OMSK Tipe Bahaya pada Pasien dengan Kelainan Telinga Kongenital.

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/ RSUP Dr. M. Djamil Padang

OMSK Tipe Bahaya
pada Pasien dengan Kelainan Telinga Kongenital
Yan Edward, Rossy Rosalinda
Bagian Telinga Hidung Tenggor ok Bedah Kepala Leher
Fakult as Kedokt er an Univer sit as Andalas/ RSUP Dr . M. Djamil Padang

ABSTRAK
Kelainan telinga luar kongenital berupa mikrotia dan stenosis liang telinga ber isiko tinggi untuk ter bentuknya
kolesteatoma dan infeksi telinga tengah. Kelainan ini dapat ber hubungan dengan kelainan pada telinga tengah, ner vus
fasialis dan telinga dalam. Pada akhir nya, menyebabkan gangguan pendengaran dan keter lambatan pada perkembangan
bicar a, bahasa dan intelektual.
Otitis media supuratif kr onis dengan kolesteatoma mer upakan infeksi dengan tipe bahaya dan membutuhkan
ter api pembedahan.
Satu kasus otitis media supur atif kr onis tipe bahaya dilapor kan pada seor ang wanita ber usia 18 tahun dengan
kelainan kongenital ber upa mikr otia, stenosis liang telinga dan kelumpuhan ner vus fasialis per ifer. Pada pasien ini, telah
dilakukan tindakan r adikal mastoidektomi dan kanaloplasti dalam anestesi umum ser ta direncanakan untuk rekonstr uksi
aurikula, pemasangan alat bantu dengar dan ter api wicara.
Kata Kunci: Mikr otia, stenosis liang telinga, kelumpuhan ner vus fasialis per ifer , kolesteatoma, otitis media supuratif kr onis

ABSTRACT
Congenit al out er ear abnor malit y such as micr ot ia and aur al st enosis car r ies a gr eat er r isk of cholest eat oma
for mat ion and middle ear infect ion. This abnor malit y can be r elat ed t o abnor mal development of middle ear , facial ner ve and
inner ear . Finally, it can cause hear ing impair ment wit h delayed in speech, languange and int ellect ual development .
Chr onic suppur at ive ot it is media was infect ion in malignant t ype and need sur gical t her apy.
A case of chr onic suppur at ive ot it is media wit h cholest eat oma was r epor t ed in a 18 year s old woman wit h congenit al
abnor malit y like micr ot ia, aur al st enosis and par alysis of per ipher al facial ner ve. In t his pat ient , have been done mast oidect omy
r adical and canaloplast y under gener al anest hesia and also planned t o aur icular r econst r uct ion, using hear ing aid and speech
t her apy.
Key Wor ds: Micr ot ia, aur al st enosis, per ipher al facial ner ve par alysis cholest eat oma, chr onic suppur at ive ot it is media

Pendahuluan
Kelainan kongenital telinga luar ber upa
mikr otia dan atresia liang telinga mer upakan kelainan
yang jarang ter jadi.1,2 Kelainan ini telah dikenal oleh
Mesopotamian sejak 2000 SM.3
Mikr otia dan atresia liang telinga ter jadi akibat
kegagalan pada perkembangan aurikula dan pr oses
kanalisasi pada minggu ke-4 hingga minggu ke-28
kehamilan dan dapat ber hubungan dengan kelainan pada

telinga tengah, ner vus fasialis, dan telinga dalam.1,3,4,5
Stenosis liang telinga mer upakan bentuk atresia
liang telinga pada der ajat ringan.6,7 Pada liang telinga
yang stenosis, sel epitel mudah ter perangkap pada bagian
medial sehingga ber isiko tinggi untuk terbentuknya
kolesteatoma dan infeksi telinga tengah dibandingkan
atresia komplit liang telinga.1,8,9,10
Otitis
media
supur atif
kr onis
dengan
kolesteatoma mer upakan infeksi dengan tipe bahaya dan
membutuhkan ter api pembedahan.9 Komplikasi yang
ditimbulkan meliputi komplikasi intratemporal seperti

mastoiditis, kelumpuhan ner vus fasialis, labir initis, dan
komplikasi intrakr anial yang dapat berakibat fatal dan
kematian.11
Gangguan pendengaran merupakan salah satu

faktor risiko ter jadinya keter lambatan bicar a dan bahasa
pada anak. Pemasangan alat bantu dengar dan ter api
wicara dihar apkan dapat meningkatkan kemampuan
bicar a dan bahasa.12

