SIMULASI KENDALI DERAU AKTIF UMPAN MAJU DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA ADAPTIVE LINE ENHANCER - LEAST MEAN SQUARE(ALE-LMS).

(1)

SIMULASI KENDALI DERAU AKTIF UMPAN MAJU

DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA ADAPTIVE LINE

ENHANCER - LEAST MEAN SQUARE (ALE-LMS)

Heru Dibyo Laksono

1)

, Uyung Gatot S. Dinata

2)

1)

Jurusan Teknik Elektro - Universitas Andalas

2)

Jurusan Teknik Mesin - Universitas Andalas

ABSTRAK

Sinyal derau yang timbul dari sistem yang sedang beroperasi mengakibatkan performansi sistem kurang baik. Kendali derau aktif menghilangkan derau berdasarkan prinsip superposisi. Sinyal anti derau dibangkitkan dengan amplitudo yang sama dengan sinyal derau namun berbeda fasa 1800. Kedua sinyal ini dikombinasikan sehingga akan saling menghilangkan. Dengan menerapkan kendali derau aktif maka dapat menunjang performansi sistem agar lebih baik. Metoda yang digunakan untuk membangkitkan sinyal anti derau ini yaitu dengan menerapkan algoritma Adaptive Line Enhancer - Least Mean Square (ALE-LMS) untuk memperbaharui koefisien filter adaptif FIR (Finite Impulse Response). Masalah utama dalam kendali derau aktif dengan algoritma Adaptive Line Enhancer Least Mean Square (ALE-LMS) yaitu pemilihan nilai faktor konvergensi yang tepat untuk mendapatkan peredaman yang optimal, agar pengendali cepat konvergen dan performansi sistem lebih baik. Simulasi diawali dengan pembangkitan sinyal derau, kemudian menerapkan filter adaptif dengan algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE-LMS) untuk mereduksi derau. Hasil simulasi memperlihatkan bahwa kendali derau aktif dengan algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE-LMS) mampu meredam sinyal sinusoidal baik pada frekuensi 1000 Hz sebesar 28.32 dB dan meredam sinyal random sebesar 7.99dB.

Kata Kunci : kendali derau aktif, algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS) , faktor konvergensi, filter adaptif

1. PENDAHULUAN

Performansi sebuah sistem dapat terukur dari adanya sinyal derau yang ditimbulkannya. Sinyal derau akustik yang ditimbulkan oleh sistem yang sedang beroperasi dapat menurunkan performansi sistem tersebut dan sebaliknya. Masalah derau akustik menjadi lebih serius dengan bertambahnya penggunaan peralatan industri besar seperti mesin,

blower, kipas, trafo dan kompresor. Jika sinyal derau

ini dapat diredam, maka performansi sistem akan lebih baik dan lingkungan akan lebih tenang dan nyaman [1].

Untuk menangani hal ini, secara tradisional derau akustik dapat diredam dengan bahan-bahan peredam yang dikenal dengan metode peredam pasif. Bahan-bahan ini dapat berupa dinding pemisah, penghalang, ataupun penyerap suara[1]. Bahan tersebut ditempatkan disekitar sumber derau atau di ruangan yang intensitas deraunya hendak dikurangi. Prinsip peredam pasif yaitu pertukaran impedansi dengan adanya kombinasi bahan untuk menghilangkan suara yang tidak diinginkan. Ukuran dari peredam pasif sangat tergantung pada panjang gelombang sinyal derau yang akan dihilangkan. Oleh karena itu, untuk sinyal derau frekuensi rendah akan dibutuhkan bahan peredam yang lebih tebal yang tentu saja mempunyai massa yang lebih besar sehingga akan membutuhkan biaya yang lebih mahal.

Untuk menangani hal ini, secara tradisional derau akustik dapat diredam dengan bahan-bahan peredam yang dikenal dengan metode peredam pasif. Bahan-bahan ini dapat berupa dinding

pemisah, penghalang, ataupun penyerap suara[1]. Bahan tersebut ditempatkan disekitar sumber derau atau di ruangan yang intensitas deraunya hendak dikurangi. Prinsip peredam pasif yaitu pertukaran impedansi dengan adanya kombinasi bahan untuk menghilangkan suara yang tidak diinginkan. Ukuran dari peredam pasif sangat tergantung pada panjang gelombang sinyal derau yang akan dihilangkan. Oleh karena itu, untuk sinyal derau frekuensi rendah akan dibutuhkan bahan peredam yang lebih tebal yang tentu saja mempunyai massa yang lebih besar sehingga akan membutuhkan biaya yang lebih mahal.

Penelitian ini bertujuan melakukan simulasi untuk memperoleh bahan informasi untuk mendisain kontroler derau aktif yang adaptif dan dapat meredam sinyal derau terutama pada frekuensi rendah di suatu titik observasi dalam saluran akustik dengan menggunakan algoritma Adaptive Line enhancer-Least Mean Square (ALE-LMS) dengan sumber derau berupa rekaman derau blower serta menganalisa efek konvergensi dan panjang orde filter terhadap kinerja kendali derau aktif. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi untuk disain kontroler derau aktif (Active Noise Control)

yang mengendalikan derau secara aktif

menggunakan algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS). Dalam penelitian ini dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Simulasi kendali derau aktif dengan

menggunakan algoritma Adaptive Line

Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS) menggunakan pendekatan umpan maju


(2)

2. Struktur filter yang digunakan untuk sistem identifikasi dan kendali derau aktif adalah filter FIR (Finite Impulse Response)

3. Plant jalur sekunder dan primer berupa

asumsi yang dibangun dengan Fixed Filter FIR

4. Algoritma disimulasikan pada kendali derau aktif (Active Noise Control) sistem kanal tunggal SISO (Single Input Single Output) dan menggunakan toolbox Filter Design Matlab 7.0.1

2. KENDALI DERAU AKTIF 2.1 Sistem Kendali Derau Aktif

Ide peredaman derau secara aktif (Active

Noise Control) dengan mempertemukan dua buah

gelombang yang berbeda fasa tetapi memiliki nilai amplitudo yang sama. Pertama kali ditemukan oleh Paul Lueg dan telah dipatenkan pada tahun 1936[1]. Kendali derau aktif teraplikasi pada sistem elektro-akustik atau elektro-mekanik yang menghilangkan derau primer (derau yang tidak diinginkan) berdasarkan prinsip interferensi destruktif. Secara spesifik sinyal anti derau (derau sekunder) dari sumber sekunder yang memiliki amplitudo yang sama dan fasa yang berbeda 1800 dikombinasikan dengan derau primer, sehingga dapat dihasilkan sinyal residu minimum[1][4]. Prinsip ini terlihat pada Gambar -1 berikut :

Gambar -1. Konsep Penghilangan Derau Aktif[1] 2.2 Jenis Pendekatan Sistem Kendali Derau Aktif

Dilihat dari pengukuran atau informasi yang tersedia, sistem kendali derau aktif dapat dibagi menjadi dua pendekatan:

1. Sistem Umpan Maju (Feedforward),

pengukuran derau dekat dengan sumber derau dan sangat berkorelasi dengan derau yang harus dihilangkan.

Gambar -2 Kendali Derau Aktif Umpan Maju[1]

2. Sistem Umpan balik (Feedback), pengukuran

derau dilakukan setelah sumber sekunder.

Gambar-3 Kendali Derau Aktif Umpan Balik[1] 2.3 Kanal Kendali Derau Aktif

Klasifikasi kendali derau aktif lainnya dapat ditinjau dari jumlah kanal yang digunakan[4]:

1. Sistem kanal tunggal (single-channel) /

Single Input Single Output (SISO). Dibentuk

oleh satu sensor referensi, satu sumber sekunder dan satu sensor alat. Sistem ini cukup efektif untuk mengurangi derau dalam media satu dimensi, misalnya dalam saluran udara.

