NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN DENGAN KEJADIAN Hubungan Tingkat Konsumsi Energi Dan Protein Dengan Kejadian Kurang Energi Kronis (KEk) Pada Siswa Putri Di SMA Muhammadiyah 6 Surakarta.
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN DENGAN KEJADIAN
KURANG ENERGI KRONIS (KEK) PADA SISWA PUTRI DI SMA
MUHAMMADIYAH 6 SURAKARTA
Diajukan sebagai pedoman pelaksanaan penelitian studi akhir pada Program
Studi Gizi FIK UMS
Disusun Oleh:
TRI PUJIATUN
J300110009
PROGRAM STUDI DIPLOMA III GIZI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
PENDAHULUAN
menyeimbangkan
Masalah gizi yang sering
terjadi
pada
remaja
putri
adalah
masukan
energi
yang lebih rendah tersebut. Ketidak
seimbangan
energi
yang
memicu
kurangnya asupan zat gizi yang akan
rendahnya berat badan dan simpanan
menyebabkan
energi
gizi
buruk,
kurang
energi kronis, kurang energi protein
dalam
tubuh
akan
menyebabkan kurang energi kronis.
dan dapat terjadi anemia. Masalah
Guyton
dan
hall
(2008)
tersebut akan berdampak negatif pada
menyatakan
tingkat
kesehatan
asupan
protein
yang
masyarakat,
cukup
berkaitan dengan gizi normal
yaitu
memperkecil
misalnya terdapat masalah penurunan
konsentrasi
belajar,
pada
faktor
risiko
WUS
terjadinya kurang energi kronis yang
berisiko melahirkan bayi dengan berat
berhubungan dengan LLA. Terkait
badan bayi rendah (BBLR) maupun
dengan tingkat kecukupan konsumsi
penurunan
kesegaran
Indonesia
banyak
jasmani.
Di
protein maka protein akan berfungsi
terjadi
kasus
sebagai
energi
alternatif
yang
kekurangan energi kronis terutama
menunjukan dominasi protein sebagai
yang
disebabkan
karena
adanya
sumber energi akan dilakukan sebagai
kurang asupan gizi seperti energi
kompensasi
protein,
sehingga
zat
gizi
apabila
terjadi
defisit
yang
energi.
dibutuhkan oleh tubuh tidak tercukupi.
Terjadi peningkatan zat gizi
Menurut FAO (1988), jika seseorang
mengalami
sekali
atau
lebih
pada remaja putri berkaitan dengan
kekurangan energi, maka dapat terjadi
percepatan
penurunan
dialaminya, dimana zat gizi yang
berat
badan
dengan
pertumbuhan
aktivitas ringan sekalipun dan pada
diserap
tingkat permintaan energi BMR yang
meningkatkan berat badan dan tinggi
rendah sehingga harus mengurangi
badan, disertai dengan meningkatnya
sejumlah
jumlah ukuran jaringan sel tubuh untuk
aktivitas
untuk
tubuh
digunakan
yang
untuk
mencapai pertumbuhan yang optimal
memantau
(Waryono, 2009). Banyak remaja yang
dalam jangka pendek.
bertubuh
sangat
kurus
akibat
kekurangan gizi atau sering disebut
gizi buruk, jika sudah terlalu lama
maka akan terjadi kurang energi kronik
(KEK) ( Wuryani, 2007).
perubahan
Menurut
status
Gibson
gizi
(2005)
dalam pengukuran LLA dapat melihat
perubahan secara pararel dalam masa
otot
sehingga
bermanfaat
untuk
mendiagnosis pada saat kekurangan
kronis
gizi. Hasil pengukuran lingkar lengan
dimana
atas (LLA) ada dua kemungkinan yaitu
seseorang menderita kurang asupan
kurang dari 23,5 cm atau sama
gizi
dengan
Kurang
merupakan
energi
keadaan
energi
dan
berlangsung
lama
protein
yang
23,5
cm.
