BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Pemecahan Masalah - PENGARUH PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DENGAN STRATEGI TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN SELF EFFICACY SISWA SMP N 1 KARANGPUCUNG -

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Pemecahan Masalah Masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon. Namun, tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu

  pertanyaan akan menjadi masalah jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui si pelaku (Shadiq, 2004). Setiap masalah harus ada pemecahan masalah. Menurut Nasution (2009) pemecahan masalah berarti menyelesaikan tantangan dalam menjawab masalah. Pemecahan masalah merupakan perluasan yang wajar dari belajar aturan. Dalam memecahkan masalah kita perlu mempelajari aturan. Tidak sekadar menerapkan aturan-aturan yang diketahui, akan tetapi juga menghasilkan pelajaran baru.

  Menurut NCTM (2000) pemecahan masalah berarti melibatkan diri dalam tugas yang metode solusinya tidak diketahui sebelumnya. Dalam menyelesaikan masalah tersebut memerlukan waktu yang lebih lama dari biasanya karena suatu masalah memuat tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh prosedur rutin. Solso (2007) menyatakan pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi atau jalan keluar untuk suatu masalah yang

  8 spesifik. Polya (1973) mengemukakan pendapatnya bahwa secara umum terdapat empat tahap kemampuan pemecahan masalah, yaitu: memahami masalah (understanding the problem), membuat rencana penyelesaian (deising a plan), menyelesaikan masalah sesuai rencana (carrying out the plan ), dan memeriksa hasil penyelesaian masalah (looking back).

  Menurut John Dewey (Nasution, 2009) terdapat langkah-langkah yang diikuti dalam pemecahan masalah, yaitu: 1) Pelajar dihadapkan dengan masalah 2) Pelajar merumuskan masalah itu 3) Ia merumuskan hipotesis 4) Ia menguji hipotesis itu

  Terdapat empat langkah penting yang harus dilakukan dalam proses pemecahan masalah menurut Shadiq (2004), yaitu: 1) Memahami masalahnya 2) Merencanakan cara penyelesaian 3) Melaksanakan rencana 4) Menafsirkan hasilnya

  Dalam langkah memahami masalah siswa harus dapat menentukan dengan cermat apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam soal yang akan menjadi arah dalam pemecahan masalah. Hal-hal yang diketahui tidak hanya dibayangkan dalam otak yang sangat terbatas kemampuannya, namun dapat dituangkan ke dalam kertas. Merencanakan cara penyelesaian siswa dituntut untuk membuat model matematika dari soal yang diberikan. Lalu dalam langkah melaksanakan rencana siswa dituntut menyelesaikan model matematika yang telah dibuatnya. Dan pada tahap terakhir menafsirkan hasilnya siswa dituntut untuk dapat menyimpulkan hasil yang diperolehnya.

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah usaha dari seseorang untuk dapat menyelesaikan sebuah pertanyaan dengan menemukan jalan atau solusi untuk memecahkan masalah dengan melibatkan dirinya dalam mengatasi pertanyaan atau soal yang memiliki tantangan. Berdasarkan tahapan pemecahan masalah, berikut ini tahapan dengan indikatornya yang akan digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah yaitu sesuai tahapan Polya sebagai berikut:

  Indikator kemampuan pemecahan masalah berdasarkan tahapan menurut Polya.

Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah

  Tahapan Pemecahan Masalah Indikator Memahami masalah Siswa dapat menetukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam soal yang diberikan.

  Membuat rencana penyelesaian Siswa dapat menentukan rumus mana yang dapat digunakan dalam soal.

  Menyelesaikan masalah sesuai rencana Siswa dapat menyelesaikan soal sesuai dengan rumus yang telah dibuat.

  Memeriksa hasil penyelesaian Siswa dapat memeriksa hasil yang telah dikerjakan.

2. Self Efficacy

  Menurut Santrock (2007) self-efficacy adalah keyakinan bahwa seseorang dapat menguasai sebuah situasi dan memberikan hasil yang diinginkan. Self-efficacy merupakan faktor penting dalam menjelaskan apakah siswa tersebut akan berhasil atau tidak. Hal ini karena siswa yang memiliki keyakinan terhadap dirinya sendiri secara tidak sadar akan dapat memotivasi dirinya untuk bisa.

