BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang - TAUFIK RAMDHANI BAB I

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Komunikasi terapeutik merupakan suatu proses untuk membina hubungan terapeutik antara perawat-klien dan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan perawat kepada klien. Kelemahan dalam berkomunikasi masih menjadi masalah bagi perawat maupun klien karena

  proses keperawatan tidak berjalan secara maksimal dan menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien. Pasien sering mengeluh terhadap pelayanan keperawatan dimana pelayanan yang kurang memuaskan dan membuat pasien jadi marah, hal tersebut terkadang disebabkan kesalahpahaman komunikasi dengan tenaga keperawatan yang tidak mengerti maksud pesan yang disampaikan pasien ( Sya’diyah, 2013).

  Komunikasi perawat yang baik, akan meningkatkan citra profesionalisme pada dirinya. Sebaliknya, jika komunikasi perawat kurang baik, hal ini akan berimbas pada penilaian klien terhadap perawat. Karena dalam komunikasi khususnya komunikasi terapeutik ada beberapa karakteristik seorang perawat yang dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan dan memfasilitasi tumbuhnya hubungan terapeutik. Kejujuran (trustworthy) yang dimiliki oleh seorang perawat, ekspresif dalam dalam menyampaikan pesan, bersifat positif sehingga pasien merasa diperhatikan, memiliki sikap empati dan bukan simpati, mampu melihat permasalahn pasien dari sudut pandang pasien, sensitif terhadap perasaan pasien, tidak terpengaruh oleh masa lalu klien maupun diri perawat.

  Perbedaan komunikasi individu setiap perawat memiliki dampak langsung terhadap perilaku (Ivanovich, Konopaske, & Matteson, 2007). Gibson didalam Farida (2011) menjelaskan ada tiga variabel yang berpengaruh terhadap perilaku dan kinerja seseorang, salah satunya variabel individu. Kinerja perawat yang dimaksud salah satunya adalah penerapan

  1 komunikasi terapeutik. Kinerja pekerjaan menurun seiring bertambahnya usia. Usia juga mempengaruhi seseorang dalam berhubungan intrapersonal. Pria dan wanita memiliki gaya komunikasi yang berbeda secara unik. Secara fisik antara pria dan wanita berbeda, pola asuh berbeda, gaya bicara berbeda, bahkan intonasi suara pun berbeda. Pendidikan berpengaruh pada pola pikir individu dan pola pikir individu berpengaruh terhadap perilaku seseorang (Asmadi, 2008). Lama kerja berpengaruh terhadap perawat dalam mengembangkan keterampilan komunikasi karena pengalaman seumur hidup akan terus bertumbuh di sepanjang karir profesionalnya (Sheldon, 2010).

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Christy (2015) melakukan survey pada 7 pasien di Ruang Inap Rumah Sakit Sultan Mohammad Syarif Alkadrie. Sebanyak 2 orang pasien yaitu sebanyak 28,5% mengatakan komunikasi yang dilakukan perawat sudah baik, 4 orang yaitu sebnyak 57,1% mengatakan komunikasi perawat cukup baik dan 1 orang yaitu sebanyak 14,2% mengatakan belum puas dengan komunikasi oleh perawat. Sebanyak 2 orang pasien yaitu sebanyak 28,5% mengatakan lebih senang dengan komunikasi yang dilakukan oleh perawat wanita sedangkan lainnya mengataan tidak ada perbedaan. Sebanyak 3 orang pasien yaitu sebanyak 42,8% mengatakan lebih percaya dengan perawat yang lebih tua karena dianggap memiliki pengalaman lebih banyak sedangkan yang lainnya mengatakan tidak ada perbedaan. Pasien mengatakan lebih tenang dan nyaman dengan perawat yang bersikap ramah, sering menyapa dan mengecek keadaan mereka. Dari keempat pasien yang mengatakan komunikasi perawat cukup, pasien mengatakan jika perawat menjelaskan prosedur tindakan secara terperinci apabila ditanya terlebih dahulu, dan tidak semua perawat memperkenalkan diri. Pasien yang belum puas dengan komunikasi perawat menginginkan perawat lebih sering mengunjungi pasien, cepat tanggap bila dibutuhkan pasien sehingga ia dan keluarga lebih tenang jika keluhannya dapat cepat teratasi. Hal ini mengidentifikasikan komunikasi yang tercipta diantara perawat dan pasien masih sebatas komunikasi sosial, belum mencapai komunikasi yang terapeutik.

  Kemampuan berkomunikasi perawat yang baik berdampak langsung pada kepuasan pasien. Kepuasan pasien merupakan suatu tingkatan perasaan yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperoleh setelah pasien tersebut membandingkan dengan apa yang diharapkannya. Kondisi tersebut akan berdampak tehadap rendahnya mutu pelayanan yang diberikan perawat dan beralihnya kepercayaan pasien. Maka salah satu bentuk upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan secara menyeluruh tidak dapat lepas dari komunikasi terapeutik yang baik.

