Potensi Tanaman Kentang Di Indonesia

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 19:15:41 2017 / +0000 GMT

Potensi Tanaman Kentang Di Indonesia
LINK DOWNLOAD [27.67 KB]
Pembangunan sektor pertanian terdiri dari lima subsektor yaitu subsektor tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, kehutanan,
peternakan, dan perikanan. Tujuan pengembangan sektor pertanian diarahkan pada peningkatan produksi pertanian guna memenuhi
kebutuhan pangan dan kebutuhan industri dalam negeri, meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, memperluas
kesempatan kerja, dan mendorong pemerataan kesempatan berusaha. Pembangunan sektor pertanian melalui peningkatan kontribusi
subsektor tanaman pangan dan hortikultura merupakan salah satu upaya untuk memperkuat perekonomian nasional.
Hortikultura merupakan salah satu komoditas potensial untuk dikembangkan diantara banyak pilihan dalam pengembangan
agribisnis. Komoditas hortikultura dapat berproduksi dengan baik pada lingkungan geografis yang sesuai. Salah satu komoditas
hortikultura yang berpotensi adalah tanaman kentang. Kentang (Solanum tuberosum L ) merupakan salah satu jenis tanaman
sayuran yang mendapatkan prioritas untuk dikembangkan di Indonesia. Saat ini banyak berkembang industri makanan ringan dan
restoran cepat saji yang salah satu bahan bakunya adalah kentang. Adanya perkembangan industri tersebut akan meningkatkan
permintaan produk kentang baik dalam jumlah maupun tuntutan akan mutu yang aman untuk dikonsumsi. Jumlah permintaan
kentang dapat dilihat dari pola data konsumsi nasional yang cenderung meningkat dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 yang
disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah konsumsi nasional (kg/tahun) tahun 2003 ? 2006.

Tahun

Jumlah konsumsi (kg)

2003
358.560.000

2004
345.828.000

2005
398.341.199,6

2006
426.338.492,2

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian, 2008
Pada Tabel 1 tersebut memperlihatkan bahwa jumlah konsumsi kentang nasional cenderung mengalami peningkatan yang berarti
perlu diimbangi dengan peningkatan produksi dan luas tanam. Namun, hal tersebut belum diikuti oleh peningkatan jumlah
persediaan benih kentang yang berkualitas.
Varietas yang dominan beredar di pasaran adalah Granola. Dalam SK Mentan No 444/Kpts/TP240/6/1993 produktivitasnya
mencapai 26.500 kg/ha, akan tetapi sekarang ini dari hasil pengamatan di lapangan produktivitasnya hanya sebesar 15.000 kg/ha

(Departemen Pertanian, 2006). Rendahnya produktivitas kentang tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain : (1) masih
terbatasnya penggunaan benih kentang berkualitas, (2) benih kentang belum cukup tersedia di lapangan pada waktu diperlukan oleh

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 1/2 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 19:15:41 2017 / +0000 GMT

petani, (3) sebagian besar petani menggunakan benih umbi kentang dari generasi lanjutan yaitu hasil panen yang sengaja disisihkan
dan disimpan untuk dimanfaatkan sebagai benih (Pitojo, 2008). Benih yang dihasilkan petani tersebut mempunyai kelemahan,
antara lain mudah tertular penyakit dan terjadi degradasi hasil setelah generasi ke lima (Prahardini et al, 2007).
Berdasarkan standar toleransi hama dan penyakit dari Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB), benih kentang di Indonesia
dikelompokan menjadi empat yaitu:

Breeder Seed/BS (G0).
- Benih Dasar/BD (G1 dan G2).
- Benih Pokok/BP (G3).
- Benih Sebar/BR (G4).

