Efektivitas Implementasi Tata Tertib Pen

Efektivitas Implementasi Tata Tertib Pengguna Akses
Ruang Terbuka di Alun-alun Kota Bandung

Harum Bunga Melati
Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung
harumbungamelati28@gmail.com

Abstrak—Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
efektivitas implementasi tata tertib pengguna akses ruang
terbuka bandung. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif
yang dilaksanakan menggunakan deskriptif. Subjek dalam
penelitian ini adalah empat pengunjung alun-alun Bandung dan
dua pihak dari Satpol PP. Data penelitian dikumpulkan
menggunakan metode yakni wawancara dengan instrumen
berupa pertanyaan-pertanyaan terbuka mengenai pokok
permasalahan. Data yang dikumpulkan dideskripsi dengan
menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Hasil dari data
tersebut adalah tata tertib digunakan untuk menertibkan
pengunjung dan efektif apabila pihak tersebut saling mendukung

dengan memiliki kesadaran hukum untuk menaati peraturan
tersebut serta pihak lembaga harus tegas dalam memberikan
pengendalian dan kontrol sosial kepada pengunjung yang
melakukan pelanggaran.
Kata Kunci—efektivitas, tata tertib, ruang terbuka

I.

PENDAHULUAN

Ruang terbuka merupakan suatu tempat atau area yang dapat
menampung aktivitas manusia, baik secara individu maupun
kelompok (Hakim, 2013). Sejalan dengan perngertian tersebut,
maka ruang terbuka adalah suatu wadah dimana aktivitas
manusia ada di dalamnya. Ruang terbuka ini merupakan salah
satu tempat dimana ciri khas dari sebuah kota tersebut terlihat.
Banyak aktivitas yang dapat dilakukan di tempat ruang
terbuka, antara lain: sebagai tempat bermain terutama anakanak, tempat berolahraga, tempat berinteraksi sosial
masyarakat, ruang untuk mendapat udara segar. Tata tertib
berisi aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh setiap orang dan

jika melanggar akan mendaptkan hukuman baik dari bentuk
sanksi maupun teguran. Sanksi itu ialah sejumlah nestapa yang
dijatuhkan kepada sesiapapun yang dinyatakan tidak
mematuhi apa yang telah dinyatakan sebagai hukum yang
berlaku. Demikian penting peran sanksi dalam setiap aturan
hukum itu sampai-sampai ada ungkapan yang mengatakan
bahwa hukum tanpa sanksi itu bagaikan apa yang tak
membakar atau bagaikan air yang tak membikin basah.
Diyakini sejak lama berlakunya dalil yang menyatakan bahwa
sanksi itu penentu ketaatan warga. Semakin kuat ancaman dan
daya paksa sanksi akan semakin efektif pula daya kerjanya
untuk memaksakan kepatuhan warga pada perintah undangundang. Selanjutnya, makin patuh warga kepada perintah
hukum akan semakin tertib pula jalannya kehidupan, sesuai
dengan bunyi aturan-aturan yang telah dipreskripsikan dalam
hukum. Didalilkan bahwa keefektifan sanksi itu akan
menjamin terealisasinya hukum secara signifikan dalam
masyarakat. Selain diberlakukannya aturan mengenai tata
tertib pengguna akses ruang terbuka, terdapat juga suatu
lembaga sosial yang langsung turun ke lapangan untuk
memberikan teguran terhadap pengguna yang melanggar

aturan yang berlaku. Lembaga sosial adalah kumpulan dari
norma-norma sosial yang tdiciptakan untuk melaksanakan
fungsi masyarakat untuk mencapai suatu tujuan yang dianggap
penting oleh masyarakat dan alun-alun memiliki lembaga
seperti Satpol PP yang bertugas menertibkan pengunjung.
Pengelolaan alun-alun ini begitu rapi dan bersih
begitupun dengan masjid raya Bandung namun tidak