Lapor an Kasus
Seor ang per empuan berusia 18 tahun dengan
pendidikan tidak sekolah datang ke poliklinik Sub Bagian
Otologi Bagian THT-KL RS Dr . M. Djamil Padang pada
tanggal 10 Desember 2010 dengan keluhan utama telinga
kiri ber air disertai keluar nanah dar i belakang telinga kir i
sejak 3 bulan yang lalu. Satu bulan sebelum keluar nanah
timbul bengkak pada belakang telinga kiri. Telinga kir i
ber air dikeluhkan sejak 8 tahun yang lalu dan hilang
timbul ter utama bila pasien demam. Awalnya cairan dar i
telinga encer ber war na putih kekuningan dan tidak

1

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/ RSUP Dr. M. Djamil Padang

ber bau, makin lama cairan kental kekuningan dan
ber bau, terutama sejak 4 bulan yang lalu. Pasien
mengalami gangguan pendengaran sejak lahir. Pasien
mempunyai kelainan bawaan berupa daun telinga kanan
dan kiri ber ukuran kecil dan liang telinga kir i sempit.
Wajah pasien mencong ke kanan yang dialami sejak lahir
dan memiliki otot leher bagian kir i yang lebih pendek
dibandingkan kanan. Tidak ter dapat kelainan lain pada
wajah pasien. Keluhan telinga berair pada telinga kanan
dan bengkak di belakang telinga kanan disangkal. Pasien
tidak mengeluhkan nyer i kepala hebat yang disertai mual
dan muntah ser ta pusing ber putar . Tidak ter dapat
r iwayat demam tinggi, kejang dan penur unan kesadaran.
Pasien mengalami gangguan per tumbuhan pada
payudar a kiri dan alat kelamin bagian kir i. Namun, tidak
ter dapat gangguan pada menarche dan siklus menstr uasi
ter atur.
Pasien mer upakan anak pertama dari 4 orang

ber saudara. Riwayat kehamilan ibu pasien baik. Ibu
pasien kontr ol rutin ke bidan setiap bulan. Pasien lahir
spontan, cukup bulan, ditolong dukun setelah 2 jam
kelahiran. Saat kelahiran pasien menangis kuat dan tidak
menderita demam ataupun kejang. Namun, pasien
memiliki berat badan lahir sangat rendah dengan panjang
badan yang kur ang. Berat dan panjang badan pasien saat
lahir tidak diukur , tetapi ibu pasien memper kirakan
ukuran badan pasien sebesar botol minuman 1,5 liter .
Tidak terdapat gangguan pada per kembangan motorik
pasien.
Pasien mengalami kesulitan dalam proses
ber bicara dan ber bahasa ser ta tidak dapat mengikuti
pelajar an di sekolah. Pasien memiliki gangguan pada
ar tikulasi bicar a dan per bendaharaan kata pasien kur ang.
Dalam komunikasi sehar i-hari, pasien memahami
pembicaraan dengan membaca gerakan bibir lawan
bicar anya.
Tidak terdapat riwayat telinga berair , telinga
ber ukuran kecil, liang telinga sempit, ter dapat lubang di

depan ataupun belakang telinga, gangguan pendengaran
dan bicara ser ta kelainan lain pada keluarga.
Pada pemer iksaan fisik didapatkan keadaan
umum pasien baik, komposmentis kooperatif, gizi cukup
dan tanda vital dalam batas normal, tinggi badan 142 cm
dengan berat badan 48 kg. Pada pemeriksaan telinga
kanan didapatkan mikr otia dengan str uktur pinna masih
nor mal, liang telinga lapang, membr an timpani per forasi
subtotal, tidak ter dapat sekr et, jaringan gr anulasi dan
kolesteatoma. Pada retr oaur ikular kanan tidak ter dapat
edema, fistula, jaringan sikatriks, nyeri tekan maupun
nyeri ketok pada mastoid.
Pada telinga kiri didapatkan mikr otia dengan
malfor masi pinna ( peanut ear ), liang telinga stenosis
ber ukuran diameter sekitar 1 mm, membran timpani
sulit dinilai dan terdapat sekret mukopur ulen yang
ber bau. Pada retr oaurikular kiri ter dapat jaringan

sikatriks, tidak ter dapat edema, nyeri tekan dan nyer i
ketok pada mastoid. Pada pemer iksaan juga didapatkan

skin t ag pada regio temporal (Gambar 1).

Gambar 1. Mikrotia Bilater al
Pada pemer iksaan pendengaran dengan gar pu
tala didapatkan hasil sebagai berikut (Tabel 1).

