PERBEDAAN KECENDERUNGAN AKSES PORNOGRAFI PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UNS ANGKATAN 2014 YANG MEMILIKI PENDIDIKAN SEKSUAL TINGGI DAN RENDAH.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan sebuah fase perkembangan dari masa kanakkanak menuju ke arah kedewasaan. Di samping itu remaja adalah manusia
yang sedang berkembang fisik dan psikologisnya. Dalam keadaan seperti itu
berkembang pula fungsi-fungsi hormonal dalam tubuh remaja. Umumnya
proses kematangan fisik lebih cepat terjadi dari pada proses kematangan
psikologis. Seiring dengan berkembangnya remaja baik secara fisik, psikis,
maupun sosial, remaja berusaha mencari dan mencoba serta ingin diakui jati
dirinya (Davidson & Neale, 1990).
Pada umumnya remaja putra dan putri memasuki usia remaja tanpa
pengetahuan yang memadai tentang seks. Hal ini disebabkan orang tua masih
tabu membicarakan seks dengan anaknya sehingga anak mencari sumbersumber lain yang tidak akurat, khususnya pornografi. Pornografi tersebut
mereka dapatkan dengan sangat mudah dan murah melalui media-media
informasi yang ada di sekitarnya (Lubis, 2012). Para remaja merupakan
kelompok yang rentan terhadap pemaparan pornografi karena remaja sedang
sangat

ingin


tahu

mengkomunikasikannya

tentang
pada

permasalahan
orang

tua.

seksual

Kedua

tetapi

kondisi


sulit

tersebut

memungkinkan pornografi menjadi sulit dihindari dalam kehidupannya
(Mariani dan Bachtiar, 2010).

1

2

Bilamana orang tua mampu memberikan pemahaman mengenai
perilaku seks kepada anak-anaknya, maka anak-anaknya cenderung
mengontrol perilaku seksnya itu sesuai dengan pemahaman yang diberikan
orang tuanya. Hal ini terjadi karena pada dasarnya orang yang paling tepat
untuk menjawab keingintahuan anak-anak adalah orang terdekatnya, yaitu
orang tua. Orang tua adalah orang yang seharusnya paling mengenal siapa
anaknya, apa kebutuhannya dan bagaimana memenuhinya. Selain itu, orang
tua merupakan pendidik utama, pendidik yang pertama dan yang terakhir
bagi anaknya (BKKBN, 2004). Namun terkadang orang tua enggan, karena

merasa bahwa masalah itu bukan urusannya, cukup diserahkan pada guru dan
sekolah,

atau

karena

tidak

tahu

bagaimana

cara

memulai

atau

menyampaikannya. Tetapi ada juga yang lebih tidak peduli lagi dengan

berpendapat bahwa nantinya remaja akan tahu dengan sendirinya. Tidak
pernah terlintas bahwa anak-anak justru akan menjawab ketidaktahuannya
dengan mencari sumber-sumber lain yang tidak bisa dipercaya, misalnya dari
teman-teman sebayanya yang juga tidak tahu apa-apa, dari majalah, televisi,
bahkan dari internet (Mitra Inti Foundation, 2005).
Sebagai salah satu media pendidikan, internet memberikan akses ke
berbagai konten seksual secara pribadi dan rahasia. Meskipun informasi
kesehatan dapat sengaja dicari, internet juga dapat menyediakan konten yang
tidak diinginkan. Konten yang tersedia dapat berupa materi tentang anatomi
seksual, pencegahan kehamilan, atau penularan infeksi, tetapi konten
mungkin juga berisi materi seksual yang eksplisit dan berbau pornografi.

3

Data terakhir menunjukkan bahwa 42 % dari pengguna internet berusia
antara 10-17 tahun terpapar pornografi online, dan 66 % dari ini digambarkan
sebagai keterpaparan yang tidak diinginkan. Terpaparnya remaja terhadap
pornografi dapat memberikan efek adiksi dan peningkatan minat remaja
terhadap seks (Courville dan Rojas, 2009).
Melihat masa remaja sangat potensial dan dapat berkembang ke arah

