BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Masalah - Bayu Seto Rindi Atmojo BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Masalah Menurut International Labor Organisasion (ILO) setiap tahun terjadi

  1,1 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit atau yang disebabkan oleh pekerjaan. Ada sektar 300.000 kematian dari 250 juta kecelakaan dan sisanya ada karena penyakit akibat dari pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit hubungan akibat hubungan pekerjaan baru untuk setiap tahunya.

  Data yang diperoleh dari ILO tahun 1999, penyakit kematian yang berhubungan dengan pekerjaan adalah kanker 34%, kecelakaan 24%, saluran pernapasan 21%, penyakit kardiovaskuler 15% dan lain-lain 5% (Buchari, 2007).

  Penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) selalu menduduki peringkat pertama dari 10 penyakit terbanyak di Indonesia. Salah satu penyebab terjadinya ISPA adalah rendahnya kualitas udara baik di dalam maupun di luar rumah, baik secara biologis, fisik, maupun kimia. Partikel debu diameter 2,5

  μ dan Partikel debu diameter 10μ dapat menyebabkan

  pneumonia, gangguan sistem pernapasan, iritasi mata, alergi, bronchitis khronis. Partikel debu diameter 2,5

  μdapat masuk kedalam paru yang

  berakibat timbulnya emfisema paru, asma bronchial, dan kanker paru-paru (Kemenkes, 2011).

  1 Adha(2012) dalam penelitianya menyatakan bahwa ada hubungan antara kadar debu di lingkungan kerja dengan kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja pengangkut semen.

  Suma’mur (2000) menyatakan bahwa semakin lama seseorang bekerja pada tempat yang banyak debu maka kemungkinan paru-paru tertimbun debu semakin besar akibat dari penghirupan debu sehari-hari saat bekerja. Debu yang tertimbun tersebut dapat menggangu kesehatan paru-paru. Lama bekerja selama bertahun-tahun memperparah kesehatan pernafasan karena terlalu frekuensi yang sering untuk terpajan debu setiap harinya. Pada pekerja batu bata yang ada di Desa Ledug kebanyakan dari mereka memiliki masa kerja yang sudah lebih dari 10 tahun dan masih banyak yang belum menggunakan alat perlindungan diri seperti masker, hal ini berisiko untuk menghirup debu dan asap dari hasil pembakaran batu bata yang mana akan berdampak pada kesehatan saluran pernapasan.Khumaedah (2009) menyatakan dalam penelitianya bahwa ada hubungan yang signifikan antara penggunaan alat perlindungan diri terhadap gangguan fungsi paru pada pekerja mebel di PT Kota Jati Furnindo Kabupaten Jepara.

  Lingkungan berpengaruh besar untuk timbulnya penyakit, seperti pekerjaan dengan lingkungan basah, tempat-tempat lembab atau panas, pemakaian alat-alat yang salah (Siregar, 2006). Pemakaian alat perlindungan diri sangat penting untuk menunjang keselamatan dalam bekerja, namun pada kenyataanya dalam masyarakat saat ini masih kurang diperhatikan khususnya pada pekerja pembuat batu bata.Budiono (2002), menjelaskan bahwa alat perlindungan diri yang tepat bagi tenaga kerja yang berada pada lingkungan kerja dengan paparan debu berkonsentrasi tinggi yaitu jenis masker dan respiratori. Masker untuk melindungi dari debu atau partikel-partikel yang lebih kasar yang masuk ke dalam saluran pernafasan, sedangkan respirator berguna untuk melindungi pernafasan dari debu, kabut, uap, logam, asap dan gas.

  Yusnabeti(2010) menambahkan dalam penelitiannya menunjukkan bahwa risiko terjadinya ISPA pada pekerja mebel yang merokok memiliki resiko sebesar 7,105 kali. Rokok meningkatkan kelainan paru, asap rokok menyebabkan iritansi persisten pada saluran pernapasan, perubahan struktur jaringan paru-paru. Perubahan anatomi saluran pernapasan akan timbul perubahan fungsi paru-paru, hal ini menjadi dasar terjadinya obstruksi paru menahun.Depkes (2009) n menambahkan bahwa pengaruh merokok lainnya yang dapat ditimbulkan terutama oleh komponen asap, tetapi dalam batas tertentu di pengaruhi oleh nikotin juga, meliputi penurunan kadar oksigen di dalam darah karena naiknya kadar karbon monoksida, meningkatkan jumlah asam lemak, glukosa, kortisol dan hormon lainnya di dalam darah dan peningkatan risiko mengerasnya arteri dan pengentalan darah (yang berkembang menjadi serangan jantung, stroke) dan karsinogenesis.