Uji
Rinne
Weber
Schwabach

Tabel 1. Uji Penala
AD
AS
+
Sulit dinilai
Lateralisasi ke kanan
Memanjang
Sulit dinilai


Dari pemer iksaan pendengaran dengan gar pu
tala, sulit untuk diinter pretasi dan membutuhkan
pemer iksaan pendengaran dengan audiometri.
Pada
pemeriksaan
r inoskopi
anter ior
didapatkan kedua kavum nasi lapang, konka inferior dan
media eutr ofi, ter dapat deviasi septum ke kanan dan
tidak ter dapat sekret pada kavum nasi. Pada pemer iksaan
r inoskopi posterior tidak ter dapat post nasal dr ip. Tidak
ter dapat kelainan pada pemeriksaan tenggor ok dan
laringoskopi tidak langsung ser ta tidak teraba
pembesaran kelenjar getah bening pada leher . Pada
pemer iksaan gigi tidak ditemukan gangren atau karies
dentis.
Dari
pemeriksaan
vestibuler
sederhana

didapatkan pada tes Romber g dan Romber g diper tajam
pasien jatuh ke kir i dan pada st epping t est ber geser ke
kiri. Pemeriksaan disdiadokinesis dan tes tunjuk hidungjari dapat dilakukan. Didapatkan kesan suspek
kelumpuhan kanal sinistra. Pada pemer iksaan ner vus
fasialis dengan metode Freyss didapatkan kesan
kelumpuhan ner vus fasialis per ifer sinistr a setinggi
ganglion genikulatum dengan fungsi motor ik yang baik
44% dan derajat House-Brackmann V.
Pasien didiagnosis ker ja sebagai OMSK AS
suspek maligna, OMSK AD benigna fase tenang, mikrotia

2

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/ RSUP Dr. M. Djamil Padang

bilateral dan stenosis liang telinga sinistra kongenital,
kelumpuhan ner vus fasialis per ifer sinistr a setinggi
ganglion genikulatum dengan fungsi motorik yang masih
baik 44% dan derajat House-Brackmann V, kelumpuhan

kanal sinistra dan gangguan bicara.
Pada pasien dilakukan pemeriksaan penunjang
mikr obiologi ber upa kultur dan sensitifitas kuman telinga
kiri, pemeriksaan radiologi berupa tomografi komputer
mastoid, pemeriksaan labor atorium berupa darah r utin,
PT dan APTT ser ta pemeriksaan fungsi pendengaran
dengan audiometri.
Dari pemer iksaan labor atorium didapatkan
hasil dalam batas normal. Pada pemeriksaan kultur
sekret telinga kir i (No. Lab 164/ XII/ 2000) didapatkan
kuman Klebsilla sp. Namun, hasil ini belum
menggambar kan jenis kuman di telinga tengah kar ena
liang telinga pasien stenosis dan kesulitan mengambil
sekret langsung dari telinga tengah.
Dari pemer iksaan audiometr i pada telinga
kanan dan kir i didapatkan tuli campur der ajat sangat
ber at dengan ambang dengar kedua telinga sebesar
90 dB.
Pada pemeriksaan tomografi komputer mastoid
(Gambar 2) didapatkan gambaran pneumatisasi sel udara

mastoid kiri dan kanan ber kurang dengan gambaran
per selubungan. Ter dapat gambar an jar ingan lunak pada
telinga tengah dan mastoid kir i dengan destr uksi tulang.
Kesan
mastoiditis
bilateral
dengan
gambaran
kolesteatoma pada mastoid sinistra.

Gambar 2. Tomogr afi Komputer Mastoid Potongan
Aksial dan Koronal
Pasien didiagnosis sebagai OMSK AS suspek
maligna, OMSK AD benigna fase tenang, mikr otia bilater al
dengan stenosis liang telinga sinistra kongenital,
kelumpuhan ner vus fasialis per ifer sinistr a setinggi
ganglion genikulatum dengan fungsi motorik yang masih

