OPTIMASI SUHU DAN WAKTU PEMANASAN PADA PROSES ISOLASI PARASETAMOL DALAM JELLY DENGAN APLIKASI DESIGN FACTORIAL SKRIPSI

  

OPTIMASI SUHU DAN WAKTU PEMANASAN PADA PROSES ISOLASI

PARASETAMOL DALAM JELLY DENGAN APLIKASI DESIGN

FACTORIAL

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Far.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Kho, Jimmy Iwan Tamara NIM : 068114064

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2009

  

OPTIMASI SUHU DAN WAKTU PEMANASAN PADA PROSES ISOLASI

PARASETAMOL DALAM JELLY DENGAN APLIKASI DESIGN

FACTORIAL

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Far.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Kho, Jimmy Iwan Tamara NIM : 068114064

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2009

  Untuk Mama & Papa yang selalu memberi dukungan Untuk Kakak dan Adikku yang selalu memberi semangat Dan untuk Alamamaterku Jika anda pernah berada dalam lembah gelap yang terdalam, barulah anda dapat merasakan betapa indahnya di puncak gunung yang tertinggi Sukses adalah suatu hal yang tidak dapat kita bayar dengan tunai. Kita harus membayarnya dengan cara mencicil dan melakukan pembayaran setiap hari -Zig ziglar-

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Kho, Jimmy Iwan Tamra Nomor Mahasiswa : 068114064

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

  

OPTIMASI SUHU DAN WAKTU PEMANASAN PADA PROSES ISOLASI

PARASETAMOL DALAM JELLY DENGAN APLIKASI DESIGN

FACTORIAL

  beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada Tanggal : 16 Desember 2009 Yang Menyatakan (Kho, Jimmy Iwan Tamara)

  

PRAKATA

  Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Optimasi Suhu dan Waktu Pemanasan pada Proses Isolasi Parasetamol dalam Jelly dengan Aplikasi Design

  

Factorial ” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pada Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Berbagai kesulitan telah berhasil dilewati dan akhirnya ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya dihaturkan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan hingga akhir penyusunan naskah skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

  1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

  2. Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku pembimbing yang telah begitu sabar membimbing penulis, memberikan masukan, arahan, kritikan, dan dukungan selama penyusunan skripsi ini.

  3. Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan kritik dan saran untuk skripsi ini.

  4. Dra. M. M. Yetty Tjandrawati, M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan kritik dan saran untuk skripsi ini.

  5. Mas Bimo, Mas Ottok atas bantuannya selama peneliti bekerja di laboratorium kimia analisi intrumental.

  6. Bayu sebagai patner, terima kasih atas kerja sama yang solid, atas kebersamaannya untuk membantu kerja di lab sampai malam.

  7. Anton, Aan yang telah menjadi teman dan sahabat penulis semenjak memasuki Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta serta atas kecerian, kebersamaan dalam suka dan duka bersama penulis.

  8. Aan, Anton, Pungki, Jacob, Yoki, Jeffry, Felix, Joseph atas kebersamaan kalian dengan penulis dalam membagi suka dan duka selama ini.

  9. Irene, Eka, Reni atas diskusi dan tanya jawab bersama penulis sehingga menambah wawasan dan pengetahuan penulis.

  10. Tim analisis instrumental (Henny, Oktaf, Angel, Pungki, Manik, Gessie, Aan, Yoki, Michele, Tony, Boim, Yola, Adhit) atas dukungan, kebersamaan dan motivasi bersama penulis.

  11. Anak-anak kos tasura 29 : Ko Hartono, ko awenk, Ko Win, Ko Jerry, Ko Njoe, Ko Widi, Ko Jimmy, Adhit, Ardi, Maman terima kasih atas dukungan dan persahabatan selama 1 tahun awal perkuliahan.

  12. Bayu, Kaka, Angel selalu menjadi patner kelompok sejak dari semester satu, terima kasih atas kerja sama dan kesolidannya. Semoga kalian dapat menjadi lebih baik lagi kelak.

  13. Teman-teman FST 2006 yang luar biasa kekompakannya, serta terima kasih atas kebersamaan dan kegilaan bersama kalin, kalian memberi warna di hidupku.

  14. Setiap orang yang mungkin tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih karena baik atau buruk kalian telah membentukku menjadi pribadi yang seperti ini.

  Akhir kata penulis menyadari bahwa karya penulisan skripsi ini jauh dari sempurna mengingat keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki.

  Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat diperlukan oleh penulis demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih yang bermanfaat pada perkembangan ilmu pengetahuan.

