ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA TUSUK YANG TERPASANG VENTILATOR | Karya Tulis Ilmiah

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN LUKA TUSUK YANG TERPASANG

VENTILATOR

DI RUANG HCU RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA

I. KONSEP DASAR

(1) LUKA TUSUK

Luka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam yang mana luka tusuk masuk ke dalam jaringan tubuh dengan luka sayatan yang sering sangat kecil pada kulit, misalnya luka tusuk pisau.

Berat ringannya luka tusuk tergantung dari dua faktor yaitu : 1. Lokasi anatomi injury

2. Kekuatan tusukan, perlu dipertimbangkan panjangnya benda yang digunakan untuk menusuk dan arah tusukan.

Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian besar rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara umum organ-organ padat berespon terhadap trauma dengan perdarahan. Sedangkan organ berongga bila pecah mengeluarkan isinya dalam hal ini bila usus pecah akan mengeluarkan isinya ke dalam rongga peritoneal sehingga akan mengakibatkan peradangan atau infeksi.

Penyebab kematian pada trauma abdomen adalah penurunan volume cairan karena perdarahan (syok hipovolemik). Secara ringkas proses tersebut dapat digambarkan sbb :

Faktor penyebab (penurunan volume cairan)

Penurunan arus balik vena

Penurunan isi sekuncup

Penurunan curah jantung


(2)

Adapun tanda dan gejala dari hipovolemic syok mengarah pada berbagai sistem yaitu : 1. Sistem kardiovaskuler : takikardi, penurunan tekanan darah sistolik

2. Kulit : dingin, lembab, pucat, sianotik

3. Sistem Saraf Pusat : ansietas, keresahan, perubahan sensorium, penurunan tingkat kesadaran

4. Sistem Renal : penurunan haluaran urine, gagal ginjal akut atau kronis

5. Sistem Pernafasan : takipnea, peningkatan permiabilitas kapiler pulmonal (ARDS) 6. Sistem Hepatik : penurunan pembentukan faktor-faktor pembekuan, penurunan sintesis

protein-protein plasma, penurunan albumin serum, penurunan kadar glukosa serum 7. Sistem Gastro Intestinal : ileus adinamik, ulcerasi, penurunan absorpsi nutrien,

peningkatan masukan toksin dari lumen usus ke dalam aliran darah 8. Sistem vaskuler

(2) KONSEP GAGAL NAFAS Definisi :

Gagal nafas akut diartikan sebagai kegagaln pertukaran gas dalam paru, ditandai dengan turunnya kadar oksigen di arteri (hipoksemia) atau naiknya kadar karbon dioksida (hiperkarbia) atau kombinasi keduanya.

Kriteria diagnosis pada pasien yang bernafas pada udara kamar didapatkan hasil pemeriksaan analisa gas darah :

1. PaO2 kurang dari 50 mmHg

2. PaCO2 lebih dari 50mmHg tanpa ada gangguan alkalosis metabolik primer

Gagal nafas dapat diakibatkan oleh bermacam penyakit baik akut maupun kronik; setiap gangguan pada kelima tahap respirasi dapat menyebabkan gagal nafas.

b) Patofisiologi

Mekanisme yang menyebabkan terjadinya gagal nafas meliputi :

1. Hypoventilasi : keadaan dimana seseorang tidak dapat mempertahankan ventilasi alveolar yang cukup, sehingga terjadi kenaikan kadar CO2 dalam darah

II. Gangguan perfusi dan difusi

Adanya emboli di salah satu cabang arteri pulmonali akan meningkatkan ruang rugi karena banyak alveoli yang hanya mengalami ventilasi tanpa perfusi

2. Pintasan intra pulmoner dan gangguan perbandingan ventilasi perfusi

Pintasan intrapulmoner (Shunt) diartikan sebagai darah yang memperfusi paru yang tidak mengalami pertukaran gas karena alveoliya tidak terventilasi seperti pada atelectasis


(3)

a) Tanda dan gejala gagal nafas akut

Diagnosa pasti gagal nafas akut ditegakkan dengan pemeriksaan analisa gas darah. Namun gejala klinis gagal nafas akut dapat ditegakkan dengan mengamati hal-hal sbb :