baik 44% dan derajat House-Brackmann V, kelumpuhan
kanal sinistra dan gangguan bicara. Pasien direncanakan
untuk dilakukan tindakan r adikal mastoidektomi dan
kanaloplasti AS dalam narkosis umum. Pasien diberikan
ter api injeksi Seftriakson 2x1 gram iv ( skin t est dahulu),
injeksi Deksametason 3x1 ampul iv t apper ing off , injeksi
Ranitidin 2x1 ampul iv, tetes telinga H2O2 3% dan Tar ivid
ot ic masing-masing 2xgtt V AS.
Pada tanggal 22 Desember 2010 dilakukan
tindakan r adikal mastoidektomi dan kanaloplasti AS.
Operasi dimulai dengan pasien tidur telentang di meja
operasi dalam narkosis umum dan teknik hipotensi
dengan kepala menghadap ke kanan. Dilakukan tindakan
asepsis dan antisepsis di lapangan operasi dan dipasang
duk steril. Dilakukan evaluasi telinga sinistra dengan
mikr oskop, tampak liang telinga stenosis dan membran
timpani sulit dinilai. Dibuat penandaan pada 3 mm dar i
sulkus retroaurikular sinistra dan dilakukan infiltrasi
pada daer ah penandaan dengan adrenalin 1:200.000.
Dilakukan insisi pada daerah penandaan, tegak lur us
ter hadap kulit dan tangensial ter hadap liang telinga.
Dipasang retraktor dan kor teks mastoid dipapar kan.
Tampak korteks mastoid tidak ber kembang dan
mengalami destr uksi oleh kolesteatoma yang memenuhi
kavum mastoid. Sinus sigmoid dan tegmen timpani tidak
ter papar . Kolesteatoma juga memenuhi kavum timpani
dan mendestr uksi dinding posterior liang telinga.
Tampak membr an timpani per forasi total dan tulangtulang pendengar an tidak ada. Kanalis fasialis tidak utuh
dan ner vus fasialis ter papar mulai dari par s genu kedua
( second genu) hingga par s ver tikalis pada segmen
mastoid sebelum mencapai tip mastoid. Segmen lain dar i
ner vus fasialis dan kanalis semisir kularis lateralis tidak
ter papar . Dilakukan kanaloplasti dengan membuat insisi
pada krus heliks ke arah superior dan mengelevasi pinna
ke arah superior dan posterior sehingga liang telinga
menjadi lebih besar dengan diameter sekitar 7 mm. Luka
operasi dijahit lapis demi lapis dan kavitas operasi diber i
tampon sofr atul. Dipasang verban telinga dan balut tekan.
Operasi selesai. Operasi ber langsung selama 2 jam
30 menit.
Pada tanggal 27 Desember 2010, tampon dalam
dibuka, tampak kavitas oper asi sangat lapang, sekret
mukoid minimal dan tidak ber bau, tidak ter dapat darah
mengalir dan luka operasi ker ing (Gambar 3). Pada
pemer iksaan ner vus fasialis dar i metode Fr eyss
didapatkan perbaikan fungsi motorik yang baik menjadi
54%, tetapi kelumpuhan masih setinggi ganglion
genikulatum dan derajat House-Br ackmann V. Pada
pemer iksaan vestibuler sederhana didapatkan pada tes
Romberg dan Romber g diper tajam pasien jatuh ke kir i
dan pada st epping t est bergeser ke kiri. Pasien
didiagnosis sebagai pasca radikal mastoidektomi AS atas
indikasi OMSK AS maligna, OMSK AD benigna fase tenang,
mikr otia bilater al, kelumpuhan ner vus fasialis per ifer

3

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/ RSUP Dr. M. Djamil Padang

sinistra setinggi ganglion genikulatum dengan fungsi
motor ik yang baik 54% dan House-Brackmann derajat V,
kelumpuhan kanal sinistra dan gangguan bicara. Pasien
diberi ter api injeksi Seftriakson 2x1 gram iv, injeksi
Deksametason tapper ing off , injeksi Ranitidin 2x1 ampul
iv dan tablet Asam mefenamat 3x500 mg per oral. Pada
tanggal 29 Desember 2010, pasien dibolehkan pulang dan
diberi ter api tablet Sefiksim 2x100 mg per oral dan tetes
telinga H2O2 3% dan Tarivid ot ic masing-masing 2xgtt V
AS.

Gambar 3. Daun Telinga Kiri Setelah Oper asi
Pada tanggal 4 dan 13 Januar i 2011, pasien
kontr ol dan didapatkan kavitas operasi sangat lapang
dengan sekret mukoid minimal dan tidak berbau, tidak
ter dapat jar ingan granulasi dan kolesteatoma. Luka
operasi pada daun telinga dan belakang telinga ker ing.
Pada pemeriksaan ner vus fasialis dar i metode Fr eyss
didapatkan fungsi motorik yang baik 54%, kelumpuhan
setinggi ganglion genikulatum dan derajat HouseBr ackmann V. Pada pemer iksaan vestibuler sederhana
didapatkan pada tes Romber g dan Romber g diper tajam
pasien jatuh ke kir i dan pada st epping t est ber geser ke
kiri. Pasien didiagnosis sebagai pasca r adikal
mastoidektomi AS atas indikasi OMSK AS maligna, OMSK
AD benigna fase tenang, mikr otia bilateral, kelumpuhan
ner vus fasialis per ifer sinistra setinggi ganglion
genikulatum dengan fungsi motorik yang baik 54% dan
House-Brackmann derajat V, kelumpuhan kanal sinistra
dan gangguan bicara. Terapi dilanjutkan.

