PERLINDUNGAN KONSUMEN perlindungan konsumen perlindungan konsumen perlindungan konsumen (1)

PERLINDUNGAN KONSUMEN
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN

Diampu oleh:
Mustolih Siradj, S.H.I, M.H., C.L.A

Disusun oleh:
Anugrah Dwicahyatna Putra (11140460000053)
Lely Laelatul Latifah (11140460000076)
Ahmad Dzaky Royhan (11140460000098)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan kita berbagai macam
nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik
kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua

cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Bapak Mustolih
Siradj, S.H.I, M.H., C.L.A serta teman-teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan
berupa moriil maupun materil, sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah
ditentukan. Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun
dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian, yang kadangkala
hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran yang
membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makah kami di lain waktu.

Hukum Perlindungan Konsumen | i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
Rumusan Masalah ................................................................................................................ 1
Tujuan dan Manfaat ............................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
Pengertian Pelaku Usaha...................................................................................................... 3
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha ....................................................................................... 6
Larangan-larangan Pelaku Usaha ........................................................................................ 8
Tanggung Jawab Pelaku Usaha ......................................................................................... 10
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 17
Kesimpulan ........................................................................................................................ 17
Saran .................................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 18

Hukum Perlindungan Konsumen | ii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelaku Usaha dalam setiap kegiatannya memiliki tanggung jawab kepada
Masyarakat sebagai Konsumennya. Baik sesuatu yang diproduksi atau sesuatu yang
dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan Konsumen. Rasa tanggung jawab harus dimiliki para
pelaku usaha agar konsumen merasa aman dan nyaman ketika melakukan kerjasama. Ketika

rasa tanggung jawab sudah dimiliki para pelaku usaha, maka konsumen tidak akan ragu
untuk menggunakan barang atau jasa yang diproduksi dan diberikan oleh pelaku usaha. Jika
sebaliknya, ketika para pelaku usaha tidak memiliki rasa tanggung jawab atas barang atau
jasa. Maka konsumen tidak akan mempercayai para pelaku usaha tersebut, serta akan
menghasilkan kegiatan usaha yang tidak jujur dan persaingan usaha yang tidak baik karena
tidak mengedepankan Tanggung Jawab dalam setiap kegiatan usahanya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Pelaku Usaha ?
2. Apa saja Hak dan Kewajiban para Pelaku Usaha menurut aturan yang berlaku ?
3. Apa saja Larangan-larangan yang dihadapi oleh Pelaku Usaha ?
4. Apa saja hal-hal yang menjadi Tanggung Jawab Pelaku Usaha ?

C. Tujuan dan Manfaat
a. Tujuan
1. Memberi pemahaman kepada Mahasiswa tentang Pelaku Usaha
2. Memberi pemahaman tentang apa saja Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha dalam
melakukan kegiatan Usaha
3. Memberi penjelasan dan pemahaman kepada Mahasiswa tentang LaranganLarangan yang harus dijauhi oleh para Pelaku Usaha
4. Memberi penjelasan dan pemahaman tentang Tanggung Jawab Pelaku Usaha


Hukum Perlindungan Konsumen | 1

b. Manfaat
1. Agar Mahasiswa memahami Pengetahuan tentang Tanggung Jawab Pelaku Usaha
2. Memberi pengetahuan tentang hal yang belum diketahui tentang Pelaku Usaha
3. Memberi wawasan tentang Hak dan Kewajiban Para Pelaku Usaha

Hukum Perlindungan Konsumen | 2

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pelaku Usaha
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 menyebutkan pelaku
usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan
dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Pengertian pelaku usaha dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang Perlindungan