Apabila
hasil
menahun.
pengukuran < 23,5 cm berarti berisiko
Seseorang dikatakan menderita risiko
BBLR dan ≥ 23,5 cm berarti tidak
kurang energi kronis bilamana lingkar
berisiko BBLR (Lubis, 2003).
atau
lengan atas LLA
HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN DENGAN KEJADIAN
KURANG ENERGI KRONIS (KEK) PADA SISWA PUTRI DI SMA
MUHAMMADIYAH 6 SURAKARTA
Diajukan sebagai pedoman pelaksanaan penelitian studi akhir pada Program
Studi Gizi FIK UMS
Disusun Oleh:
TRI PUJIATUN
J300110009
PROGRAM STUDI DIPLOMA III GIZI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
PENDAHULUAN
menyeimbangkan
Masalah gizi yang sering
terjadi
pada
remaja
putri
adalah
masukan
energi
yang lebih rendah tersebut. Ketidak
seimbangan
energi
yang
memicu
kurangnya asupan zat gizi yang akan
rendahnya berat badan dan simpanan
menyebabkan
energi
gizi
buruk,
kurang
energi kronis, kurang energi protein
dalam
tubuh
akan
menyebabkan kurang energi kronis.
dan dapat terjadi anemia. Masalah
Guyton
dan
hall
(2008)
tersebut akan berdampak negatif pada
menyatakan
tingkat
kesehatan
asupan
protein
yang
masyarakat,
cukup
berkaitan dengan gizi normal
yaitu
memperkecil
misalnya terdapat masalah penurunan
konsentrasi
belajar,
pada
faktor
risiko
WUS
terjadinya kurang energi kronis yang
berisiko melahirkan bayi dengan berat
berhubungan dengan LLA. Terkait
badan bayi rendah (BBLR) maupun
dengan tingkat kecukupan konsumsi
penurunan
kesegaran
Indonesia
banyak
jasmani.
Di
protein maka protein akan berfungsi
terjadi
kasus
sebagai
energi
alternatif
yang
kekurangan energi kronis terutama
menunjukan dominasi protein sebagai
yang
disebabkan
karena
adanya
sumber energi akan dilakukan sebagai
kurang asupan gizi seperti energi
kompensasi
protein,
sehingga
zat
gizi
apabila
terjadi
defisit
yang
energi.
dibutuhkan oleh tubuh tidak tercukupi.
Terjadi peningkatan zat gizi
Menurut FAO (1988), jika seseorang
mengalami
sekali
atau
lebih
pada remaja putri berkaitan dengan
kekurangan energi, maka dapat terjadi
percepatan
penurunan
dialaminya, dimana zat gizi yang
berat
badan
dengan
pertumbuhan
aktivitas ringan sekalipun dan pada
diserap
tingkat permintaan energi BMR yang
meningkatkan berat badan dan tinggi
rendah sehingga harus mengurangi
badan, disertai dengan meningkatnya
sejumlah
jumlah ukuran jaringan sel tubuh untuk
aktivitas
untuk
tubuh
digunakan
yang
untuk
mencapai pertumbuhan yang optimal
memantau
(Waryono, 2009). Banyak remaja yang
dalam jangka pendek.
bertubuh
sangat
kurus
akibat
kekurangan gizi atau sering disebut
gizi buruk, jika sudah terlalu lama
maka akan terjadi kurang energi kronik
(KEK) ( Wuryani, 2007).
perubahan
Menurut
status
Gibson
gizi
(2005)
dalam pengukuran LLA dapat melihat
perubahan secara pararel dalam masa
otot
sehingga
bermanfaat
untuk
mendiagnosis pada saat kekurangan
kronis
gizi. Hasil pengukuran lingkar lengan
dimana
atas (LLA) ada dua kemungkinan yaitu
seseorang menderita kurang asupan
kurang dari 23,5 cm atau sama
gizi
dengan
Kurang
merupakan
energi
keadaan
energi
dan
berlangsung
lama
protein
yang
23,5
cm.
Apabila
hasil
menahun.
pengukuran < 23,5 cm berarti berisiko
Seseorang dikatakan menderita risiko
BBLR dan ≥ 23,5 cm berarti tidak
kurang energi kronis bilamana lingkar
berisiko BBLR (Lubis, 2003).
atau
lengan atas LLA