Pola pernafasan : laju pernafasan meningkat, pernafasan dangkal mungkin ada pernafasan cuping hidung dan terlihat otot pernafasan tambahan mulai aktif

Warna kulit : pada keadaan awal mungkin masih merah, bila proses berlanjut/bertambah berat kulit berwarna pucat/biru yang menandakan hipoksemia yang bertambah berat. Tensi/laju nadi : umumnya nadi cepat, bila ada aritmia mungkin disebabkan hiperkarbia (dan hipoksia)

Nadi yang melemah dan bertambah lambat menandakan keadaan bertambah parah, yang memerlukan tindakan segera. Tekanan darah, pada keadaan yang masih ringan mungkin masih dalam batas normal. Bila keadaan bertambah berat, tekanan darah mula-mula naik karena pelepasan katekolamin, bila tekanan darah mulai turun hal ini harus segera diatasi karena ini merupakan tanda perburukan.

Gagal nafas dengan tanda-tanda yang nyata sangat mudah dikenali. Yang sulit adalah awal dari adanya gagal nafas, yang luput dari pengawasan ketat yang mungkin dalam waktu relatif singkat dapat memburuk.

Pengawasan/observasi ketat memegang peranan penting sehingga bila therapi konvensional tidak menolong dan keadaan memburuk, dapat segera diambil tindakan lain seperti intubasi dan pemakaian alat bantu nafas/ventilator.

b) Penatalaksanaan dan pengobatan

Dasar pengobatan dibagi yang non spesifik dan spesifik, umumnya diperlukan kombinasi keduanya. Pengobatan non spesifik ditujukan langsung untuk memperbaiki pertukaran gas, seperti pemberian oksigen, pembersihan jalan nafas dan fisiotherapi dada serta usaha-usaha lain untuk menurunkan kebutuhan oksigen seperti menurunkan panas badan dan pemberian sedasi.

Sedangkan pengobatan spesifik ditujukan kepada penyebab gagal nafas ; bila gagal nafas disebabkan karena adanya benda asing di bronkhus maka dilakukan bronkoskopi untuk mengatasi sumbatan karena benda asing tersebut juga melakukan pungsi pleura dan WSD pada efusi pleura yang masif dll.

c) Indikasi ventilasi bantu/artifisial

Pada keadaan yang ekstrem seperti penderita apneu atau pernafasan yang amat lemah, indikasi ventilasi bantu/artifisial mudah ditegakkan. Namun pada keadaan di lapangan sering dijumpai kasus yang sulit bagi kita untuk memutuskan apakah sudah merupakan


(4)

indikasi untuk ventilasi artifisial, sebab penundaan alat bantu nafas yang berlarut dapat berakibat fatal. Sebaliknya tindakan terlalu dini dan agresif tidak selalu menguntungkan bahkan dapat merugikan. Beberapa patokan untuk menentukan indikasi ventilasi adalah :

Parameter Indikasi Nilai Normal

1. Mekanik - Laju napas - Volume tidal - Kapasitas vital

- Tekanan inspirasi maksimal

Lebih 35/menit Kurang 5 ml/kgBB Kurang 15 ml/kgBB Kurang 25 cmH2O

10 – 20 (dewasa) 5 – 7

65 – 75 75 – 100

2. Oksigenasi

- PaO2 Kurang 60 mmHg (FiO2 = 0,6) 75 – 100 (udara kamar) 3. Ventilasi

- PaCo2 - Vd/Vt

Lebih 60 mmHg Lebih 0,6

35 – 45 0,3

Pemakaian alat bantu nafas (respirator/ventilator) bukanlah untuk menggantikan fungsi paru dan jantung, melainkan hanya berfungsi sebagai alat ventilasi yang memompakan udara/oksigen ke dalam paru dengan takanan positif. Fungsinya lebih bersifat mempertahankan agar penderita tetap hidup sambil menunggu proses reparatif badan dapat mengambil alih fungsi ventilasinya kembali.

d) Obat yang dipakai pada gagal nafas

Pada penderita gagal nafas karena asma, diberikan obat bronkhodilator baik per infus maupun per inhalasi, pada keadaan berat biasanya ditambahkan kortikosteroid. Untuk infeksi biasanya diberikan antibiotika ber spektrum luas.

