1.19 Survei MT dan TDEM Daerah Panas Bumi Waesano

SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIC (TDEM)
DAERAH PANAS BUMI WAESANO, KABUPATEN MANGGARAI BARAT
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Muhammad Kholid, Sri Widodo
Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi
SARI
Metode Magnetotelurik (MT) dan “Time Domain Elektromagnetic” (TDEM) merupakan
metode yang banyak digunakan untuk eksplorasi panas bumi, karena kemampuannya
memetakan lapisan bawah permukaan hingga puluhan kilometer. Survei MT dan TDEM yang
telah dilakukan di daerah panas bumi Waesano, Kabupaten Manggarai Barat bertujuan untuk
mendeliniasi daerah prospek panas bumi di daerah ini. Pengukuran MT dan TDEM dilakukan
sepanjang lintasan yang berarah baratdaya-timurlaut disekitar struktur depresi Mbeliling
hingga Danau Sano Nggoang. Hasil MT menunjukkan sebaran tahanan jenis rendah (< 20
Ohm-m) terdapat mulai kedalaman 500 meter, lapisan tahanan jenis rendah ini diperkirakan
sebagai lapisan yang berfungsi sebagai batuan penudung dan di bawah lapisan ini terdapat
lapisan tahanan jenis sedang (20-200 Ohm-m) yang diperkirakan merupakan lapisan yang
berfungsi sebagai reservoir panas bumi. Puncak reservoir diperkirakan berada pada
kedalaman sekitar 1500 meter. Hasil kompilasi geosain terpadu (geologi, geokimia dan
geofisika) menunjukkan daerah prospek panas bumi terdapat di sekitar Danau Sano Nggoang
dan meluas ke arah tenggara. Daerah prospek ini dibagi menjadi dua yaitu luas daerah terduga
dengan luas sekitar 6 km2 dan luas hipotesis dengan luas sekitar 20 km2 .

PENDAHULUAN
Metode geofisika memainkan peran
yang penting dalam memetakan lapisan
bawah permukaan terutama dalam
eksplorasi panas bumi. Salah satu metode
geofisika
tersebut
adalah
metode
Magnetotelurik. Metode Magnetotelurik
(MT) adalah metode elektromagnetik pasif
yang melibatkan pengukuran fluktuasi
medan listrik dan medan magnet alami
yang saling tegak lurus di permukaan bumi
yang dapat digunakan untuk mengetahui
nilai konduktivitas batuan di bawah
permukaan bumi dari kedalaman beberapa
meter hingga puluhan kilometer (Tikhonov,
1950). Metode ini merupakan metode yang
paling sering digunakan dalam eksplorasi

panas bumi karena kemampuannya untuk
mendeteksi kondisi bawah permukaan
yang dalam. Kedalaman penetrasi metode
ini dikarenakan metode ini mengukur
gelombang
elektromagnet
dengan
frekuensi yang rendah, yaitu sekitar 3000.001 Hz.
Heterogenitas lokal dekat

permukaan dan faktor topografi dapat
menyebabkan data MT terdistorsi yang
menyebabkan kurva sounding MT (kurva
tahanan
jenis
terhadap
frekuensi)
mengalami pergeseran ke atas atau ke
bawah sehingga paralel terhadap kurva
sounding yang seharusnya (efek statik).

Untuk mengkoreksi data MT yang
terdistorsi tersebut diperlukan data
geofisika lain yang tidak dipengaruhi oleh
penyebab efek statik. Untuk mengkoreksi
efek statik ini maka diaplikasikan metode
“Time Domain Elektromagnetik” (TDEM).
Metode TDEM merupakan metode yang
hanya melibatkan pengukuran medan
magnet sekunder, akibat adanya induksi
medan magnet primer. Oleh karena itu data
TDEM relatif tidak terpengaruh oleh
anomali
konduktivitas
lokal
dekat
permukaan.
Daerah panas bumi Waesano
berada di Kabupaten Manggarai Barat,
Provinsi Nusa Tenggara Timur (Gambar 1).
Sejarah pembentukan daerah Waesano