  Menurut Ormrod (2008), self-efficacy adalah penilaian seseorang tentang kemampuannya sendiri untuk menjalankan perilaku tertentu atau mencapai tujuan tertentu. Setiap orang akan lebih mungkin terlibat dalam perilaku tertentu ketika mereka yakin bahwa mereka akan mampu menjalankan perilaku tersebut dengan sukses. Self-efficacy membantu seseorang dalam menentukan pilihan, usaha mereka untuk maju, kegigihan, ketekunan yang mereka tunjukan dalam menghadapi kesulitan, dan derajat kecemasan atau ketenangan yang mereka alami saat mereka mempertahankan keputusan-keputusan yang mencakup kehidupan mereka.

  Ormrod (2008) menyebutkan beberapa perilaku yang dipengaruhi oleh self-efficacy yaitu sebagai berikut: 1) Pilihan aktivitas

  Self efficacy mempengaruhi pilihan siswa terhadap aktivitas-

  aktivitas yang akan ia lakukan. Antara siswa yang memiliki self-

  efficacy rendah akan berbeda pilihan aktivitasnya dengan siswa yang memiliki self-efficacy tinggi. Pada saat belajar siswa yang memiliki

  self-efficacy rendah ia akan menghindari tugas-tugas atau soal-soal

  yang menantang. Namun, hal ini akan berbeda dengan siswa yang memiliki self-efficacy tinggi. Pada saat belajar siswa yang memiliki

  self-efficacy tinggi mereka akan cenderung untuk lebih bersemangat

  dalam menyelesaikan tugas-tugas ataupun soal-soal terutama untuk tugas-tugas atau soal-soal yang menantang.

  2) Tujuan Orang yang memiliki self-efficacy tinggi akan dengan percaya diri menetapkan tujuan yang lebih tinggi bagi dirinya. Bila seseorang merasa mampu melakukan tugas-tugas dalam karir tertentu maka ia akan memilih karir tersebut.

  3) Usaha dan Persistensi

  Siswa yang memiliki self-efficacy tinggi akan cenderung untuk

  lebih bersemangat dalam menyelesaikan tugas ataupun soal terutama untuk tugas atau soal yang menantang. Saat menghadapi tugas atau soal yang menantang siswa yang memiliki self-efficacy tinggi akan terus berusaha pantang menyerah dalam mengerjakan tugas tersebut sampai masalah tersebut terpecahkan. Sedangkan siswa yang memiliki self-efficacy rendah akan bersikap kebalikannya. Ia akan mudah menyerah saat menghadapi soal yang sulit.

  4) Pembelajaran dan prestasi Orang dengan self-efficacy tinggi akan cenderung lebih banyak belajar dan berprestasi daripada mereka yang memiliki self-efficacy rendah.

  Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan self-

  efficacy menurut Ormrod (2008), di antaranya adalah:

  a) Keberhasilan dan kegagalan pembelajar sebelumnya

  b) Pesan yang disampaikan orang lain

  c) Keberhasilan dan kegagalan orang lain d) Keberhasilan dan kegagalan dalam kelompok yang lebih besar.

  Menurut Bandura (1997) ada tiga dimensi sebagai pengukuran tingkat self-efficacy, yaitu sebagai berikut:

  1) Level

  Pada dimensi ini tingkat self-efficacy hanya diukur berdasarkan tingkatan atau level seseorang terhadap usaha dalam menyelesaikan level tersebut. Dalam mengerjakan tugas tertentu self-efficacy setiap orang hanya sebatas tingkat kesukaran yang rendah, sedang, atau tinggi saja.

  2) Strenght

  Keyakinan dalam diri seseorang juga dapat dibedakan pada tingkatan kemantapan orang tersebut terhadap keyakinannya. Hal ini disebut dengan kekuatan (strenght).

  3) General Self-efficacy juga dapat dibedakan berdasarkan general artinya

  seberapa self-efficacy yang dimiliki seseorang untuk dapat digeneralisasikan ke dalam situasi yang lain.

