BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang - Ratri Dewi Septiani BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Gangguan jiwa adalah respon maladaptive dari lingkungan internal dan

  eksternal, dibuktikan melalui pikiran, perasaan dan perilaku yang tidak sesuai dengan norma local atau budaya setempat dan mengganggu fungsi sosial, pekerjaan dan atau fisik (Townsend, 2005). Pengertian ini menjelaskan penderita dengan gangguan jiwa akan menunjukan perilaku yang tidak sesuai dengan norma masyarakat dimana perilaku tersebut mengganggu fungsi sosialnya.

  Masalah kesehatan terutama gangguan jiwa insidennya masih cukup tinggi. Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% penduduk dunia akan mengidap skizofrenia. Jumlah tiap tahun makin bertambah dan akan berdampak bagi keluarga dan masyarakat (Kaplan &Saddock, 2005).

  WHO atau World Health Organization (2002) menyebutkan bahwa prevalensi masalah kesehatan jiwa saat ini cukup tinggi, 25% dari penduduk dunia pernah menderita masalah kesehatan jiwa, 1% diantaranya adalah gangguan jiwa berat. Potensi seseorang mudah terserang gangguan jiwa memang tinggi, setiap saat 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, saraf, maupun perilaku (Hawari, 2007).

  

1 Skizofrenia merupakan penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya. Perubahan atau pergantian semua sensasi akan secara khusus mencolok pada tahap awal skizofrenia. Orang tersebut akan merasakan sensasi-sensasi yang berlebihan, sebagai mana halnya jika penyaringan alamiah di otak tidak lagi bekerja. Bagi banyak orang, perubahan persepsi ini berkembang menjadi full-blown

  

hallucination (ledakan halusinasi) (Wiramihardja, 2007). Menurut Yosep

  (2011) diperkirakan lebih dari 90% penderita dengan skizofrenia mengalami halusinasi.

  Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsang yang menimbulkannya (tidak ada objeknya) (Baihaqi, Sunardi, Akhlan, Heryati, 2007). Kira-kira 70% halusinasi yang dialami oleh penderita gangguan jiwa adalah halusinasi denga/suara, 20% halusinasi penglihatan, dan 10% adalah halusinasi penghidu, pengecap, perabaan, senestetik, dan kinestetik (Purba, Wahyuni, Daulay, Nasution, 2012). Jadi meskipun bentuk halusinasi bervariasi tetapi sebagian besar halusinasi yang terjadi adalah halusinasi pendengaran.

  Halusinasi termasuk dalam penyakit yang statusnya sama dengan penyakit lain yang bisa diobati dan disembuhkan. Pada banyak kasus, penderita halusinasi secara medis dinyatakan sembuh dan dikembalikan kepada keluarganya, tetapi kebanyakan dalam beberapa bulan mengalami kekambuhan (Anonim, 2012).

  Kekambuhan kembali penderita gangguan jiwa termasuk halusinasi sebagian besar disebabkan oleh kurangnya perhatian dari lingkungan dan bahkan keluarga sendiri sehingga berakibat pada lambatnya proses penyembuhan (Eniarti, 2012). Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya dengan seseorang (Notosoedirdjo & Latipun, 2011). Keluarga menempati hal vital dalam penanganan penderita halusinasi di rumah. Hal ini mengingat keluarga adalah system pendukung terdekat dan 24 jam bersama-sama dengan penderita. Keluarga sangat menentukan apakah penderita akan kambuh atau tetap sehat. Keluarga yang mendukung penderita secara konsisten akan membuat penderita mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun demikian jika keluarga tidak mampu merawat penderita, penderita akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi akan sulit. Untuk itu keluarga perlu mengetahui cara merawat penderita halusinasi di rumah (Purba, Wahyuni, Daulay, Nasution, 2012).

