Keterlambatan Diagnosis Tuberkulosis di Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang.

KETERLAMBATAN DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU
DI RUMAH SAKIT Dr M DJAMIL PADANG
Sabrina E, Taufik, Yusrizal Chan, Zailirin YZ
Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK Unand/
RS Dr M Djamil Padang
ABSTRAK

Latar Belakang: Keterlambatan dalam memulai pengobatan tuberkulosis (TB)
paru, terutama basil tahan asam (BTA) positif, dapat meningkatkan periode
penularan dalam masyarakat, penyakit tambah berat, komplikasi tambah banyak
dan angka kematian meningkat.
Tujuan: Menentukan lamanya Keterlambatan pasien dan dokter dalam memulai
pengobatan TB paru serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Metode: Studi cross sectional dengan menganalisis dan interview pasien TB paru
kasus baru yang melanjutkan pengobatan anti-tuberkulosis di Poliklinik Paru RS
Dr. M. Djamil Padang 1 Oktober 2006 s/d 31 Maret 2007.
Hasil: Dari 116 pasien, median usia 40 tahun, laki-laki 62,1%, 44,8% BTA positif.
Keterlambatan pasien dialami oleh 75,9% dan Keterlambatan dokter 89,7%. Nilai
median keterlambatan masing-masing 7,0 minggu dan 4,2 minggu. Faktor yang
mempengaruhi Keterlambatan pasien adalah tingkat pendidikan rendah, gejala
awal batuk, dan persepsi pasien terhadap gejalanya batuk biasa. Faktor yang

mempengaruhi Keterlambatan dokter adalah sarana kesehatan pertama dikunjungi
puskesmas, tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat, BTA negatif, diagnosis
sarana kesehatan pertama penyakit lain dan tidak tahu, mempunyai asuransi dan
jumlah sarana kesehatan yang dikunjungi ≥ 3 buah.
Kesimpulan: Pada umumnya pasien mengalami keterlambatan dalam memulai
pengobatan TB paru. Keterlambatan dapat terjadi oleh pasien maupun dokter.
Berbagai faktor mempengaruhi keterlambatan tersebut.
Kata kunci : Keterlambatan pasien, Keterlambatan dokter, faktor-keterlambatan

PENDAHULUAN

meningkatkan

Elemen penting dalam program
penanggulangan tuberkulosis (TB)
adalah diagnosis dini dan pemberian
terapi yang cepat dan tepat. Hal ini
terutama penting pada kasus-kasus
dengan basil tahan asam (BTA)
positif,


karena

bila

terlambat

mendiagnosis dan memberi terapi,
dapat menjadi sumber penularan dan

periode

penularan

dalam masyarakat. Disamping itu,
dapat menyebabkan penyakit lebih
berat, komplikasi lebih banyak dan
angka kematian meningkat.1 Hal ini
umum
sedang


terjadi

di

negara-negara

berkembang,

termasuk

Indonesia yang merupakan salah satu
negara dengan jumlah penderita TB
terbesar setelah India dan Cina. Pada

1

tahun

2004,


diperkirakan

angka

diagnosis dan pengobatan TB paru

prevalensi TB di Indonesia mencapai

dapat berasal dari pasien atau dari

119 per 100.000 penduduk pertahun.

sistem pelayanan kesehatan, terjadi

Angka

mulai

deteksi


kasus

Detection Rate/CDR)

(Case

BTA positif

pada

mengeluh

saat

pasien

mulai

adanya


gejala

yang

hanya 54%, yang berarti masih

berhubungan dengan TB paru sampai

banyak

pengobatan

kasus

TB

yang

belum


tertangani.2

anti

tuberkulosis

diberikan.5,6 Keterlambatan ini dapat

Di Poliklinik Paru RS Dr. M.

dibagi

atas

dua

kategori;

Djamil, pada tahun 1992 pasien TB


Keterlambatan

pasien

paru yang berobat sebanyak 102

keterlambatan

oleh

kasus, jumlah ini meningkat menjadi

kesehatan.7

195 kasus pada tahun 19963. Pada

dan
sarana


Keterlambatan

pasien

tahun 1998-2002 pasien TB paru

(patient’s delay) yaitu bila periode

yang dirawat di Bangsal Paru RS Dr.