2. Sistem multi kanal (multi-channel) / Multiple

input Multiple Output (MIMO). Dirancang

untuk menghilangkan derau pada media tiga dimensi, terdiri dari deretan sensor dan sumber sekunder yang diatur dalam susunan tertentu.

Diagram blok dari sistem kendali derau aktif multi

kanal untuk aplikasi akustik tiga dimensi

diperlihatkan pada Gambar-4.

) (

1n

x ) (

2n x

) (

3 n x

) (n

xJ

) (

1n e

) (

2n

e

) ( 3n

e

) (n eM

) ( 1n

y

) (

2n

y ) (

3 n

y

) (n yK

) (n e ) (n

y

) (n

x

Gambar-4 Kendali Derau Aktif Multi Kanal Dalam Ruang 3-D [1]

2.4 Filter Digital Adaptif

Filter ini mendesain sendiri parameter untuk operasinya dengan algoritma berulang (recursive

algorithm), yang memungkinkannya efektif digunakan pada keadaan lingkungan karakteristik sinyal tidak diketahui[5]. Algoritma ini dimulai dari beberapa set kondisi awal (initial condition) yang ditentukan, ini merepresentasikan apapun yang di

ketahui mengenai lingkungan. Konsekuensi

langsung dari aplikasi recursive algorithm adalah parameter filter adaptif diperbaharui dari satu iterasi ke iterasi berikutnya. Pada prinsipnya filter digital adaptif terdiri dari dua bagian:

1. Filter Digital

Berfungsi untuk menghasilkan pemrosesan sinyal yang diinginkan

2. Algoritma Adaptif

Berfungsi untuk mengatur koefisien filter tersebut.


(3)

Gambar -5 Diagram Blok Filter Adaptif[1] Gambar-5 memperlihatkan diagram blok filter adaptif. Dimana d

( )

n merupakan sinyal input primer, y

( )

n merupakan keluaran dari filter digital dengan masukan sinyal referensi x

( )

n , dan galat

( )

n

e merupakan selisih d

( )

n dan

y

( )

n

. Fungsi dari algoritma adaptif adalah mengatur koefisien filter digital dan meminimisasi nilai kuadrat rata-rata terkecil dari e

( )

n .

2.5 Filter Digital

Secara umum, ada dua struktur filter digital yang dapat digunakan untuk filter digital adaptif yaitu filter respon impuls terbatas (finite impulse

response, FIR) dan filter respon impuls tak terbatas

(infinite impulse response, IIR)[1]. Algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS) dirancang berdasarkan filter FIR. Struktur filter FIR diperlihatkan pada Gambar -6.

∑ ∑ ∑

-1

Z Z-1 Z-1

W0 W1 W2 WL-1

x(n) x(n-1) x(n-2) x(n-L+1)

input

output

y(n)

Gambar -6 Struktur Filter FIR[1]

Filter FIR diilustrasikan sebagai sederetan

unit tunda (delay) dan unit penjumlahan

berkoefisien, sinyal keluaran filter dapat dihitung dengan persamaan:

=

=

L1

0 l

l

(n)x(n

l)

w

y(n)

(2.1)

Dengan

w

( )

n

untuk

l

{

0

1

L

-

1

}

menyatakan koefisien filter FIR berorde L, dan urutan data

{

x

( ) (

n

x

n

1

)

x

(

n

L

+

1

)

}

Didefinisikan vektor masukan pada waktu n:

T

1)]

L

x(n

1)

x(n

[x(n)

x(n)

=

+

(2.2)

vektor koefisien filter pada waktu n:

T

(n)]

w

(n)

w

(n)

[w

w(n)

=

0 1

L1 (2.3)

dimana

T

menotasikan operator transpose.

Selanjutnya keluaran filter sesuai persamaan (2.1) dapat dinyatakan dalam bentuk operasi vektor:

( ) ( )

n

.w

n

x

x(n)

.

(n)

w

y(n)

=

T

=

T

(2.4)

Jika keluaran filter

y

( )

n

dibandingkan dengan respon yang diinginkan,

d

( )

n

, menghasilkan sinyal galat:

( )

n

w

( ) ( )

n

x

n

d

y(n)

d(n)

e(n)

=

=

T (2.5)

Dalam sistem kendali derau aktif, parameter

filter diperbaharui secara intensif supaya

meminimumkan suatu kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu. Kriteria yang diminimumkan tersebut diasumsikan sama dengan nilai ekspektasi jumlah kuadrat sinyal galat dan ditulis sebagai:

(n)]

2

E[e

ξ

(n)

J

=

=

(2.6)

2.6 Algoritma Adaptif

Koefisien filter digital pada Gambar-5 dioptimasi berbasiskan galat kuadrat rata-rata, yaitu:

(n)]

E[e

ξ

(n)

=

2 (2.7)

dimana E menyatakan nilai ekspektasi. Harga

[]

.

ξ

(n)

pada filter FIR adaptif tergantung dari orde koefisien filter

w

( )

n

. Jika kita asumsikan vektor

koefisien adaptif

w

( )

n

adalah sekuen

deterministik, maka performansi galat kuadrat rata-rata dapat dinyatakan:

[ ]

d

(n)

2p

w(n)

w

(n)Rw(n)

E

ξ

(n)

=

2

T

+

T

(2.8)

dimana

p

vektor korelasi silang antara sinyal

masukan dan yang diinginkan dan

R

adalah matrik

autokorelasi masukan, yang didefinisikan: T dx

dx

dx

(0)r

(1)

r

(L

1)]

[r

]

E[d(n)x(n)

p

(2.9)

dimana

r

dx

(k)

E[d(n)x(n

k)

]

adalah fungsi

korelasi silang antara

d

( )

n

dan

y

( )

n

. 2.7 Metoda Steepest Descent

Metoda steepest descent menggunakan

pemograman linear dan optimisasi untuk mencari solusi yang meminimalkan fungsi objekif. Idenya adalah bergerak diatas permukaan galat dengan arah gradien pada suatu titik dan koefisien filter diperbaharui dengan arah gradien negatif dari permukaan galat pada setiap iterasi. Konsep steepest

descent dapat diimplementasikan sebagai berikut[1]

2

ξ

(n)

w(n)

1)

w(n

+

=

(2.10)

dimana

: Faktor konvergensi (step size) untuk mengendalikan stabilitas dan kecepatan

)

ξ

(n

: Gradien fungsi galat dengan arah

negatif

Substitusi persamaan (2.8) menghasilkan:

Rw(n)]

[p

w(n)

1)

w(n

+

=

+

(2.11)

Konvergensi dapat dibayangkan seperti

menaruh bola diatas permukaan baskom (permukaan galat kuadrat rata-rata) pada titik

[

w

( ) ( )

0

ξ

0

]

, kemudian bola dilepaskan dan akan menggelinding menuju permukaan paling bawah (berlawanan arah dengan gradien).


(4)

2.8 Algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS)

Algoritma ini sederhana dan tidak

memerlukan pengkuadratan, rata-rata atau

diferensiasi. Algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS) dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pilih parameter dan kondisi awal: L , dan

w(0)

dimana

L

adalah orde filter, adalah step size dan

w(0)

adalah kondisi

awal vektor weight pada waktu

n

=

0

2. Hitung keluaran filter adaptif:

=

=

L1

0 l

l

(n)x(n

l)

w

y(n)

(2.12)

3. Hitung sinyal galat

)

y(n

d(n)

e(n)

=

(2.13)

4. Perbaharui vektor bobot adaptif dari

w

( )

n

ke

w

(

n

+

1

)

menggunakan algoritma

l)e(n)

x(n

w(n)

1)

w(n

+

=

+

(2.14)

Dimana

( ) (

)

(

)

{

x

n

x

n

1

x

n

L

+

1

}

2.9 Sistem Identifikasi Adaptif

Sistem identifikasi merupakan prosedur yang sangat penting yang sering digunakan pada sistem

kontrol, komunikasi dan pemrosesan sinyal.