dipungkiri masih ada pelanggaran yang tampak pada
masayarakat meskipun sudah terdapat aturan yang jelas dan
ada juga satpol PP maupun Linmas yang selalu berada
ditempat tersebut untuk menjaga ketertiban dan kemanan.
Pelanggaran yang sering terlihat adalah ketika terdapat
pengunjung yang masih menggunakan sandal ketika duduk
diatas rumput sintesis. Meskipun tidak ada aturan tertulis
disana, namun satpol PP maupun linmas selalu menegur dan
memberitahu bahwa disini terdapat aturan untuk melepaskan
sandal ketika hendak duduk di rumput sintesis. Banyaknya
pelanggaran seperti ini merupakan hal yang kecil namun akan
berdampak bagi kualitas rumput tersebut, dimana rumput ini

dapat digunakan untuk tiduran, bermain, dll. Ditetapkan aturan
untuk melepas sandal adalah agar pengunjung lain merasa
nyaman ketika hendak duduk di rumput tersebut. Pengelolaan
masjid raya Bandung juga teramat rapi dan bersih, bisa kita
lihat terdapat fasilitas umum seperti WC, tempat sandal, dan
lain-lain. Masjid ini juga memiliki aturan yang sudah
seharusnya dipatuhi oleh masyarakat. Namun, masih terdapat
pelanggaran yang ditemukan seperti aturan dilarang tidur di
dalam masjid dan masih ada masyarakat yang tidur di dalam
masjid. Tentu hal itu akan mengganggu kenyamanan dan
keamanan masyarakat yang hendak beribadah ditempat.
Seperti yang diketahui bahwa masjid raya Bandung selalu
dipenuhi dengan masyarakat baik itu untk acara pengajian,
salah subuh berjamaah, dan lain-lain. Meskipun satpol PP dan
Linmas hanya berjaga di luar masjid saja dan tidak masuk ke
dalam namun sudah tertera peraturan tertulis didalamnya.
Diperlukannya sebuah implementasi tata tertib yang efektif
agar terciptanya ketertiban umum dimana efektivitas
merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran
yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan

ataupun program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan
ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan. Berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti
bahwa tata tertib disana sudah terbilang efektif namun masih
ada pelanggaran yang terjadi karena kurangnya kesadaran
hukum dan kurang tegasnya lembaga sosial dalam menangani
pelanggaran yang terjadi.
Penelitian ini mencoba untuk melihat efektivitas
implementasi tata tertib pengguna akses ruang terbuka di alunalun kota Bandung.
II. KAJIAN TEORI
A. Tata Tertib
Dalam buku “Pengantar Ilmu Pendidikan” karya
Amir Daiem Indrakusuma, Tata Tertib ialah sederetan
peraturan – peraturan yang harus di taati dalam suatu situasi
atau dalam suatu tata kehidupan. Tata tertib menurut Hasan
Langgulun adalah adanya susunan dan aturan dalam hubungan
sesuatu bagian dengan bagian yang lain.
B. Keteraturan Sosial
Keteraturan sosial (social order) adalah suatu kondisi dimana
hubungan sosial berjalan secara tertib dan teratur menurut


nilai-nilai dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat.
Dengan kata lain keteraturan sosial (social order) merupakan
suatu keadaan dimana hubungan-hubungan sosial yang
berlangsung diantara anggota masyarakat berlangsung selaras,
serasi, dan harmonis sesuai dengan interaksi, norma, dan nilai
sosial yang berlaku. Keteraturan sosial terbentuk karena ada
proses sosial yang dinamakan konformitas, yaitu bentuk
interaksi sosial yang di dalamnya seseorang berperilaku
terhadap yang lain sesuai dengan harapan kelompok. Menurut
para penganut teori fungsionalisme struktural, meskipun di
dalam masyarakat terdapat unsur-unsur sosial yang saling
berbeda, tetapi unsur-unsur tersebut cenderung saling
menyesuaikan sehingga membentuk suatu keseimbangan
(equilibrium) dalam kehidupan sosial. Keteraturan sosial
(social order) dapat tercipta dalam kehidupan masyarakat
terdapat unsur-unsur tertib sosial, order, keajegan, dan pola.
Hasil dari keteratuan sosial yaitu kesejahteraan sosial
(Pada tingkat masyarakat, kesejahteraan sosial berarti
terdapatnya ketertiban sosial (social order) yang lebih baik.