Untuk penderita dengan ventilator, diberikan sedativ seperti diazepam (valium), dormikum dan golongan narkotik untuk menekan pernafasan dan bila perelu obat pelumpuh otot seperti pavulon dll agar penderita dapat mengikuti/seirama perbafasannya dengan alat ventilator tersebut.


(5)

PENGKAJIAN

Initial Klien : Tuan M.Y. Umur : 20 Tahun Agama : Islam

Alamat : Cengkareng Timur, Jakarta Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Karyawan

Tanggal Masuk RS : 29 November 1998 Tanggal Pengkajian : 1 Desember 1998

Diagnosa Medis : Post Op Laparatomy ec. Luka tusuk tembus abdomen

(1) Perjalanan Penyakit

Pasien masuk ke IGD tanggal 27 November 1998 Pk. 17.25 WIB dimana sekitar 20 menit sebelumnya pasien terkena trauma tusuk di perut kemudian dilakukan operasi laparatomy tanggal 29 November 1998 dengan lama operasi 4 ½ jam dengan tindakan pembedahan : - Laparatomi eksplorasi

- Nefrektomy kiri

- Splenektomy jahit dua lapis gaster, jejenum dan mesenterium - Drain pada ginjal kiri

Hasil Laboratorium :

(a) Tanggal 30 November 1998 WBC 3,5

RBC 3,47 HGB 10,0 PLT 36 HCT 29,1

Trombocyt 36.000 Ureum darah 30 mg/DL Creatinin urine 1,15 mg/DL Urinalisa

Sedimen + Kejernihan jernih Leukocyt 1 – 3 /LPB Eritrosit >100/LPB Kristal ( - )


(6)

Berat jenis 1010 .pH 5

Glukosa 2+ Protein ( - ) Keton ( - ) Bilirubin ( - ) Urobilinogen 0,1 Nitrit ( - )

(b) Analisa Gas Darah Tanggal 30 November 1998 Pk. 06.49 Ventilator control TV : 450

FiO2 : 40% .pH 3,84 PCO2 37,7 PO2 163,4 HCO3 22,2 TCO2 23,3 BE – 2,3 SBE – 2,2 SAT 99,2 SBC 22,4

(c) Analisa Gas Darah Tanggal 1 Desember 1998 Pk. 05.14 Ventilator Assist Control

RR 12, TV 450 FiO2 40% PH 7,508 PCO2 38,3 PO2 117,3 HCO3 30,5 TCO2 31,7 BE + 6,9 SBE + 6,8 SAT 98,7 SBC 30,7 Na 138 K 3,9 Cl ( - )


(7)

(d) Analisa Gas Darah Tanggal 2 Desember 1998 Ventilator SIMV

FiO2 35% PH 7,455 PCO2 34,7 PO2 127,8 HCO3 23,2 TCO2 24,2 BE – 0,3 SBE – 0,3 SAT 98,8 SBC 24,1 Na 136 K 3,9

(e) Hasil Laboratorium Darah 2 Desember 1998 Ht 24 vol %

Hb 8,7 gr/DL Leuko 12.700 Trombo 105.000

Pengukuran CVP : Tgl. 1-12-1998 + 11 cmH2O, Tgl 2-12-1998 10,5 cmH2O (f) Cairan Infus Tanggal 1-12-1998

KaEM MG3 500 cc Pan Amin 600 : 500 cc RL

FFP 2 x 300 cc

(g) Cairan Infus Tanggal 2-12-1998 KaEM MG3

Pan Amin

Tranfusi Darah 500 cc FFP 2 x 300 cc


(8)

(h) Cairan Infus Tanggal 3-12-1998 KaEM MG3

Pan Amin RL

FFP 3 x 300 cc

(i) Obat-obatan Tanggal 30 s/d 2-12-1998 Cimetidine 3 x 1

Alinamin F 3 x 1 Vit K 3 x 1

Kemicitin 3 x 1 gr ( Tanggal 3-12-1998 diganti dengan Penicillin Prokain) Novalgin 3 x 50 mg

(2) Pemeriksaan Fisik

Kesadaran : Compos Mentis Kepala : Simetris

Mata : Conjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik Hidung : terpasang NGT, cairan warna coklat tua Mulut : terpasang ETT, mukosa kering