Diskusi
Insidensi mikr otia dengan atr esia liang telinga
adalah 1:10.000-20.000 kelahiran.1,2 Kelainan ini
biasanya ber sifat unilateral (70%) dan lebih sering
ter jadi pada laki-laki dibandingkan wanita dengan rasio
2,5:1.2,13 Pada kasus ini, ditemukan mikr otia bilater al
dengan atresia unilateral pada sisi kiri pada pasien
ber jenis kelamin wanita. Berdasarkan klasifikasi mikrotia
menurut Weer da yang membagi mikr otia ke dalam tiga
derajat 14, mikr otia pada pasien ini termasuk ke dalam
derajat II pada telinga kanan dan derajat III pada telinga
kiri.
Mikr otia
disebabkan
oleh
kegagalan
pembentukan aurikula pada minggu ke-4 hingga ke-12

kehamilan. Secara embr iologi, aurikula berasal dar i
6 hillock pada ar kus brankial pertama dan kedua
membentuk tr agus, krus heliks, heliks, anti heliks, anti
tr agus, dan lobulus. Kanalis akustikus ekster nus berasal
dari ar kus br ankial per tama berupa inti solid sel epitel
yang meluas ke anulus timpanikus dan kantong far ingeal
pertama yang ter jadi pada minggu ke-6 hingga ke-8
kehamilan. Pada minggu ke-21 ter jadi absorbsi sel epitel
dari arah medial ke later al. Jika pr oses kanalisasi ini
ber henti secar a pr ematur , maka kanalis akustikus akan
mengalami atresia atau stenosis.1
Pada 94% kasus atresia, ter dapat kelainan pada
aurikula dan str uktur telinga tengah dengan kavum
timpani ber ukuran lebih kecil dan sebanyak 50% kasus
atresia diikuti dengan kelainan pada nervus fasialis yang
ter letak lebih anterior dan super fisial pada tulang
tempor al.4,5 Selain itu, juga ditemukan hipoplasia tulangtulang pendengaran dan penur unan aerasi sel mastoid.5
Pada pasien ini, dari hasil temuan oper asi, ter dapat
kelainan pada struktur telinga tengah berupa kavum
timpani ber ukur an kecil, hipoplasia tulang-tulang
pendengar an dan kur ang berkembangnya sel mastoid
ser ta nervus fasialis ter letak lebih ke anter ior dan
super fisial.
Kelainan kongenital pada telinga luar dapat
mer upakan suatu sindr om. Pada pasien ditemukan
kelainan berupa mikr otia, atresia liang telinga unilateral,
hipoplasia pada payudara dan labia mayora unilater al
ser ta ber tubuh pendek. Kemungkinan pasien ini
menderita sindr om Meier-Gor lin. Sindr om ini mer upakan
kelainan yang jar ang ter jadi dan ditandai dengan
mikr otia, hipoplasia platela dan
keter lambatan
pertumbuhan ser ta dapat
berhubungan dengan
hipoplasia payudar a, hipoplasia labia mayora dan
hipertr ofi klitoris. Sindr om ini ter jadi akibat mutasi pada
gen Bone Mor phogenet ic Pr ot ein 5 (BMP-5).16 Namun,
adanya kelainan pada riwayat kehamilan ibu pasien
disangkal dan tidak ter dapat r iwayat penyakit ser upa
pada keluar ga pasien.
Stenosis liang telinga kongenital mer upakan
salah satu tipe atresia liang telinga der ajat r ingan.6,7
Pasien dengan stenosis liang telinga ber isiko untuk
ter bentuknya kolesteatoma dan harus diper timbangkan
untuk tindakan operasi.1 Liang telinga dapat mengalami
stenosis atau atresia dengan derajat yang ber variasi. Pada
stenosis liang telinga, sel epitel skuamosa dapat
ter perangkap dan menimbulkan retensi kolesteatoma
dengan destr uksi tulang.8 Yamane H et al (2007) 6
melapor kan dua kasus stenosis liang telinga kongenital
dengan infeksi telinga tengah akibat destr uksi
kolesteatoma. Dar i penelitian yang dilakukan oleh Cole
dan Jahr sdoerfer (1990) dikutip oleh Lamber t 1
didapatkan 50 pasien dengan diameter rata-rata liang
telinga 4 mm atau kur ang ber isiko sebesar 50% untuk
perkembangan
kolesteatoma.
Sebagian
besar