Konsumena cukup luas. Cakupan luasnya pengertian pelaku usaha dalam UUPK tersebut
memiliki persamaan dengan pengertian pelaku usaha dalam Masyarakat Eropa terutama
negara Belanda, bahwa yang dapat dikulaifikasi sebagai produsen adalah: pembuat produk
jadi (finished product); penghaslil bahan baku; pembuat suku cadang; setiap orang yang
menampakkan dirinya sebagai produsen, dengan jalan mencantumkan namanya, tanda
pengenal tertentu, atau tanda lain yang membedakan dengan produk asli, pada produk
tertenu;importir suatu produk dengan maksud untuk diperjualbelikan, disewakan,
disewagunakan (leasing) atau bentuk distribusi lain dalam transaksi perdagangan; pemasok
(suplier), dalam hal identitas dari produsen atau importir tidak dapat ditentukan.(Ahamadi
Miru dan Sutarman Yodo, op.cit., hal. 8.) Dalam penjelasan undang-undang yang termasuk
dalam pelaku usaha adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang,
distributor, dan lain-lain.
Menurut Abdulkadir Muhammad, pengusaha diartikan orang yang menjalankan
perusahaan maksudnya mengelola sendiri perusahaannya baik dengan dilakukan sendiri
maupaun dengan bantuan pekerja. Dalam hubungan hukum konsumen, pengertian
pengusaha menurut Mariam Darus Badrulzaman memeliki arti luas yaitu mencakup
produsen dan pedagang perantara (tussen handelaar). Produsen lazim diartikan sebagai
pengusaha yang menghasilkan barang dan jasa. Menurut Agnes Toar, yang termasuk dalam
pengertian produsen adalah pembuat, grosir (whole-saler), leveransir dan pengecer (detailer)
Hukum Perlindungan Konsumen | 3


profesional. Menurut Prof. Tan Kamello, SH. MS, importir juga termasuk dalam pengertian
produsen. Jadi, pembuat, grosir, leveransir, importir dan pengecer barang adalah orangorang yang terlibat penyerdiaan barang dan jasa sampai ketangan konsumen. Menurut
hukum, mereka ini dapat diminta pertanggungjawaban atas kerugian yang diderita
konsumen. (Tan Kamello, makalah “Praktek Perlindungan Bagi Konsumen Di Indonesia
Sebagai Akibat Produk Asing Di Pasar Nasional, Disampaikan Pada Pendidikan dan
Pelatihan Manajemen Hukum Perdagangan, (Medan: Departemen Perindustrian dan
Perdagangan RI Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan Perdagangan Provinsi
Sumatera Utara, 1998), hal. 7.)
Kajian atas perlindungan terhadap konsumen tidak dapat dipisahkan dari telaah
terhadap hak-hak dan kewajiban produsen. Berdasarkan Directive, pengertian “produsen”
meliputi:
1. Pihak yang menghasilkan produk akhir berupa barang-barang manufaktur. Mereka ini
bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul dari barang yang mereka edarkan
ke masyarakat, termasuk bila kerugian timbul akibat cacatnya barang yang merupakan
komponen dalam proses produksinya
2. Produsen bahan mentah atau komponen suatu produk
3. Siapa saja, yang dengan membubuhkan nama, merek, ataupun tanda-tanda lain pada
produk menempatkan dirinya sebagai produsen dari suatu barang. (Celina Tri Siwi
Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) hal, 41.)

Pengertian pelaku usaha yang sangat luas tersebut diatas, akan memudah
konsumen untuk menuntut ganti kerugian. Konsumen yang dirugikan akibat mengkonsumsi
suatu produk tidak begitu kesulitan dalam menemukan kepada siapa tuntutan diajukan,
karena banyak pihak yang dapat digugat. (Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, op.cit., hal. 9.)
Ruang lingkup yang diberikan sarjana ekonomi yang tergabung dalam Ikatan
Sarjana Ekonomi Indonsia (ISEI) mengenai pelaku usaha adalah sebagai berikut :
1.

Investor, yaitu pelaku usaha penyedia dana untuk membiayai berbagai kepentingan
seperti perbankan, usaha leasing, “tengkulak”, penyedia dana,dsb.

2.

Produsen, yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang dan/atau jasa dari
barang-barang dan /atau jasa-jasa yang lain (bahan baku, bahan tambahan/penolong
dan bahan-bahan lainnya). Pelaku usaha dalam kategori ini dapat terdiri dari orang
Hukum Perlindungan Konsumen | 4

dan/ badan yang memproduksi sandang, orang dan/badan usaha yang berkaitan dengan
pembuatan perumahan, orang/badan yang berkaitan dengan jasa angkutan,

perasuransian, perbankan, orang/badan yang berkaitan dengan obat-obatan, kesehatan,
dsb.
3.

Distributor, yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau memperdagangkan barang
dan/atau jasa tersebut kepada masyarakat. Pelaku usaha pada kategori ini misalnya
pedagang retail, pedagang kaki lima, warung, toko, supermarket, rumah sakit, klinik,
usaha angkutan (darat, laut dan udara), kantor pengacara,dsb. (AZ.Nasution, Op.cit.,
hal. 23.)