Permasalahan pemfilteran adaptif banyak

diselesaikan dengan pendekatan sistem identifikasi. Sistem identifikasi adalah pendekatan eksperimen untuk pemodelan suatu proses atau plant[1]. Idenya adalah mengukur sinyal yang dihasilkan sistem dan menggunakannya untuk membangun suatu model. Paradigma sistem identifikasi (pemodelan) single-input / single-output sistem dinamis atau plant diilustrasikan seperti Gambar-8. Plant

P

( )

z

adalah sistem yang di identifikasi dan

W

( )

z

adalah filter

digital untuk memodelkan

P

( )

z

berdasarkan

algoritma galat minimal [1]. Filter adaptif dapat digunakan untuk pemodelan, khususnya untuk meniru karakteristik sistem.

Gambar -7 Sistem Identifikasi Adaptif[1] Sinyal input

x

( )

n

biasanya berupa white

noise yang dieksitasikan secara simultan pada

adaptif filter dan unknown system. Keluaran

unknown system menjadi sinyal yang diinginkan

( )

n

d

bagi filter adaptif. Asumsikan bahwa sinyal

input

x

( )

n

menyediakan eksitasi spektral yang cukup, keluaran filter adaptif

y

( )

n

setelah

konvergen akan memperkirakan

d

( )

n

dalam

kondisi yang optimum. Ini akan dicapai setelah koefisien filter adaptif diatur pada nilai yang sama dengan plant

P

( )

z

, ketika orde filter adaptif sesuai dengan plant

P

( )

z

(keadaan konvergen). Dengan

demikian, proses ini dikatakan telah

mengidentifikasi plant

P

( )

z

.

Dengan mengeksitasi plant

P

( )

z

dan filter digital

w

( )

z

oleh masukan yang sama

x

( )

n

dan mengukur sinyal keluaran

d

( )

n

dan

y

( )

n

, karakteristik

P

( )

z

dapat diperoleh dengan mangatur

filter adaptif

w

( )

z

untuk meminimalisasi

perbedaan keluaran atau residu sinyal galat

e(n)

. Proses ini dilakukan oleh algoritma adaptif yang

secara iteratif menyesuaikan koefisien filter

sedemikian rupa sehingga diperoleh nilai rata-rata kuadrat

e(n)

yang minimal.

2.10 Efek Jalur Sekunder

Pada Gambar-2 sinyal referensi elektrik didapatkan dari tekanan akustik meggunakan mikropon referensi, sinyal galat elektrik didapatkan dari residu derau akustik menggunakan mikropon galat. Kemudian sinyal suara anti derau harus

dihasilkan dari keluaran sinyal elektrik

menggunakan loudspeaker. Oleh karena itu, harus

ditambahkan fungsi tranfer

S

( )

z

untuk

mengkompensasi jalur sekunder dari

y

( )

n

menuju

e(n)

, yang terdiri atas DAC (Digital Analog

Converter), filter rekonstruksi, penguat daya,

loudspeaker, jalur akustik dari loudspeaker ke mikropon error, preamplifier, filter anti aliansing, dan ADC (Analog-Digital Converter).

) (

' z P

) (

' z S

) (z

R

Gambar -8 Blok Diagram Sistem ANC[1] Pada Gambar-8 terlihat bahwa fungsi transfer

( )

z

S dibagi menjadi dua tingkat fungsi transfer:

)

(z

R(z)S

S(z)

=

' (2.15)

(z)

S

' merepresentasikan fungsi transfer dari output

filter adaptif ke summing junction (sistem

loudspeaker). Demikian pula halnya dengan fungsi

transfer

P

( )

z

dari sensor input ke sinyal galat dibagi menjadi dua tingkat:


(5)

(z)

R(z)P

P(z)

=

' (2.16)

Dimana

P

'

(z)

adalah fungsi transfer plant akustik dari mikropon referensi ke summing junction. Koefisian filter adaptif harus konvergen pada nilai yang tepat untuk meminimalisasi sinyal error. 3. Pemodelan Sistem

Implementasi algoritma Adaptive Line

Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS) untuk meredam derau pada sistem kendali derau aktif dibagi dalam dua tahapan proses, yaitu proses identifikasi jalur sekunder dan proses kendali derau aktif. Pada perancangan sistem simulasi ini diasumsikan sistem dalam kondisi ideal, dalam arti sinyal referensi tidak dipengaruhi oleh umpan balik dari sumber sekunder.

3.1 Identifikasi Sistem

Algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS) membutuhkan bagaimana sebenarnya karakteristik

S

( )

z

. Proses

identifikasi sistem merupakan penentuan model dari jalur sekunder yang akan dilalui sinyal dari kontroler dengan menggunakan algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS). Pada Gambar-9 diilustrasikan pemodelan sistem secara off

line.

) ( ˆ z

S

Gambar -9 Pemodelan Jalur Sekunder Secara Off

line[1][2]

Pada proses pengidentifikasian sistem ini dilakukan dengan membangkitkan sinyal random (white noise)

g

( )

n

dimana sinyal ini mempunyai kerapatan spektrum yang konstan pada semua frekuensi. Sinyal random yang dibangkitkan ini mempunyai nilai yang terdistribusi secara normal dengan rata-rata = 0, variansi

σ

2

=

1

dan standar

deviasi

σ

=

1

. Sinyal white noise yang

dibangkitkan sebanyak 30000 data dengan frekuensi sampling 8000 Hz. Sehingga dihasilkan sinyal random sepanjang 3.75 detik. Sinyal random yang dibangkitkan seperti Gambar-10.

Gambar -10 Sinyal Random

Setelah membangkitkan sinyal random

( )

n

g

, dirancang propagasi dari jalur sekunder

(fungsi transfer jalur sekunder) yaitu jalur aliran anti-noise dari output loudspeaker menuju mikropon galat. Perhitungan fungsi transfer ini dilakukan dengan beberapa tahapan untuk menghasilkan respon impuls sebuah sistem pada jalur sekunder.

Respon impuls jalur sekunder dirancang dengan band yang dibatasi pada range 160-2000 Hz dengan panjang filter 0.1 detik. Banyak data 800 sampel dan frekuensi sampling 8000 Hz. Respon impuls propagasi jalur sekunder dapat dilihat seperti Gambar-11

Gambar -11 Respon Impuls Jalur Sekunder S

( )

z

Setelah dirancang propagasi pada jalur sekunder, dilakukan proses untuk identifikasi

propagasi aliran sekunder tersebut dengan

menggunakan pemodelan secara off line seperti pada Gambar-9

3.2 Pemodelan Sistem untuk ANC (Active

Noise Control) Dengan Algoritma Adaptive

Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS)

Model kendali derau aktif (ANC) umpan maju dengan algoritma Least Mean Square (LMS)

yang akan disimulasikan diilustrasikan pada

Gambar-12

) ( ˆ z

S

Gambar-12 Model Sistem ANC Dengan Algoritma

Least Mean Square ( LMS) [1]

Dalam simulasi ANC ini, digunakan variasi input yang akan diredam (derau primer). Sinyal input yang disimulasikan yaitu sinyal random (acak), sinyal sinusoidal murni dengan frekuensi 50 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, sinyal multi sinus dan kombinasi diantara sinyal random dan sinusoidal.


