Investigasi Pengaruh Pluronik 473 Pada Stabilitas Shellac

Investigasi Pengaruh Pluronik 473 Pada Stabilitas Shellac
Istiqomah1, Khairuddin2, Nanik Dwi Nurhayati3
1
Jurusan Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret
2
Dosen Jurusan Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret
3
Dosen Jurusan Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret
Jl. Ir. Sutami No. 36A, Kentingan, Jebres, Surakarta

ABSTRACT
The effect of pluronic 473 on stability of had been investigated in this study. The films were prepared
using solvent casting method. The shellac stability related to polymerization of shellac molecules
could be identified through insoluble solid test. The polymerization was occured by humidity
atmosphere or by heating.. The insoluble solid test was then performed after the samples were 1).
placed in 85 % relative humidity, 2). heated at 1250 C for 10, 30, 60, 90, and 180 minutes, a test called
“life under heat”. The result showed that percentage of insoluble solid by both humidity and heating
treatment increased with increasing of time from 2 % to 5 %, and from 20 to 82 %, respectively. The
addition of pluronic reduced the amount of insulible solid of samples at 85 % RH after 1st and 2nd
month, but no effect of the 3rd month. For the heated samples, the amount of insoluble solid increased
significantly from 10 to 90 minutes, then increased steadly untill 180 minutes.The addition of pluronic

also reduced the insoluble solid. These results suggested that pluronic 473 improved stability of
shellac, altought could not stop the polymerization.
Keyword: Shellac, pluronic, insoluble solid testing, polymerization.

ABSTRAK
Telah dilakukan study untuk mengetahui pengaruh pluronic 473 pada stabilitas shellac. Lapisan shellac
difabrikasi dengan metode solvent-casting. Stabilitas shellac dapat diindikasikan oleh polimerisasi
rantai molekul shellac dan dapat diukur dengan uji padatan tidak terlarut. Proses polimerisasi dapat
terjadi akibat kelembaban maupun pemanasan. Uji padatan tidak terlarut dilakukan dengan
penyimpanan pada suhu ruang dengan kelembaban 85% RH dan dengan “life under heat test” yang
dipanaskan pada suhu 1250C selama 10, 30, 60, 90, dan 180 menit. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa persentase padatan tidak terlarut semakin meningkat seiring bertambahnya waktu penyimpanan
akibat kelembaban maupun waktu pemanasan, secara berturut-turut dari 2 % hingga 5 %, dan dari 20
hingga 82 %. Pengaruh penambahan pluronik terlihat pada bulan ke-1 dan ke-2 waktu penyimpanan
85% RH untuk mengurangi polimerisasi shellac,namun, tidak berpengaruh pada bulan-ke-3. Kenaikan
persentase padatan tidak terlarut akibat pengaruh waktu pemanasan suhu 1250C selama 10-90 menit
terjadi secara signifikan, kemudian mengalami sedikit peningkatan sampai 180 menit. Penambahan
pluronik dapat mengurangi jumlah padatan tidak terlarut dan meningkatkan stabilitas shellac, namun
tidak dapat menghentikan polimerisasi.
Kata kunci :Shellac, pluronik, uji ketidaklarutan padatan, polimerisasi.


PENDAHULUAN
Shellac merupakan polimer alam yang dihasilkan di negara tropis seperti India,
Thailand dan Indonesia. Pemanfaatan shellac telah menyebar luas dalam berbagai
bidang, seperti pada obat-obatan, makanan, listrik, militer dan lain-lain[1]. Shellac
merupakan

bahan

ramah

lingkungan

karena

dapat

diurai

secara


alami

(biodegradable), ketersediaannya berlanjut (sustainable), bersifat tidak beracun (nontoxic), aman untuk dikonsumsi (edible), dan dikategorikan sebagai GRAS (generally
recognized as safe) oleh Food Drug Administration (FDA) dan Badan Pengawasan
Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia, serta dinyatakan halal oleh Majelis
Ulama Indonesia (MUI)[2].
Keunggulan shellacantara lain adalah mempunyai sifat perekat yang kuat, tahan
terhadap air dan kelembaban yang lebih baik dari pelapis sari pati (starch)[1] Selain
itu, shellac memiliki efek kilau yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis pelapis
lainnya meskipun fleksibilitasnya rendah[3].Kekurangan shellac yang lainadalah
rendahnya stabilitas yang terjadi akibat polimerisasi dari shellac itu sendiri. Stabilitas
merupakan sifat shellac yang berubah dalam fungsi waktu akibat pengaruh
kelembaban lingkungan dan temperatur yang relatif tinggi[1].
Studi yang telah dilakukan Qussi dan Suess (2006)[4] untuk memperbaiki sifat
shellacyaitu penurunan nilai modulus young dan temperatur glass transisi (Tg)
dengan penambahan konsentrasi plastisizer, berupa diethyl phthalate (DEP), triacetin
(TA), dan polyethylene glycol 400.Pluronik(polypropylene oxide) merupakan salah
satu jenis plastisizeryang dapat memperlambat proses polimerisasi pada lapisan
shellac. Sedangkan studi yang telah dilakukan Khairuddin, dkk (2016)[5] dijelaskan