  Terciptanya kepuasan pasien terhadap pelayanan perawat mempunyai hubungan yang erat dalam mendorong semangat dan usaha pasien untuk segera sembuh dari sakitnya.

  Beberapa alasan mengapa kepuasan pasien perlu dilakukan survei, antara lain : alasan yang pertama adalah penilaian kepuasan pasien mengandung informasi yang bermanfaat mengenai struktur, proses dan pelayanan, disamping itu penilaian tingkat kepuasan pasien merupakan tingkat evaluasi yang unik. Alasan yang kedua adalah bahwa tingkat kepuasan pasien mempunyai sikap produktif mengenai bagaimana pasien akan berprilaku (Machfoed 2009).

  Menurut data WHO, Di seluruh Amerika Serikat dan Eropa, kepuasan konsumen memainkan peran yang semakin penting dalam kualitas reformasi perawatan dan kesehatan. selama 10 tahun terakhir, ke proliferasi dari survei yang memfokuskan secara eksklusif pada pengalaman pasien, aspek yaitu dari pengalaman perawatan seperti waktu tunggu, kualitas dasar fasilitas, dan komunikasi dengan penyedia layanan kesehatan, yang semuanya membantu mengidentifikasi prioritas nyata bagi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Di antara tujuh belas negara, Italia berada di peringkat kedua oleh WHO. Tapi hanya 20 % penduduknya mengatakan mereka puas dengan sistem perawatan kesehatan mereka (Anonim, 2012).

  Selain itu berdasarkan hasil hasil survey kepuasan pelanggan di Puskesmas yang dilakukan oleh oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap tahun 2007 terhadap 265 responden didapatkan bahwa, sebagian besar responden (83,3%) merasa puas terhadap prosedur pelayanan yang ada di Puskesmas, sebagian besar (86,5%) merasa nyaman terhadap tata ruang, petunjuk ruangan, waktu pelayanan kesesuaian pelayanan serta keterjangkauan Puskesmas, sebagian besar (76,04) merasa puas dengan lingkungan disekitar Puskesmas, sebagian besar (94,0%) merasa senang terhadap sikap petugas yaitu bersedia mendengarkan keluhan pasien, terampil dalam memberikan pelayanan, ketersediaan melayani sesuai keluhan pasien dan bersikap ramah dalam memberikan pelayanan,dan sebagian besar (76,4%) responden merasa puas dengan hasil pelayanan yang diperoleh, serta secara umum sebagian besar (96,2%) responden merasa puas terhadap pelayanan Puskesmas yang ada di Kabupaten Cilacap (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap, 2007).

  Dari hasil wawancara dengan kepala ruang rawat inap Puskesmas 1 Dayeuhluhur ada beberapa perawat yang jika dipanggil pasien belum dilaksanakan dengan baik, misal jika pasien memanggil untuk mengganti infus yang habis, perawat tidak langsung menggantinya sehingga infus menjadi blong, ada pasien yang mengeluh jika informasi yang diberikan tidak jelas sehingga pasien merasa bingung, ada informasi yang tersampaikan dibeberapa ruang rawat inap sehingga berakibat pada pasien tidak mendapat pelayanan dengan baik. Dari permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk mengkaji lebih jauh dengan melakukan penelitian tentang hubungan karakteristik dan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien.

B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan uraian masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu: “Apakah ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di Puskesmas 1 Dayeuhluhur tahun 2016 ”?.

  C. Tujuan Penelitian

  1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di Puskesmas 1 Dayeuhluhur tahun 2016.

  2. Tujuan Khusus

  a. Mengetahui karakteristik perawat, meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama kerja Puskesmas 1 Dayeuhluhur tahun 2016.

  b. Mengetahui karakteristik pasien, meliputi umur dan jenis kelamin di Puskesmas 1 Dayeuhluhur tahun 2016.

  c. Mengetahui pelaksanaan komunikasi terapeutik di Puskesmas 1 Dayeuhluhur tahun 2016.

  d. Mengetahui tingkat kepuasan pasien rawat inap di Puskesmas 1 Dayeuhluhur tahun 2016.

  e. Mengetahui hubungan komunikasi terapeutik dengan kepuasan pasien rawat inap di Puskesmas 1 Dayeuhluhur tahun 2016.

  D. Manfaat Penelitian

  1. Bagi perawat Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pofesi keperawatan dalam memberikan pelayanan keperawatan terhadap pasien dalam penerapan komunikasi terapeutik, dan mampu memahami karakteristik profesi keperawatan, sehingga dapat meningkatkan motivasi perawat dalam memberikan asuhan kepada pasien dengan sebaik-baiknya, meningkatkan mutu dan pelayanan kesehatan di Puskesmas 1 Dayeuhluhur.

  2. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan atau dasar bagi penelitian selanjutnya khususnya tentang komunikasi terapeutik dan karakteristik perawat yang menunjang untuk memperlancar tujuan asuhan keperawatan kepada pasien serta pengembangan sumberdaya manusia khususnya dalam meningkatkan kinerja perawat agar dapat memberikan kontribusi yang optimal kepada Puskesmas.

