lain.

D. Kerangka berpikir.

  Penelitian ini akan mengungkapkan perbedaan rasa malu ditinjau dari faktor demografis (jenis kelamin, usia dan tingkat pendidikan) pada penyandang disabilitas di Purwokerto. Dapat diperkirakan bahwa faktor demografis (jenis kelamin, usia dan tingkat pendidikan) memiliki perbedaan yang dapat mempengaruhi tingkat rasa malu pada penyandang disabilitas.

  Seperti yang kita ketahui bersama bahwa kita sebagai manusia pasti memiliki emosi dan bagian dari emosi itu adalah rasa malu. Hal ini juga yang dirasakan oleh kaum penyandang disabilitas. Apakah terdapat perbedaan rasa malu yang dialami penyandang disabilitas jika dilihat dari faktor demografis (jenis kelamin, usia dan pendidikan).

  Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa rasa malu dapat ditinjau dari faktor demografis yang diantaranya adalah jenis kelamin, usia serta tingkat pendidikan pada penyandang disabilitas di Purwokerto.

  Tuna wicara Rasa malu Laki-laki Perempuan

  Gambar 1. Kerangka berpikir E. Hipotesis

  Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir yang telah disusun, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu :Ada perbedaan rasa malu antara laki-laki dengan perempuan pada penderita tunawicara.