BAB II TINJAUAN PUSTAKA - BAB II NOLARISA YULIASETIATI FARMASI'18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan sebagai bahan perbandingan dan kajian. Hasil-hasil penelitian yang dijadikan perbandingan tidak terlepas dari topik penelitian yaitu etnofarmakologi. Berdasarkan penelitian Astuti et al 2017 yang berjudul Pengaruh Ekstrak Temulawak pada Pakan sebagai Imunostimulan pada Ikan Tawes

  (Puntiusjavanicus dengan uji tantang bakteri), bahwa temulawak dapat memberikan imunostimulan yang mampu memberikan respon kekebalan tubuh ikan secara langsung terhadap antigen yang masuk ke dalam tubuh ikan.

  Penelitian Parlina Ningrum et al 2014 yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Annona muricata Linn. Terhadap Peningkatan Jumlah B220 pada Mus musculus diperoleh hasil bahwa senyawa flavonoid yang terkandung dalam daun sirsak berperan sebagai agen imunomodulator.

  Senyawa flavonoid dapat meningkatkan produksi IL-2 dan meningkatkan proliferasi limfosit.

  Penelitian Shakya 2015 yang berjudul Medicinal Uses Of Ginger (Zingeber officinale Roscoe) Improves growth and enhances immunity in aquaculture bahwa jahe sebagai imunostimulan dapat meningkatkan pertahanan bawaaan. Jahe merupakan antibiotik alami yang paling efektif sebagai imunostimulan dimana bubuk rimpang jahe mampu meningkatkan respon imunitas non spesifik pada ikan.

  Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yaitu terletak pada klasifikasi tanaman. Pada penelitian ini peneliiti menambahkan klasifikasi sampai pada bagian famili. Kemudian peneliti menambahkan tumbuhan yang digunakan secara tunggal dan ramuan dengan penyajian yang berbeda atau tabel yang berbeda dan pada penelitian ini terdapat 8 tanaman imunostimulan yang penggunaannya paling tinggi dan tanaman yang perlu diteliti lebih lanjut sehingga diperoleh hasil tumbuhan dengan famili yang paling banyak digunakan sebagai imunostimulan. Selain itu pada penelitian ini peneliti menemukan senyawa baru yang digunakan sebagai khasiat imunostimulan serta menemukan cara pengolahan dari tumbuhan tersebut.

  Berdasarkan proporsi pemanfaatan keragaman hayati di Banyumas, terlihat persentase tertinggi pada tanaman hias yaitu 23%, Tanaman obat presentasenya cukup tinggi yaitu 22% dan populasinya tersebar secara luas terutama di lereng gunung Slamet dengan berbagai tipe hutannya. Namun demikian pemanfaatannya masih terbatas pada keperluan sendiri atau keluarga dan belum bersifat komersial. Dalam jangka panjang potensi tersebut dapat dikembangkan untuk kesejahteraan dan peningkatan pendatapatan masyarakat desa hutan (Widhiono, 2009).

B. Landasan Teori 1. Definisi Etnofarmakologi

  Etnofarmakologi adalah ilmu yang mempelajari tentang tanaman dan farmakologinya untuk mencegah, mengobati penyakit umum, mendokumentaskan pengetahuan tradisional melalui evaluasi tanaman obat. (Mukherjee et al 2010) .

  Etnofarmakologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kegunaan tanaman yang memiliki efek farmakologi yang memiliki hubungan dengan pengobatan dan pemeliharaan kesehatan oleh masyarakat sekitar (suku). Kajian etnofarmakologi adalah kajian yang berfungsi sebagai obat atau ramuan yang diolah oleh penduduk sekitar dan digunakan sebagai pengobatan (Hadju et al 2016). Etnofarmakologi adalah cabang ilmu dari etnobotani yang digunakan untuk pengobatan (Permatasari, 2011) 2.

   Tanaman Obat

  a. Definisi Tanaman Obat Tanaman obat lebih mudah didapatkan, karena sengaja ditanam oleh masyarakat seperti dikebun maupun halaman rumah, tidak hanya sengaja ditanam masyarakat namun sering kali tumbuh liar di sekitar rumah. Yang digunakan sebagai pengobatan untuk pertolongan utama seperti batuk, demam. Oleh karena itu kebanyakan pengobatan yang dilakukan masyarakat banyak menggunakan tanaman herbal atau rempah yang diolah menjadi jamu (Nursiyah, 2013).

  Tanaman obat adalah aneka tanaman obat yang dikenal sebagai tanaman untuk obat-obatan. Tanaman obat dapat dengan mudah ditemukan disekitar kita karena Indonesia mengenal pengobatan herbal sudah sejak beribu tahun yang lalu (Suparni et al; 2012). Tanaman obat merupakan spesies tanaman yang diketahui, dipercaya dan benar-benar berkhasiat sebagai obat (Utami dan Puspaningtyas, 2013).