bahwa penambahan plastisizer berupa PEG 1000 dan PEG 2000 dapat memperlambat
polimerisasi shellac sehingga meningkatkan stabilitas shellac, baik ketika diberikan
perlakukan kelembaban relatif 85 % maupun dengan pemanasan pada suhu 125oC.
Struktur shellac didominasi oleh gugus hidroksil dan karboksil, karena seiring
bertambahnya waktu penyimpanan maupun pemanasan, gugus-gugus reaktif tersebut
bergabung membentuk formasi ester dengan melepaskan H2O[7]. Dengan demikian,

polimerisasi shellac dapat dicirikan dengan meningkatknya porsi bagian keras serta
menurunnya porsi bagian lunak dari resin shellac[8]. Gambaran skematik polimerisasi
ditunjukkan pada Gambar 1, dimana polimerisasi menghasilkan peningkatan gugus
C=O dan penurunan pada gugus O-H[8].

polimerisasi

Gambar 1. Proses PolimerisasiShellac[9]

Pluronik(nama dagang poloxamer) jenis 473merupakan plastisizer dengan
berat molekul sekitar 12.500 dalton danviskositas larutan yang menurun ketika suhu
meningkat[10]. Plastisizer didefinisikan sebagai substansi non volatil, bertitik didih
tinggi, yang pada saat ditambahkan pada material lain mengubah sifat fisik dari

material tersebut[11]. Plastisizer merupakan bahan-bahan dengan berat molekul yang
relatif rendah dan memiliki kemampuan untuk mengubah sifat fisik dari polimer
sedemikian hingga polimer tersebut memiliki kualitas yang lebih baik[12]. Pada
penelitian ini diharapkan penambahan pluronik kedalam larutan shellac mampu
meningkatkan stabilitas shellacdengan adanya ikatan hidrogen antara grup O-H dari
shellac dengan O-H atau H dari pluronik sehingga mencegah atau memperlambat
polimerisasi pada shellac.

Gambar 2. Struktur kimia pluronik[3]

METODE
Pada penelitian ini, shellac yang digunakan berjenis Waxfree,pluronik 473,
dan etanol 96% sebagaipelarut.Pembuatan sampel yang dimulai dengan penumbukan
seedlac menggunakan mortar.Seedlac halus sebanyak 1,125 gr dilarutkan pada 10 mL
etanol 96% dan distirred pada kecepatan konstan selama 4 jam.Kemudian
ditambahkan pluronik sebanyak 10% b/b dari larutan shellac yang sudah distirred
atau sebanyak 0,125 gr, dan distirred kembali selama 2 jam.Suspensi shellac-pluronik
yang dihasilkan kemudian dituangkan ke dalamteflon dan diuapkan pelarutnya
dengan oven pada suhu 50oC selama 14 jam sehingga didapatkan lapisanshellacpluronik.Penyimpanan lapisan shellac-pluronikdilakukan


di dalam

Desikator

dengan suhu 25˚C pada kondisi 85% RH untuk selanjutnya dilakukan uji
karakterisasi sampel.Kelembaban relatif 85 % dicapai dengan larutan jenuh garam
KCl.
Sampel ditimbang seberat 0,5 gram untuk dimasukkan ke dalam oven yang
diatur pada suhu 1250C, dengan variasai waktu pemanasan selama 10, 30, 60, 90, dan
180 menit. Kemudian sampel uji dilarutkan dengan alkohol sebanyak 10 mL dan
distirred selama 3 jam. Setelah itu dilakukan proses penyaringan dan pengeringan
dalam suhu ruang, sehingga dapat diketahui perbedaan berat dari kawat saring
sebelum dan sesudah disaring sebagai presentase ketidaklarutan padatan (insoluble
solid). Pengaruh kelembaban pada stabilitas shellac dilakukan dengan menyimpan
sampel pada kelembaban relatif 85 % dan padatan tidak terlarut diukur pada bulan ke
1, 2, dan 3.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Shellac merupakan polimer alam yang sifatnya tidak stabil terhadap waktu
terutama dalam limgkungan kelembaban tinggi maupun pemanasan, sutau proses