  Keluarga merupakan unit paling dekat dengan penderita, dan merupakan “perawat utama” bagi penderita. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau perawatan yang diperlukan penderita di rumah. Keberhasilan perawat di rumah sakit akan sia-sia jika tidak diteruskan di rumah yang kemudian mengakibatkan penderita harus dirawat kembali (kambuh). Peran serta keluarga sejak awal perawatan di rumah sakit akan meningkatkan kemampuan keluarga merawat penderita di rumah sehingga kemungkinan kambuh dapat dicegah. Dari penelitian yang dilakukan oleh Tri (2012) dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kekambuhan Penderita Halusinasi Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Prof. HB Sa’anin Padang Tahun 2012” menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya kekambuhan penderita gangguan jiwa adalah kurangnya dukungan dan peran serta keluarga dalam perawatan terhadap anggota keluarga yang menderita penyakit tersebut. Salah satu penyebabnya adalah karena keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku penderita di rumah.

  Keluarga jarang mengikuti proses keperawatan penderita karena jarang mengunjungi penderita di rumah sakit, dan tim kesehatan di rumah sakit juga jarang melibatkan keluarga (Anna K, 2007).

  Penanganan gangguan jiwa harus dilakukan secara komprehensif melalui multi-pendekatan, khususnya pendekatan keluarga dan pendekatan petugas kesehatan secara langsung dengan penderita, seperti bina suasana, pemberdayaan penderita gangguan jiwa dan pendampingan penderita gangguan jiwa agar mendapatkan pelayanan kesehatan yang terus-menerus. Penanggulangan masalah gangguan jiwa terkendala karena adanya kesulitan dalam mendiagnosis gangguan jiwa. Hal ini berpengaruh dalam sistem pencatatan dan pelaporan, padahal informasi seperti ini sangat penting untuk mengetahui keparahan kasus gangguan jiwa.

  Dukungan keluarga tentunya tidak lepas dari respon terhadap penyakit yang dideritanya oleh orang yang mereka cintai. Tingkat keberhasilan penderita yang rendah dalam menghadapi sakitnya menyebabkan setiap anggota keluarga akan dihadapkan kepada kemampuan dan konsekuensi dalam merespon semua stressor yang terjadi karena keluarga merupakan salah satu sumber sistem pendukung penderita (Nursalam, 2007).

  Dampak yang dapat ditimbulkan oleh penderita yang mengalami halusinasi adalah kehilangan kontrol dirinya. Dimana penderita mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya. Dalam situasi ini penderita dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain

  

(homicide) , bahkan merusak lingkungan. Untuk memperkecil dampak yang

ditimbulkan, dibutuhkan penanganan halusinasi yang tepat (Hawari, 2009).

  Menurut Nurdiana(2007), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa keluarga berperan penting dalam menentukan cara atau asuhan keperawatan yang diperlukan oleh penderita dirumah untuk mengontrol gangguan jiwa, sehingga akan menurunkan angka kekambuhan. Hasil penelitian tersebut dipertegas oleh penelitan lain yang dilakukan oleh Dinosetro (2008), menyatakan bahwa keluarga memiliki fungsi strategis dalam menurunkan angka kekambuhan, meningkatkan kemandirian dan taraf hidupnya serta penderita dapat beradaptasi kembali pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.

  Jumlah penderita halusinasi terkait dengan tingginya stress yang muncul di daerah perkotaan. Dari hasil survey di rumah sakit di Indonesia, ada 0,5-1,5 perseribu penduduk mengalami gangguan jiwa, 70% adalah halusinasi (Hawari, 2009).

  Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Desa Karangsari Cilacap didapati bahwa jumlah klien gangguan jiwa di Desa tersebut berjumlah 20 orang. Terdapat penderita yang mengalami gangguan jiwa paling lama yaitu sekitar 35 tahun.

  Menurut penelitian Riza dkk (2012) ditemukan salah satu faktor penyebab rendahnya pengetahuan keluarga tentang perawatan penderita halusinasi pendengaran karena sebagian besar keluarga tidak mampu menyerap informasi kesehatan yang diberikan oleh pelayanan kesehatan atau informasi yang tersedia seperti media cetak maupun elektronik. Hasil penelitian menunjukkan ada 66,7% keluarga yang memiliki pengetahuan rendah dalam merawat penderita halusinasi, dan perilaku keluarga menunjukkan 66,7% berperilaku negatif dalam merawat penderita halusinasi.