Leher : kelenjar getah bening tidak membesar

Dada : auskultasi paru, ronchi basah ringan +/+, wheezing (-) ; auskultasi jantung BJ I, II murni, gallop (-)

Abdomen : luka laparatomy, balutan rapi, kering, bising usus (-)

Ekstremitas : tangan kanan terpasang triway infus, CVP KaEM MG3, RL, Pan Amin ; kaki kanan terpasang infus NaCl spooling tranfusi

(3) Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

1. Gangguan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produk mukosa akibat adanya benda asing pada trachea (intubasi)

2. Resiko tinggi gangguan deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan, puasa 3. Resiko gangguan pemenuhan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan peningkatan metabolisme, NPO

4. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan trauma abdomen, luka operasi, prosedur invasif (CVP, kateterisasi, ETT)

5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan


(9)

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN TN. M.Y

DI RUANG HCU RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA

N

o Dx. Perawatan Tujuan Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi 1. Gangguan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produk mukosa akibat adanya benda asing pada trachea (intubasi) Ditandai dengan : - sistem alarm

berbunyi - suara nafas :

penumpukan sputum

Kebersihan jalan nafas dapat terjaga

1. Kaji kepatenan jalan nafas pasien

2. Evaluasi

pengembangan dada, dan kaji suara nafas kedua belah paru

3. Catat adanya batuk yang berlebihan, peningkatan dispneu,

1. Obstruksi dapat disebabkan dari penumpukan sekresi, perdarahan, spasme jalan nafas

2. Pengembangan dada yang simetris dan suara nafas yang seimbang pada kedua belah paru menunjukkan ETT berada tepat dan tidak ada obstruksi. Obstruksi paru (akibat pneumonia, atelektasis) dapat menimbulkan suara ronkhi dan wheezing

3. Pasien yang diintubasi mengalami batuk yang tidak

1. Mengkaji kepatenan jalan nafas

2. Mengevaluasi

pengembangan dada dan mengkaji suara nafas. Hasil : pengembangan dada dalam batas normal, suara nafas auskultasi ronchi basah ringan +/+ 3. Mencatat adanya batuk

yang berlebihan, bunyi alarm, sekret ETT, peningkatan ronchi. Hasil : batuk berlebih (-), bunyi alarm (-),

S : -O :

Sianosis (-)

CVP : + 11 cm H2O, N : 72x/menit, TD : 108/65 mmHg, RR : 18 x/menit (ventilator 12) Kulit hangat

Analisa Gas Darah : PH 7,455 ; PCO2 34,2 ; PO2 127,8 ; HCO3 23,2 ; SAT 98,8

A : Masalah teratasi P :


(10)

terdengar - suara nafas

menurun (pada

obstruksi jalan nafas/kolaps paru)

- pasien gelisah - usaha nafas

klien

meningkat : penggunaan otot tambahan pernafasan (+) - AGD : P CO2

meningkat, P O2 dan PH menurun

bunyi alarm, adanya sekret pada ETT, peningkatan ronchi 4. Monitor sistem

humidifikasi dan temperatur

5. Suction sesuai kebutuhan

6. Ajarkan tehnik batuk efektif, nafas dalam pursed lip breathingbila pasien kooperatif

7. Ubah posisi secara periodik

8. Anjurkan pasien untuk minum banyak

efektif sehingga penumpukan sekret terjadi

4. Pengentalan sekret dapat timbul akibat sistem humidifikasi kurang

5. Suction tidak boleh rutin karena banyak memiliki efek negatif

6. Meningkatkan

kemampuan mengeluarkan sekret secara efektif, menimbulkan retarged ekspirasi sehingga menurunkan kolaps paru 7. Meningkatkan drainase

sekret dan ventilasi ke seluruh bagian paru, menurunkan resiko atelektasis

sekret ETT (+) sedikit, peningkatan ronchi (-) 4. Memonitor sistem

humidifikasi dan temperatur. Hasil : humidifikasi cukup, temperatur 37^C

5. Melakukan suction sesuai kebutuhan. Hasil : sekret (+), warna putih, encer

6. Mengubah posisi secara periodik

7. Melakukan postural drainase

Tetap observasi adanya sekret

Jaga kepatenan jalan nafas

Observasi analisa gas darah


(11)

sesuai kondisi

Kolaboratif

1. Lakukan bronkhial washing, fisiotherapi dada (perkusi, vibrasi,postural

drainase) 2. Berikan

bronkhodilator

/mukolitik sesuai indikasi. Evaluasi efektifitasnya.