berawal pada zaman Tersier pada kala
Miosen-Pliosen, dimana secara geologi
terbentuk cekungan yang menghasilkan
deposit sedimen dengan jenis batu pasir.
Erupsi besar diduga terbentuk pada kala
Pliosen sehingga menghasilkan Kaldera
Mbeliling yang membuka ke arah selatan.
Pembentukan vulkanisme berlanjut di
bagian barat sekitar Kempo, Golo Tantong,
Golo Leleng dan Golo Tanadereng yang
berkomposisi basal serta sebagian telah
tersilisifikasi. Proses Vulkanisme masih
terus berlangsung hingga saat ini. Sejak
Pliosen terbentuk vulkanisme Poco
Dedeng
di
bagian
selatan
yang

menghasilkan lava dengan komposisi dasit
dengan aliran piroklastik tersebar di bagian
tubuhnya ke arah Lembor. Tubuh poco
dedeng kemudian tertutup bagian utaranya
akibat pembentukan vulkanisme Sano
Nggoang yang hingga saat ini berbentuk
danau kawah dengan pH airnya yang
asam.
Produk
Sano
Nggoang
berkomposisi yang sama dengan Poco
dedeng dan hasil erupsi eksplosifnya
menghasilkan endapan piroklastik bersifat
asam dengan dijumpai pumice yang
terdapat di daerah Taal. Umumnya
terendapkan ke lereng bagian utara ke
sekitar Werang dan terhenti pada tinggian
kaldera Mbeliling
Struktur geologi utama merupakan

struktur yang terbentuk akibat proses
vulkanisme seperti kaldera Mbeliling,
kawah Sano Nggoang dan depresi Golo
Leleng,
namun
struktur
basemen
umumnya berarah baratdaya-tenggara dan
baratdaya – timurlaut. Kontrol utama
pebentukan sistem panas bumi akibat
pembentukan kawah Sano Nggoang dan
juga sesar Nampar Macing yang
memfasilitasi munculnya air panas Nampar
Macing.
TEORI DASAR MT DAN TDEM
Metode MT adalah salah satu
metode geofisika yang memanfaatkan

gelombang
elektromagnetik.

Metode ini mengukur respon bumi dalam
besaran medan listrik (E) dan medan
magnet
(H)
terhadap
medan
elektromagnetik (EM) alam. Respon
tersebut berupa komponen horizontal
medan magnet dan listrik bumi yang
diukur pada permukaan bumi pada posisi
tertentu.
Tahanan jenis dari metode ini
dihitung
berdasarkan
perbandingan
besarnya medan listrik dan medan
magnet yang dikenal dengan persamaan
Cagniard. Persamaan ini dihasilkan dari
persamaan Maxwell dengan asumsi
gelombang bidang.


a  f x
1
5

2

E
.............................. (1)
H

Dimana,
a : tahanan jenis semu (Ohm-m)
f : frekuensi (Hz)
E : Besarnya medan listrik (mV/km)
H : Besarnya medan magnet (nT)
Tahanan jenis semu terdiri dari
dua kurva seperti Rhoxy dan Rhoyx,
kemudian dirotasi terhadap sumbu
utama, bisa kedalam TE mode (medan

listrik sejajar dengan strike) atau TM
Mode (medan listrik tegak lurus strike).
Penetrasi kedalaman efektif dapat
ditentukan
dengan
menggunakan
persamaan di bawah ini :
 = 503 x ( / f)1/2 ....................... (2)
Dimana,
 : penetrasi kedalaman efektif (m)
 : tahanan jenis semu (Ohm-m)
f
: frekuensi (Hz)
Ketika tahanan jenis berubah
terhadap kedalaman, maka tahanan jenis
semu akan berubah terhadap frekuensi,
karena frekuensi tinggi tidak memiliki
penetrasi yang cukup dalam, sedangkan
frekuensi rendah memiliki penetrasi lebih
dalam. Hal ini menunjukkan bahwa struktur

tahanan jenis dari zona dangkal dampai ke
zona dalam dapat dianalisis berdasarkan
tinggi atau rendahnya frekuensi.

Skin depth sebagai fungsi dari
frekuensi dan tahanan jenis dapat
ditentukan dari persamaan berikut.