  Yogyakarta, 16 Desember 2009 Penulis

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dala kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana karya ilmiah.

  Yogyakarta, 16 Desember 2009 Penulis

  

INTISARI

  Pada penelitian ini dilakukan optimasi suhu dan waktu pemanasan dalam proses perusakan sistem jelly parasetamol. Faktorial desain diaplikasikan dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan dan pengaruh interaksi antara suhu pemanasan dan waktu pemanasan serta suhu dan waktu pemanasan yang optimum untuk mendapatkan % recovery yang memenuhi range (95% - 105)%.

  Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni menggunakan desain faktorial dengan dua faktor yaitu suhu pemanasan dan waktu pemanasan. Penelitian diawali dengan pembuatan jelly parasetamol, dan selanjutnya dilakukan optimasi suhu dan waktu pemanasan. Penetapan kadar parasetamol dilakukan dengan metode KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) dengan mengukur luas area di bawah kurva (AUC) masing-masing sampel pada berbagai level, kemudian dicari nilai % recovery-nya. Data hasil penelitian dianalisis secara statistik menggunakan Yate’s Treatment dengan tingkat kepercayaan 95 % untuk mengetahui tingkat signifikansi tiap faktor dan interaksi keduanya dalam menentukan respon % recovery.

  Hasil analisis data menunjukkan bahwa suhu pemanasan, waktu pemanasan dan interaksi tidak berpengaruh terhadap respon % recovery, hal ini dikarenakan nilai F hitung lebih kecil dari F tabel 4,49. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditemukan area optimum suhu pemanasan dan waktu pemanasan untuk mendapatkan % recovery yang memenuhi range (95% - 105)%. Kata kunci : jelly parasetamol, perusakan sistem jelly, % recovery, faktorial desain, KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi), Yate’s

  Treatment

  

ABSTRACT

  In this study conducted optimization heating temperature and time in the process of destruction of paracetamol jelly system. Factorial design was applied in this study. This study aims to determine the dominant factor and the influence of the interaction between the heating temperature, heating the optimum time to get% recovery that meets the range.

  This research includes studies using pure experimental factorial design with two factors namely the heating temperature and heating time. The study begins with the validation of methods, making jelly paracetamol, and further optimization performed heating temperature and time.

  Determination of paracetamol level carried out by the method of HPLC (High Performance Liquid Chromatography) to measure the area under the curve (AUC) of each sample at various levels. Research data are statistically analyzed using the Yate's Treatment with 95% confidence level to determine the level of significance of each factor and interaction both in determining the response steviosida levels.

  The results of data analysis showed that the heating temperature and heating time and the interaction does not affect the response % recovery. Based on the research results can be found in areas of optimum heating temperature and heating time to get the% recovery that meets the range (95% -105) %.

  Keywords : parasetamol jelly, destruction of jelly system, factorial design, HPLC (High Performance Liquid Chromatography), Yate’s Treatment

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... iii HALAMAN PEENGESAHAN ............................................................................ iv HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................... vi PRAKATA ............................................................................................................ vii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................... x

  INTISARI .............................................................................................................. xi ABSTRAK ............................................................................................................ xii DAFTAR ISI ...................................................................................................... xiii DAFTAR TABEL …………………………………………………………….. xvii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xviii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ..xx

  BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... ..1 A. Latar Belakang ............................................................................................... ..1

  1. Perumusan Masalah .................................................................................. ..3

  2. Keaslian Penelitian .................................................................................... ..3

  3. Manfaat Penelitian .................................................................................... ..3

  B. Tujuan Penelitian ........................................................................................... ..4

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... ..5

  A. Parasetamol.. .................................................................................................. ..5

  D. Spektofotometri UV …………………………………………………..…… 17

  H. Hipotesis ……………………………………………………………….….. 26

  G. Landasan Teori ………………………………………………………..…... 25

  F. Desain Faktorial …………………………………………………………… 24

  c. Detektor ……………………………………………………….…… 23

  b. Fase diam…………………………………………………..……….. 22

  a. Fase gerak ………………………………………………………...… 21

  E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ………………………….…… 19

  3. Pembentukan gel …………………………………………………..…… 15

  B. Jelly …………………………………………………………………………. 7

  c. Viskositas ………………………………………………………...… 14

  b. Stabilitas pH …………………………………………………..….… 14

  a. Kelarutan …………………………………………………………… 12

  2. Sifat Dasar Karaginan ……………………………………………..…… 12

  1. Penggolongan Karaginan ……………………………………………..…. 9

  C. Karaginan …………………………………………………………….……... 9

  2. Stabilitas sistem jelly …………………………………………………..… 8

  1. Definisi ………………………………………………………………...… 7

  BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 27 A. Jenis dan Rancangan Penelitian ..................................................................... 27 B. Variabel dan Definisi Operasional ................................................................ 27