  Faktor yang dapat mencemariparu-paru meliputi faktor komponen fisik, faktor komponen kimiawi dan faktor penderita itu sendiri.Aspek komponen fisik yang pertama adalah keadaan dari bahan yang diinhalasi (gas, debu, uap). Ukuran dan bentuk akan berpengaruh dalam proses penimbunan di paru, demikian pula kelarutan dan nilai higroskopinya. Kompanen kimia yang berpengaruh antara lain kecenderungan untuk berekasi dengan jaringan di sekitarnya, keasaman tingkat alkalinitas (dapat merusak silia dan sistem enzim). Debu diinhalasi dalam partikel debu solid atau suatu campuran dan asap, debu yang berukuran antara 5- 10 μ akan ditahan oleh saluran napas, sedangkan debu yang berukuran 3- 5 μ akan tahan oleh saluran napas, sedangkan debu yang berukuran 1- 3 μ disebut respirabel, merupakan ukuran yang paling bahaya. Karena akan tetahan dan tertimbun (menempel) mulia dari bronkiolus terminalis sampai alveoli dan debu yang berukuran 0,1-

  1 μ bergerak keluar masuk alveoli sesuai dengan gerak Brown (Khumaedah, 2009).

  Para pembuat bata setiap harinya selalu tercemar ataupun menghirup debu dan asap pembakaran bata. Debu atau asap yang dihirup masuk ke paru- paru akan tertimbun di dalam paru, hal ini akan mengganggu kerja paru dalam menyalurkan oksigen di darah yang mana nantinya akan menyebabkan

  ISPA. ISPA yang dialami pembuat bata adalah mereka yang dalam satu tahun mengalami infeksi saluran pernapasan lebih dari 2 kali, hal ini karena mereka sering terpapar dengan udara kurang bersih dan asap dari pembakaran batu bata itu sendiri. Menurut Susanto(2012) menjelaskan bahwa produk pembakaran dan pemanas ruangan berupa karbon monoksida, nitrogen dioksida dan sulfur dioksida. Karbon monoksidaadalah gas tidak berbau dan tidak berwarna yang menimbulkan efek asfiksi karena karbon monoksida akan mengikat hemoglobin membentuk karboksi hemoglobin yang mengganggu transpor oksigen di darah. Disisi lain mereka juga belum banyak yang menggunakan alat perlindungan diri, yang mana bermanfaat bagi keselamatan dan kesehatan kerja mereka.

  Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap 8 pembuat bata di Desa Ledug Kabupaten Banyumas, ada 3 (37,5%) orang yang mengeluhkan merasa batuk-batuk ketika sedang membakar batu bata, 2 (25%) orang yang pernah mengalami sesak nafas dan pernah di rawat di rumah sakit dan 3 (37,5%) orang yang tidak tahu mengenai bahayanya debu dan asap yang ditimbulkan oleh pembakaran batu bata bagi kesehatan tubuh khususnya kesehatan saluran pernapasan. Hasil tersebut juga didukung oleh data yang diperoleh dari balai Desa Ledug bahwa ada 20 dari 60 orang pembuat batu bata yang sudah pernah terkena ISPA, sedangkan angka kejadian ISPA di desa Ledug sendiri ada 1450 kasus.

  Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin melakukan penelitian untuk mendapatkan hasil yang akurat dan tepat dengan judul “Hubungan Antara Masa Kerja, Kebiasan Merokok dan Penggunaan Alat Perlindungan Diri Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Pada Pembuat Batu Bata Di Desa Ledug Kabupat en Banyumas”.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan rumusan masalah yaitu “Apakah ada hubungan antara masa kerja, kebiasan merokok dan penggunaan alat perlindungan diri dengan kejadian infeksi saluran pernapasan pada pembuat batu bata di Desa Ledug Kabupaten Banyumas”

C. Tujuan Penelitian

  1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara masa kerja, kebiasan merokok dan penggunaan alat perlindungan diri dengan kejadian infeksi saluran pernapasan pada pembuat batu bata di Desa Ledug Kabupaten Banyumas

  2. Tujuan Khusus

  a. Untuk mengetahui masa kerja pembuat batu bata di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas.

  b. Untuk mengetahui kebiasaan merokok pembuat batu bata di Desa Ledug Kecamatan KembaranKabupaten Banyumas.

  c. Untuk mengetahui penggunaan alat perlindungan diri pembuat batu bata di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas.

  d. Untuk mengetahui kejadian ISPA pembuat batu bata di Desa Ledug Kecamatan KembaranKabupaten Banyumas.

  e. Untuk mengetahui hubungan antara masa kerja dengan kejadian infeksi saluran pernapasan pada pembuat batu bata di Desa Ledug Kecamatan KembaranKabupaten Banyumas

  f. Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dengan infeksi saluran pernapasan pada pembuat batu bata di Desa Ledug Kecamatan KembaranKabupaten Banyumas

  g. Untuk mengetahui hubungan antara penggunaan alat perlindungan diri dengan infeksi saluran pernapasan pada pembuat batu bata di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas

  D. Manfaat Penelitian

  1. Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas

  Sebagai bahan masukan pada petugas kesehatan dalam merencanakanupaya penanggulangan kejadian ISPA pada pembuat batu bata dengan caramemberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang keselamatan kerja dan menjadi sumber rujukan mengenai deskriptif daerah yang terkecil dengan ISPA.