mulai

M. Djamil Padang mencapai 52,94%

gejala yang relevan dengan TB

dari seluruh pasien yang dirawat.

sampai datang pertama kali ke sarana


BTA sputum positif didapat pada

kesehatan

30,54% pasien, dan lesi luas secara

tertentu.8

radiologis 89,13%.4

mendefinisikan

dari

pasien

mengeluhkan

melebihi


satu

Beberapa

waktu
peneliti

Keterlambatan

Dari data diatas dapat dilihat

pasien sebagai rentang waktu antara

terjadi peningkatan kasus TB paru

pasien pertama mengalami keluhan

yang berobat ke Poliklinik Paru.

yang relevan dengan TB sampai saat

Jumlah pasien yang dirawat cukup

pertama kali berobat ke sarana

tinggi dengan lesi luas. Penyebab

kesehatan.6,9,10

terjadinya keadaan tersebut belum
diketahui,

apakah

keterlambatan

berperan dalam hal ini?
Keterlambatan mendiagnosis

Periode mulai pasien pertama
konsultasi

ke

sarana

kesehatan

sampai ditegakkan diagnosis, bila
melebihi suatu batas waktu tertentu

TB paru sudah dilaporkan baik di

disebut

Keterlambatan

dokter

negara maju maupun negara sedang

(docter’s delay).8 Beberapa peneliti

berkembang. Keterlambatan dalam

mendefinisikan

Keterlambatan

2

dokter sebagai rentang waktu antara

Karena tidak ada kesamaan

saat pasien pertama kali datang ke

pendapat para ahli untuk batasan

sarana kesehatan sampai diagnosis

keterlambatan ini, banyak peneliti

ditegakkan.6,9,10

mengambil waktu mulai dari gejala

Tidak ada kesepakatan para

awal sampai kunjungan pertama ke

ahli tentang batas waktu untuk

sarana kesehatan langsung sebagai

Keterlambatan

dan

Keterlambatan pasien, dan periode

Dalam

pertama ke sarana kesehatan sampai

potong

mendapat

Keterlambatan

pasien
dokter.

berbagai

penelitian,

titik

batas

waktu

keterlambatan

obat

(OAT)

disebut

ditentukan dengan dua cara. Cara

Keterlambatan

pertama

kesehatan. 1,7,9

berdasarkan

kesepakatan

para ahli dengan suatu periode yang
masuk

akal

sebagai
dokter/sarana

Penelitian ini dilakukan untuk

berbagai

menilai Keterlambatan pasien dan

dalam

dokter dalam memulai pengobatan

penelitian Wandwalo dkk di Mwanza

pada pasien TB paru yang berobat di

(Tanzania).

Berdasarkan

Poliklinik Paru RS Dr. M. Djamil

pengetahuan medis beberapa dokter

Padang. Dinilai juga faktor-faktor

dan

tingkat

yang mempengaruhi keterlambatan

pasien,

tersebut.

pertimbangan,

dengan

antituberkulosis

seperti

mempertimbangkan

sosio-ekonomi

Keterlambatan pasien dihitung bila
periode mulai gejala awal sampai
kunjungan

pertama

ke

METODE

sarana

Penelitian
cross

ini

merupakan

kesehatan lebih dari 30 hari, dan

studi

Keterlambatan dokter dihitung bila

menganalisis

periode kunjungan pertama ke sarana

menginterview pasien TB paru kasus

kesehatan sampai diputuskan dapat

baru

OAT lebih dari 10 hari.11 Cara kedua

Poliklinik Paru RS Dr. M. Djamil

yaitu menggunakan nilai median

Padang mulai 1 Oktober 2006 s/d 31

keterlambatan yang didapat dalam

Maret

penelitian tersebut, seperti dalam

maupun negatif. Diagnosis TB paru

penelitian Chang dkk.8

dapat ditegakkan oleh Poliklinik

yang

2007,

sectional
rekam

medis

mendapat

baik

dengan
dan

OAT

BTA

di

positif

3

Paru RS Dr M Djamil Padang

International

maupun tempat lain termasuk pasien

Tuberculosis and Lung Diseases

rawat inap dan dari rumah sakit lain.