  1. Klasifikasi Variabel .................................................................................... 27

  2. Definisi Operasional ................................................................................... 27

  C. Bahan Penelitian ............................................................................................ 28

  D. Alat Penelitian ............................................................................................... 28

  E. Tata Cara Penelitian ....................................................................................... 29

  1. Pembuatan fase gerak ……………………………………………..……. 29

  2. Pembuatan larutan baku ……………………………………..…………. 29

  a. Pembuatan larutan baku induk parasetamol ………………………… 29

  b. Pembuatan larutan baku intermediet parasetamol ………………...… 29

  c. Pembuatan seri konsentrasi larutan baku parasetamol …………….... 29

  3. Penetapan λ max parasetamol ………………………………………… 29

  4. Pengamatan waktu retensi parasetamol …………………………..……. 30

  5. Penetapan kadar sampel ………………………………………..….…… 30

  a. Pembuatan larutan jelly tanpa parasetamol ......................................... 31

  b. Pembuatan larutan parasetamol sampel................................................ 31

  c. Pembuatan larutan jelly parasetamol dengan adanya variasi suhu dan waktu pemanasan ..................................................................................... 31

  6. Analisis Hasil……………………………………………………..…….. 32

  a. Analisis kuantitaif ................................................................................ 32

  b. Analisis hasil kadar parasetamol dalam jelly parasetamol dengan desain faktorial .................................................................................................... 32 c. Yate’s Treatment .................................................................................. 33

  BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penyiapan fase gerak ………………..………………………………….…. 34 B. Pembuatan larutan baku ................................................................................ 35 C. Optimasi metode ........................................................................................... 35

  1. Pembuatan panjang gelombang maksimum .............................................. 35

  2. Pembuatan kurva baku parasetamol .......................................................... 38

  D. Preparasi sampel ........................................................................................... 43

  1. Pembuatan jelly parasetamol ……………………………………..…….. 43

  2. Isolasi analit dari sampel .......................................................................... 44

  E. Optimasi suhu dan waktu pemanasan ........................................................... 45

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 57 A. Kesimpulan .................................................................................................... 57 B. Saran ............................................................................................................. 57 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 58 Lampiran .............................................................................................................. 62 Biografi Penulis ..................................................................................................... 86

  

DAFTAR TABEL

  Tabel I. Unit–unit monomer karaginan ………………………………….…..…. 12 Tabel II. Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut …………….... 13 Tabel III. Stabilitas karaginan dalam berbagai media pelarut ………………..… 14 Tabel IV. Nilai indeks polaritas pelarut …………………………………….….. 22 Tabel V. Rancangan percobaan desain faktorial ………………………………..25 Tabel VI. Variasi suhu dan waktu pemanasan yang digunakan ……….………. 31 Tabel VII. Data kurva baku parasetamol …………………………………….… 42 Tabel VIII. Data kadar dan nilai % recovery parasetamol dalam sampel ……… 48 Tabel IX. Data AUC sampel masing-masing perlakuan ………………….….… 52 Tabel X. Hasil analisis statistic yate’s treatment ……………………...………. 54

  

DAFTAR GAMBAR

  Gambar 1. Struktur parasetamol ............................................................................. 5 Gambar 2. Reaksi hidrolisis parasetamol ............................................................... 7 Gambar 3. Struktur kimia kappa karaginan.......................................................... 10 Gambar 4. Struktur kimia iota karaginan.............................................................. 11 Gambar 5. Struktur kimia lambda karaginan........................................................ 11 Gambar 6. Mekanisme pembentukan gel karaginan ............................................ 16 Gambar 7. Pelaratan KCKT ................................................................................. 21 Gambar 8. Gugus kromofor dan auksokrom parasetamol ................................... 37 Gambar 9. Penentuan panjang gelombang maksimum parasetamol .................... 37 Gambar 10. Kromatogram larutan pelarut (fase gerak) ....................................... 39 Gambar 11. Kromatogram larutan baku parasetamol .......................................... 39 Gambar 12. Ikatan antara gugus polar parasetamol dengan fase gerak................ 40 Gambar 13. Gugus non polar pada parasetamol................................................... 41 Gambar 14. Kurva baku parasetamol ................................................................... 43 Gambar 15. Kromatogram sampel ....................................................................... 47 Gambar 16. Kromatogram jelly tanpa parasetamol.............................................. 47 Gambar 17. Kromatogram sampel perlakuan 1 ................................................... 50 Gambar 18. Kromatogram sampel perlakuan 2 ................................................... 50 Gambar 19. Kromatogram sampel perlakuan 3 ................................................... 51 Gambar 20. Kromatogram sampel perlakuan 4 ................................................... 51 Gambar 21. Pengaruh suhu pemanasan terhadap nilai % recovery ..................... 53