8. Meningkatkan keenceran sekret

Kolaboratif : 1. Membantu

mengencerkan,

meningkatkan mobilisasi sekret sehingga mudah dikeluarkan

2. Meningkatkan keenceran sekret dan melebarkan jalan nafas

2. Resiko tinggi gangguan deficit volume cairan berhubungan dengan

perdarahan, puasa.

Gagguan deficit volume cairan tidak terjadi

1. Monitor tanda vital, CVP ; catat perubahan tekanan darah, observasi kenaikan temperatur

1. Perubahan tanda vital menandakan perkembangan penyakit, CVP untuk mengetahui defisit volume cairan dan respon terhadap therapi cairan pengganti.

1. Memonitor tanda vital, CVP, Tekanan Darah, Suhu. Hasil : TD 104/62 mmHg, N 79x/menit, S 37^C, CVP 7 cmH2O

S : -O :

Tanda vital TD 107/65 mmHg, N 70x/menit, S 37,2^C, CVP +10 ½


(12)

Faktor resiko : Trombositopenia

2. Palpasi nadi perifer, catat capillary refill, warna kulit, temperatur

3. Monitor output urine, ukur dan estimasikan kehilahangan cairan dari lambung, drainase luka atau diphoresis 4. Timbang berat badan

tiap hari, hitung balance cairan, catat adanya oedema pada tungkai 5. Berikan perawatan

mulut, memandikan pasien setiap hari dan berikan lotion

Demam terjadi karena peningkatan metabolisme dan kehilangan cairan

2. Kondisi deficit cairan menyebabkan tidak adekuatnya perfusi organ dan mungkin menyebabkan syok 3. Penggantian cairan

berdasarkan jumlah cairan yang hilang

4. Perubahan berat badan merupakan tanda tidak akurat dalam perubahan intra vaskular

5. Mukosa mulut dan bibir cenderung kering

2. Mempalpasi nadi perifer, capillary refill, warna kulit, temperatur. Hasil : nadi perifer (+), capilarry refill < 2’’, warna kulit tidak cyanosis, temperatur dingin

3. Memonitor output urine, balance cairan. Hasil : urine output 1650, balance (+) 65 cc, intake 2790 cc, NGT 300, Drain 275, IWL 500

Kolaboratif :

1. Memonitor hasil laboratorium. Hasil : tgl 30-11-1998 Hb 10,0 gr %, Ht 291.00, trombosit

cmH2O

Intake 3640 cc, output 3825 cc, balance (+) 185 cc Capilarry refill < 2”, mukosa mulut cukup, turgor kulit baik.

Perdarahan drain 5 cc, NGT (-)

Dicoba minum Aqua 4 x 100 cc / NGT Kembung (-), distensi abdomen (-), mual (-)

Hasil laboratorium : Hb 8,7 g/DL, Ht 24 vol%, trombo 105.000, Na 136, K 3,9


(13)

6. Kaji adanya dispneu, cyanosis, meningkatnya kecemasan, gelisah 7. Monitor tanda-tanda

batuk produktif, dispneu, crakles

III. Kolaboratif

1. Monitor hasil laboratorium Hb, Ht, Trombosit, elektrolit, glukosa, PH, PCO2 2. Berikan cairan infus

sesuai indikasi

- Cairan isotonis seperti NaCl 0,9, Dextrose 5%

- Cairan 0,45%, RL - Cairan koloid : Dextran,

Plasma, Albumin

- Darah : whole blood

6. Meningkatnya agregasi platelet mungkin menyebabkan emboli sistemik 7. Koreksi yang terlalu cepat terhadap kekurangan cairan menyebabkan gangguan kardiopulmonary, terutama untuk cairan koloid

Kolaboratif :