Suatu Tatanan atau Ketertiban Sosial (Social Order).
Kesejahteraan sebagai suatu tatanan atau ketertiban sosial
dapat dilihat di dalam Undang Undang Republik Indonesia
nomor 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kesejahteraan Sosial, pasal 1 ayat 1, sebagai berikut :
“Kesejahteraan Sosial ialah suatu tata kehidupan dan
penghidupan sosial, materiil, maupun spirituil, yang diliputi
oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin,
yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk
mengadakan
usaha
pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan
jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri,
keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak
asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila”.
Berdasarkan definisi tersebut terlihat bahwa kesejateraan
sosial merupakan sebuah tatanan masyarakat. Tatanan
masyarakat dikatakan kondusif jika masyarakat merasakan
adanya keterjaminan keselamatan dan ketentraman yang

memungkinkan masyarakat dapat meneuhi kebutuhan
hidupnya) dan pengendalian sosial.( Pengendalian sosial
adalah merupakan suatu mekanisme untuk mencegah
penyimpangan sosial serta mengajak dan mengarahkan
masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma dan
nilai yang berlaku. Dengan adanya pengendalian sosial yang
baik diharapkan mampu meluruskan anggota masyarakat yang
berperilaku menyimpang atau membangkang. Bentuk-bentul
dari pengendalian sosial seperti desas-desus, hukuman,
teguran, pendidikan, agama, kekerasan fisik)
C. Kontrol Sosial Travis Hirschi
Teori kontrol sosial memfokuskan diri pada teknik-teknik dan
strategi strategi yang mengatur tingkah laku manusia dan
membawanya kepada penyesuaian atau ketaatan kepada
aturan-aturan masyarakat. Seseorang mengikuti hukum
sebagai respon atas kekuatan-kekuatan pengontrol tertentu
dalam kehidupan seseoang. Seseorang menjadi kriminal ketika
kekuatan-kekuatan yang mengontrol tersebut lemah atau
hilang. Konsep kontrol sosial lahir pada peralihan abad sua


puluh dalam satu volume buku dari E.A Ross, salah seorang
Bapak Sosiologi Amerika. Menurut Ross, sistem keyakinanlah
(dibanding dengan hukum-hukum tertentu) yang membimbing
apa yang dilakukan orang-orang dan yang secara universal
mengontrol tingkah laku, tidak peduli apa pun bentuk
keyakinan yang dipilih.
Kontrol sosial dapat dikaji dari dua perspektif yaitu
macrosociological studies maupun microsociological studies.
D. Penyimpangan Sosial
Menurut Robert M. Z. Lawang, perilaku menyimpang adalah
semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku
dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang
berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku
menyimpang. Penyimpangan dibagi menjadi dua
bentuk: (1) Penyimpangan Primer (Primary Deviation) :
penyimpangan yang dilakukan seseorang akan tetapi si pelaku
masih dapat diterima masyarakat. Ciri penyimpangan ini
bersifat temporer atau sementara, tidak dilakukan secara
berulang-ulang dan masih dapat ditolerir oleh masyarakat.
Contohnya: Menunggak iuran listrik dan telepon, melanggar

rambu-rambu lalu lintas dan ngebut di jalanan;
(2) Penyimpangan Sekunder (secondary deviation) :
Penyimpangan yang berupa perbuatan yang dilakukan
seseorang yang secara umum dikenal sebagai perilaku
menyimpang. Pelaku didominasi oleh tindakan menyimpang
tersebut, karena merupakan tindakan pengulangan dari
penyimpangan sebelumnya. Penyimpangan ini tidak bisa
ditolerir oleh masyarakat. Contohnya: Pemabuk, pengguna
obat-obatan terlarang, pemerkosa, pelacuran, pembunuh,
perampok dan penjudi.