  Gambar 22. Pengaruh waktu pemanasan terhadap nilai % recovery .................. 54 Gambar 23. Contour plot ..................................................................................... 56

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Sertifikat analisis parasetamol ………………………………….… 63 Lampiran 2. Kemasan nutrijel ………………………………………………….. 64 Lampiran 3. Data penimbangan bahan ……………………………………….… 65 Lampiran 4. Data kadar parasetamol dalam sampel …………………………….66 Lampiran 5. Data desain faktorial dan efek masing-masing faktor ……………. 67 Lampiran 5. Perhitungan persamaan desain factorial …………………….…… 67 Lampiran 6. Perhitungan yate’s treament ……………………………………… 70 Lampiran 7. Kromatogram parasetamol baku ……………………………..…… 73 Lampiran 8. Kromatogram sampel ……………………………………….……. 76

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu syarat suatu obat dikatakan baik adalah dapat diterima oleh

  pasien. Obat yang memiliki rasa dan bau yang tidak enak, akan menurunkan kepatuhan pasien. Apalagi pasien anak-anak yang susah sekali untuk dirayu minum obat. Saat ini industri farmasi obat-obatan berupaya untuk menginovasi bentuk sediaan obat yang lebih praktis dan nyaman digunakan pasien. Obat yang lebih praktis dan nyaman tersebut misalnya obat dengan rasa dan bau yang lebih sedap, bentuk yang lebih menarik, maupun dikombinasikan dengan makanan.

  Kenyamanan dan kepraktisan penggunaan obat dapat mengurangi kejadian ”kegagalan penerimaan obat oleh pasien atau yang disebut failure to receive

  drug ”. Maka dari itu salah satu bentuk sediaan yang sedang dikembangkan saat ini adalah bentuk sediaan obat semi solid yaitu “Jelly”.

  Obat yang akan dipasarkan ke masyarakat, harus melalui beberapa syarat uji. Salah satu uji yang dilakukan adalah pengujian kadar obat dalam sediaan.

  Pengujian kadar obat dalam sediaan menjadi penting karena memberikan informasi keberadaan jumlah zat aktif dalam suatu sediaan.

  Dalam hal ini obat yang akan dibahas adalah parasetamol dalam jelly. Untuk menetapkan kadar parasetamol, maka parasetamol harus dibebaskan dari sediaannya, yakni jelly. Dalam penelitian ini pemanasan digunakan untuk melepaskan parasetamol dari jelly. Akan tetapi pada proses ini perlu diperhatikan

  2 sifat fisika, kimia dari parasetamol. Sifat fisika parasetamol yang dapat berubah yaitu stabilitasnya, sedangkan perubahan sifat kimia dapat diketahui dengan melakukan pengujian kadar zat aktif yang terdapat dalam sediaan racikan tersebut.

  o

  Apalagi diketahui parasetamol stabilitasnya dapat rusak pada suhu diatas 60 C (Novianti, 2004). Oleh sebab itu perlu dilakukan optimasi faktor-faktor yang dapat diduga mengakitbatkan stabilitas parasetamol dalam jelly menurun. Adapun faktor yang akan diuji dalam penelitian ini adalah suhu dan waktu pemanasan pada proses isolasi parasetamol dalam jelly.

  Penelitian ini merupakan rangkaian penelitian Widyaningtyas (2008) mengenai “Fomulasi dan Penetapan Kadar Sediaan Parasetamol dalam Bentuk Jelly”, sehingga dalam penelitian ini metode yang digunakan mengacu pada penelitian Widyaningtyas (2008).

  Pada penelitian ini, parameter yang digunakan adalah akurasi yang merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan nilai antara nilai terukur dengan nilai yang diterima, baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai rujukan yang dinyatakan dengan % recovery.