1. Balance metabolik elektrolit membutuhkan koreksi

2. Cairan : isotonis merupakan kristaloid yang memberikan perbaikan sirkulasi secara tepat, RL adalah hipotonis, koloid untuk mengoreksi kekurangan konsentrasi

36.000, elektrolit Na 130, K 3,9

2. Memberikan cairan infus sesuai indikasi. KaEM MG3, Pan Amin, RL, FFP, NaCl (sppoling tranfusi) 3. Memberikan tranfusi

(FFP) 2 x 300 cc

4. Memberikan vitamin K 3 x 1 amp.

A : Tidak terjadi masalah, tapi resiko tinggi mungkin terjadi

P :

Tetap observasi balance cairan Monitor trombosit Monitor status hemodinamik


(14)

(tranfusi darah) protein plasma, darah diberikan bila terindikasi kehilangan darah yang aktif.

3. Resiko gangguan pemenuhan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme, NPO Gangguan pemenuhan nutrisi tidak terjadi

1. Mereview faktor individual yang berefek terhadap kemampuan pencernaan makanan. Contoh : keadaan puasa (NPO), nausea, ileus paralitik.

2. Timbang berat badan, catat intake dan output

3. Auskultasi bising usus, palpasi abdomen, catat adanya flatus 4. Identifikasi

makanan yang disukai atau yang tidak disukai

1. Mempengaruhi pilihan intervensi

2. Mengidentifikasi status cairan sama pentingnya untuk memastikan kebutuhan metabolik

3. Menentukan kembalinya peristaltik usus 2 – 4 hari setelah operasi

4. Untuk meningkatkan kerjasama pasien dalam hal diet protein dan vitamin C membantu perbaikan dan pemeliharaan jaringan

1. Memonitor indikasi pemberian nutrisi. Hasil : NGT warna coklat tua, bising usus (+) lemah, klien masih NPO

2. Mencatat intake dan output. Hasil : intake 2790 cc, output 1725 cc

3. Mengaulkutasi bising usus, flatus. Hasil : bising usus (+) lemah, flatus (-)

Kolaboratif :

1. Menjaga kepatenan S : -O :

NGT cairan bening, perdarahan (-) Muntah (-), kembung (-)

Bising usus (+) Program pemberian cairan per NGT 4 x 100 cc

Cairan infus : KaEMG3 (500 cc), Pan Amin (500 cc)

A : Gangguan nutrisi tidak terjadi


(15)

pasien, beri dorongan untuk memilih makanan yang tinggi protein atau vitamin C 5. Observasi adanya

diare

Kolaborasi :

1. Menjaga kepatenan dari NGT

2. Berikan infus cairan seperti albumin, lipid dan elektrolit

3. Berikan vitamin dan

5. Sindroma mal absorbsi dapat terjadi setelah operasi usus kecil membutuhkan evaluasi selanjutnya dan modifikasi diet. Contoh : diet rendah lemak

Kolaborasi :

1. Menjaga dekompresi terhadap lambung, usus halus dan meningkatkan istirahat atau penyembuhan dari usus 2. Mengoreksi imbalance

cairan dan elektrolit

3. Masalah intestinal dapat menyebabkan absorbsi cairan terganggu

4. Antiemetik untuk mencegah

NGT

2. Memberikan cairan infus KaEm MG3, Pan Amin, RL

3. Memberikan vitamin K per IV

4. Memberikan Cimetidine 3 x !

P :

Tetap observasi indikasi pemberian makanan per NGT Tetap/ teruskan pemberian

parenteral cairan sesuai indikasi Timbang BB bila memungkinkan Observasi hasil laboratorium darah (albumin, glubolin, glukosa, BUN)


(16)

terutama vitamin K secara parenteral 4. Berikan obat-obat lain

sesuai indikasi - Antiemetik - Antasida/histamin

inhibitor (antagamed)

5. Konsultasi dengan ahli diet

6. Berikan cairan, bertahap dari cair sampai full diet sesuai dengan toleransi setelah NGT dicabut

muntah, antasida untuk menurunkan formasi asam untuk mencegah erosi mukosa dan kemungkinan ulkus

5. Menentukan kebutuhan diet pasien

6. Dimulainya pemberian cairan dan diet adalah penting untuk mengembalikan fungsi normal intestinal dan untuk meningkatkan intake nutrisi yang adekuat


(1)

sesuai kondisi Kolaboratif

1. Lakukan bronkhial washing, fisiotherapi

dada (perkusi,

vibrasi,postural drainase) 2. Berikan

bronkhodilator

/mukolitik sesuai indikasi. Evaluasi efektifitasnya.