(6)

4 0 0 0 4 0 5 0 4 1 0 0 4 1 5 0 4 2 0 0 4 2 5 0 4 3 0 0 - 3

- 2 - 1 0 1 2

3 D e s i r e d S i g n a l

O u t p u t S i g n a l E r r o r S i g n a l

A

m

p

li

tu

d

o

I t e r a s i

0 500 1000 1500

-1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

N

ila

i S

in

ya

l

Data, n

Gambar -13 Sinyal Input Sinusoidal

f

=

50

Hz

Gambar -14 Sinyal Input Sinusoidal + Random Sama halnya dengan proses identifikasi jalur sekunder

S

( )

z

, dirancang propagasi jalur primer

( )

z

P

yaitu jalur propagasi derau primer yang akan

dihilangkan. Propagasi jalur primer juga

dikarakterisasi dengan menggunakan filter linear. Respon impuls jalur primer dirancang dengan band yang dibatasi pada range 40-1200 Hz dengan panjang filter 0.1 detik. Banyak data 800 sampel dan frekuensi sampling 8000 Hz. Respon impuls propagasi jalur primer dapat dilihat seperti Gambar -15

0 0 .0 1 0 .0 2 0 .0 3 0 .0 4 0 .0 5 0 .0 6 0 .0 7 0 .0 8 0 .0 9 -0 .3

-0 .2 -0 .1 0 0 .1 0 .2 0 .3

Waktu[s]

N

il

ai

K

o

ef

is

ie

n

Gambar-15 Respon Impuls Jalur Primer Kinerja hasil proses identifikasi dari jalur sekunder dan kendali derau aktif ditunjukkan oleh rasio antara sinyal referensi dengan sinyal galat dalam desibell (dB) secara global. Rasio antara sinyal referensi dengan sinyal galat secara global dinyatakan dengan SER ( signal to error ratio), dapat dihitung dengan persamaan:

n))))

log(var(e(

(n)))

(log(var(d

10

SER

=

(3.1)

dimana

( )

( )

d n

var : varian dari sinyal input

( )

( )

en

var : varian dari sinyal galat

Kesalahan kuadrat rata-rata (mean squared error /

MSE) pada setiap konvergensi parameter dihitung

dengan:

=

=

N

0 n

2

y(n)]

[d(n)

N

1

MSE

(3.2)

dimana

d(n)

: sinyal input

y(n)

: output filter yang

merepresentasikan estimasi dari sinyal input

4. Hasil dan Pembahasan

Pada bagian ini dilakukan simulasi sistem

kendali derau aktif umpan maju dengan

menggunakan algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE – LMS) dan kemudian dilakukan analisis terhadap hasil dari sistem yang diuji. Pada penelitian ini, sinyal masukan derau primer yang diberikan pada sistem adalah sinyal sinusoidal dengan variasi frekuensi 50 Hz, 500 Hz dan 1000 Hz, sinyal random (acak) dan sinyal sinusoidal yang dikombinasikan dengan sinyal random.

4.1 Identifikasi Jalur Sekunder

Proses identifikasi dilakukan dengan

membangkitkan sinyal random yang digunakan sebagai sinyal input. Identifikasi jalur sekunder dilakukan dengan menggunakan filter FIR berorde

450

L

=

dan faktor konvergensi

=

0.003

. Pada

proses identifikasi sistem didapat nilai galat kuadrat rata-rata MSE terkecil yaitu sebesar 0.0105 dengan nilai redaman global SER terbesar yaitu 19.78016 dB. Algoritma konvergen setelah melakukan proses iterasi sekitar 2500 iterasi. Hasil identifikasi jalur sekunder dapat dilihat pada Gambar-16

Gambar- 16 Identifikasi Jalur Sekunder Pada Gambar-17 dapat dilihat grafik hubungan galat

MSE dengan faktor konvergensi .

Gambar -17 Galat Minimal Sistem Identifikasi 0

0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03

0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006 Faktor Konvergensi,

M

S

E

300 350 400 450 500 550


(7)

Gambar -18 Respon Magnitude Fungsi Transfer Jalur Sekunder

Gambar-19 Respon Phasa Fungsi Transfer Jalur Sekunder

Gambar -20 Respon Impuls Fungsi Transfer Jalur Sekunder

4.2 Simulasi Kendali Derau Aktif Dengan Algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS)

Setelah dilakukan proses identifikasi jalur sekunder untuk mendapatkan model jalur sekunder baru dilakukan proses penghilangan derau (

cancelling noise ) dengan sistem kendali derau aktif.

Simulasi ini dilakukan denagn sistem ANC pendekatan umpan maju dengan menggunakan algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS). Sebagai masukan digunakan variasi sinyal input sinusoidal, sinyal acak dan kombinasi diantara keduanya.

4.2.1 Input Sinyal Sinusoidal

f

=

50

Hz

Tabel-1 Hasil Peredaman Input Sinyal Sinusoidal 50 Hz

Orde 60

SER(dB) MSE

0.0100 5.7566 0.5266

0.0400 11.6778 0.1200

0.0700 14.3797 0.0904

0.1000 16.3257 0.0169

0.4100 13.5334 9.78E-02

0.5000 -865.4332 2.051E+86

Orde 70

SER(dB) MSE

0.0100 8.1483 0.3848

0.0400 14.6237 0.0550

0.0700 17.0055 0.0460

0.1000 19.0141 0.0156

0.3100 18.1486 0.0275

0.4000 -2.96E+03 1.11E+299

Orde 80

SER(dB) MSE

0.0100 8.7125 0.2093

0.0400 15.3931 0.0474

0.0700 17.4831 0.0242

0.1000 15.8313 0.0315

0.3100 13.5597 9.63E-02

0.4000 3.17E+197 3.5E+197

Berdasarkan Tabel-1 peredaman optimum didapatkan pada kendali derau aktif dengan orde filter

L

=

70

dan faktor konvergensi

=

0

.

1

. Terbukti dengan redaman global sebesar 19.0141 dB dan MSE = 0.0156. Berdasarkan hasil pada Tabel-1, dapat digambarkan grafik hubungan galat MSE dengan faktor konvergensi seperti pada Gambar-21

Gambar -21 Galat Minimal ANC Least Mean

Square (LMS) Input Sinusoidal 50 Hz

4.2.2 Input Sinyal Random

Tabel-2. Hasil Peredaman Input Sinyal Random

Orde 400

SER(dB) MSE

0.00007 5.7027 0.2736

0.00009 6.0490 0.2571

0.0001 6.0622 0.2522

0.0002 7.7412 0.1721

0.0004 7.0915 0.2005

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 -60

-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20

Normalized Frequency (×π rad/sample)

M

a

g

n

itu

d

e

(

d

B

)

Magnitude Response (dB)

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 -14000

-12000 -10000 -8000 -6000 -4000 -2000 0

Normalized Frequency (×π rad/sample)

P

h

a

s

e

(

d

e

g

re

e

s

)

Phase Response

0 50 100 150 200 250 300 350 400 -0.25

-0.2 -0.15 -0.1 -0.05 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25

Samples Impulse Response

A

m

p

lit

u

d

e

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5

Faktor Konvergensi,

M

S

E 60

70 80


(8)

500

SER(dB) MSE

0.00007 4.7107 0.3450

0.00009 5.7706 0.2731

0.0001 6.6857 0.2171

0.0002 7.9943 0.1643

0.0003 6.4995 0.2286

600

SER(dB) MSE

0.00007 5.9803 0.2589

0.00009 6.1896 0.2446

0.0001 6.5519 0.2243

0.0002 7.6985 0.1746

0.00025 6.4916 0.2329

Berdasarkan Tabel-2 peredaman optimum didapatkan pada kendali derau aktif dengan orde

filter

L

=

500

dan faktor konvergensi

0.0002

=

. Terbukti dengan redaman global

sebesar 7.99433 dB dan MSE = 0.16427.

Berdasarkan hasil pada Tabel-2, dapat digambarkan grafik hubungan galat MSE dengan faktor konvergensi seperti pada Gambar -22.