  Aplikasi desain factorial digunakan dalam penelitian ini sehingga dapat diketahui pengaruh masing-masing suhu pemanasan dan atau interaksinya serta waktu pemanasan yang optimum untuk menentukan kadar parasetamol dalam jelly parasetamol dengan validitas yang baik. Melalui metode ini dapat dikurangi

  

trial and error dalam percobaan jika dibandingkan dengan meneliti efek faktor

  secara terpisah (Bolton,1997). Diharapkan dengan ditemukannya area optimum

  3 suhu dan waktu pemanasan akan diperoleh batasan level dari faktor yang diteliti untuk mendapatkan kadar patasetamol dengan % recovery 95-105%.

  1. Perumusan Masalah

  Dari latar belakang di atas, masalah yang muncul dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Manakah yang paling dominan antara suhu pemanasan, waktu pemanasan, atau interaksi keduanya pada proses preparasi jelly dalam menentukan nilai %

  recovery parasetamol dalam jelly?

  b. Apakah ditemukan area suhu dan waktu pemanasan yang optimum pada preparasi jelly yang menghasilkan nilai akurasi yang memenuhi syarat?

  2. Keaslian Penelitian

  Sejauh penelusuran pustaka penulis, penelitian tentang optimasi suhu dan waktu pemanasan pada proses isolasi parasetamol dalam jelly dengan aplikasi

  design factorial belum pernah dilakukan oleh peneliti lain.

  3. Manfaat Penelitian

  a. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang kefarmasian sains teknologi mengenai aplikasi desain faktorial pada proses isolasi parasetamol dalam jelly.

  b. Manfaat Praktis

  4 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data mengenai pengaruh suhu pemasanan dan waktu pemanasan ataupun interaksinya dalam proses isolasi parasetamol dalam jelly serta suhu dan waktu pemanasan yang paling optimal untuk mendapatkan nilai % recovery 95-105%.

  B.

  

Tujuan Penelitian

  1. Mengetahui pengaruh yang dominan antara suhu pemanasan, waktu pemanasan, ataupun interaksi keduanya dalam menentukan nilai % recovery dalam jelly parasetamol.

  2. Menemukan area optimum suhu dan waktu pemanasan dalam merusak sistem jelly parasetamol untuk mendapatkan % recovery 95-105%.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Parasetamol Parasetamol atau 4’-hidroksiasetanilida dengan bobot molekul 151,16

  mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 % C H NO ,

  8

  9

  2

  dihitung terhadap zat anhidrat. Parasetamol merupakan serbuk hablur putih, tidak berbau, dengan rasa sedikit pahit (Anonim, 1995). Rumus molekul dapat dilihat pada gambar 1. C O

HN CH

  3 OH

Gambar 1. Struktur Parasetamol (Anonim, 1995)

  Satu bagian parasetamol larut dalam 70 bagian air, 7-10 bagian etanol dan 13 bagian aseton, agak sukar larut dalam kloroform, praktis tidak larut dalam eter (Clarke, 1986). Larut dalam natrium hidroksida 1 N (Anonim, 1995).

  o o

  Parasetamol memiliki jarak lebur 169 C-172

  C. Kelarutannya adalah 1

  o

  gram dapat larut kira-kira 70 ml air pada suhu 25

  C, 1 g larut dalam 20 ml air mendidih, dalam 70 ml alkohol, dalam 13 ml aseton, dalam 50 ml kloroform, dalam 40 ml gliserin dan dalam 9 ml propilenglikol. Tidak larut dalam benzen dan eter dan larut dalam alkali hidroksida. Larutan jenuh mempunyai pH kira-kira 6 dan pKa 9,51 (Connors,et al., 1986).

  6 Serapan maksimum parasetamol pada daerah ultraviolet di larutan asam adalah 254 nm (A 1%, 1cm = 668) dan dalam larutan basa adalah 257 nm (A 1%,

  1cm = 715) (Clarke, 1986). A 1%, 1cm atau serapan jenis adalah serapan dari larutan 1 % zat terlarut dalam sel dengan ketebalan 1 cm (Anonim, 1995).

  Parasetamol merupakan senyawa yang sangat stabil dalam larutan air. Profil laju pH menunjukkan katalis asam spesifik dengan stabilitas maksimumnya pada jarak pH 5 sampai 7 (Connors,et al.,1986).

  Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang telah digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Parasetamol juga digunakan sebagai analgesik. Namun penggunaan parasetamol untuk meredakan demam (antipiretik) tidak seluas penggunaannya sebagai analgesik. Efek analgesik dari parasetamol yaitu meredakan rasa nyeri ringan hingga sedang (Wilmana, 1995).