8. Meningkatkan keenceran sekret

Kolaboratif :

1. Membantu

mengencerkan,

meningkatkan mobilisasi sekret sehingga mudah dikeluarkan

2. Meningkatkan keenceran sekret dan melebarkan jalan nafas

2. Resiko tinggi gangguan deficit volume cairan berhubungan dengan

perdarahan, puasa.

Gagguan deficit volume cairan tidak terjadi

1. Monitor tanda vital, CVP ; catat perubahan

tekanan darah,

observasi kenaikan temperatur

1. Perubahan tanda vital menandakan perkembangan penyakit, CVP untuk mengetahui defisit volume cairan dan respon terhadap therapi cairan pengganti.

1. Memonitor tanda vital, CVP, Tekanan Darah, Suhu. Hasil : TD 104/62 mmHg, N 79x/menit, S 37^C, CVP 7 cmH2O

S : -O :

Tanda vital TD 107/65 mmHg, N

70x/menit, S


(2)

Faktor resiko : Trombositopenia

2. Palpasi nadi perifer, catat capillary refill, warna kulit, temperatur 3. Monitor output urine,

ukur dan estimasikan kehilahangan cairan dari lambung, drainase luka atau diphoresis 4. Timbang berat badan

tiap hari, hitung balance cairan, catat adanya oedema pada tungkai 5. Berikan perawatan

mulut, memandikan pasien setiap hari dan berikan lotion

Demam terjadi karena peningkatan metabolisme dan kehilangan cairan

2. Kondisi deficit cairan

menyebabkan tidak

adekuatnya perfusi organ dan mungkin menyebabkan syok 3. Penggantian cairan

berdasarkan jumlah cairan yang hilang

4. Perubahan berat badan merupakan tanda tidak akurat dalam perubahan intra vaskular

5. Mukosa mulut dan bibir cenderung kering

2. Mempalpasi nadi perifer, capillary refill, warna kulit, temperatur. Hasil : nadi perifer (+), capilarry refill < 2’’, warna kulit tidak cyanosis, temperatur dingin

3. Memonitor output urine, balance cairan. Hasil : urine output 1650, balance (+) 65 cc, intake 2790 cc, NGT 300, Drain 275, IWL 500

Kolaboratif :

1. Memonitor hasil laboratorium. Hasil : tgl 30-11-1998 Hb 10,0 gr %, Ht 291.00, trombosit

cmH2O

Intake 3640 cc, output 3825 cc, balance (+) 185 cc Capilarry refill < 2”,

mukosa mulut

cukup, turgor kulit baik.

Perdarahan drain 5 cc, NGT (-)

Dicoba minum Aqua 4 x 100 cc / NGT

Kembung (-),

distensi abdomen (-), mual (-)

Hasil laboratorium : Hb 8,7 g/DL, Ht 24

vol%, trombo

105.000, Na 136, K 3,9


(3)

6. Kaji adanya dispneu, cyanosis, meningkatnya kecemasan, gelisah 7. Monitor tanda-tanda

batuk produktif, dispneu, crakles

III. Kolaboratif

1. Monitor hasil

laboratorium Hb, Ht, Trombosit, elektrolit, glukosa, PH, PCO2 2. Berikan cairan infus

sesuai indikasi

- Cairan isotonis seperti NaCl 0,9, Dextrose 5%

- Cairan 0,45%, RL - Cairan koloid : Dextran,

Plasma, Albumin

- Darah : whole blood

6. Meningkatnya agregasi

platelet mungkin

menyebabkan emboli sistemik 7. Koreksi yang terlalu cepat terhadap kekurangan cairan menyebabkan gangguan kardiopulmonary, terutama untuk cairan koloid

Kolaboratif :

1. Balance metabolik

elektrolit membutuhkan koreksi

2. Cairan : isotonis merupakan kristaloid yang memberikan perbaikan sirkulasi secara tepat, RL adalah hipotonis, koloid untuk mengoreksi kekurangan konsentrasi