  Sementara menurut penelitian Yusnipah (2012), 55,7% keluarga memiliki pengetahuan yang tinggi dalam merawat penderita halusinasi.

  Keluarga mengetahui tentang halusinasi, tanda dan gejala serta bagaimana merawat penderita saat mengalami halusinasi di rumah. Namun mayoritas keluarga (65,4%) tidak mengetahui tentang efek samping obat bagi penderita.

  Berdasarkan fenomena yang terjadi di Desa Karangsari Cilacap mendorong peneliti untuk melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Kemampuan Keluarga Dalam Perawatan Terhadap Kekambuhan Klien Gangguan Jiwa Halusinasi Di Desa Karangsari Cilacap”.

B. Rumusan Masalah

  Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan sensori persepsi. Penderita yang mengalami halusinasi biasanya merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghidu (Direja, 2011).

  Menurut Kelliat (2011) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kekambuhan gangguan jiwa halusinasi yaitu:

  1. Faktor klien Secara umum bahwa klien yang minum obat secara tidak teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Hasil penelitian menunjukkan

  25% sampai 50% klien yang pulang dari rumah sakit jiwa tidak memakan obat secara teratur (Appleton,1996). Klien sukar memengikuti aturan minum obat karena adanya gangguan realitas ketidakmampuan mengambil keputusan. Dirumah sakit perawat bertanggung jawab dalam pemberian atau pemantauan pemberian obat, dirumah tugas perawat digantikan oleh keluarga.

  2. Faktor penanggung jawab klien (care manager) Setelah klien pulang kerumah maka penanggung jawab kasus mempunyai kesempatan lebih banyak untuk bertemu dengan klien, sehingga dapat mengidentifikasi gejala dini dan segera mengambil tindakan.

  3. Faktor dokter Minum obat yang teratur dapat mengurangi kekambuhan, namun pemakaian obat neuroleptik yang lama dapat menibulkan efek samping yang dapat menggangu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol. Pemberian resep diharapkan tetap waspada mengidentifikasi dosis terapeutik yang dapat mencegah kekambuhan dan efek samping.

  4. Faktor keluarga Ekspresi emosi yang tinggi dari keluarga diperkirakan menyebabkan kekambuhan yang tinggi pada klien. Hal lain adalah klien mudah dipengaruhi oleh stress yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Keluarga mempunyai tanggung jawab yang penting dalam proses perawatan dirumah sakit jiwa, setelah klien pulang kerumah, sebaiknya klien melakukan perawatan lanjutan pada puskesmas di wilayahnya yang mempunyai program integrasi kesehatan jiwa. Keluarga membantu proses adaptasi klien di dalam keluarga dan masyarakat serta membuat jadwal setelah perawatan. Kualitas dan efektifitas perilaku keluarga akan membantu proses pemulihan kesehatan klien sehingga status klien meningkat.

  Menurut penelitian Nurdiana (2007) ditemukan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya kekambuhan penderita halusinasi adalah kurangnya peran serta keluarga dalam perawatan terhadap anggota keluarga yang menderita penyakit tersebut. Salah satu penyebabnya adalah karena keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku penderita di rumah.

  Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang muncul dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan kemampuan keluarga dalam perawatan terhadap kekambuhan klien gangguan jiwa halusinasi Di Desa Karangsari Cilacap?”.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

  Untuk mengetahui kemampuan keluarga dalam perawatan terhadap kekambuhan klien gangguan jiwa halusinasi Di Desa Karangsari Cilacap.

2. Tujuan Khusus

  a. Untuk mengetahui karakteristik keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa halusinasi Di Desa Karangsari Cilacap.

  b. Untuk mengetahui kemampuan keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa halusinasi Di Desa Karangsari Cilacap.

  c. Untuk mengetahui kekambuhan kliengangguan jiwa halusinasi Di Desa Karangsari Cilacap.

  d. Untuk mengetahui hubungan kemampuan keluarga dalam perawatan terhadap kekambuhan klien gangguan jiwa halusinasi Di Desa Karangsari Cilacap.