  Dosis untuk nyeri dan demam oral 2-3 dd 0,5-1 g, maksimal 4 g/hari, pada penggunaan kronis maksimal 2,5 g/hari. Anak-anak: 4-6 dd 10 mg/kg, yakni rata- rata usia 3-12 bulan 60 mg, 1-4 tahun 120-180 mg, 4-6 tahun 180 mg, 7-12 tahun 240-360 mg, 4-6 kali sehari. Dosis rektal 20mg/ kg setiap kali, dewasa 4 dd 0,5-1

  g, anak-anak usia 3-12 bulan 2-3 dd 120 mg, 1-4 tahun 2-3 dd 240 mg, 4-6 tahun 4 dd240 mg dan 7-12 tahun 2-3 dd 0,5 g (Rahardja, 2007).

  Stabilitas suatu obat perlu diuji untuk mengetahui apakah suatu obat masih layak untuk dikonsumsi atau tidak. Stabilitas obat tergantung dari beberapa faktor, antara lain temperatur. Semua obat pada dasarnya akan rusak apabila disimpan dalam temperature tinggi. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka waktu

  7 kadaluwarsa (t ) dan waktu paruh (t ) semakin kecil. Dengan demikian

  90 1/2

  menyatakan bahwa dengan semakin naiknya suhu penyimpanan, parasetamol akan mengalami degradasi sehingga kadarnya berkurang (Novianti, 2004).

  Senyawa yang mengandung gugus amida dapat mengalami hidrolisis dengan cara yang serupa dengan senyawa jenis ester. Pengganti asam dan alkohol yang terbentuk pada hidrolisis ester, pemecahan hidrolisis amida menghasilkan asam dan amida. Langkah penentu laju reaksi pada reaksi yang terkatalisis ion hidroksida adalah serangan nukleofilik oleh ion hidroksida. Mekanisme hidrolisis asam pada amida memerlukan substituen yang efek polarnya lemah, tetapi efek steriknya kuat jika letaknya sesuai (Lachman,et al., 1986).

  Jalur utama degradasi yang menyebabkan asetaminofen tidak stabil adalah peristiwa hidrolisis yang memecah parasetamol menjadi p-aminofenol dan asam asetat (Connors,et al.,1986)

  

Gambar 2. Reaksi hidrolisis parasetamol (Connors,et al.,1986)

B.

  

Jelly

1. Definisi

  Jelly merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar terpenetrasi oleh suatu cairan (Anonim, 1995).

  8 Gel tersusun atas sejumlah kecil komponen padatan yang terdispersi dalam sejumlah besar cairan. Komponen padat dari gel membentuk jaringan tiga dimensi yang membentuk rigiditas gel. Oleh karena itu, meskipun sebagian besar komponennya berupa cairan, gel memiliki kemampuan mempertahankan bentuknya dengan pemberian sedikit tekanan. Padatan yang lazim digunakan dalam gel adalah polimer meskipun beberapa gel tersusun atas padatan inorganik.

  Contoh polimer yang biasa digunakan sebagai gelling agent antara lain carbomer, poloxamer, CMC-Na, Hidroxy Propyl Methyl Cellulose (HPMC), dan karaginan (Swarbick and Boylan, 1992).

2. Stabilitas Sistem Jelly Salah satu cara untuk merusak sistem gel adalah dengan cara pendidihan.

  Kenaikan suhu pada sistem menyebabkan jumlah tumbukan antara partikel- partikel solid dengan partikel-patrikel air bertambah banyak. Menyebabkan lepasnya elektrolit yang teradsorpsi pada permukaan koloid (Sugianto, 2006).

  Untuk memperoleh analit, yang merupakan komponen gel, sistem disperse dari gel perlu dipisahkan terlebih dahulu. Penggunaan ekstraksi pada – cair atau elektrolit, mampu memisahkan zat terdispersi dan medium dispers gel. Pelarut- pelarut yang digunakan dalam ekstraksi padat – cair menyesuaikan dengan sifat kelarutan dari zat terdispersi gel. Untuk keperluan memecah sediaan gel ini digunakan pelarut yang tidak melarutkan zat terdipersi agar diperoleh endapan (Gillard et. al, 1985; Rohman, 2007).

  9

  C.

  

Karaginan

1. Penggolongan Karaginan

  Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium, magnesium dan kalium sulfat dengan galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa kopolimer. Karaginan adalah suatu bentuk polisakarida linear dengan berat molekul di atas 100 kDa (Winarno 1996 ; WHO 1999). Karaginan tersusun dari perulangan unit-unit galaktosa dan 3,6-anhidro galaktosa (3,6-AG). Keduanya baik yang berikatan dengan sulfat atau tidak, dihubungkan dengan ikatan glikosidik α –1,3 dan β-1,4 secara bergantian (FMC Corp 1977).