Gambar -22 Galat Minimal ANC Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS)Input

Sinyal Random

4.2.3 Input Sinyal Sinusoidal dan Random Tabel-3 Hasil Peredaman Input Sinyal Sinusoidal +

Random Orde 400

SER(dB) MSE

0.00004 6.0082 1.3392

0.00007 7.3734 1.1485

0.0001 7.4239 0.8118

0.0002 7.2929 0.8823

0.0003 6.8108 1.8153

Orde 450

SER(dB) MSE

0.00004 6.4023 1.1591

0.00007 8.9195 0.7365

0.0001 7.7846 0.7580

0.0002 7.5434 1.1869

0.0003 5.6813 1.8808

Orde 500

SER(dB) MSE

0.00004 7.2150 1.6230

0.00007 8.2730 1.0085

0.0001 7.0306 1.4378

0.0002 5.3269 1.7804

0.00025 5.85E+00 2.2867

Berdasarkan Tabel-3 peredaman optimum didapatkan pada kendali derau aktif dengan orde

filter

L

=

450

dan faktor konvergensi

0.00007

=

. Terbukti dengan redaman global

sebesar 8.91956 dB dan MSE = 0.73646.

L

=

400

.

Berdasarkan hasil pada Tabel-3, dapat digambarkan

grafik hubungan galat MSE dengan faktor

konvergensi seperti pada Gambar -23.

Gambar -23 Galat Minimal ANC Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS) Input

Sinusoidal + Random

Hasil simulasi ANC menunjukkan bahwa pemilihan faktor konvergensi dan orde filter yang tepat sangat menentukan performansi sistem. Dari keseluruhan simulasi ANC dengan menggunakan algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS) dengan berbagai sinyal input, didapatkan peredaman yang paling optimal yang selalu berbeda-beda pada tiap-tiap jenis input. Pada input sinusoidal

f

=

50

Hz didapatkan redaman

global 19.0141 dB, pada

f

=

500

Hz sebesar

23.2399 dB dan pada 1000 Hz sebesar 28.3209 dB. Sedangkan pada input multi sinusoidal (kombinasi) 50 Hz, 500 Hz, dan 1000 Hz, sistem ANC hanya mampu meredam sinyal sebesar 13.2802 dB. Peredaman semakin kecil jika sinyal input derau primer berupa sinyal random (acak), disini peredaman hanya sebesar 7.9943 dB. Tetapi jika sinyal random dikombinasikan dengan sinyal sinusoidal dengan frekuensi 50 Hz, 500 Hz dan 1000 Hz, peredaman sistem sedikit lebih baik, dimana peredaman sebesar 8.9196 dB.

Jadi pada input derau sinyal sinusoidal dengan frekuensi 1000 Hz sinyal teredam dengan sangat baik, dan peredaman terkecil diperoleh pada

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

0 0.0002 0.0004 0.0006

Faktor Konvergensi,

M

S

E 400

500 600

0 0.5 1 1.5 2 2.5

0 0.0001 0.0002 0.0003 0.0004

Faktor Konvergensi,

M

S

E 400

450 500


(9)

input derau sinyal random (acak). Hal ini disebabkan karena sinyal random strukturnya tidak beraturan dibandingkan sinyal sinusoidal yang beraturan dan periodik. Oleh karena itu, pada input sinyal random digunakan orde filter yang lebih besar dari pada sinyal sinusoidal. Pemilihan orde filter yang besar ini juga harus diimbangi dengan pemilihan faktor konvergensi yang kecil. Jadi orde filter berbanding terbalik dengan faktor konvergensi.

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil simulasi kendali derau aktif dengan algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS) pada penelitian ini, dapat disimpulkan:

1. Pemilihan faktor konvergensi

( )

µ

dan orde filter (L) yang tepat sangat menentukan

kinerja kendali derau aktif karena

mempengaruhi stabilitas dan kecepatan

konvergensi.

2. Semakin besar faktor konvergensi maka

algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS) akan semakin

cepat konvergen. Jika terlalu besar

mengakibatkan sistem tidak stabil. Karena itu perlu ditentukan nilai optimalnya.

3. Hasil simulasi menunjukkan bahwa orde

yang besar cenderung optimal meredam derau pada faktor konvergensi yang kecil. Jadi faktor konvergensi berbanding terbalik dengan orde filter.

4. Kendali derau aktif dengan algoritma

Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS) mampu meredam sinyal sinusoidal frekuensi 1000 Hz sebesar 28.3209 dB dan sinyal random 7.99 dB. Jadi algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS) bekerja dengan lebih optimal

pada sinyal derau primer sinusoidal

dibandingkan sinyal random. Daftar Pustaka

[1] Kuo, Sen M dan Morgan, Dennis R, ”Active Noise Control Algorithm and DSP Implementations”, John Willy & Sons INC. .

New York:, 1996

[2] Fauzy, Sofyan, “Perancangan dan

Implementasi Sistem Kendali Derau Aktif Umpan Maju Dengan Algoritma X-LMS Berbasis TMS320C54X DSKPLUS Pada Saluran Akustik”, Tugas Akhir, ITB, 1998

[3] Resmana, Lim dan Patrick, Marco Jennifer, ”Reduksi Noise Akustik Secara Aktif Dengan Metoda Filtered-X Least Mean Square”., Tugas Akhir, Petra, Surabaya,

2002

[4] Husnaini, Irma, “Perancangan dan

Implementasi Sistem Kendali Derau Aktif Umpan Maju Broadband Pada Ruang Terbuka”, Tesis, ITB, 2005

[5] Haykin, Simon, ”Adaptive Filter Theory”,

Third Edition. New Jersey, Prentice-Hall International, INC, New Jersey, 2000

[6] Yuu-Seng Lau, Zahir M. Hussian and

Richard Harris. “A Time-Varying

Convergence Parameter for the LMS Algorithm in the Presence of White Gaussian Noise”, RMIT University. Australia, 2000

[7] “Acoustic Modeling and Adaptive Filtering”. http://www.ntu.edu.sg

[8] L.Hakansson. “The Filtered-x LMS

Algorithm”, www.its.bth.se

[9] Orlando J. Tobias, José Carlos M. Bermudez,

Member, IEEE, and Neil J. Bershad, Fellow, IEEE. “Mean Weight Behavior of the Filtered-X LMS Algorithm”,

www.eel.ufsc.br/~bermudez, IEEE, 2000 [10] “Theory of Active Noise Control”,

www.wa.wb.utwente.nl

[11] S.V.Narasimhan, S. Veena, H. Lokesha and Savitha S. Shankarling, “Algorithms for Active Noise Control and their Performance”. Aerospace Electronics and

Systems Division. Bangalore, India , 2005 BIODATA

Heru Dibyo Laksono, Lahir di Sawah Lunto, 7 Januari 1977. Menamatkan S1 di Jurusan Teknik Elektro Universitas Andalas (Unand) Padang tahun 2000 bidang Teknik Tenaga Listrik. Pendidikan S2 bidang Teknik Kendali dan Sistem diselesaikan di Institute Teknologi Bandung (ITB) tahun 2004. Masuk sebagai dosen Teknik Elektro Universitas Andalas sejak tahun 2005.

Email : heru_dl@ft.unand.ac.id

Uyung Gatot Syafrawi Dinata, Lahir di Pandeglang, 9 Juli 1966. Menamatkan S1 di Jurusan Teknik Mesin Universitas Andalas (Unand) Padang tahun 1991. Pendidikan S2 bidang Teknik Mesin diselesaikan di Institute Teknologi Bandung (ITB) tahun 1994 dan S3 bidang Teknik Mesin & Transportasi di Technische Universitaet Berlin tahun 2002.


(1)

TeknikA 35 2.8 Algoritma Adaptive Line Enhacer - Least

Mean Square (ALE - LMS)

Algoritma ini sederhana dan tidak

memerlukan pengkuadratan, rata-rata atau

diferensiasi. Algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS) dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pilih parameter dan kondisi awal: L , dan

w(0)

dimana

L

adalah orde filter,

adalah step size dan

w(0)

adalah kondisi

awal vektor weight pada waktu

n

=

0

2. Hitung keluaran filter adaptif:

=

=

L1

0 l

l

(n)x(n

l)

w

y(n)

(2.12)

3. Hitung sinyal galat

)

y(n

d(n)

e(n)

=

(2.13)

4. Perbaharui vektor bobot adaptif dari

w

( )

n

ke

w

(

n

+

1

)

menggunakan algoritma

l)e(n)

x(n

w(n)

1)

w(n

+

=

+

(2.14)

Dimana

( ) (

)

(

)

{

x

n

x

n

1

x

n

L

+

1

}

2.9 Sistem Identifikasi Adaptif

Sistem identifikasi merupakan prosedur yang sangat penting yang sering digunakan pada sistem

kontrol, komunikasi dan pemrosesan sinyal.