  Pada penelitian ini indikator self-efficacy dikembangkan dari dimensi-dimenasi yang dikemukakan oleh Bandura (1997), yaitu level,

  strenght, dan general. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini

  yaitu;

Tabel 2.2 Indikator Self-efficacy

  Dimensi Indikator Level 1. Siswa mampu menyelesaikan tugas.

  2. Siswa mampu menghadapi tugas yang sulit.

  Strenght

  1. Keyakinan siswa terhadap usahanya dalam mencapai tujuan.

  2. Keyakinan siswa pada kemampuannya sendiri dalam bertahan untuk menyelesaikan tugas.

  General

  1. Siswa mampu menyikapi situasi yang berbeda dengan baik.

  2. Siswa konsisten pada tugas atau aktivitasnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa self-efficacy adalah keyakinan pada kemampuan sendiri dalam menyelesaikan masalah. Indikator self-efficacy pada penelitian ini dikembangkan dari dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Bandura (1997) yaitu Level, Strenght, General.

3. Problem Based Learning (PBL)

  Landasan teori pembelajaran berbasis masalah adalah

  kolaborativisme , yaitu suatu perspektif yang berpendapat bahwa siswa

  akan menyusun pengetahuan dengan cara membangun penalaran dari semua pengetahuan yang sudah dimilikinya dan dari semua itu akan memperoleh hasil dari kegiatan berinteraksi dengan sesama individu.

  Adapun pendapat Hamruni (Suyadi, 2013) mengemukakan bahwa PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya. Adapun karakteristik dari PBM menurut Min Liu (Shoimin,2014), yaitu;

  1. Learning is student-centered Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori kontruktivisme dimana siswa di dorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri.

  2. Authentic problems form the organizing focus for learning Masalah yang disajikan kepada siswa dalah masalah yang otentik sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.

  3. New information is acquired through self-directed learning Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya sehingga siswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya.

  4. Learning occurs in small groups Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaboratif, PBM dilaksanakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas.

  5. Teachers act as facilitators Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sabagai fasilitator.

  Meskipun begitu, guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan mendorong mereka agar mencapai target yang hendak dicapai.

  Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan menggunakan PBL terdapat langkah-langkah yang akan dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung. Menurut Hamruni (Suyadi, 2013), terdapat enam langkah untuk dapat menerapkan strategi pembelajaran berbasis masalah ini, yaitu: 1) Menyadari adanya masalah

  Pada tahap ini guru dapat menunjukkan adanya gap atau kesenjangan antara realitas yang terjadi dengan idealitas atau yang dikehendaki. 2) Merumuskan masalah

  Setelah siswa mampu menangkap gap atau kesenjangan dalam masalah tersebut maka guru perlu membantu siswa untuk merumuskan masalah, sehingga menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih fokus dan spesifik.

  3) Merumuskan hipotesis Apabila siswa sudah mampu merumuskan masalah secara spesifik, maka mereka harus mampu merumuskan hipotesis. Guru membantu siswa untuk dapat merumuskan masalah dengan tepat. 4) Mengumpulkan data

  Guru mendorong siswa untuk mendapatkan atau mengumpulkan data yang relevan secepat mungkin, kemudian mengorganisasikannya, serta menyajikannya secara skematis atau terpetakan, sehingga mudah dipahami.

  5) Menguji hipotesis Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan, guru membantu siswa untuk mampu menguji hipotesis yang diajukan pada langkah ke-tiga. 6) Menentukan pilihan penyelesaian

  Guru membantu siswa untuk memilih alternatif penyelesaian masalah secara bijaksana.

  Selain itu, menurut Ibrahim dan Nur (Rusman, 2013) menguraikan langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah, yaitu:

Tabel 2.3 Langkah-Langkah PBL

  Tahapan Perilaku Guru Fase 1: Orientasi siswa Menjelaskan tujuan pembelajaran, kepada masalah menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.

  Fase 2: Mengorganisasi Membantu siswa mendefinisikan dan siswa untuk belajar mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Fase 3: Membimbing Mendorong siswa untuk mengumpulkan pengalaman individual/ informasi yang sesuai, melaksanakan kelompok eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Fase Membantu siswa dalam merencanakan 4:Mengembangkan dan menyiapkan karya yang sesuai dan menyajikan hasil seperti laporan, dan membantu mereka karya untuk berbagai tugas dengan temannya. Fase 5: Menganalisis Membantu siswa untuk melakukan dan mengevaluasi refleksi atau evaluasi terhadap proses pemecahan penyelidikan mereka dan proses yang masalah mereka gunakan.

  Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa PBL adalah pembelajaran yang dimulai dengan memberikan masalah kepada siswa, dimana masalah yang diberikan merupakan masalah yang berkaitan dengan permasalahan dalam konteks dunia nyata, selanjutnya siswa memecahkan masalah tersebut dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki siswa sebelumnya untuk menemukan pengetahuan baru.

4. Team-Assisted Individualization (TAI)

  Team Assisted Individualization (TAI) adalah bantuan individual dalam kelompok dengan karakteristik bahwa tanggung jawab belajar ada pada siswa. Siswa harus mampu membangun pengetahuan tidak menerima bantuan langsung atau dalam bentuk jadi dari guru. TAI menggabungkan kooperatif dengan pengajaran individual. Menurut Slavin sintak strategi pembelajaran bantuan individual dalam kelompok (BidaK) adalah (1) buat kelompok heterogen dan berikan bahan ajar berupa modul, (2) siswa belajar kelompok dengan dibantu oleh siswa pandai anggota kelompok secara individual, saling tukar jawaban, saling berbagi sehingga terjadi diskusi, (3) penghargaan kelompok dan refleksi serta tes formatif (Suyatno, 2009)

  TAI memiliki dasar pemikiran untuk mengadaptasi pengajaran terhadap perbedaan individual berkaitan dengan kemampuan siswa maupun pencapaian prestasi siswa (Slavin, 2009). Perbedaan individualisasi pengajaran tersebut yaitu siswa memasuki kelas dengan pengetahuan, kemampuan, dan motivasi yang sangat beraagam. Dalam strategi TAI diterapkan bimbingan antar teman. Siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi akan bertanggung jawab terhadap siswa yang mempunyai kemampuan akademik kurang. Dengan hal itu maka siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilannya, sedangkan siswa yang mempunyai kemampuan akademik kurang dapat terbantu dalam menyelesaikan permasalahan yang ia hadapi dalam pembelajaran.

  Menurut Shoimin (2014) Team Assisted Individualization (TAI) memiliki delapan komponen, yaitu: 1) Placement Test, pada langkah ini guru memberikan tes awal (pre-

  

test) kepada siswa. Cara ini bisa digunakan dengan mencermati rata- rata nilai harian atau nilai pada bab sebelumnya yang diperoleh siswa, sehingga guru dapat mengetahui kekurangan siswa pada bidang tertentu. 2) Teams, langkah ini cukup penting dalam penerapan strategi pembelajaran tipe Team AssistedIndividualization. Pada tahap ini guru membentuk kelompok-kelompok yang bersifat heterogen yang terdiri dari 4-5 siswa.

  3) Teaching Group, guru memberikan materi secara singkat menjelang pemberian tugas kelompok.

  4) Student Creative, pada sintak ini guru perlu menekankan dan menciptakan persepsi bahwa keberhasilan setiap siswa (individu) ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya. 5) Team Study, pada sintak team study siswa belajar bersama dengan mengerjakan LKS yang diberikan dalam kelompoknya. Pada sintak ini guru juga memberikan bantuan secara individual kepada siswa- siswa yang membutuhkan dengan dibantu siswa-siswa yang memiliki kemampuan akademis tinggi di dalam kelompok tersebut yang berperan sebagai peer tutoring (tutor sebaya).

  6) Fact Test, guru memberikan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa. Misalnya dengan memberikan kuis dan sebagainya.

  7) Team Score and Recognition, guru memberikan skor pada hasil kerja kelompok dan mem berikan “gelar” penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas. Misalnya dengan menyeb ut mereka sebagai “kelompok Ok”, “kelompok luar biasa” dan sebagainya.

  8) Whole-Class Unit, pada sintak ini guru menyajikan kembali materi di akhir bab dengan strategi pemecahan masalah untuk seluruh siswa kelas di kelasnya.