D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis

  Manfaat penelitian secara teoritis adalah mengembangkan ilmu keperawatan jiwa dalam perawatan klien gangguan jiwa dengan yang mengalami kekambuhan gangguan jiwa halusinasi agar dapat dikembangkan sebagai dasar penelitian ilmu keperawatan jiwa.

2. Praktis

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

  a. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai wacana baru atau pengalaman belajar dan meningkatkan pengetahuan tentang hubungan kemampuan keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa terhadap kekambuhan klien gangguan jiwa halusinasi.

  b. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah keilmuan keperawatan jiwa tentang hubungan kemampuan keluarga dalam perawatan terhadap kekambuhan halusinasi. Selanjutnya penelitian ini juga dapat di jadikan tambahan referensi bagi tenaga pendidik dalam menyampaikan materi.

  c. Bagi Tenaga Kesehatan

  1. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dan meningkatkan pelayanan kesehatan secara aplikatif dalam perawatan klien gangguan jiwa terhadap kekambuhan klien gangguan jiwa halusinasi.

  2. Sebagai bahan masukan agar perawat memberikan asuhan keperawatan secara komperhensif sehingga pelayanan yang di berikan akan meningkatkan kualitas hidup pada klien. d. Bagi Keluarga Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dan meningkatkan perawatan secara aplikatif dalam perawatan terhadap kekambuhan klien gangguan jiwa halusinasi.

E. Penelitian Terkait 1.

  Arif, dkk (2015) melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Peran Keluarga Dengan Kekambuhan Penderita Skizofrenia Di Wilayah Kerja Puskesmas Cawas 1 Klaten”. Tujuan yang penelitian diatas yaitu untuk mengetahui hubungan peran keluarga dengan kekambuhan penderita skizofrenia di Wilayah kerja Puskesmas Cawas 1 Klaten. Metode penelitian ini adalah Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian deskriptif korelasional yaitu mencari hubungan antar variable. Hasil dari penelitian di atas yaitu 16 responden (46%) berperan rendah dan 14 responden (40%) berperan cukup serta 5 responden (14%) berperan tinggi dilihat dari kekambuhan penderita skizofrenia yang tergolong kekambuhan jarang 13 penderita (37%) dan tergolong kekambuhan sering 22 penderita (63%).

  Persaman penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu sama-sama meneliti tentang kekambuhan penderita gangguan jiwa halusinasi.

  Perbedaan penelitian di atas menggunakan variabel peran keluarga. Jika penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu menggunakan variabel kemampuan keluarga.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Tri (2012) dengan judul “Hubungan

  Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kekambuhan Penderita Halusinasi Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Prof. HB Sa’anin Padang Tahun 2012”. Tujuan yang penelitian diatas yaitu untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kekambuhan penderita halusinasi di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Prof. HB Sa’anin Padang Tahun 2012. Desain penelitian ini yaitu deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling.

  Hasil dari penelitian di atas yaitu Hasil analisa univariat menunjukkan lebih banyak (51,1%) responden memiliki dukungan keluarga yang kurang, dan lebih dari separoh (59,2%) memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi, dan hasil analisa chi-square dengan derajat kemaknaan p<0,05 menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara dukungan keluarga dengan tingkat kekambuhan penderita halusinasi di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Sa`anin Padang.

  Persaman penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu sama-sama meneliti tentang halusinasi.

  Perbedaan penelitian di atas menggunakan variabel dukungan keluarga dan tempat penelitian di Rumah Sakit Jiwa Prof. HB.Sa`anin Padang. Jika penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu menggunakan variabel kemampuan keluarga dan tempat penelitian di Desa karangsari Cilacap.

3. Kristina (2013) melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat

  Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Halusinasi Dengan Tingkat Kekambuhan Penderita Halusinasi Di RSDJ Surakarta”. Tujuan yang penelitian diatas yaitu untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan penderita halusinasi di RSDJ Surakarta. Desain penelitian ini yaitu cross sectional, pengambilan sampel dilakukan secara cursecutive sampling.