Berikut ini merupakan jenis-jenis Pelaku Usaha:
1) Badan Usaha yang berbadan hukum
2) Badan Usaha yang tidak berbadan hukum
Perbedaan dari keduanya yaitu badan usaha yang bukan merupakan badan
hukum tidak akan dipersamakan kedudukannya sebagai orang sehingga tidak memiliki
kekayaan para pendirinya. 1
Perbedaan badan hukum dan bukan berbadan hukum terletak pada pemisahan
harta kekayaan. Badan usaha yanag berbadan hukum, contohnya adalah Perseroan Terbatas
(PT). Pada Perseroan Terbatas (PT), badan usaha PT memiliki harta kekayaan tersendiri.
Harta kekayaan PT tersebut terpisah dengan harta kekayaan para pemegang saham PT.

dalam artian jika PT tersebut mengalami kerugian, maka tanggung jawab para pemegang
saham tersebut terbatas pada nilai saham yang dimilikinya. Berbeda dengan badan usaha
yang tidak berbadan hukum yang harta kekayaan pendirinya tidak terpisah dengan harta
kekayaan badan usaha tersebut. Sehingga jika badan usaha yang tidak berbadan hukum
tersebut mengalami kerugian, maka berakibat pada pertanggungjawaban pemilik badan
usaha tersebut. Dalam penggantian kerugian badan usaha tersebut, harta kekayaan
pemiliknya dapat disita atau diambil hingga pertanggung jawaban kerugian tersebut lunas
atau selesai.
Bentuk badan usaha yang tidak berbadan hukum adalah :
1) Usaha Dagang (UD) atau kadang juga dikenal dengan istilah PD (Perusahaan
Dagang).
1

Irma Devita, 2010, “Kiat-KiatCerdas, MudahdanBijakMendirikanBadan Usaha”, Kaifa, Bandung, h.2.

Hukum Perlindungan Konsumen | 5

2) Persekutuan Perdata (Maatschap) yang diatur dalam Pasal 16181652 Kitab UndangUndang Hukum Perdata (KUHPer).
3) Firma/Fa (Vennootschap Onder Firma), yang diatur dalam pasal 16-35 Kitab UndangUndang Hukum Dagang (KUHD).
4) Persekutuan Komanditer/CV (Comanditaire Vennootschap), yang diatur dalam Pasal

19 KUHD.
5) Perkumpulan yang tidak berbadan hukum, yang diatur dalam Pasal
1653-1665 KUHPer.2

Perbedaan pada pemisahaan harta kekayaan, perbedaan berikutnya juga terletak
pada posisi badan usaha sebagai subyek hukum di dalam pengadilan. Badan usaha yang
berbadan hukum merupakan subyek hukum yang juga dapat dituntut serta melakukan
penuntutan dimuka pengadilan atas nama badan usaha. Yang melakukan penuntutan
tersebut tentu saja, bukan badan usaha itu sendiri secara langsung, melainkan orang yang
dikuasakan untuk melakukan perbuatan hukum tersebut. Hal ini, dikarenaknan badan
hukum merupakan aggregate theory yang berarti kumpulan-kumpulan manusia/orang
yang terkait dengan badan hukum tersebut. Sementara badan usaha yang tidak melakukan
kumpulan penuntutan dimuka pengadilan atas nama badan usaha tersebut. Akan tetapi,
didalam badan usaha yang tidak berbadan hukum yang dituntut dimuka pengadilan
adalah pendiri dari badan usaha tersebut serta yang melakukan penuntutan dimuka
pengadilan juga pendiri tersebut yang juga bertindak atas namanya sendiri.

B. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Hak pelaku usaha ini sudah tertera dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 6, di
mana menyebutkan bahwa:3

a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi
dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak
baik;
2

Ibid, h.3
http://sireka.pom.go.id/requirement/UU-8-1999-Perlindungan-Konsumen.pdf diakses pada Rabu, 15 Maret 2017
Pukul 20.23
3

Hukum Perlindungan Konsumen | 6

c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen;
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya

Hak-hak pelaku usaha yang telah dijabarkan di atas harus diperhatikan oleh
konsumen, dengan tujuannya agar terciptanya hubungan yang baik antara konsumen dan
pelaku usaha, karena hak dari pelaku usaha tersebut merupakan kewajiban konsumen yang
wajib untuk diperhatikan dan diketahui oleh konsumen.
Sedangkan kewajiban pelaku usaha ini tertera dalam UU Nomor 8 Tahun 1999
Pasal 7, yang menyebutkan bahwa:
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. member kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang
dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, gantirugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yangdiperdagangkan;
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Dengan memperhatikan kewajiban-kewajiban di atas diharapkan pelaku
usaha tidak berbuat sewenang-wenang terhadap konsumen demi mendapatkan keuntungan.
Dalam rangka mewujudkan kewajiban tersebut, pelaku usaha juga dituntut untuk
memberikan produk atau jasa yang baik kepada konsumen, jujur dan bertanggung jawab.