  Strategi Team Assited Individualization (TAI) dirancang untuk memperoleh manfaat yang sangat besar dari potensi sosialisasi yang terdapat dalam PBL. Menurut Slavin (2009) TAI juga dirancang untuk memuaskan kriteria berikut ini untuk menyelesaikan masalah-masalah teoretis dan praktis dari sistem pengajaran individual: 1) Dapat meminimalisir keterlibatan guru dalam pemeriksaan dan pengelolaan rutin.

  2) Guru setidaknya akan menghabiskan separuh dari waktunya untuk mengajar kelompok-kelompok kecil.

  3) Operasional program tersebut akan sedemikian sederhananya sehingga para siswa di kelas tiga ke atas dapat melakukannya.

  4) Para siswa akan termotivasi untuk memperlajari materi-materi yang diberikan dengan cepat dan akurat, dan tidak akan bisa berbuat curang atau menemukan jalan pintas.

  Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa Team Assisted

  

Individualization (TAI) adalah strategi pembelajaran yang dilakukan

  dengan membentuk kelompok kecil yang heterogen dan bimbingan antar teman. Dimana Siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi akan bertanggung jawab terhadap siswa yang mempunyai kemampuan akademik kurang untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru. Di dalam Team Assisted Individualization (TAI) ada delapan komponen yaitu: placement test, teams, teaching group, student creative,

team study, fact test, teams score and recognition, and whole class unit.

5. Problem Based Learning (PBL) dengan Strategi Team-Assisted

  Individualization (TAI) Problem Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang

  berorientasi pada pemecahan masalah. Pada mulanya siswa diberikan masalah yang berkaitan dengan permasalahan sehari-hari lalu masalah tersebut dipecahkan bersama dalam diskusi kelompok. Dalam pelaksanaan diskusi tidak semua siswa ikut terlibat aktif. Kadang ada beberapa siswa yang pasif saat berdiskusi. Oleh karena itu perlu adanya strategi untuk mengatasi hal tersebut, salah satunya dengan menerapkan strategi Team Assisted Individualization (TAI). Team Assisted

  Individualization (TAI) ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar

  siswa secara individual karena tipe ini mengkombinasikan keunggulan individual dan pembelajaran kooperatif.

  PBL dengan strategi TAI ini memaksimalkan

  Penerapan

  kemampuan individu siswa. Siswa masuk kelas dengan pengetahuan, kemampuan, dan motivasi yang beragam dengan cara pembentukan kelompok heterogen. Setiap kelompok mempunyai siswa dengan kemampuan beragam dari mulai yang berkemampuan akademis tinggi sampai dengan rendah. Selanjutnya pemberian persepsi oleh guru bahwa keberhasilan setiap individu ditentukan oleh kelompoknya, sehingga pada saat diskusi dalam satu kelompok siswa yang mempunyai kemampuan akademis tinggi akan memberikan bimbingan kepada anggota kelompok yang mempunyai akademis kurang. Selain mendapatkan bimbingan dari siswa yang berkemampuan akademis tinggi, siswa yang akademisnya kurang juga akan dibantu oleh guru. Di akhir pembelajaran kelompok yang sukses dalam hasil diskusi kelompok akan diberikan penghargaan oleh guru.

  Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diuraikan langkah-langkah PBL dengan strategi Team Assisted Individualization (TAI) sebagai berikut:

Tabel 2.4 Langkah-Langkah PBL dengan Strategi TAI

  Tahapan Perilaku Guru Fase 1: Orientasi siswa pada masalah

  1. Guru memberikan masalah yang berkaitan dengan permasalahan dunia nyata dengan membagikan Lembar Kerja Kelompok (LKK) kepada setiap siswa. Lalu guru meminta siswa untuk mengamati.

  2. Guru membantu siswa dalam mengidentifikasi dan mengkoordinasi LKK yang diberikan selama proses mencoba dilakukan siswa. Fase 2: Mengorganisasi siswa untuk belajar

  3. Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok heterogen dengan anggota kelompok empat siswa. Pembagian kelompok ini berdasarkan rata-rata nilai ulangan harian siswa.

  (Placement Test dan Teams)

  4. Guru memberikan materi sesuai LKK Tahapan Perilaku Guru yang diberikan. (Teaching Group)

  5. Guru menekankan dan menciptakan persepsi bahwa keberhasilan setiap siswa ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya dalam memecahkan masalah dengan cara saling berdiskusi.