yang disebut polimeriasasi. Polimerisasi dapat diperlambat dengan menambahkan
material lain pada shellac dimana pada penelitian digunakan pluronik 473.
Polimerisasi ini dapat diukur dengan uji padatan tidak terlarut. Gambar 3
menunjukkan prosentasi padatan tidak terlarut pada shellac setelah disimpan pada
kelembaban relatif 85 % selama 1, 2, dan 3 bulan. Terlihat padatan tidak terlarut dari
shellac semakin meningkat lamanya penyimpanan, yakni 2,89 % pada bulan ke 1,
menjadi 4% pada bulan ke 2, dan 4,8% pada bulan ke 3. Dengan kata lain rata-rata

berat padatan tidak terlarut (%)

peningkatan sekitar 47,5% per bulan.

6
5
4
3
shellac non p
2

p 473


1
0
0

1

2

3

4

waktu penyimpanan (bulan)

Gambar 3. Grafik hasil uji ketidaklarutanpadatanvariasi waktu penyimpanan

Penambahan pluronik 473 dapat menaikkan stabilitas shellac seperti yang
ditunjukkan oleh penurunan padatan tidak terlarut dari 2,89 % pada bulan ke-1 dan
4% pada bulan ke-2 berturut turut menjadi 0.73 % dan 1,93 %. Kenaikan nilai

ketidaklarutan suatu material mununjukkan adanya polimerisasi akibat lapisan shellac

kehilangan plastisizer.[8]Hal ini kemungkinan lapisan shellac-pluronik telah
mengalami kehilangan plastisizer akibat rendahnya berat molekul.Berkurangnya
interaksi antara shellac dan plasticizer yang terjadi karena volatisasi atau lepasnya
ikatan lapisan permukaan akibat kontak dengan udaradapat memicupolimeriasasi
yang ditandai dengan meningkatnya padatan tidak terlarut.Namun pada bulan ke-3,
efek pluronik tidak berpengaruh untuk mencegah polimerisasi pada shellac. Semakin
bertambahnya waktu penyimpanan maka plastisizer bertambah cepat lepasnya ikatan
lapisan permukaan (volatization) yang mencegah polimerisasi shellac. Akibatnya,
peran plastisizer untuk memeperlambat polimerisasi semakin berkurang seiring
bertambahnya waktu penyimpanan karena pengaruh kelembaban.Hal ini dapat ditarik
kesimpulan, bahwa penambahan pluronik tidak dapat menghilangkan polimerisasi
shellac, namun dapat menguranginya.Sesuai dengan hasil studi yang dilakukan oleh
Khairuddin, dkk, bahwa dengan penambahan PEG pada shellac dapat mengurangi
polimerisasi shellac dan meningkatkan stabilitasnya[6].
Pada penelitian ini, stabilitas shellac juga diuji dengan suatu metode yang
disebut “life under heat test”[7] dimana polimerisasi shellac dipercepat dengan
pemanasan. Shellac yang belum dan sudah dicampur dengan pluronik 473dipanaskan
dengan suhu 125˚C selama 10, 30, 60, 90, dan 180 menit.


Hasil penelitian

ditunjukkan pada Gambar 4 dan diperoleh presentasepadatan tidak terlarut pada
lapisan shellac dengan perlakuan pemanasan selama 10, 30, 60, 90, dan 180 menit
sebesar22,2 %, 68,8%, 73,4%, 82,9%, 87,3%, sedangkan pada lapisan shellacpluronic 473 sebesar21,6%, 40,2% , 62,1%, 79,6%, 84,6%.

berat padatan tidak terlarut (%)

100
80
60
shellac non p

40

p 473
20
0
0


50

100

150

200

waktu pemanasan (menit)