Hukum Perlindungan Konsumen | 7

C. Larangan-Larangan Pelaku Usaha
Undang-undang nomor 8 tahun 1999 berisi tentang peraturan-peraturan tentang
perlindungan konsumen, salah satu kontenny amengenai larangan-larangan yang dilarang
oleh pelaku usaha. Larangan-larangan tersebut yaitu4:
1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa
yang:
a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan
b. Tidak sesuai dengan janji dinyatakan dalam label, etiket keterangan, iklan atau
promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut
c. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, tanggal kedaluwarsa, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku
usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di
pasang/dibuat
d. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan
"halal" yang dicantumkan dalam label
2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang/sediaan farmasi yang rusak, cacat
atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas
barang dimaksud
3. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada nomor 2 dilarang memperdagangkan
barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran
4. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang
dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
a. Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus,
standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau
guna tertentu;
b. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;

4

UU Nomor 8 Tahun 1999 tentangPerlindunganKonsumen

Hukum Perlindungan Konsumen | 8

c. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor,
persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau
aksesoris tertentu;
d. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor,
persetujuan atau afiliasi;
e. Barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
j. menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak
mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

5. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat
pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan.
6. Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang,
dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen
7. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang
dan/atau jasa dengan harga atau tariff khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika
pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakan sesuai dengan waktu dan
jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.
8. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang
dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa
lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak
sebagaimana yang dijanjikannya.
9. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang:
a. Tidak melakukan penarikan hadiahsetelahbataswaktu yang dijanjikan;
b. Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;
Hukum Perlindungan Konsumen | 9

c. Memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
d. Mengganti hadiah yang tidak setara denga nilai hadiah yang dijanjikan.
10. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/ata jasa dilarang melakukan dengan cara
pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis
terhadap konsumen.
11. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk
tidak menepati janji
12. Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:
a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan kegunaan dan harga
barang dan/atau tariff jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;
b. Mengelabui jaminan/garansi terhadap barangdan/ataujasa;
c. Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang
dan/ataujasa;
d. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;
e. Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau
persetujuan yang bersangkutan;
f. Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
periklanan.

D. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan Tanggung Jawab
adalah Keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut,
dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya)5
Menurut Abdulkadir Muhammad, Tanggung jawab adalah wajib menanggung,
wajib memikul beban, wajib memenuhi segala akibat yang timbul dari perbuatan, rela
mengabdi, dan rela berkorban untuk kepentingan pihak lain.
Dalam Hukum perlindungan Konsumen, pelaku usaha harus dapat dimintakan
pertanggungjawaban, yaitu jika perbuatannya telah melanggar hak-hak dan kepentingan
konsumen, menimbulkan kerugian, atau kesehatan konsumen terganggu.6

5

Kbbi.web.id/tanggung%20jawab diakses hari selasa 14 maret 2017 pkl.11.30 Wib
http://digilib.unila.ac.id/11233/BAB%20II.pdf di akses hari selasa 14 maret 2017 pkl.13.00

6

Hukum Perlindungan Konsumen | 10

Ada 5 bentuk Tanggung Jawab7 :
1. Tanggung Jawab berdasarkan unsur kesalahan
Teori ini menyatakan bahwa seorang baru dapat dimintakan pertanggungjawaban
secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya
2. Praduga untuk selalu bertanggung jawab
Teori ini menyatakan bahwa tergugat selalu dapat dianggap bertanggung jawab sampai
ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah.
3. Praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab
Teori ini adalah kebalikan dari prinsip yang kedua, dimana pelaku usaha tidak dapat
diminta pertanggung jawabannya dan konsumenlah yang menanggung segala risiko.
4. Tanggung jawab Mutlak
Teori tanggung jawab mutlak dalam hukum perlindungan konsumen secara umum
digunakan untuk meminta pertanggungjawaban pelaku usaha yang memasarkan
produknya yang merugikan konsumen. Asas tanggung jawab ini lebih dikenal dengan
nama product liability
5. Tanggung jawab dengan pembatas
Teori ini sangat merugikan konsumen bila ditetapkan secara sepihak oleh
pelaku usaha. Seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausula
yang merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya.
Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
tepatnya dalam Bab VI terdapatPasal-pasal yang membahas tentang Tanggung Jawab
Pelaku Usaha yakni Pasal 19 – Pasal 28 yang berkenaan tentang Tanggung Jawab apa saja
yang harus dijalankan oleh para Pelaku Usaha.