  (Student Creative)

  Fase 3: Membimbing

  6. Guru mengawasi jalannya diskusi penyelidikan individu kelompok dalam membahas dan kelompok penyelesaian LKK yang diberikan.

  

(Team Study)

  7. Guru meminta siswa berkemampuan tinggi untuk membantu siswa yang berkemampuan rendah dalam kelompoknya.

  8. Guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkan. Fase 4:

  9. Guru meminta siswa untuk Mengembangkan dan mempresentasikan hasil diskusi LKK di menyajikan hasil karya depan kelas.

  10. Guru memberikan kesempatan kepada siswa lain untuk bertanya atau menanggapi hasil diskusi yang sedang dipresentasikan. Fase 5: Menganalisa

  11. Guru memberikan kuis untuk dan mengevaluasi dikerjakan secara individual (Fact Test) proses pemecahan

  12. Guru memberikan simpulan dengan masalah menekankan strategi penyelesaian masalah. (Whole-Class Unit)

  13. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang sukses dalam diskusi.

  (Teams Score and Team Recognition)

  Adapun perbedaan antara Problem Based Learning (PBL) dan (PBL) dengan strategi Team Assisted

  Problem Based Learning Individualization (TAI) sebagai berikut:

Tabel 2.5 Perbedaan Antara PBL dan PBL dengan strategi TAI

  Teams)

  6. Guru meminta siswa berkemampuan tinggi untuk membantu siswa yang berkemampuan rendah dalam kelompoknya.

  7. Guru membantu siswa dalam mengumpulkan informasi agar siswa

  6. Guru membimbing kepada setiap kelompok dalam bekerja sama dengan anggota kelompoknya dalam menyelesaikan LKK.

  Fase 3: Membimbing penyelidikan individu dan kelompok

  5. Guru menekankan dan menciptakan persepsi bahwa keberhasilan setiap siswa ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya dalam memecahkan masalah dengan cara saling berdiskusi. (Student Creative)

  Group)

  4. Guru memberikan materi sesuai LKK yang diberikan. (Teaching

  3. Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok heterogen dengan anggota kelompok empat siswa. Pembagian kelompok ini berdasarkan rata-rata nilai ulangan harian siswa. (Placement Test dan

  PBL PBL dengan strategi TAI Fase 1: Orientasi siswa pada masalah

  5. Guru membantu siswa dalam mengidentifikasi dan mengkoordinasi LKK yang diberikan.

  4. Guru memberikan LKK yang berkaitan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari yang dibagikan kepada setiap kelompok.

  3. Guru meminta siswa untuk berkelompok ke dalam beberapa kelompok dengan anggota masing-masing 4-5 orang.

  2. Guru membantu siswa dalam mengidentifikasi dan mengkoordinasi LKK yang diberikan selama proses mencoba dilakukan siswa. Fase 2: Mengorganisasi siswa untuk belajar

  1. Guru memberikan masalah yang berkaitan dengan permasalahan dunia nyata dengan membagikan Lembar Kerja Kelompok (LKK) kepada setiap siswa. Lalu guru meminta siswa untuk mengamati.

  2. Guru meminta siswa mengamati dan menanggapi pertanyaan guru mengenai permasalahan tersebut

  1. Guru memberikan masalah yang berkaitan dengan permasalahan dunia nyata.

  7. Guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang PBL PBL dengan strategi TAI dapat menyelesaikan masalah pada LKK. membutuhkan. Fase 5: Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

  8. Guru dan siswa membahas bersama pendapat yang telah dikemukakan siswa dan melakukan evaluasi dari hasil presentasi.

  9. Guru dan siswa bersama- sama menyimpulkan hasil pembelajaran yang diperoleh.

  11. Guru memberikan soal evaluasi.

  8. Guru memberikan soal evaluasi untuk dikerjakan secara individual

  (Fact Test)

  9. Guru memberikan simpulan dengan menekankan strategi penyelesaian masalah. (Whole-

  Class Unit)

  11. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang sukses dalam diskusi. (Teams Score and

  Team Recognition) B.