Permasalahan pemfilteran adaptif banyak

diselesaikan dengan pendekatan sistem identifikasi. Sistem identifikasi adalah pendekatan eksperimen untuk pemodelan suatu proses atau plant[1]. Idenya adalah mengukur sinyal yang dihasilkan sistem dan menggunakannya untuk membangun suatu model. Paradigma sistem identifikasi (pemodelan) single-input / single-output sistem dinamis atau plant

diilustrasikan seperti Gambar-8. Plant

P

( )

z

adalah

sistem yang di identifikasi dan

W

( )

z

adalah filter

digital untuk memodelkan

P

( )

z

berdasarkan

algoritma galat minimal [1]. Filter adaptif dapat digunakan untuk pemodelan, khususnya untuk meniru karakteristik sistem.

Gambar -7 Sistem Identifikasi Adaptif[1]

Sinyal input

x

( )

n

biasanya berupa white

noise yang dieksitasikan secara simultan pada

adaptif filter dan unknown system. Keluaran

unknown system menjadi sinyal yang diinginkan

( )

n

d

bagi filter adaptif. Asumsikan bahwa sinyal

input

x

( )

n

menyediakan eksitasi spektral yang

cukup, keluaran filter adaptif

y

( )

n

setelah

konvergen akan memperkirakan

d

( )

n

dalam

kondisi yang optimum. Ini akan dicapai setelah koefisien filter adaptif diatur pada nilai yang sama

dengan plant

P

( )

z

, ketika orde filter adaptif sesuai

dengan plant

P

( )

z

(keadaan konvergen). Dengan

demikian, proses ini dikatakan telah

mengidentifikasi plant

P

( )

z

.

Dengan mengeksitasi plant

P

( )

z

dan filter

digital

w

( )

z

oleh masukan yang sama

x

( )

n

dan

mengukur sinyal keluaran

d

( )

n

dan

y

( )

n

,

karakteristik

P

( )

z

dapat diperoleh dengan mangatur

filter adaptif

w

( )

z

untuk meminimalisasi

perbedaan keluaran atau residu sinyal galat

e(n)

.

Proses ini dilakukan oleh algoritma adaptif yang

secara iteratif menyesuaikan koefisien filter

sedemikian rupa sehingga diperoleh nilai rata-rata

kuadrat

e(n)

yang minimal.

2.10 Efek Jalur Sekunder

Pada Gambar-2 sinyal referensi elektrik didapatkan dari tekanan akustik meggunakan mikropon referensi, sinyal galat elektrik didapatkan dari residu derau akustik menggunakan mikropon galat. Kemudian sinyal suara anti derau harus

dihasilkan dari keluaran sinyal elektrik

menggunakan loudspeaker. Oleh karena itu, harus

ditambahkan fungsi tranfer

S

( )

z

untuk

mengkompensasi jalur sekunder dari

y

( )

n

menuju

e(n)

, yang terdiri atas DAC (Digital Analog

Converter), filter rekonstruksi, penguat daya,

loudspeaker, jalur akustik dari loudspeaker ke mikropon error, preamplifier, filter anti aliansing, dan ADC (Analog-Digital Converter).

) (

' z P

) (

' z S

) (z

R

Gambar -8 Blok Diagram Sistem ANC[1]

Pada Gambar-8 terlihat bahwa fungsi transfer

( )

z

S dibagi menjadi dua tingkat fungsi transfer:

)

(z

R(z)S

S(z)

=

' (2.15)

(z)

S

' merepresentasikan fungsi transfer dari output

filter adaptif ke summing junction (sistem

loudspeaker). Demikian pula halnya dengan fungsi

transfer

P

( )

z

dari sensor input ke sinyal galat dibagi


(2)

TeknikA 36

(z)

R(z)P

P(z)

=

' (2.16)

Dimana

P

'

(z)

adalah fungsi transfer plant akustik

dari mikropon referensi ke summing junction. Koefisian filter adaptif harus konvergen pada nilai yang tepat untuk meminimalisasi sinyal error.

3. Pemodelan Sistem

Implementasi algoritma Adaptive Line

Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS) untuk meredam derau pada sistem kendali derau aktif dibagi dalam dua tahapan proses, yaitu proses identifikasi jalur sekunder dan proses kendali derau aktif. Pada perancangan sistem simulasi ini diasumsikan sistem dalam kondisi ideal, dalam arti sinyal referensi tidak dipengaruhi oleh umpan balik dari sumber sekunder.

3.1 Identifikasi Sistem

Algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS) membutuhkan

bagaimana sebenarnya karakteristik

S

( )

z

. Proses

identifikasi sistem merupakan penentuan model dari jalur sekunder yang akan dilalui sinyal dari kontroler dengan menggunakan algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS). Pada Gambar-9 diilustrasikan pemodelan sistem secara off

line.

) ( ˆ z S

Gambar -9 Pemodelan Jalur Sekunder Secara Off

line[1][2]

Pada proses pengidentifikasian sistem ini dilakukan dengan membangkitkan sinyal random

(white noise)

g

( )

n

dimana sinyal ini mempunyai

kerapatan spektrum yang konstan pada semua frekuensi. Sinyal random yang dibangkitkan ini mempunyai nilai yang terdistribusi secara normal

dengan rata-rata = 0, variansi

σ

2

=

1

dan standar

deviasi

σ

=

1

. Sinyal white noise yang

dibangkitkan sebanyak 30000 data dengan frekuensi sampling 8000 Hz. Sehingga dihasilkan sinyal random sepanjang 3.75 detik. Sinyal random yang dibangkitkan seperti Gambar-10.

Gambar -10 Sinyal Random

Setelah membangkitkan sinyal random

( )

n

g

, dirancang propagasi dari jalur sekunder

(fungsi transfer jalur sekunder) yaitu jalur aliran anti-noise dari output loudspeaker menuju mikropon galat. Perhitungan fungsi transfer ini dilakukan dengan beberapa tahapan untuk menghasilkan respon impuls sebuah sistem pada jalur sekunder.

Respon impuls jalur sekunder dirancang dengan band yang dibatasi pada range 160-2000 Hz dengan panjang filter 0.1 detik. Banyak data 800 sampel dan frekuensi sampling 8000 Hz. Respon impuls propagasi jalur sekunder dapat dilihat seperti Gambar-11

Gambar -11 Respon Impuls Jalur Sekunder S

( )

z

Setelah dirancang propagasi pada jalur sekunder, dilakukan proses untuk identifikasi

propagasi aliran sekunder tersebut dengan

menggunakan pemodelan secara off line seperti pada Gambar-9

3.2 Pemodelan Sistem untuk ANC (Active

Noise Control) Dengan Algoritma Adaptive

Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS)

Model kendali derau aktif (ANC) umpan maju dengan algoritma Least Mean Square (LMS)

yang akan disimulasikan diilustrasikan pada

Gambar-12

) ( ˆ z

S

Gambar-12 Model Sistem ANC Dengan Algoritma

Least Mean Square ( LMS) [1]

Dalam simulasi ANC ini, digunakan variasi input yang akan diredam (derau primer). Sinyal input yang disimulasikan yaitu sinyal random (acak), sinyal sinusoidal murni dengan frekuensi 50 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, sinyal multi sinus dan kombinasi diantara sinyal random dan sinusoidal.