positif maupun negatif maka intervensi edukatif dalam bentuk pendidikan,
bimbingan, maupun pendampingan sangat diperlukan untuk mengarahkan
potensi remaja tersebut agar berkembang dengan baik, ke arah positif dan
produktif. Pendidikan seksual diperlukan untuk menjembatani antara rasa
keingintahuan remaja tentang seksualitas dan berbagai tawaran informasi
yang vulgar, dengan cara pemberian informasi tentang seksualitas yang
benar, jujur, lengkap, yang disesuaikan dengan kematangan usianya.
Pendidikan seksual penting agar remaja mendapatkan informasi yang benar
dan akurat mengenai masalah seksual dan kesehatan reproduksi (Setiawati,
2010).
Pendidikan seksual memiliki peran penting dalam penggunaan
pornografi pada anak. Hubungan terbuka antara anak dan orangtua untuk
mengkomunikasikan tentang seksual, pendidikan seksual di rumah atau di
sekolah, dan partisipasi orangtua dengan anak terhadap internet memiliki
pengaruh yang konstruktif dan protektif (Covenant Eyes, 2013; Haglund dan
Fehring, 2010). Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, peneliti
tertarik untuk melakukan studi mengenai perbedaan kecenderungan akses

4


pornografi pada Mahasiswa Program Studi Kedokteran Universitas Sebelas
Maret angkatan 2014 yang memiliki pendidikan seksual tinggi dan rendah
karena masih minimnya penelitian pada hal tersebut.

B. Perumusan Masalah
Apakah terdapat perbedaan kecenderungan akses pornografi pada
Mahasiswa Program Studi Kedokteran Universitas Sebelas Maret angkatan
2014 yang memiliki pendidikan seksual tinggi dan rendah?

C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui adanya perbedaan kecenderungan akses pornografi
pada Mahasiswa Program Studi Kedokteran Universitas Sebelas Maret
angkatan 2014 yang memiliki pendidikan seksual tinggi dan rendah.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kecenderungan akses

pornografi pada Mahasiswa Program Studi


Kedokteran Universitas Sebelas Maret angkatan 2014 yang memiliki

pendidikan seksual tinggi dan rendah.
2. Manfaat Aplikatif
a. Bagi orang tua studi ini memberi bahan pertimbangan untuk
memberikan pendidikan seksual yang tepat bagi anak-anaknya serta

5

sebagai pertimbangan untuk melihat pendidikan seksual sebagai faktor
yang memengaruhi tingkat akses pornografi pada remaja.
b. Bagi peneliti digunakan sebagai informasi dan referensi untuk studi
lebih lanjut.

Dokumen yang terkait

Perancangan dan Evaluasi Program Pelatihan Kemandirian Bidang Akademik pada Mahasiswa (Studi pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2007 Universitas ‘X’ Bandung yang Memiliki Kemandirian Bidang Akademik yang Rendah).

0 0 28

Perbedaan Kecenderungan Somatisasi antara Mahasiswa Semester IV yang Memiliki Tingkat Kecemasan Tinggi dan Rendah di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

0 0 12

Hubungan antara Kecemasan dengan Sindrom Premenstruasi pada Mahasiswi Program Studi Kedokteran Angkatan 2014 Fakultas Kedokteran UNS.

0 0 11

PERBEDAAN TINGKAT STRES MAHASISWA PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UNS ANGKATAN 2013 BERDASARKAN FREKUENSI DAN DURASI MEMBACA AL-QUR’AN TINGGI DAN RENDAH.

0 0 11

PERBEDAAN PERSEPSI LINGKUNGAN BELAJAR MAHASISWA ACHIEVER DAN UNDERACHIEVER PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FK UNS.

0 0 12

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN DAN TINGKAT PERILAKU SEKSUAL PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FK UNS ANGKATAN 2014 DITINJAU DARI TINGKAT RELIGIUSITAS TINGGI DAN RENDAH.

0 0 11

PERBEDAAN SKOR KEPRIBADIAN SKIZOID PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNS ANGKATAN 2013 DENGAN KECERDASAN EMOSI TINGGI DAN RENDAH.

0 0 5

ANALISIS KECENDERUNGAN METODOE PENELITIAN SKRIPSI MAHASISWA DI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI UNS

0 0 7

Studi Perbandingan Budaya Belajar Mahasiswa yang Memiliki Prestasi Tinggi dan Rendah pada Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS IKIP Padang - Universitas Negeri Padang Repository

0 0 81

Perbedaan Persepsi Lingkungan Belajar Mahasiswa Achiever dan Underachiever Program Studi Kedokteran FK UNS - UNS Institutional Repository

0 0 28