   Penelitian Relevan

  Penelitian yang dilakukan oleh Taufik (2015) yaitu berdasarkan hasil uji hipotesis dengan Independent Samples Test diperoleh kemampuan komunikasi matematis siswa yangmengikuti strategi TPS dalam PBL lebih baik dibandingkan dengan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti PBL. Penelitian yang dilakukan Taufik dengan peneliti memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan terletak pada jenis penelitian dan model pemebelajaran. Penelitian Taufik dan penelitian peneliti sama-sama melakukan penelitian eksperimen. Model pembelajaran yang digunakan Taufik dan peneliti adalah PBL. Perbedaannya terletak pada sumber data penelitian, strategi pemebelajaran, dan kemampuan kognitif. Sumber data penelitian Taufik adalah siswa SMP. Strategi pembelajaran yang digunakan Taufik menggunakan strategi TPS, sedangkan strategi pembelajaran yang digunakan peneliti menggunakan strategi TAI. Selain sumber data penelitian dan strategi pembelajaran penelitian Taufik dan peneliti juga berbeda pada kemampuan kognitif yang diujikan. Taufik menguji kemampuan komunikasi matematis sedangkan peneli menguji kemampuan pemecahan masalah matematis.

  Penelitian yang dilakukan oleh Dian (2015) menyatakan bahwa kelas yang diajar dengan menggunakan PBL dengan strategi TPS berpengaruh terhadap kemampuan koneksi matematis siswa SMP N 1 Binangun. Penelitian yang dilakukan Dian memiliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti, yaitu terletak pada jenis penelitian, sumber data penelitian, dan model pembelajaran. Penelitian Dian dan peneliti sama-sama merupakan penelitian eksperimen. Sumber data penelitian Dian dan peneliti adalah siswa SMP. Model pembelajaran yang digunakan Dian dan peneliti sama-sama menggunakan model pembelajaran PBL. Perbedaan penelitian Dian dan penelitian peneliti terletak pada strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran yang digunakan Dian menggunakan strategi TPS sedangkan strategi pembelajaran yang digunakan peneliti menggunakan strategi TAI. Selain strategi pembelajaran penelitian Dian dan peneliti juga mempunyai perbedaan pada kemampuan kognitif. Penelitian Dian menguji kemampuan koneksi matematis sedangkan peneliti menguji kemampuan pemecahan masalah matematis.

  Penelitian yang dilakukan Ida Fikriyah (2016) menyatakan bahwa pada kelompok kemampuan pemecahan masalah tinggi siswa termasuk level abstraks diperluas, pada kelompok kemampuan pemecahan masalah rendah termasuk level relation dan level prastruktural. Penelitian Ida dan peneliti memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan penelitian Ida dan penelitian adalah sama-sama meneliti kemampuan pemecahan masalah. Perbedaannya terletak pada jenis penelitian dan sumber data penelitian. Jenis penelitian Ida menggunakan deskripsi kualitatif sedangkan penelitian peneliti menggunakan penelitian eksperimen. Sumber data penelitian Ida adalah siswa SMK, sedangkan sumber data peneliti adalah siswa SMP.

  Beberapa penelitian di atas memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan pengaruh PBL dengan strategi TAI. Penelitian ini dilakukan sebagai tindak lanjut untuk melengkapi dan memperbaiki kekurangan dari penelitian sebelumnya. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa belum ada penelitian yang sama dengan peneliti, yaitu pengaruh

  Problem Based Learning (PBL) dengan strategi Team Assisted Individualization (TAI) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis

  dan self-efficacy siswa SMP Negeri 1 Karangpucung.