  2. Bagi Responden Dapat memberikan informasi dan ilmu pengetahuan bagi responden terkait dengan faktor yang memiliki hubungan dengan kejadian infeksi saluran pernapasan, sehingga seorang pembuat bata dapat menanggulangi ataupun mencegah.

  3. Bagi Ilmu Keperawatan Dapat memberikan wawasan baru (softskil dan hardskill) dalam melaksanakan asuhan keperawatan dimasyarakat mengenai permasalahan

  ISPA (intervensi, preventif dan kuratif).

  4. Bagi Peneliti Selanjutnya Dapat memberikan refrensi tambahan bagi peneliti yang akan melakukan penelitian yang hampir sama dengan tema yang dilakukan oleh peneliti.

  E. Penelitian Terkait

  Peneliti dalam melakukan penelitian ini mengacu pada penelitian- penelitian yang sebelumnya sudah pernah dilakukan, yaitu:

  1. Edy (2007) Judul hubungan pemaparan partikel debu pada pengolahan batu kapur terhadap penurunan kapasitas fungsi paru (Studi Kasus di Desa Karangdawa, Kecamatan Margasari, Kabupaten Tegal). Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat pemaparan partikel debu, tingkat penurunan kapasitas fungsi paru dan hubungan pemaparan partikel debu pada pengolahan batu kapur terhadap penurunan kapasitas fungsi paru. Tipe penelitian ini adalah penelitian penjelasan (explanatory research), Metode pendekatan adalah Cross Sectional. Populasinya adalah pekerja, pemilik dan masyarakat disekitar pengolahan batu kapur, pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling, jumlah sampel sebanyak 84 orang, analisis yang digunakan bivariate dengan uji Chi-Square dan Analisis multivariate dengan uji statistik Discriminant Analysis.

  2. Khumaedah (2009) Judul analisis faktor

  ‐faktor yang berhubungan dengan gangguan fungsi paru pada pekerja mebel PT Kota Jati Furnindo. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami faktor

  ‐faktor (papatan debu perseorangan, umur, masa kerja, status gizi, penggunaan APD, kebiasaan merokok, kebiasaan olah raga, lama paparan) yang berhubungan dengan gangguan fungsi paru pada pekerja industri mebel di PT Kota Jati Furnindo Kabupaten Jepara.

  Penelitian ini merupakan penelitian observational, dengan pendekatan rancangan penelitian cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh pekerja PT Kota Jati Furnindo Kabupaten Jepara dalam unit pengamplasan berjumlah 78 orang dengan sampel sebanyak 44 orang sesuai kriteria inklusi. Analisis bivariat dengan menggunakan uji chi

  square dan analisis multivariat dengan regresi logistik metode enter.

  3. Luciani (2010) Judul infeksi saluran pernapasan atas pada pekerja industri mebel.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubunganpajanan particulate

  

matter dengan kejadian ISPA pada pekerja mebel dengan populasi seluruh

  pekerja mebel di kedua desa. Desain penelitian ini menggunakan rancangan crosssectional. Penelitian dilakukan padabulan November 2009. Populasi penelitian adalahseluruh pekerja mebel di Desa Cilebut Barat dan CilebutTimur yang berjumlah 98 orang. Sebagai kriteria inklusiadalah para pekerja mebel yang telah bekerja minimalsatu tahun.

  4. Suryani (2010) Judul hubungan kondisi lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Gemarang Kabupaten Ngawi.

  Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan kondisi lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA pada Balita di wilayah Kerja Puskesmas Gemarang Kabupaten Ngawi. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian survey, dengan pendekatan cross sectional, dengan jumlah populasi 2636 balita dengan jumlah sampel sebanyak 93 responden.

  Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Analisis statistik menggunakan chi square dan besarnya resiko dengan Ratio Prevalens. Hasil distribusi frekuensi dengan kategori memenuhi syarat yang lebih banyak adalah keberadaan dapur atau sekat dapur pada rumah, keberadaan lubang asap dapur, jenis dinding, luas ventilasi rumah, luas ventilasi kamar tidur balita dan kelembaban.

  Sedangkan pada kategori tidak memenuhi syarat yang lebih banyak adalah jenis bahan bakar masak, suhu udara, intensitas pencahayaan rumah, dan intensitas pencahayaan kamar tidur balita.