4

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/ RSUP Dr. M. Djamil Padang

kolesteatoma berkembang pada liang telinga dengan
diameter 2 mm atau kur ang. Pada penelitian lain
didapatkan dari 7 telinga dengan stenosis liang telinga
kongenital, semuanya ter dapat kolesteatoma. Sementara
itu, dari 50 telinga dengan atresia komplit, hanya dua
telinga yang memiliki kolesteatoma.8 Pada pasien ini
ter dapat stenosis liang telinga berdiameter 1 mm dan
dari temuan operasi ditemukan kolesteatoma pada
kavum timpani dan kavum mastoid dan telah
mendestr uksi hampir sebagian kor teks mastoid, dinding
poster ior liang telinga dan kanalis fasialis.
Usia pasien dan ukuran liang telinga juga
mer upakan variabel penting dalam memprediksi
penyakit. Kolesteatoma pada stenosis liang telinga tidak
ditemukan pada pasien berusia tiga tahun atau kur ang.
Er osi tulang dan keter libatan telinga tengah akibat
kolesteatoma jarang ditemukan pada pasien ber usia
12 tahun atau kurang.1 Pada kasus ini, pasien ber usia
18 tahun dan keluhan telinga berair dialami pasien sejak
usia 10 tahun. Keluhan makin ber tambah ber at sejak
3 bulan yang lalu ber upa cair an dari telinga berubah
menjadi kental ber war na kekuningan dan ber bau ser ta
ter dapat bengkak di belakang telinga. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian yang didapatkan oleh Cole dan
Jahr sdoerfer (1990) yang dikutip oleh Lamber t 1 yang
menemukan adanya kolesteatoma pada 10 telinga dar i
11 telinga pada usia remaja muda dengan stenosis liang
telinga berat.
Kolesteatoma merupakan suatu kantong
r etraksi atau kista yang dilapisi oleh sel epitel skuamosa
dan ber isikan debris keratin di dalam r ongga
pneumatisasi pada tulang temporal. Kolesteatoma
dibedakan menjadi kongenital dan didapat.9 Pada
stenosis liang telinga kolesteatoma yang ter bentuk
diper timbangkan termasuk ke dalam kolesteatoma
didapat pr imer.3 Secar a histopatologi, kolesteatoma
kongenital dan didapat identik ber upa kista ber lapis
epitel yang berisikan keratin. Adanya riwayat otitis media
mer upakan salah satu tanda khas yang dapat
membedakan kolesteatoma didapat dan kongenital.15
Pada pasien ini didapatkan gambar an otitis media dengan
perfor asi total membran timpani dan kolesteatoma yang
ter bentuk diper timbangkan ke dalam kolesteatoma
didapat.
Otitis media supur atif
kr onis (OMSK)
didefinisikan sebagai suatu kondisi inflamasi kr onis yang
melibatkan mukosa telinga tengah dan juga sel-sel
mastoid yang ditandai dengan otorea per sisten atau
intermiten dengan membran timpani yang per forasi
selama periode lebih dari tiga bulan. Otitis media
supuratif kr onis dengan kolesteatoma diper timbangkan
sebagai tipe bahaya dan secara umum membutuhkan
ter api pembedahan.9
Er osi tulang dapat ter jadi pada OMSK baik
dengan atau tanpa adanya kolesteatoma. Pr oses inflamasi