Pasal 19
(1)

Pelaku Usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,
dan atau
dihasilkan atau

(2)

kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang
diperdagangkan

Ganti Rugi sebagaimana dimakasud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan

7

Ibid

Hukum Perlindungan Konsumen | 11

kesehatan

dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-perundangan
(3)

yang berlaku.

Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal
transaksi

(4)

Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghapuskan

kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian

lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
(5)

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku
usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

o Pasal 19 ayat (1) mengatur tentang tanggung jawab Pelaku Usaha, meliputi :
1. Tanggung Jawab ganti kerugian atas kerusakan
2. Tanggung jawab ganti kerugian atas pencemaran
3. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen
o Selanjutnya memperhatikan bentuk ganti rugi yang dapat diberikan kepada Konsumen,
menurut ketentuan pasal 19 ayat (2), meliputi :
1. Pengembalian uang
2. Penggantian barang dan/atau jasa yang setara nilainya
3. Perawatan kesehatan
4. Pemberian santunan
o Pasal 19 ayat (3) membahas tentang jangka waktu atau tenggang waktu dilaksanakannya
gantiRugi daripada Pelaku Usaha kepada pihak yang dirugikan
o Pasal 19 Ayat (4) ketika sudah dilaksakannya ganti rugi menurut ayat (1) dan ayat (2)
tidakmenutup kemungkinan adanya tuntutan pidana dari kedua pihak sesuai dengan
pembuktian yangterus dilanjutkan untuk membuktikan adanya unsur kesalahan.
o Pasal 19 ayat (5) mengatur tentang tidak berlakunya ayat (1) dan ayat (2) jika pelaku usaha
dapat membuktikan bahwa permasalahan ini merupakan kesalahan konsumen.

Pasal 20
Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang
ditimbulkan oleh iklan tersebut.

Hukum Perlindungan Konsumen | 12

o Bahwa pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang dibuat dan bertanggung
jawab atas akibat yang ditimbulkan dari Iklan yang dibuat tersebut.

Pasal 21
(1)

importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila
importasi

barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar

negeri
(2)

Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa
asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing

o Mengatur tentang tanggung jawab pelaku usaha yang mengimpor barang, pelaku usaha
sebagai penanggung jawab atas barang dan jasa yang disediakan.

Pasal 22
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud
dalam pasal 19 ayat (4), pasal 20, dan pasal 21 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku
usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian
o Pasal ini mengatur tentang beban-beban dan tanggung jawab pelaku usaha pada pasal 19
ayat (4), pasal 20, pasal 21 dan memberi kesempatan kepada jaksa untuk membuktikannya

Pasal 23
Pelaku usaha yang menolak dan atau tidak memberi tanggapan dan atau tidak memenuhi ganti
rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke
badan peradilan ditempat kedudukan konsumen
o Pasal ini mengatur jikalau pelaku usaha tidak menanggapi dan atau tidak memenuhi
tanggung jawabnya maka dapat digugta melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) atau mengajukan gugatan ke badan peradilan ditempat kedudukan konsumen

Pasal 24
(1) Pelaku usaha yang menjual barang dan atau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung
jawab atas

tuntutan ganti rugi dan atau gugatan konsumen apabila :
Hukum Perlindungan Konsumen | 13

a. Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apapun atas
barang dan/atau jasa tersebut.
b. Pelaku usaha lain, didalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang
dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu,
dan komposisi.
(2) Pelaku usaha sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari tanggung jawab atas
tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli
barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas
barang dan/atau jasa

tersebut.