  Menurut Hellebust dan Cragie (1978), karaginan terdapat dalam dinding sel rumput laut atau matriks intraselulernya dan karaginan merupakan bagian penyusun yang besar dari berat kering rumput laut dibandingkan dengan komponen yang lain. Jumlah dan posisi sulfat membedakan macam-macam polisakarida Rhodophyceae, seperti yang tercantum dalam Federal Register, polisakarida tersebut harus mengandung 20 % sulfat berdasarkan berat kering untuk diklasifikasikan sebagai karaginan. Berat molekul karaginan tersebut cukup tinggi yaitu berkisar 100 - 800 ribu (deMan 1989).

  Karaginan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air panas (hot water) atau larutan alkali pada temperatur tinggi (Glicksman 1983). Karaginan merupakan nama yang diberikan untuk keluarga polisakarida linear yang diperoleh dari alga merah dan penting untuk pangan.

  10 Doty (1987), membedakan karaginan berdasarkan kandungan sulfatnya menjadi dua fraksi yaitu kappa karaginan yang mengandung sulfat kurang dari 28

  % dan iota karaginan jika lebih dari 30 %. Winarno (1996) menyatakan bahwa kappa karaginan dihasilkan dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii, iota karaginan dihasilkan dari Eucheuma spinosum, sedangkan lambda karaginan dari

  Chondrus crispus , selanjutmya membagi karaginan menjadi 3 fraksi berdasarkan unit penyusunnya yaitu kappa, iota dan lambda karaginan.

  Kappa karaginan tersusun dari α(1,3)-D-galaktosa-4-sulfat dan β(1,4)-3,6- anhidro-D-galaktosa. Karaginan juga mengandung D-galaktosa-6-sulfat ester dan

  3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat ester. Adanya gugusan 6-sulfat, dapat menurunkan daya gelasi dari karaginan, tetapi dengan pemberian alkali mampu menyebabkan terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang menghasilkan 3,6- anhidro-D-galaktosa. Dengan demikian derajat keseragaman molekul meningkat dan daya gelasinya juga bertambah (Winarno 1996). Struktur kimia kappa karaginan dapat dilihat pada Gambar 10.

  Gambar 3. Struktur kimia kappa karaginan (cPKelco ApS 2004).

  Iota karaginan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu D- glukosa dan gugusan 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3,6-anhidro-Dgalaktosa.

  Gugusan 2-sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian alkali

  11 seperti kappa karaginan. Iota karaginan sering mengandung beberapa gugusan 6- sulfat ester yang menyebabkan kurangnya keseragaman molekul yang dapat dihilangkan dengan pemberian alkali (Winarno 1996). Struktur kimia iota karaginan dapat dilihat pada Gambar 11.

  

Gambar 4. Struktur kimia iota karaginan (cPKelco ApS 2004).

  Lambda karaginan berbeda dengan kappa dan iota karaginan, karena memiliki residu disulpat α (1-4) D-galaktosa, sedangkan kappa dan iota karaginan selalu memiliki gugus 4-fosfat ester (Winarno 1996). Struktur kimia lambda karaginan dapat dilihat pada Gambar 13.

  

Gambar 5. Struktur kimia lambda karaginan (cPKelco ApS 2004).

  Monomer-monomer dalam setiap fraksi karaginan dihubungkan oleh jembatan oksigen melalui ikatan β-1,4 glikosidik. Monomer-monomer yang telah berikatan tersebut digabungkan bersama monomer-monomer yang lain melalui ikatan

  α-1,3 glokisidik yang membentuk polimer. Ikatan 1,3 glikosidik dijumpai

  12 pada bagian monomer yang tidak mengandung sulfat yaitu monomer D-galaktosa- 4-sulfat dan D-galaktosa-2-sulfat. Ion sulfat tidak pernah ada pada atom C3, ikatan 1,4 glikosidik terdapat pada bagian monomer yang mengandung jembatan anhidro yaitu monomer-monomer 2,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat dan 3,6- anhidro-D-galaktosa serta pada D-galaktosa-2,6-disulfat (Glicksman 1983). Unit- unit monomer karaginan dapat dilihat pada Tabel V.

  

Tabel I. Unit-unit monomer karaginan

2.