(3)

4 0 0 0 4 0 5 0 4 1 0 0 4 1 5 0 4 2 0 0 4 2 5 0 4 3 0 0 - 3

- 2 - 1 0 1 2

3 D e s i r e d S i g n a l

O u t p u t S i g n a l E r r o r S i g n a l

A

m

p

li

tu

d

o

I t e r a s i

0 500 1000 1500

-1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

N

ila

i S

in

ya

l

Data, n

Gambar -13 Sinyal Input Sinusoidal

f

=

50

Hz

Gambar -14 Sinyal Input Sinusoidal + Random

Sama halnya dengan proses identifikasi jalur

sekunder

S

( )

z

, dirancang propagasi jalur primer

( )

z

P

yaitu jalur propagasi derau primer yang akan

dihilangkan. Propagasi jalur primer juga

dikarakterisasi dengan menggunakan filter linear. Respon impuls jalur primer dirancang dengan band yang dibatasi pada range 40-1200 Hz dengan panjang filter 0.1 detik. Banyak data 800 sampel dan frekuensi sampling 8000 Hz. Respon impuls propagasi jalur primer dapat dilihat seperti Gambar -15

0 0 .0 1 0 .0 2 0 .0 3 0 .0 4 0 .0 5 0 .0 6 0 .0 7 0 .0 8 0 .0 9

-0 .3 -0 .2 -0 .1 0 0 .1 0 .2 0 .3

Waktu[s]

N

il

ai

K

o

ef

is

ie

n

Gambar-15 Respon Impuls Jalur Primer

Kinerja hasil proses identifikasi dari jalur sekunder dan kendali derau aktif ditunjukkan oleh rasio antara sinyal referensi dengan sinyal galat dalam desibell (dB) secara global. Rasio antara sinyal referensi dengan sinyal galat secara global dinyatakan dengan SER ( signal to error ratio), dapat dihitung dengan persamaan:

n))))

log(var(e(

(n)))

(log(var(d

10

SER

=

(3.1)

dimana

( )

( )

d n

var : varian dari sinyal input

( )

( )

en

var : varian dari sinyal galat

Kesalahan kuadrat rata-rata (mean squared error /

MSE) pada setiap konvergensi parameter dihitung

dengan:

=

=

N

0 n

2

y(n)]

[d(n)

N

1

MSE

(3.2)

dimana

d(n)

: sinyal input

y(n)

: output filter yang

merepresentasikan estimasi dari sinyal input

4. Hasil dan Pembahasan

Pada bagian ini dilakukan simulasi sistem

kendali derau aktif umpan maju dengan

menggunakan algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE – LMS) dan kemudian dilakukan analisis terhadap hasil dari sistem yang diuji. Pada penelitian ini, sinyal masukan derau primer yang diberikan pada sistem adalah sinyal sinusoidal dengan variasi frekuensi 50 Hz, 500 Hz dan 1000 Hz, sinyal random (acak) dan sinyal sinusoidal yang dikombinasikan dengan sinyal random.

4.1 Identifikasi Jalur Sekunder

Proses identifikasi dilakukan dengan

membangkitkan sinyal random yang digunakan sebagai sinyal input. Identifikasi jalur sekunder dilakukan dengan menggunakan filter FIR berorde

450

L

=

dan faktor konvergensi

=

0.003

. Pada

proses identifikasi sistem didapat nilai galat kuadrat rata-rata MSE terkecil yaitu sebesar 0.0105 dengan nilai redaman global SER terbesar yaitu 19.78016 dB. Algoritma konvergen setelah melakukan proses iterasi sekitar 2500 iterasi. Hasil identifikasi jalur sekunder dapat dilihat pada Gambar-16

Gambar- 16 Identifikasi Jalur Sekunder

Pada Gambar-17 dapat dilihat grafik hubungan galat

MSE dengan faktor konvergensi .

Gambar -17 Galat Minimal Sistem Identifikasi

0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03

0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006

Faktor Konvergensi,

M

S

E

300 350 400 450 500 550


(4)

Gambar -18 Respon Magnitude Fungsi Transfer

Jalur Sekunder

Gambar-19 Respon Phasa Fungsi Transfer Jalur

Sekunder

Gambar -20 Respon Impuls Fungsi Transfer Jalur

Sekunder

4.2 Simulasi Kendali Derau Aktif Dengan Algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS)

Setelah dilakukan proses identifikasi jalur sekunder untuk mendapatkan model jalur sekunder baru dilakukan proses penghilangan derau (

cancelling noise ) dengan sistem kendali derau aktif.

Simulasi ini dilakukan denagn sistem ANC pendekatan umpan maju dengan menggunakan algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS). Sebagai masukan digunakan variasi sinyal input sinusoidal, sinyal acak dan kombinasi diantara keduanya.

4.2.1 Input Sinyal Sinusoidal

f

=

50

Hz

Tabel-1 Hasil Peredaman Input Sinyal Sinusoidal 50

Hz Orde 60

SER(dB) MSE

0.0100 5.7566 0.5266

0.0400 11.6778 0.1200

0.0700 14.3797 0.0904

0.1000 16.3257 0.0169

0.4100 13.5334 9.78E-02

0.5000 -865.4332 2.051E+86

Orde 70

SER(dB) MSE

0.0100 8.1483 0.3848

0.0400 14.6237 0.0550

0.0700 17.0055 0.0460

0.1000 19.0141 0.0156

0.3100 18.1486 0.0275

0.4000 -2.96E+03 1.11E+299

Orde 80

SER(dB) MSE

0.0100 8.7125 0.2093

0.0400 15.3931 0.0474

0.0700 17.4831 0.0242

0.1000 15.8313 0.0315

0.3100 13.5597 9.63E-02

0.4000 3.17E+197 3.5E+197

Berdasarkan Tabel-1 peredaman optimum didapatkan pada kendali derau aktif dengan orde

filter

L

=

70

dan faktor konvergensi

=

0

.

1

.

Terbukti dengan redaman global sebesar 19.0141 dB dan MSE = 0.0156. Berdasarkan hasil pada Tabel-1, dapat digambarkan grafik hubungan galat MSE

dengan faktor konvergensi seperti pada

Gambar-21

Gambar -21 Galat Minimal ANC Least Mean

Square (LMS) Input Sinusoidal 50 Hz

4.2.2 Input Sinyal Random

Tabel-2. Hasil Peredaman Input Sinyal Random

Orde 400

SER(dB) MSE

0.00007 5.7027 0.2736

0.00009 6.0490 0.2571

0.0001 6.0622 0.2522

0.0002 7.7412 0.1721

0.0004 7.0915 0.2005

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

-60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20

Normalized Frequency (×π rad/sample)

M

a

g

n

itu

d

e

(

d

B

)

Magnitude Response (dB)

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

-14000 -12000 -10000 -8000 -6000 -4000 -2000 0

Normalized Frequency (×π rad/sample)

P

h

a

s

e

(

d

e

g

re

e

s

)

Phase Response

0 50 100 150 200 250 300 350 400

-0.25 -0.2 -0.15 -0.1 -0.05 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25

Samples Impulse Response

A

m

p

lit

u

d

e

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5

Faktor Konvergensi,

M

S

E 60

70 80


(5)

500

SER(dB) MSE

0.00007 4.7107 0.3450

0.00009 5.7706 0.2731

0.0001 6.6857 0.2171

0.0002 7.9943 0.1643

0.0003 6.4995 0.2286

600

SER(dB) MSE

0.00007 5.9803 0.2589

0.00009 6.1896 0.2446

0.0001 6.5519 0.2243

0.0002 7.6985 0.1746

0.00025 6.4916 0.2329

Berdasarkan Tabel-2 peredaman optimum didapatkan pada kendali derau aktif dengan orde

filter

L

=

500

dan faktor konvergensi

0.0002

=

. Terbukti dengan redaman global

sebesar 7.99433 dB dan MSE = 0.16427.