  3. Bagi peneliti Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti dalam menerapkan praktek komunikasi terapeutik yang baik terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan kepada pasien, mampu mengetahui karakteristik perawat, serta dapat menambah khasanah keilmuan peneliti serta menerapkan ilmu yang telah diperoleh.

E. Penelitian Terkait

  1. Hajarudin (2014) Judul Penelitian “Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan

  Tingkat Kepuasan Pasien Di Puskesmas Pleret Bantul Yogyakarta”. Tujuan dari penelitian untuk mengetahui hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kepuasan pasien di Puskesmas Pleret Bantul Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian non-eksperimen dengan menggunakan pendekatan cross-sectional.

  Subyek penelitian adalah pasien yang mendapatkan penanganan oleh perawat di Puskesmas Pleret Bantul Yogyakarta. Sampel penelitian diambil dengan teknik purposive

  sampling berjumlah 30 orang pasien dan 10 orang perawat. Data diambil dengan

  menggunakan kuesioner dan analisis data menggunakan korelasi Chi Square. Hasil analisa univariat menunjukkan bahwa sebagian besar komunikasi terapeutik perawat berada dalam kategori baik yaitu sebanyak 22 orang (73,3%) serta tingkat kepuasan responden di

  Puskesmas Pleret Bantul Yogyakarta sebagian besar berada dalam kategori puas yaitu sebanyak 24 orang (80,0%). Hasil analisa bivariat pada uji statistik dengan menggunakan rumus analisis Chi Square menunjukkan nilai korelasi sebesar 0,536 dan nilai p sebesar 0,384 (p>0,05) yang berarti tidak terdapat hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dangan tingkat kepuasan pasien di Puskesmas Pleret Bantul Yogyakarta. Persamaan dengan peneliti yang dilakukan oleh peneliti adalah variabel bebas yaitu komunikasi terapeutik dan variabel terikatnya yaitu kepuasan pasien, tempatnya di Puskesmas.

  Perbedaannya terletak pada variabel bebasnya di tambah lagi yaitu karakteristik perawat, jumlah sampel penelitiannya, metode penelitiannya deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, dan jumlah sampel penelitiannya.

2. Priscylia A.C (2013)

  Judul Penelitian “Hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di ruang

  Rawat Inap Irina RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado”. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di Ruang Rawat Inap Irina A RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Penelitian ini menggunakan survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Dari 67 responden menunjukkan bahwa keterampilan komunikasi terapeutik perawat baik dan pasien merasa puas sebanyak 42 orang (91,3%), dan keterampilan komunikasi terapeutik perawat baik dan pasien merasa kurang puas sebanyak 4 orang (8,7%). Untuk keterampilan komunikasi terapeutik kurang baik dan pasien merasa puas sebanyak 5 orang (23,8%), dan keterampilan komunikasi terapeutik kurang baik dan pasien merasa kurang puas sebanyak 16 orang (76,2%). Hasil uji chi

  square diperoleh hasil nilai p value sebesar 0,000 (pv<0,05). Nilai 0,000 berada dibawah

  nilai alpha 5% (0,05). Persamaan dengan peneliti yang dilakukan oleh peneliti adalah variabel bebas yaitu komunikasi terapeutik dan variabel terikatnya yaitu kepuasan pasien.

  Perbedaannya terletak pada variabel bebasnya di tambah lagi yaitu karakteristik perawat, tempatnya di Puskesmas, dan jumlah sampel penelitiannya.

  3. Roatib. A (2007) Judul

  “Hubungan antara karakteristik perawat dengan motivasi perawat pelaksanaan dalam menerapkan komunikasi terapeutik pada fase kerja di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan antara karakteristik perawat dengan motivasi perawat pelaksana dalam menerapkan komunikasi terapeutik pada fase kerja, dengan memandang karaktersitik perawat dari segi umur, jenis kelamin, pendidikan, lama bekerja dan pelatihan. Penelitian ini menggunakan deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sample penelitian adalah perawat pelaksana Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang sebanyak 47 orang dengan tehnik simpel random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi perawat di Rumah Sakit Islam Sultan Agung berada pada kategori tinggi (80,9%) dan diketahui bahwa karakteristik perawat mempunyai hubungan yang signifikan dengan motivasi perawat dalam menerapkan komunikasi terapeutik pada fase kerja yaitu pada dimensi pendidikan dengan signifikansi 0.000, pada dimensi pelatihan dengan signifikansi 0.000, pada dimensi umur dengan signifikansi 0.021, pada dimensi lama kerja dengan signifikansi 0.034, namun ada satu variable yang secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna yaitu pada dimensi jenis kelamin dengan signifikansi 0.135. Persamaan dengan peneliti yang dilakukan oleh peneliti adalah variabel bebas yaitu karakteristik perawat dan komunikasi terapeutik. Perbedaannya terletak pada variabel terikat yaitu kepuasan pasien, tempatnya di Puskesmas, jumlah dan sampel penelitiannya.