 2 2

  503
  
.....................(3)
f
   
1

Dimana,
 : skin depth (m)
 : (= 2 f) frekuensi sudut

 : konduktivitas (S/m)
 : permeabilitas magnet (H/m)
 : tahanan jenis semu (Ohm-m)
f : frekuensi (Hz)
Metode TDEM (Time Domain
Electro Magnetic) atau kadang disebut juga
TEM (Transient Electro Magnetic) adalah
salah satu metode geofisika yang
memanfaatkan medan elektromagnetik
untuk mengetahui struktur tahanan jenis
bawah
permukaan.
Metode
ini
menggunakan sumber buatan dengan
mengukur peluruhan tegangan transient
sebagai fungsi waktu
Tegangan induksi didefinisikan
sebagai:
� �, � = �

� (� �
� ⁄

)



5⁄

....................(4)



dimana, � = � � � �

, dan


= Luas area receiver coil �

= Jumlah perputaran didalam
receiver coil

= Luas area dari transmitting loop


= Jumlah perputaran didalam
transmitter loop

= Waktu yang berjalan setelah arus
pada transmitter dimatikan
µ
= Permeabilitas magnetik (ℎ� �)

� �, � = Tegangan transien

= Jari-jari dari transmitter loop �

= Arus pada transmitting loop � .
Dengan mensubtitusi � = � pada
persamaan di atas, dihasilkan nilai tahanan
jenis sebagai berikut:
�� =




[

� � � � �
5⁄

� ,

]



...................(5)

Hubungan
ini
mendefinisikan
bahwa nilai tahanan jenis semu terhadap
lamanya waktu yang berjalan setelah arus
dimatikan.
HASIL MT DAN TDEM
Pengukuran MT dan TDEM di
daerah Waesano telah dilakukan dengan
jumlah titik ukur MT sebanyak 43 titik dan
jumlah titik ukur TDEM sebanyak 31 titik
ukur. Sebaran titik ukur meliputi zona
depresi Mbeliling, Danau Sano Nggoang
dan daerah manifestasi mata air panas
Waesano dengan jarak antar titik ukur
sekitar 1000-1500 m. (Gambar 3).
Pengukuran dilakukan selama lebih dari 12
jam, agar memperoleh data hingga
frekuensi 0.001 Hz. Data hasil pengukuran
di lapangan diolah dengan menggunakan
algoritma robust. Data TDEM dimodelkan
melalui pemodelan 1-D sehingga diperoleh
data TDEM (tahanan jenis semu terhadap
waktu transien ) menjadi kurva sounding
tahanan jenis semu sebagai fungsi periode
sebagaimana data MT. Data TDEM hasil
pemodelan
ini
digunakan
untuk
mengoreksi data MT yang mengandung
efek statik yaitu dengan menggeser kurva
sounding MT secara vertikal hingga sesuai
denga kurva sounding TDEM.
Pemodelan tahanan jenis MT 2D
dilakukan dengan menggunakan algoritma
Non Linear Conjugate Gradient (Rodi dan
Mackie, 2001). Pemodelan ini merupakan
pemodelan kebelakang yang dilakukan
sampai dengan iterasi 100, dengan
mengunakan parameter tau 3, data errors
dan error floor untuk rho 5 dan untuk phase
50. Parameter-parameter ini dianggap
sebagai parameter yang terbaik untuk
melakukan pemodelan kebelakang di
daerah ini, setelah dilakukan percobaan
dengan mengubah beberapa parameter.
Pada makalah ini akan disajikan hasil
pemodelan yaitu sebaran tahanan jenis
secara lateral yang merupakan hasil
pemodelan tahanan jenis 2D yang disayat
pada kedalaman tertentu yaitu sebaran