o Tanggung Jawab pelaku Konsumen dalam Pasal ini adalah
1. Tanggung Jawab menerima permintaan ganti rugi dan atau gugatan jika pelaku usaha
mendapat barang dari pelaku usaha lain dan ingin menjual barang tersebut kepada
konsumen jika pelaku usaha kedua tidak melakukan perubahan apapun atas barang dan
atau jasa tersebut lalu terjadi kerugian pada konsumen, maka pelaku usaha yang
pertama lah yang diminta pertanggungjawabannya.
2. Tanggung jawab jika pelaku usaha lain, tidak mengetahui adanya perubahan barang
dan atau jasa ketika terjadi jual beli antar pelaku usaha atau tidak sesuai contoh, mutu,
dan komposisi. Karena ketidaktahuan ini menjadikan pelaku usaha pertama menjadi
pihak yang dimintai pertanggungjawabannya
3. Tanggung Jawab pelaku usaha sebagai penjual tidak berlaku jikalau pembeli (pelaku
usaha ke-2) melakukan perubahan atas barang adan atau jasa yang dibeli sebelumnya.

Pasal 25
(1)

pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas
waktu

sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun wajib menyediakan suku cadang dan/atau

fasilitas purna jual

dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang

diperjanjikan
(2)

pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas tuntutan ganti
rugi

dan atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut :

a. Tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas perbaikan;
b. Tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan.
Hukum Perlindungan Konsumen | 14

o Tanggung Jawab Pelaku Usaha dalam Pasal ini
1. Tanggung Jawab Pelaku usaha untuk menyediakan Suku Cadang ketika Ia
memproduksi barang yang memiliki manfaat berkelanjutan dalam batas waktu
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun
2. Tanggung Jawab memenuhi Jaminan atau garansi yang diperjanjikan bersama
3. Tanggung Jawab Pelaku usaha berupa tuntutan dan atau ganti rugi jika Tidak
menyediakan atau Lalai dalam menyediakan Suku Cadang atau fasilitas perbaikan atas
barang yang diproduksi
4. Tanggung Jawab jika tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang
diperjanjikan sebelumnya
Pasal 26
Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang
disepakati dan/atau yang diperjanjikan.
o Tanggung Jawab atas pelaku usaha yang memperdagangkan jasa untuk memenuhi Jaminan
dan atau Garansi yang disepakati dan atau diperjanjikan

Pasal 27
Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang
diderita konsumen, apabila :
a. Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk
diedarkan;
b. Cacat barang timbul pada kemudian hari
c. Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang
d. Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen
e. Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewatnya
jangka waktu yang diperjanjikan

o Pasal ini berisi tentang Syarat-syarat Pembebasan pelaku usaha dari Tanggung jawab atas
kerugian yang diderita konsumen
Pasal 28

Hukum Perlindungan Konsumen | 15

Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan Tanggung jawab pelaku
usaha
o Tanggung Jawab Pelaku usaha dalam pasal ini adalah untuk membuktikan ada tidaknya
unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi yang merupakan beban dan tanggung jawab
pelaku usaha

Hukum Perlindungan Konsumen | 16

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pelaku usaha sudah dilindungi oleh Hukum Perundangan-undangan yang berlaku
di Indonesia. Pelaku usaha sudah diberi pengertian sesuai dengan undang-undang agar
pelaku usaha memahami apa saja yang harus dan boleh dilakukan ketika menjadi pelaku
usaha. Hak dan Kewajiban pelaku usaha juga jelas susah diatur dalam undang-undang agar
pelaku usaha bijak menggunakan Haknya dan bertanggung jawab atas kewajibannya kepada
masyarakat selaku konsumennya. Larangan-larangan yang diatur undang-undang sudah jelas
dan harus ditaati oleh para pelaku usaha serta Tanggung Jawab pelaku usaha ketika
melakukan kegiatan usahanya. Hal ini menjadikan pelaku usaha sudah memiliki dasar
hukum dalam setiap kegiatannya di Indonesia
B. Saran
Penulis menyarankan agar setiap pelaku usaha dapat mentaati peraturan
perundang-undangan di Indonesia karena peraturan merupakan dasar hukum dalam
menjalankan setiap kegiatan di suatu negara.

Hukum Perlindungan Konsumen | 17

DAFTAR PUSTAKA

Devita,

Irma.

“Kiat-KiatCerdas,

MudahdanBijakMendirikanBadan

Usaha”,

Kaifa,

Bandung,2010.
http://sireka.pom.go.id/requirement/UU-8-1999-Perlindungan-Konsumen.pdf
UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang PerlindunganKonsumen
UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak sehat.
Kbbi.web.id
http://digilib.unila.ac.id/11233/BAB%20II.pdf

Hukum Perlindungan Konsumen | 18