36.000, elektrolit Na 130, K 3,9

2. Memberikan cairan infus sesuai indikasi. KaEM MG3, Pan Amin, RL, FFP, NaCl (sppoling tranfusi) 3. Memberikan tranfusi

(FFP) 2 x 300 cc

4. Memberikan vitamin K 3 x 1 amp.

A : Tidak terjadi masalah, tapi resiko tinggi mungkin terjadi

P :

Tetap observasi balance cairan Monitor trombosit Monitor status hemodinamik


(4)

(tranfusi darah) protein plasma, darah diberikan bila terindikasi kehilangan darah yang aktif. 3. Resiko gangguan

pemenuhan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme, NPO

Gangguan pemenuhan nutrisi tidak terjadi

1. Mereview faktor

individual yang berefek terhadap kemampuan pencernaan makanan. Contoh : keadaan puasa (NPO), nausea, ileus paralitik.

2. Timbang berat

badan, catat intake dan output

3. Auskultasi bising usus, palpasi abdomen, catat adanya flatus 4. Identifikasi

makanan yang disukai atau yang tidak disukai

1. Mempengaruhi pilihan intervensi

2. Mengidentifikasi status cairan sama pentingnya untuk memastikan kebutuhan metabolik

3. Menentukan kembalinya peristaltik usus 2 – 4 hari setelah operasi

4. Untuk meningkatkan kerjasama pasien dalam hal diet protein dan vitamin C membantu perbaikan dan pemeliharaan jaringan

1. Memonitor indikasi pemberian nutrisi. Hasil : NGT warna coklat tua, bising usus (+) lemah, klien masih NPO

2. Mencatat intake dan output. Hasil : intake 2790 cc, output 1725 cc

3. Mengaulkutasi bising usus, flatus. Hasil : bising usus (+) lemah, flatus (-)

Kolaboratif :

1. Menjaga kepatenan S : -O :

NGT cairan bening, perdarahan (-)

Muntah (-),

kembung (-) Bising usus (+) Program pemberian cairan per NGT 4 x 100 cc

Cairan infus : KaEMG3 (500 cc), Pan Amin (500 cc) A : Gangguan nutrisi tidak terjadi


(5)

pasien, beri dorongan

untuk memilih

makanan yang tinggi protein atau vitamin C 5. Observasi adanya

diare

Kolaborasi :

1. Menjaga kepatenan dari NGT

2. Berikan infus cairan seperti albumin, lipid dan elektrolit

3. Berikan vitamin dan

5. Sindroma mal absorbsi dapat terjadi setelah operasi usus kecil membutuhkan evaluasi selanjutnya dan modifikasi diet. Contoh : diet rendah lemak

Kolaborasi :

1. Menjaga dekompresi terhadap lambung, usus halus dan meningkatkan istirahat atau penyembuhan dari usus 2. Mengoreksi imbalance

cairan dan elektrolit

3. Masalah intestinal dapat menyebabkan absorbsi cairan terganggu

4. Antiemetik untuk mencegah

NGT

2. Memberikan cairan infus KaEm MG3, Pan Amin, RL

3. Memberikan vitamin K per IV

4. Memberikan Cimetidine 3 x !

P :

Tetap observasi indikasi pemberian makanan per NGT Tetap/ teruskan pemberian

parenteral cairan sesuai indikasi Timbang BB bila memungkinkan Observasi hasil laboratorium darah (albumin, glubolin, glukosa, BUN)


(6)

terutama vitamin K secara parenteral 4. Berikan obat-obat lain

sesuai indikasi - Antiemetik - Antasida/histamin

inhibitor (antagamed)

5. Konsultasi dengan ahli diet

6. Berikan cairan, bertahap dari cair sampai full diet sesuai dengan toleransi setelah NGT dicabut

muntah, antasida untuk menurunkan formasi asam untuk mencegah erosi mukosa dan kemungkinan ulkus

5. Menentukan kebutuhan diet pasien

6. Dimulainya pemberian cairan dan diet adalah

penting untuk

mengembalikan fungsi normal intestinal dan untuk meningkatkan intake nutrisi yang adekuat