tahanan jenis pada kedalaman 500 m,
1000 m, 1500 m, 2000 m, dan 2500 m.
Kelima
kedalaman
tersebut
dapat
memberikan gambaran mengenai struktur
tahanan jenis bawah permukaan (Gambar
4).
Peta tahanan jenis pada kedalaman
500 meter hampir didominasi oleh nilai
tahanan jenis rendah < 20 Ohm-m, Zona
tahanan jenis rendah di bagian timur
membentuk pola memanjang dengan pola
kelurusan hampir berarah baratlauttenggara. zona tahanan jenis rendah
diperkirakan merupakan respon dari
batuan piroklastik produk vulkanik Sano
Nggoang. Zona tahanan jenis rendah yang
terdapat di bagian tenggara di sekitar
Danau Sano Nggoang penyebarannya
masih membuka ke arah tenggara, zona
rendah ini diinterpretasikan sebagi batuan
produk Vulkanik Sano Nggoang berupa
lava dan/atau batuan ubahan yang telah
mengalami proses hidrotermal, hal ini
diindikasikan dengan keberadaan batuan
alterasi dipermukaan dan munculnya mata
air panas Waesano. Tahanan jenis sedang
mengisi bagian tengah dan selatan,
kemungkinan masih merupakan respon
produk vulkanik Sano Nggoang berupa
lava dan aliran piroklastik yang lebih
kompak dibandingkan batuan disekitarnya.
Pada
peta
tahanan
jenis
kedalaman 1000 m dan 1500 m, pola
sebaran tahanan jenis rendah
yang
terdapat di bagian timurlaut nilainya
semakin tinggi. Penyebarannya meluas ke
arah tengah hingga selatan, diskontinuitas
tahanan jenis sedang dan rendah
membentuk pola liniasi yang berarah
baratlaut-tenggara, hal ini berkorelasi
dengan struktur geologi di permukaan
dimana terdapat sesar Werang dan sesar
Ndaring yang berarah baratlaut-tenggara.
Tahanan jenis rendah ini di bagian tengah
kemungkinan masih berkorelasi dengan
produk
vulkanik
Sano
Nggoang,
sedangkan tahanan jenis rendah di bagian
tenggara kemungkinan merupakan respon

batuan yang telah mengalami proses
hidrotermal. Diskontinuitas tahanan jenis
sedang dan tinggi yang terdapat di bagian
utara merepresentasikan batas litologi
antara batuan produk vulkanik Mbeliling
dengan batuan produk vulkanik Sano
Nggoang. Nilai tahanan jenis sedang di
bagian utara kemungkinan sebagai respon
batuan produk vulkanik produk Mbeliling
yang lebih kompak.
Pola sebaran tahanan jenis
kedalaman 2000 m dan 2500 m
memperlihatkan pola sebaran tahanan
jenis yang menarik, dimana zona tahanan
jenis sedang yang diperkirakan sebagai
zona reservoir dikelilingi oleh zona tahanan
jenis rendah. Tahanan jenis rendah yang
masih terlihat pada kedalaman ini
kemungkinan mengindikasikan bahwa
batuan penudung yang berada di bagian
timur dan selatan Danau Sano Nggoang
lebih tebal dibandingkan dengan di bagian
tenggara. Zona tahanan jenis rendah
dibagian barat dibatasi Sebaran tahanan
jenis sedang yang terdapat di bagian
tenggara semakin jelas terlihat. Zona
reservoir di bagian baratdaya dan timurlaut
dibatasi oleh diskontinuitas dengan
tahanan jenis rendah sedangkan di bagian
baratlaut terlihat masih membuka. Sebaran
tahanan jenis tinggi pada kedalaman 2500
meter diinterpretasikan sudah merupakan
batuan batuan basemen yang terdiri dari
batuan pasir.
Penampang hasil pemodelan pada
makalah ini akan dijelaskan pada lintasan 4
dan lintasan 5. Kedua lintasan memotong
Danau Sano Nggoang dan dianggap dapat
memberikan gambaran mengenai sistem
panas bumi di daerah ini. Penampang hasil
pemodelan tahanan jenis 2D dari data MT
pada lintasan 4 dan 5 menggambarkan
susunan lapisan batuan model sistem
panas bumi digambarkan dengan lapisan
konduktif terdapat pada lapisan permukaan
yang diikuti oleh lapisan produk vulkanik
yang lebih kompak dengan respon tahanan
jenis sedang dan kemudian diikuti oleh

lapisan batu pasir. Batu pasir ini
merupakan batuan dasar dalam sistem
panas bumi didaerah ini. Lapisan tahanan
jenis rendah (