   Sifat Dasar Karaginan

  Sifat-sifat karaginan meliputi kelarutan, viskositas, pembentukan gel dan stabilitas pH.

a. Kelarutan

  Kelarutan karaginan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tipe karaginan, temperatur, pH, kehadiran jenis ion tandingan dan zatzat terlarut lainnya. Gugus hidroksil dan sulfat pada karaginan bersifat hidrofilik sedangkan guugus 3,6-anhidro-D-galaktosa lebih hidrofobik. Lambda karaginan mudah larut pada semua kondisi karena tanpa unit 3,6-anhidro-D-galaktosa dan mengandung gugus sulfat yang tinggi. Karaginan jenis iota bersifat lebih hidrofilik karena adanya gugus 2-sulfat dapat menetralkan 3,6-anhidro-Dgalaktosa yang kurang

  13 hidrofilik. Karaginan jenis kappa kurang hidrofilik karena lebih banyak memiliki gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa (Towle 1983; cPKelco ApS 2004).

  Karakteristik daya larut karaginan juga dipengaruhi oleh bentuk garam dari gugus ester sulfatnya. Jenis sodium umumnya lebih mudah larut, sementara jenis potasium lebih sukar larut. Hal ini menyebabkan kappa karaginan dalam bentuk garam potasium lebih sulit larut dalam air dingin dan diperlukan panas untuk mengubahnya menjadi larutan, sedangkan dalam bentuk garam sodium lebih mudah larut. Lambda karaginan larut dalam air dan tidak tergantung jenis garamnya (cPKelco ApS, 2004). Daya kelarutan karaginan pada berbagai media dapat dilihat pada Tabel VI.

  

Tabel II. Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut

  Suryaningrum (1988) menyatakan bahwa karaginan dapat membentuk gel secara reversibel artinya dapat membentuk gel pada saat pendinginan dan kembali cair pada saat dipanaskan. Pembentukan gel disebabkan karena terbentuknya struktur heliks rangkap yang tidak terjadi pada suhu tinggi.

  14

b. Stabilitas pH

  Karaginan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 dan akan terhidrolisis pada pH dibawah 3,5. Pada pH 6 atau lebih umumnya larutan karaginan dapat mempertahankan kondisi proses produksi karaginan (cPKelco ApS 2004). Hidrolisis asam akan terjadi jika karaginan berada dalam bentuk larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu. Larutan karaginan akan menurun viskositasnya jika pHnya diturunkan dibawah 4,3 (Imeson 2003).

  Kappa dan iota karaginan dapat digunakan sebagai pembentuk gel pada pH rendah, tetapi tidak mudah terhidrolisis sehingga tidak dapat digunakan dalam pengolahan pangan. Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan glikosidik yang mengakibatkan kehilangan viskositas. Hidrolisis dipengaruhi oleh pH, temperatur dan waktu. Hidrolisis dipercepat oleh panas pada pH rendah (Moirano 1977). Stabilitas karaginan dalam berbagai media pelarut dapat dilihat pada Tabel VII.

  

Tabe1 III. Stabilitas karaginan dalam berbagai media pelarut

c.

   Viskositas

  Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Viskositas suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi karaginan,

  15 temperatur, jenis karaginan, berat molekul dan adanya molekul-molekul lain (Towle 1973; FAO 1990). Jika konsentrasi karaginan meningkat maka viskositasnya akan meningkat secara logaritmik. Viskositas akan menurun secara

  o

  progresif dengan adanya peningkatan suhu, pada konsentrasi 1,5% dan suhu 75 C nilai viskositas karaginan berkisar antara 5 – 800 cP (FAO 1990).

  Viskositas larutan karaginan terutama disebabkan oleh sifat karaginan sebagai polielektrolit. Gaya tolakan (repulsion) antar muatan-muatan negatif sepanjang rantai polimer yaitu gugus sulfat, mengakibatkan rantai molekul menegang. Karena sifat hidrofiliknya, polimer tersebut dikelilingi oleh molekulmolekul air yang terimobilisasi, sehingga menyebabkan larutan karaginan bersifat kental (Guiseley et al. 1980). Moirano (1977) mengemukakan bahwa semakin kecil kandungan sulfat, maka nilai viskositasnya juga semakin kecil, tetapi konsistensi gelnya semakin meningkat.

3. Pembentukan gel

  Menurut Fardiaz (1989), pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku.

  Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat elastis dan kekakuan.

  Kappa-karaginan dan iota-karaginan merupakan fraksi yang mampu membentuk gel dalam air dan bersifat reversible yaitu meleleh jika dipanaskan