Kelas benih untuk petani penangkar adalah G3 atau benih pokok yang akan diperbanyak menjadi G4 atau benih sebar. G bukan
sekedar generasi atau turunan tetapi sebenarnya adalah kekhususan standar hama penyakit suatu kelas benih baik waktu proses
pertumbuhan dan perkembangan di lapangan maupun di gudang. Benih G ditandai dengan adanya label yang diterbitkan oleh
BPSB.
Saat ini sentra pengembangan benih kentang di Indonesia tersebar di beberapa wilayah seperti Sumatera Utara, Jambi, Sumatera
Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara. Kebutuhan benih kentang nasional untuk
varietas Granola pada tahun 2005 mencapai 114.894.000 kg dan baru bisa dipenuhi 5.508.000 kg (4,79 persen) dari dalam negeri.
Pemerintah mengharapkan pada tahun 2010 ketergantungan akan benih impor sudah harus dihentikan dan digantikan peran aktif
petani penangkar benih kentang dalam menyediakan benih berkualitas (Departemen Pertanian, 2006).
Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Tengah (2006), pertanaman kentang di Jawa Tengah rata-rata 10.000 ha/tahun yang
berarti membutuhkan 15.000.000 kg benih kentang bersertifikat. Namun, kebutuhan tersebut baru terpenuhi 4 persen dan
keterbatasan itu dikarenakan penangkar benih kentang hanya terpusat di Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara. Selama ini
apabila ketersediaan benih kentang bersertifikat di wilayah Jawa Tengah tidak mencukupi, para petani kentang akan membeli benih
di wilayah Jawa Barat khususnya Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Namun, hal tersebut juga akan menjadikan
pertimbangan bagi para petani kentang karena akan menambah biaya transportasi yang lebih tinggi. Oleh karena itu, Pemerintah
berharap Propinsi Jawa Tengah mampu berswasembada benih kentang bersertifikat untuk memenuhi kebutuhan benih secara
regional dan mampu berkontribusi secara nasional. Jadi, untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan upaya untuk
memperbanyak benih kentang bersertifikat. Diharapkan sampai tahun 2010 mendatang terjadi peningkatan produksi pada tiap kelas
benih kentang.
Kabupaten Banjarnegara merupakan salah satu daerah yang berpotensi untuk usahatani penangkaran benih kentang, karena dilihat

dari aspek agronomisnya daerah tersebut memiliki kondisi tanah dan iklim yang cocok untuk tanaman kentang. Menurut data BPSB
tahun 2007, produksi benih kentang varietas Granolauntuk kelas G4 di Kabupaten Banjarnegara mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Pada tahun 2002, produksi benih mencapai 10.000 kg. Kemudian untuk tahun 2003, 2004, 2005, 2006, dan 2007
masing-masing mengalami peningkatan yaitu sebesar 29.500 kg, 61.500 kg, 84.350 kg, 133.500 kg, dan 178.200 kg. Dari hasil
peningkatan data tersebut dapat diketahui bahwa semakin bertambahnya petani kentang konsumsi yang menggunakan benih
bersertifikat. Selain itu, apabila ditinjau kembali akan kebutuhan benih kentang bersertifikat wilayah Jawa Tengah yang masih
belum tercukupi dan adanya proyek pemerintah Kabupaten Banjarnegara dalam peningkatan sarana dan prasarana kelembagaan
perbenihan hortikultura menggambarkan adanya prospek atau peluang usaha yang terbuka lebar bagi para penangkar benih kentang
untuk meningkatkan produksi benih kentang yang bersertifikat.
Namun, yang selalu menjadi pertimbangan petani selama ini untuk memulai suatu usaha adalah apakah komoditas yang diusahakan
tersebut menguntungkan atau tidak dan juga karena adanya keterbatasan penyediaan faktor produksi terutama modal. Usahatani
penangkaran benih kentang ini memerlukan pemakaian faktor produksi yang cukup intensif seperti lahan, benih, pupuk, pestisida,
dan tenaga kerja. Hal ini mengharuskan petani dalam memperhitungkan modal yang dikeluarkan untuk membiayai usahataninya
sebelum memutuskan untuk mengusahakan penangkaran benih kentang.
Daftar Pustaka Silahkan lihat di artikel berikut : Aspek Pembenihan Kentang

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 2/2 |