Berdasarkan hasil pada Tabel-2, dapat digambarkan grafik hubungan galat MSE dengan

faktor konvergensi seperti pada Gambar -22.

Gambar -22 Galat Minimal ANC Adaptive Line

Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS)Input Sinyal Random

4.2.3 Input Sinyal Sinusoidal dan Random Tabel-3 Hasil Peredaman Input Sinyal Sinusoidal +

Random Orde 400

SER(dB) MSE

0.00004 6.0082 1.3392

0.00007 7.3734 1.1485

0.0001 7.4239 0.8118

0.0002 7.2929 0.8823

0.0003 6.8108 1.8153

Orde 450

SER(dB) MSE

0.00004 6.4023 1.1591

0.00007 8.9195 0.7365

0.0001 7.7846 0.7580

0.0002 7.5434 1.1869

0.0003 5.6813 1.8808

Orde 500

SER(dB) MSE

0.00004 7.2150 1.6230

0.00007 8.2730 1.0085

0.0001 7.0306 1.4378

0.0002 5.3269 1.7804

0.00025 5.85E+00 2.2867

Berdasarkan Tabel-3 peredaman optimum didapatkan pada kendali derau aktif dengan orde

filter

L

=

450

dan faktor konvergensi

0.00007

=

. Terbukti dengan redaman global

sebesar 8.91956 dB dan MSE = 0.73646.

L

=

400

.

Berdasarkan hasil pada Tabel-3, dapat digambarkan

grafik hubungan galat MSE dengan faktor

konvergensi seperti pada Gambar -23.

Gambar -23 Galat Minimal ANC Adaptive Line

Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS) Input Sinusoidal + Random

Hasil simulasi ANC menunjukkan bahwa pemilihan faktor konvergensi dan orde filter yang tepat sangat menentukan performansi sistem. Dari keseluruhan simulasi ANC dengan menggunakan algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS) dengan berbagai sinyal input, didapatkan peredaman yang paling optimal yang selalu berbeda-beda pada tiap-tiap jenis input. Pada

input sinusoidal

f

=

50

Hz didapatkan redaman

global 19.0141 dB, pada

f

=

500

Hz sebesar

23.2399 dB dan pada 1000 Hz sebesar 28.3209 dB. Sedangkan pada input multi sinusoidal (kombinasi) 50 Hz, 500 Hz, dan 1000 Hz, sistem ANC hanya mampu meredam sinyal sebesar 13.2802 dB. Peredaman semakin kecil jika sinyal input derau primer berupa sinyal random (acak), disini peredaman hanya sebesar 7.9943 dB. Tetapi jika sinyal random dikombinasikan dengan sinyal sinusoidal dengan frekuensi 50 Hz, 500 Hz dan 1000 Hz, peredaman sistem sedikit lebih baik, dimana peredaman sebesar 8.9196 dB.

Jadi pada input derau sinyal sinusoidal dengan frekuensi 1000 Hz sinyal teredam dengan sangat baik, dan peredaman terkecil diperoleh pada

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

0 0.0002 0.0004 0.0006 Faktor Konvergensi,

M

S

E 400

500 600

0 0.5 1 1.5 2 2.5

0 0.0001 0.0002 0.0003 0.0004

Faktor Konvergensi,

M

S

E 400

450 500


(6)

TeknikA 40

input derau sinyal random (acak). Hal ini disebabkan karena sinyal random strukturnya tidak beraturan dibandingkan sinyal sinusoidal yang beraturan dan periodik. Oleh karena itu, pada input sinyal random digunakan orde filter yang lebih besar dari pada sinyal sinusoidal. Pemilihan orde filter yang besar ini juga harus diimbangi dengan pemilihan faktor konvergensi yang kecil. Jadi orde filter berbanding terbalik dengan faktor konvergensi.

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil simulasi kendali derau aktif dengan algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS) pada penelitian ini, dapat disimpulkan:

1. Pemilihan faktor konvergensi

( )

µ

dan orde

filter (L) yang tepat sangat menentukan

kinerja kendali derau aktif karena

mempengaruhi stabilitas dan kecepatan

konvergensi.

2. Semakin besar faktor konvergensi maka

algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS) akan semakin

cepat konvergen. Jika terlalu besar

mengakibatkan sistem tidak stabil. Karena itu perlu ditentukan nilai optimalnya.

3. Hasil simulasi menunjukkan bahwa orde

yang besar cenderung optimal meredam derau pada faktor konvergensi yang kecil. Jadi faktor konvergensi berbanding terbalik dengan orde filter.

4. Kendali derau aktif dengan algoritma

Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS) mampu meredam sinyal sinusoidal frekuensi 1000 Hz sebesar 28.3209 dB dan sinyal random 7.99 dB. Jadi algoritma Adaptive Line Enhacer - Least Mean Square (ALE - LMS) bekerja dengan lebih optimal

pada sinyal derau primer sinusoidal

dibandingkan sinyal random.

Daftar Pustaka

[1] Kuo, Sen M dan Morgan, Dennis R, ”Active

Noise Control Algorithm and DSP Implementations”, John Willy & Sons INC. .

New York:, 1996

[2] Fauzy, Sofyan, “Perancangan dan

Implementasi Sistem Kendali Derau Aktif Umpan Maju Dengan Algoritma X-LMS Berbasis TMS320C54X DSKPLUS Pada Saluran Akustik”, Tugas Akhir, ITB, 1998

[3] Resmana, Lim dan Patrick, Marco Jennifer,

Reduksi Noise Akustik Secara Aktif Dengan Metoda Filtered-X Least Mean Square”., Tugas Akhir, Petra, Surabaya,

2002

[4] Husnaini, Irma, “Perancangan dan

Implementasi Sistem Kendali Derau Aktif Umpan Maju Broadband Pada Ruang Terbuka”, Tesis, ITB, 2005

[5] Haykin, Simon, ”Adaptive Filter Theory”,

Third Edition. New Jersey, Prentice-Hall International, INC, New Jersey, 2000

[6] Yuu-Seng Lau, Zahir M. Hussian and

Richard Harris. “A Time-Varying

Convergence Parameter for the LMS Algorithm in the Presence of White Gaussian Noise”, RMIT University. Australia, 2000

[7] “Acoustic Modeling and Adaptive Filtering”. http://www.ntu.edu.sg

[8] L.Hakansson. “The Filtered-x LMS

Algorithm”, www.its.bth.se

[9] Orlando J. Tobias, José Carlos M. Bermudez,

Member, IEEE, and Neil J. Bershad, Fellow, IEEE. “Mean Weight Behavior of the Filtered-X LMS Algorithm”,

www.eel.ufsc.br/~bermudez, IEEE, 2000 [10] “Theory of Active Noise Control”,

www.wa.wb.utwente.nl

[11] S.V.Narasimhan, S. Veena, H. Lokesha and

Savitha S. Shankarling, “Algorithms for

Active Noise Control and their Performance”. Aerospace Electronics and

Systems Division. Bangalore, India , 2005

BIODATA

Heru Dibyo Laksono, Lahir di Sawah Lunto, 7

Januari 1977. Menamatkan S1 di Jurusan Teknik Elektro Universitas Andalas (Unand) Padang tahun 2000 bidang Teknik Tenaga Listrik. Pendidikan S2 bidang Teknik Kendali dan Sistem diselesaikan di Institute Teknologi Bandung (ITB) tahun 2004. Masuk sebagai dosen Teknik Elektro Universitas Andalas sejak tahun 2005.

Email : heru_dl@ft.unand.ac.id

Uyung Gatot Syafrawi Dinata, Lahir di

Pandeglang, 9 Juli 1966. Menamatkan S1 di Jurusan Teknik Mesin Universitas Andalas (Unand) Padang tahun 1991. Pendidikan S2 bidang Teknik Mesin diselesaikan di Institute Teknologi Bandung (ITB) tahun 1994 dan S3 bidang Teknik Mesin & Transportasi di Technische Universitaet Berlin tahun 2002.