(IUATLD).12 Hasil röntgen toraks

Pemberian

di

dinilai luas lesi menurut kriteria

Poliklinik Paru RS Dr M Djamil

American Thorasic Society (ATS).13

karena berbagai alasan. Pasien yang

Lama kedua pemeriksaan ini dinilai

masuk dalam penelitian ini berusia

dari pertama dianjurkan sampai hasil

15 tahun atau lebih dan menanda

pemeriksaan diberikan pada dokter.

tangani

OAT

dilanjutkan

persetujuan

penelitian.

Union

Pasien

Against

diminta

untuk

Pasien dikeluarkan dari penelitian

memperkirakan mulai gejala awal,

bila

dengan

informasi

tidak

adekuat,

menggunakan

patokan

misalnya data rekam medis tidak

kejadian-kejadian

cukup atau pasien sulit diwawancarai

sepanjang tahun, misalnya hari-hari

karena sebab tertentu.

keagamaan, hari bersejarah baik

Data yang dikumpulkan dari

yang

bersifat

monumental

nasional

maupun

rekam medis pasien antara lain; jenis

pribadi, atau kejadian-kejadian alam

kelamin,

tingkat

seperti gempa bumi dan lain-lain.

asuransi,

Gejala awal yaitu gejala yang relevan

tanggal pertama ke Poliklinik Paru

dengan TB, termasuk: batuk, batuk

RS Dr M Djamil Padang. Dicatat

darah, sesak nafas, nyeri dada,

juga hasil BTA dan röntgen toraks

demam, penurunan berat badan, dan

serta lama pemeriksaan, tanggal

lain-lain

keputusan

kelenjer

umur,

pendidikan,

alamat,

pekerjaan,

pemberian

OAT

dan

(termasuk:
getah

bening).

Persepsi

sarana kesehatan yang memutuskan

pasien

pemberian OAT.

sarana kesehatan pertama dikunjungi

Hasil

BTA

sputum

dan

pembesaran

diagnosis/keterangan

yang

terhadap gejala awal diklasifikasikan

diambil adalah hasil pemeriksaan

atas batuk biasa, penyakit paru,

tertinggi dari tiga pemeriksaan yang

penyakit lain dan tidak tahu.

dilakukan. Pembacaan sediaan dahak
dilakukan

oleh

Laboratorium

Pada

semua

ditanyakan

waktu

Mikrobiologi RS Dr. M. Djamil

kesehatan

pertama

Padang dengan menggunakan skala

jumlah

sarana

pasien

dan

sarana

dikunjungi,

kesehatan

yang

4

dikunjungi

sampai

ditegakkan

dan

diagnosis

kunjungan

ke

pengobatan alternatif.

Analisis statistik

Keterlambatan
antara

pasien

pertama

merasakan keluhan yang relevan
dengan TB sampai datang ke sarana
kesehatan yang pertama dikunjungi
lebih dari 3 (tiga) minggu. Batasan
3

minggu

ditentukan

berdasarkan lamanya gejala utama
TB berupa batuk terus menerus dan
berdahak selama 3 (tiga) minggu
atau

lebih

menurut

Nasional

Data diproses dan dianalisis

pasien

(patient’s delay), didefinisikan bila

waktu

dan röntgen toraks serta faktor teknis
di RS. Dr. M. Djamil Padang.

Keterlambatan

periode

dibutuhkan untuk pemeriksaan BTA

Pedoman

Penanggulangan

menggunakan SPSS versi 10.0 for
Window. Karena distribusi data tidak
normal, Tes Mann-Whitney
Kruskall-Wallis
menentukan

digunakan
perbedaan

dan
untuk
median

Keterlambatan pasien dan dokter.
Untuk

menentukan

mempengaruhi

faktor

yang

terjadinya

Keterlambatan pasien dan dokter
digunakan analisis regresi logistik
multivariat

dan

dihitung

rasio

kecenderungan/RK (odd ratio/OR)
dengan interval kepercayaan/IK 95%

Tuberkulosis.12
Keterlambatan

dokter

(doctor’s delay), yaitu bila periode
pertama pasien ke sarana kesehatan

(95% Convident Interval /CI). Nilai
p