mer upakan faktor utama yang memicu infiltr asi dan
aktivasi
osteoklas dan sel mononuklear
yang
mengandung enzim pr oteolitik. Namun, fr ekuensi tinggi
untuk destr uksi tulang pada kolesteatoma dapat
dijelaskan bahwa kolesteatoma menyediakan lingkungan
yang baik untuk infeksi bakter i per sisten dan inflamasi
kr onis.9,17
Otitis
media
kronis
supuratif
dengan
kolesteatoma member ikan gejala otorea yang per sisten,
pur ulen dan ber bau. Ber beda halnya dengan OMSK tanpa
kolesteatoma biasanya dengan otor ea yang banyak,
intermiten, mukoid, dan tidak berbau.9
Pada pasien ini didiagnosis sebagai otitis media
supuratif kr onis tipe bahaya karena ter dapat
kolesteatoma pada kavum timpani dan mastoid dengan
r iwayat otorea inter miten, pur ulen, berbau, dan per forasi
total pada membran timpani. Dari 76% pasien dengan
perfor asi membr an timpani, sebanyak 24% didiagnosis
sebagai OMSK dengan kolesteatoma. Pada penelitian
spesifik ter hadap OMSK dengan kolesteatoma ditemukan
insidensi per tahun kasus ini berkisar antara 6-12 per
100.000 kasus dan sebanyak 10% kasus ditemukan
bilateral.9
Komplikasi akibat otitis media dibagi menjadi
komplikasi intr atempor al dan intrakr anial. Komplikasi
intratempor al
meliputi
mastoiditis
yang
dapat
ber hubungan dengan abses subper iosteal dan abses leher
dalam infer ior (Bezold), petr ositis, labir initis, dan
kelumpuhan ner vus fasialis. Komplikasi intr akranial
meliputi abses ekstradur al, tr omboflebitis sinus sigmoid,
abses otak, hidr osefalus otitis, meningitis, dan abses
subdur al.11
Pada
pasien
ini
ter dapat
komplikasi
intratempor al ber upa mastoiditis dengan abses mastoid
dan fistula retr oaurikular ser ta kelumpuhan ner vus
fasialis. Namun, kelumpuhan ner vus fasialis pada pasien
ini kemungkinan akibat kelainan kongenital karena wajah
mencong telah dialami pasien sejak lahir. Kondisi ini
diperberat oleh adanya infeksi dan kolesteatoma yang
menekan nervus fasialis.
Pasien dengan atresia liang telinga ter dapat tuli
konduktif, tetapi pada 11-47% pasien juga ter dapat tuli
sensorineural.18 Meskipun per kembangan struktur
telinga dalam terpisah dan ber beda waktunya dar i liang
telinga dan telinga tengah, namun kelainan pada telinga
dalam juga dapat ditemukan pada pasien dengan atresia
kongenital.3 Pada pasien ini ter dapat tuli campur derajat
ber at. Namun, hasil ini sulit dipercaya kar ena pasien
memiliki kesulitan dalam komunikasi ver bal dan
membutuhkan pemer iksaan yang lebih objektif dengan
BERA ( Br ainst em Evoked Response Audiomet r y). Pada
pasien juga dicur igai adanya kelumpuhan kanal.
Pemeriksaan keseimbangan lainnya seper ti test DixHallpike pada pasien tidak dapat dilakukan kar ena
adanya kelainan pada leher . Hal ini menunjukkan adanya

5

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/ RSUP Dr. M. Djamil Padang

kelainan pada telinga dalam pasien yang kemungkinan
disebabkan oleh kelainan kongenital pada telinga dalam
atau diper berat oleh adanya per luasan infeksi dari telinga
tengah ke telinga dalam.
Tomogr afi komputer berperan penting dalam
menentukan per luasan penyakit, derajat pneumatisasi
tulang temporal, kondisi tulang pendengar an, telinga
dalam, dan ner vus VII dan VIII. Tomografi komputer juga
membantu dalam memprediksi keber hasilan operasi.13,15
Pada kasus ini, dilakukan pemeriksaan tomografi
komputer mastoid dan didapatkan gambar an per luasan
penyakit hampir pada seluruh kor teks mastoid dan
tampak pneumatisasi tulang temporal yang ber kurang
dan tulang-tulang pendengaran yang tidak utuh. Namun,
tidak didapatkan kelainan pada kondisi telinga dalam.
Pada pasien ini, dilakukan tindakan r adikal
mastoidektomi guna membuang jar ingan patologis
ber upa kolesteatoma dan menyatukan kavum mastoid,
kavum timpani dan liang telinga menjadi satu kavitas.
Dari temuan operasi juga didapatkan kolesteatoma pada
ner vus fasialis mulai dari par s genu kedua ( second genu)
hingga par s ver tikalis segmen mastoid dan jaringan
patologis ini diangkat serta diber sihkan dengan hati-hati.
Diharapkan setelah dekompresi nervus fasialis dar i
kolesteatoma dapat meningkatkan fungsi ner vus fasialis
pada pasien. Tujuan oper asi kolesteatoma adalah untuk
eradikasi infeksi, mempertahankan dan merekonstr uksi
str uktur anatomi, memper tahankan atau memperbaiki
fungsi pendengaran, mencegah residu dan rekurensi
penyakit.19 Pada pasien ini juga dilakukan tindakan
kanaloplasti dan elevasi pinna ke ar ah posterior dan
super ior guna membuat liang telinga menjadi lebih lebar .
Tindakan ini ber tujuan untuk mempermudah dalam
member sihkan kavitas oper asi dan membantu dalam
pemasangan alat bantu dengar.
Setelah infeksi teratasi, pasien direncanakan
untuk pemasangan alat bantu dengar dan terapi wicara di
Sub Bagian THT-Komunitas dan rekonstruksi mikrotia
pada Sub Bagian Plastik Rekonstruksi.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

Daftar Pustaka
1.

2.

3.

4.