Gambar 4. Grafik hasil uji padatan tidak terlarut variasi waktu pemanasan

Perubahan signifikan ditunjukkan pada pemanasan selama 10 sampai 90
menit, sedangkan pada menit 90 menuju 180 ditunjukkan bahwa persentase
ketidaklarutan baik pada lapisan shellac maupun pada lapisan shellac-pluronic 473
mengalami peningkatan secara perlahan. Pengaruh pluronik paling tinggi ditunjukkan
pada pemanasan selama 30 menit dan 60 menit.Pada pemanasan selama 90 dan 180
menit diperkirakan lapisan shellac-pluronik telah mengalami kehilangan plastisizer
karena rendahnya titik didih.Sedangkan pada pemanasan 10 menit pluronik belum
mengalami interaksi dengan rantai polimer shellac.Dapat disimpulkan bahwa semakin
lama pemanasan, baik pada lapisan shellac maupun lapisan shellac-pluronic 473
mengalami perubahan stabilitas yang semakin menurun. Pada lapisan shellac-pluronic
473 lebih baik stabilitasnya dibandingkan dengan lapisan shellac murni.Padatan tidak
terlarut dari shellac merupakan identifikasi terjadinya polimerisasi didalamnya.
Polimerisasi terjadi akibat penggabungan gugus karbonil dan gugus hidroksil didalam
lapisan shellac, sehingga sulit diurai/terlarut. Semakin lama proses pemanasan yang
diberikan terhadap shellac maka semakin tinggi polimerisasi yang terjadi didalamnya.
Polimerisasi dapat diminimalisir dengan penambahan pluronik dikarenakan adanya
perlindungan gugus O-H, dari hasil FTIR ditunjukkan dengan peningkatan intensitas

gugus C=O dibanding shellac murni.[13]. Penambahan pluronik tidak dapat
menghilangkan polimerisasi shellac yang terjadi akibat pengaruh kelembaban dan
perlakuan suhu yang relative tinggi, namun dapat menguranginya.

KESIMPULAN
Pluronik mampu memperlambat polimerisasi pada shellac akibat kelembaban
relatif 85 % untuk penyimpanan selama 2 bulan maupun pemanasan pada suhu
1250C.

DAFTAR PUSTAKA
[1]

Xia, et.al. (2006). Present Research on The Composition and Application of
Lac.For. Stud. China, 8(1), 65–69.
[2]
Taskirawati, I. (2006). Peluang Investasi dan Strategi Pengembangan Usaha
Budidaya Kutu Lak (Laccifer Lacca Kerr).Thesis, Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
[3]

Heigenmeyer & Philip E. (1992). Gas Permeability of Fruit Coating Waxes. U.S.
Department of Agriculture,117(1):105-109.
[4]
Qussi,B., & Suess,W.G.(2006). The Influence of Different Plasticizers and
Polymers on the Mechanical and Thermal Properties, Porosity and Drug
Permeability of Free Shellac Films. Drug Development & Industrial
Pharmacy, 31, 99-108.
[5]
Khairuddin, et,al. (2016).The effect of polyethylene glycol on shellac stability.IOP
Conf. Series: Materials Science and Engineering, 107, 012066.
[6]Khairuddin, et,al. (2016).The effect of polyethylene glycol Mw 400 and 600 on
stability of Shellac Waxfree. IOP Conf. Series: Materials Science and
Engineering, 776, 012054.
[7]
Derry, J.Investigating Shellac:Documenting the Process,Defining the
Product.ThesisThe
Institute
of
Archeology,Conservation
and
HistoryFaculty of HumanitiesUniversity of Oslo
[8]
Limmatvapirat, S., Limmatvapirat
C., Puttipipatkhachorn S.,Nuntanid J.,
Luangtana-anan M. (2007). Enhanced enteric properties and stability of
shellac films through composite salts formation.European Journal of
PHarmaceutics and BiopHarmaceutics,67, 690–698.
[9]
Farag, Y. (2010). Characterization of Different Shellac Types and Development of
Shellac-Coated Dosage Forms.Disertasi, Der Fakultät für Mathematik,
Informatik und Naturwissenschaften der Universität Hamburg..

[10]

Rathore,

K. (2010). In-Situ Gelling Ophtimalic Drug Delivery
System.International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences,
2, 4.
[11]
Chavez, Jose Juan, David Quintanar, danAdriana Ganem. (2005). In Vivo Skin
Permetion of Sodium Naproxen Formulated in Pluronic F-127 Gels.Drug
Development and Industrial pharmacy, 31, 447-454.
[12]

Raymond, C.Rowe, P.J.S., Marian, E.Q., ed. (2009). Handbook of Pharmaceutical
Excipients. 6th ed. London: Pharmaceutical Press.
[13]
Nurcahyani, N. (2015).Karakterisasi Shellac-Montmorillonite Nanokomposit yang
Difabrikasi dengan Metode Solvent Casting.Skripsi, Departemen Fisika
FMIPA UNS