C. Kerangka Pikir

  Pada pembelajaran matematika siswa hanya menghafal rumus dan terpaku pada apa yang dicontohkan, sehingga siswa menjadi kurang terlatih dalam mengembangkan kemampuannya dan sering dianggap sebagai pembelajaran yang membosankan. Sehingga perlu adanya strategi pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran karena strategi pembelajaran merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran. Strategi pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru salah satunya yaitu strategi TAI. Strategi TAI adalah strategi pembelajaran yang dilakukan dengan membentuk kelompok kecil yang heterogen dan bimbingan antar teman. Strategi TAI dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual atau perorangan. Selain strategi pembelajaran, untuk mengoptimalkan tercapainya tujuan pembelajaran diperlukan adanya suatu model pembelajaran. Salah satu model yang dapat digunakan adalah PBL. PBL merupakan model pembelajaran yang dimulai dengan memberikan masalah kepada siswa, dimana masalah yang diberikan merupakan masalah yang berkaitan dengan permasalahan dalam konteks dunia nyata. Dengan adanya permasalahan, siswa belajar untuk menyelesaikannya. Salah satu kemampuan siswa yang perlu dimiliki adalah kemampuan pemecahan masalah. Di dalam pemecahan masalah, siswa tidak hanya dapat untuk memecahkan masalah tetapi juga dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya. Siswa dapat menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Selain kemampuan kognitif siswa juga perlu memiliki kemampuan afektifnya, salah satunya yaitu self-efficacy. Self-efficacy perlu dimiliki setiap siswa karena self-efficacy adalah keyakinan pada kemampuan sendiri dalam menyelesaikan masalah. Dalam menyelesaikan masalah pada ada tingkatannya yaitu level, stenght, dan general.

  self-efficacy

  Langkah awal dalam pembelajaran menggunakan model PBL dengan strategi TAI yaitu orientasi siswa pada masalah. Pada tahap ini guru memberikan masalah yang berkaitan dengan permasalahan dunia nyata. Pada langkah kedua yaitu mengorganisasi siswa untuk belajar, pada langkah ini guru menekankan dan menciptakan persepsi bahwa keberhasilan setiap siswa ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya dalam memecahkan masalah dengan cara berdiskusi. Langkah ketiga yaitu membimbing penyelidikan individu dan kelompok, pada langkah ini guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkan dan siswa yang berkemampuan tinggi membantu siswa yang berkemampuan rendah. Langkah keempat yaitu mengembangkan dan menyajikan hasil karya, pada langkah ini guru meminta siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi dan memberikan kesempatan kepada siswa lain untuk aktif bertanya dan menanggapi hasil diskusi.

  Langkah kelima yaitu menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, pada langkah ini guru memberikan kesimpulan dan memberikan penghargaan kepada kelompok yang sukses dalam diskusi sehingga memotivasi siswa untuk lebih aktif dan kompak dalam berdiskusi.

  Melalui perpaduan PBL dengan strategi TAI diduga mampu mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Hal itu dikarenakan dalam penerapan PBL dengan strategi TAI memberikan lebih banyak kesempatan siswa untuk memecahkan masalah konteks dunia nyata baik secara individu maupun kelompok. Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kerangka pikir bahwa melalui PBL dengan strategi TAI dapat berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-efficacy.

D. Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan kajian teori di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

  1. Capaian kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran PBL dengan strategi TAI lebih baik dari pada kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran PBL (tanpa TAI).

  2. Capaian self-efficacy siswa yang mengikuti pembelajaran PBL dengan strategi TAI lebih baik dari pada self-efficacy siswa yang mengikuti pembelajaran PBL (tanpa TAI).

Dokumen yang terkait

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

3 29 61

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

6 42 56

EKSPERIMENTASI MODEL SINEKTIK TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN SELF EFFICACY SISWA Muhammad Jainuri

1 1 10

PENGARUH PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN HEURISTIK PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR

0 0 13

EKSPERIMENTASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING DAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DITINJAU DARI SELF EFFICACY SISWA

2 3 7

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA MELALUI TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) DAN DAMPAKNYA TERHADAP SIKAP SISWA (Ditinjau Dari Level Kemampuan Awal Matematis) - repo unpas

0 0 27

BAB II KAJIAN TEORITIS - PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DAN DIRECT INSTRUCTION (DI) - repo unpas

0 1 21

PENERAPAN PROBLEM BASED LERNING (PBL) BERBANTUAN VIDIOSCRIBE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHKAN MASALAH MOTIVASI DAN SELF EFFICACY SISWA - repo unpas

1 2 7

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) MODIFIKASI METODE TUTOR SEBAYA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PESERTA DIDIK KELAS VIII SMPN 5 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2015/2016 - Ra

0 0 87

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) MODIFIKASI PROBLEM BASED LEARNING (PBL)TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL MATEMATIS PESERTA DIDIK KELAS VIII MTs N 1 PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN

0 0 129