  Hasil penelitian di atas yaitu uji chi-square menunjukkan signifikan yaitu sebesar 47,001 (p= 0,000 < 0,05). Artinya ada hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan penderita halusinasi di RSJD Surakarta. Nilai koefisien kontigensi sebesar 0,581 berada pada antara 0,40-0,59 (hubungan cukup kuat) hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan penderita halusinasi di RSJD Surakarta pada kategori hubungan cukup kuat.

  Persaman penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu sama-sama meneliti tentang halusinasi.

  Perbedaan penelitian di atas menggunakan tempat penelitian di RSDJ Surakarta. Jika penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu menggunakan tempat penelitian di Desa karangsari Cilacap.

  4. Retno Twistiandayani,dkk. Melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh

  Terapi Tought Stopping Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada Pasien Skizofrenia”. Desain yang digunakan ”Quasi experimental pre- post test with control group”. Penetapan sampel dengan purposive sampling sebanyak 30 pasien rawat jalan di Poli Jiwa RS Kabupaten

  Gresik. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel independen: terapi thought stopping dan variabel dependen: kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi. Pengumpulan data dengan menggunakan lembar observasi dan wawancara terstruktur. Analisa data dengan menggunakan Wilcoxon Sign Rank Test dengan p=0,000 dan taraf signifikansi level 0,05, sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruh terapi thought stopping terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien schizofrenia di Poli Jiwa RS Kabupaten Gresik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat di simpulkan bahwa terapi thought stopping mampu meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien skizofrenia. Perawat di Poli Jiwa sebaiknya membuat implementasi asuhan keperawatan pasien halusinasi serta mempunyai alat ukur untuk menilai keberhasilan dari kegiatan yang dilakukan sehingga dapat diketahui kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi.

  Persamaan dalam penelitian ini sama-sama melakukan penelitian tentang halusinasi. Perbedaan:Dalam penelitian retno menggunakan penelitian kuasi experimen. Sampel yang digunakan menggunakan purpose sampling.

  Analisa data menggunakan wilcoxon sign rank. sedangkan penelitian saya menggunakan penelitian korelasi. Sampel yang digunakan dalam penelitian saya menggunakan total sampling. Analisa data menggunakan uji kolmogorov-smirnov.

5. Ersida,dkk. (2015) melakukan penelitian dengan judul “Home Visit

  Perawat dan Kemandirian Keluarga dalam Perawatan Halusinasi pada Pasien Schizophrenia”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan home visit dengan perawatan halusinasi pada pasien Schizophrenia di Puskesmas Dewantara dan Nisam Kabupaten Aceh Utara. Penelitian kuantitatif survey analitik dengan menggunakan desain cross-sectional ini dilakukan sejak tanggal 20 Agustus sampai dengan 20 November 2015 pada 108 orang anggota keluarga pasien sebagai sampel yang dikumpulkan melalui wawancara dan observasi. Hasil penelitian didapatkan 66.7% kegiatan home visit perawat aktif dan 66.7% perawatan halusinasi dilakukan secara mandiri. Terdapat hubungan antara home visit perawat yang aktif dengan kemandirian keluarga dalam perawatan halusinasi pada pasien Schizophrenia (p=0.000). Terdapat hubungan antara kegiatan client engagement yang aktif dengan kemandirian keluarga dalam perawatan halusinasi pada pasien Schizophrenia (p=0.000).

  Disarankan kepada keluarga agar dapat memanfaatkan kegiatan home visit sebagai sarana belajar dan memperoleh informasi, serta konsultasi terkait perawatan halusinasi pada pasien Schizophrenia.

  Persamaan dalam penelitian ini sama- sama melakukan penelitian tentang halusinasi. Sampel yang digunakan sama- sama menggunakan total sampling. Perbedaan dalam penelitian Ersida menggunakan penelitian kuantitatif survey analitik, dengan menggunakan desain crossectional dan analisa data menggunakan uji chi square. Dalam penelitian saya menggunakan penelitian korelasi. Analisa data menggunakan kolmogrov-smirnov.