Lamber t PR. Congenital Aural Atresia. In: Bailey BJ,
Johnson JT, Newlands SD, editor s. Head&Neck
Surger y-Otolaryngology. 4 th ed. Lippincott Williams
& Wilkins: Texas; 2006. p. 2029-40
Kelley PE, Scholes MA. Micr otia and Congenital
Aural Atr esia. Otolar yngol Clin N Am. 2007;40:6180
Cr abtress
JA,
Har ker
LA.
Developmental
Abnormalities of the Ear. [Updated 2001; cited Dec
20, 2010]. Available fr om:
http:/ / www.famona.tr ipod.com/ ent/ cummings/ cu
mm151.pdf
War eing MJ, Lalwani AK, Jackler RK. Development of
the Ear. In: Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD,
editor s. Head&Neck Sur ger y-Otolar yngology. 4 th ed.

15.

16.

17.

18.

Lippincott Williams & Wilkins: Texas; 2006. p.
1870-81
Tasar M, et al. Preoper ative Evaluation of the
Congenital
Aural
Atr esia
on
Computed
Tomogr aphy; An Analysis of the Severity of the
Deformity of the Middle Ear and Mastoid. Eur J
Radiol. 2007;62(1):97-105
Yamane H, Takayama M, Sunami K, Tochino R,
Morinaka M. Disr egar d of Cholesteatoma in
Congenital Aural Stenosis. Acta Otolar yngol.
2007;127(2):221-4
Kesser BW, Matthew NG, Hor lbeck DM. Aural
Atresia. [Update Mar 25, 2010; cited Dec 20, 2010].
Available from:
http:/ / www.emedicine.medscape.com/ ar ticle/ 878
218-over view
Par isier SC, Fayad JN, Kimmelman CP. Micr otia,
Canal Atr esia, and Middle Ear Anomalies. In: Snow
JB,
Ballenger
JJ,
editor s.
Ballenger ’s
Otorhinolaryngology Head and Neck Sur ger y. 16 th
ed. BC Decker Inc: Spain; 2003. p. 997-1008
Telian SA, Schmalbach CE. Chr onic Otitis Media. In:
Snow JB, Ballenger JJ, editor s. Ballenger ’s
Otorhinolaryngology Head and Neck Sur ger y. 16 th
ed. BC Decker Inc: Spain; 2003. p. 261-93
Par isier SC, Fayad JN. Ear Canal Stenosis and
Atresia. In: Bluestone CD, Rosenfeld RM, editor s.
Surgical Atlas of Pediatr ic Otolar yngology with 900
illustrations. BC Decker Inc: Canada; 2002. p. 187219
Neely JG, Arts HA. Intratemporal and Intracranial
Complications of Otitis Media. In: Bailey BJ, Johnson
JT, Newlands SD, editor s. Head&Neck Sur ger yOtolar yngology. 4 th ed. Lippincott Williams &
Wilkins: Texas; 2006. p. 2042-54
Leung AKC, Kao CP. Evaluation and Management of
the Child with Speech Delay. Am Fam Physician.
1999;59(11):3121-8
Iglesia FV, Cer vera-Paz FJ, Rodriguez MM. Surger y
for Atr esia Aur is: Retr ospective Study of Our
Results and Cor relation with Jahr sdoerfer
Pr ognostic Criterium. Acta Otorinolaringol Esp.
2004;55:315-9
Aguilar EA. Congenital Auricular Malformation. In:
Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, editor s.
Head&Neck
Surger y-Otolar yngology. 4 th
ed.
Lippincott Williams & Wilkins: Texas; 2006. p.
2686-700
Ghosh A, Saha S, Sadhu A, Saha PV. Imaging of
Congenital Cholesteatoma with Atretic Ear -A Rare
Case Repor t. Ind J Radiol Imag. 2006;16(4):673-5
Ter hal PA, et al. Br east Hypoplasia and
Dispr opor tionate Shor t Stature in the Ear , Patella,
Short Stature Syndr ome: Expansion of the
Phenotype. J Med Genet. 2000;37:719-21
Weber PC. Chr onic Otitis Media. In: Hughes GB,
Pensak ML, editor s. Clinical Otology. 3 rd ed. Thieme:
New Yor k; 2006. p. 234-85
Shah RK, Shah UK. Exter nal Auditor y Canal Atr esia.
[Update Jul 18, 2008; cited Dec 20, 2010]. Available
fr om:
http:/ / www.emedicine.medscape.com/ ar ticle/ 993
857-over view

6

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/ RSUP Dr. M. Djamil Padang

19.

Bluestone CD. Mastoidectomy and Cholesteatoma.
In: Bluestone CD, Rosenfeld RM, editor s. Sur gical
Atlas of Pediatric Otolar yngology with 900
illustrations. BC Decker Inc: Canada; 2002. p. 91122

7