  Pengertian berkhasiat obat adalah mengandung zat aktif yang berfungsi mengobati penyakit tertentu atau jika tidak menganung resultan/sinergi dari berbagai zat yang berfungsi menobati (Indriati, 2014). Menurut Yatias (2015) tanaman obat terbagi dalam tiga jenis, yaitu: 1) Tanaman obat tradisional, merupakan spesies tumbuhan yang telah diketahui atau dipercaya masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. 2) Tanaman obat modern, merupakan spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis. 3) Tanaman obat potensial, merupakan spesies tumbuhan yang diduga mengandung atau memiliki senyawa atau bahan bioaktif obat, tetapi belum dibuktikan penggunaannya secara ilmiah- medis sebagai bahan obat dan penggunaannya secara tradisional belum diketahui. b. Penggunaan Tanaman Obat Penggunaan tanaman sebagai obat biasanya masyarakat menggunakan dengan cara ditempelkan, diminum, dimakan atau diremas, untuk mencuci/mandi, dihirup ini dilakukan utuk mendapatkan efek terapi yang diinginkan. Penggunaan tanaman obat masih sering digunakan oleh masyarakat sekitar. Sesuai dengan keinginan pemerintah dalam mengembangkan tentang penggunaan obat tradisional secara empiric dan ramuan tradisional, dalam penggunaan obat tradisional ini tidak hanya untuk menyembuhkan penyakit, tetapi juga untuk menjaga dan memulihkan kesehatan, dimana keampuhan pengobatannya banyak dibuktikan melalui pengalaman (Prajana Mita, 2015).

  c. Bagian-bagian Tanaman Obat yang dimanfaatkan Bagian-bagian tanaman obat yang digunakan secara umum sebagai obat adalah:

  1) Rimpang (Rhizome) misalnya kunyit, jahe, temulawak 2) Daun (Folium) misalnya harub, rumput bulu, embung, luntas, tempera, setempuli, rumput pacar, katuk, merpeta, bentaleng, sangkarut

  3) Akar (Radix) misalnya halalang, bopot, celopai, kunceng, Rumput pacar, pacar air, dan cempaka

  4) Umbi (Tuber) misalnya bawang merah, bawang putih, teki 5) Batang (Cauli) kayu putih, turi, brotowali 6) Bunga (Flos) misalnya serempuli, jagung, piretri, dan cengkih 7) Buah (Fruktus) misalnya pinang, perija, asam jawa, delima, kapulaga, dan mahkota dewa 8) Biji (Semen) misalnya petai cina, saga, pinang, jamblang, dan pala 9) Kayu (Lignum) misalnya secang, bidara laut, dan cendana jenggi 10) Kulit kayu (Cortex) misalnya pule, kayu manis, dan pulosari 11) Seluruh tanaman (Herba) misalnya sambiloto, patikan kebo, dan meniran

  3. Pengobat Tradisional

  Battra adalah orang yang diakui oleh masyarakat sebagai orang yang mampu melakukan pengobatan secara tradisional. Yang mengetahui tentang tanaman obat, dan mengetahui tentang meramu obat, yang melakukan praktek pengobatan tradisional. Pengetahuan tentang pengobatan tradisional diperoleh secara turun-temurun (Ristoja, 2015).

  4. Sistem Imunitas

  Imunitas adalah perlindungan terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi perlindungan terhadap infeksi. Sel dan molekul yang bertanggung jawab atas imunitas disebut sistem imun dan respon komponennya secara bersama dan terkoordinasi disebut respon imun. Lingkungan disekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen, misalnya bakteri, virus, fungus, protozoa dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi yang terjadi pada orang normal umumnya singkat dan jarang meninggalkan kerusakan permanaen. Hal ini disebabkan tubuh manusia memiliki suatu sistem yang disebut sistem imun yang memberikan respon dan melindungi tubuh terhadap unsur-unsur patogen tersebut (Kresno, 2010).

  Respon imun sangat tergantung pada kemampuan sistem imun untuk mengenali molekul asing (antigen) yang terdapat pada patogen potensial dan kemudian membangkitkan reaksi yang tepat untuk menyingkirkan sumber antigen yang bersangkutan. Proses pengenalan antigen dilakukan oleh unsur utama sistem imun yaitu limfosit yang kemudian diikuti oleh fase efektor yang melibatkan berbagai jenis sel. Pengenalan antigen sangat penting dalam fungsi sistem imun normal, karena limfosit harus mengenal semua antigen pada patogen potensial dan pada saat yang sama ia harus mengabaikan moleku-molekul jaringan tubuh sendiri (toleransi). Untuk mengatasi hal itu, limfosit pada seorang individu melakukan diversifikasi selama perkembangannya demikian rupa sehingga populasi limfosit secara keseluruhan mampu mengenal molekul asing dan membedakannya dari molekul jaringan atau sel tubuh sendiri (Kresno, 2010).

  Bila sistem imun terpapar pada zat yang dianggap asing, maka ada dua jenis respon imun yang mungkin terjadi, yaitu respon imun non spesifik (bawaan) dan respon imun spesifik (didapat). Respon imun spesifik umumnya merupakan imunitas bawaan dalam arti bahwa respon terhadap zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah terpapar pada zat tersebut, sedangkan respon imun spesifik merupakan respon didapat yang timbul terhadap antigen yang tertentu, dan pernah terpapar sebelumnya (Kresno, 2010). Salah satu bidang baru dalam farmakologi adalah imunomodulator. Imunomodulator yaitu mengembangkan bahan-bahan yang dapat meningkatkan respon imun dari pada menekannya imunomodulator adalah bahan (obat) yang dapat mengembalikan ketidakseimbangan sistem imun. Cara kerja imunomodulator adalah mengembalikan fungsi sistem imun yang terganggu (imunrestorasi), memperbaiki fungsu sistem imun (imunostimulasi) dan menekan respon imun (imunosupresi) (Nugroho, 2012). Imunostimulan adalah bahan yang dapat meningkatkan kerja komponen-komponen sistem imun (Baratawidjaja dan Rengganis 2010). Oleh karena itu adanya senyawa kimia yang dapat meningkatkan aktivitas sistem imun sangat membantu untuk mengatasi penurunan sistem imun dan senyawa-senyawa tersebut dapat diperoleh dari tumbuh- tumbuhan (Nugroho, 2012).