E. Sanksi Sosial
Sanksi sosial merupakan salah satu bentuk dari pengawasan
sosial. Banyak kalangan yang menganggap pengawasan sosial
sebagai pembatasan tindakan dari pihak penguasa, pimpinan
atau atasan terhadap pihak lain yang dikuasai atau yang
dipimpin untuk tidak menyimpang dari ketentuan atau
peraturan yang berlaku.
Sanksi sosial adalah sanksi yang dapat diberikan kepada
seseorang yang berbuat kesalahan (selain sanksi yang bersifat

administratif seperti sanksi hukum pidana/perdata). Sanksi
sosial ini tidak berupa tulisan hitam diatas putih dan seringkali
bersifat implisit atau tidak dinyatakan secara terang-terangan.
Sanksi sosial diberikan oleh masyarakat terhadap seseorang
yang melakukan suatu penyimpangan atas nilai dan norma
yang tertanam di dalam masyarakat itu sendiri. Dimana, sanksi
sosial tersebut biasanya berupa tindakan-tindakan yang
bertujuan untuk membuat si penerima sanksi jera untuk
melakukan perbuatan yang menyimpang lagi. Biasanya sanksi
sosial akan berakhir ketika si pemilik salah telah mengakui
kesalahannya serta meminta maaf atas kesalahan tersebut,
maka seiring berjalannya waktu sanksi sosial itu akan berhenti
dengan sendirinya.

Seperti yang kita ketahui perbuatan pencurian adalah suatu
perbuatan yang melanggar norma hukum, norma sosial dan
norma agama. Jika pelaku yang melakukan tindak pencurian
adalah orang yang sudah dewasa maka orang tersebut pasti
akan langsung diproses dan diberikan sanksi pidana sesuai
dengan perbuatannya namun berbeda halnya jika si pelaku
yang melakukan tindak pencurian tersebut adalah seorang
yang masih menginjak usia remaja. Walaupun perbuatan
pencurian adalah perbuatan yang melanggar dan tidak
dibenarkan akan tetapi masih banyak faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan dalam pemberian sanksi pada remaja
tersebut salah satunya adalah perkembangan mentalnya. Bagi
seorang remaja yang masih dalam masa pertumbuhan
sesungguhnya kehidupan dalam penjara sangatlah tidak baik
bagi tumbuh kembang dan perkembangan mentalnya. Oleh
sebab itu akan lebih baik jika seorang remaja yang melakukan
tindak pencurian diberi sanksi sosial dalam lingkungannya
agar menimbulkan efek jera bagi si remaja itu sendiri, sanksi
sosial yang diberikan berupa teguran, cemoohan, siding,
denda, dikucilkan.
F. Norma Hukum
Norma hukum merupakan salah satu dari sekian norma yang
di dalamnya terdapat sanksi apabila terjadi pelanggaran dalam
pelaksanaan norma tersebut. Hukum menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah peraturan atau adat resmi yang dibuat
oleh penguasa untuk mengatur pergaulan hidup dalam
masyarakat. Pengertian hukum menurut Achmad Ali (2009 :
43) dianggap sebagai aturan-aturan atau cara-cara bersikap
yang menjadi wajib dengan pembebanan suatu sanksi serta
diberlakukan oleh suatu otoritas pengendalian, berkenaan
dengan pelanggarannya. Peraturan perundang-undangan
merupakan salah satu norma hukum yang berlaku di
Indonesia.
Norma hukum tertulis apabila ditinjau dari segi
adressat atau alamat yang dituju maka dibedakan antara
norma hukum umum dan norma hukum individual. Norma
hukum umum adalah norma hukum yang ditujukan untuk
orang banyak, sedangkan norma hukum individual adalah
norma hukum yang ditujukan pada seseorang, beberapa orang
atau banyak orang yang tertentu.
Norma hukum tertulis apabila ditinjau dari segi pengaturannya
maka dibedakan antara norma hukum abstrak dan norma
hukum konkret. Norma hukum abstrak adalah norma hukum
yang melihat pada perbuatan seseorang yang tidak ada
batasnya, sedangkan norma hukum konkret adalah norma
hukum yang melihat perbuatan seseorang itu secara lebih
nyata. Norma hukum dari segi daya berlakunya dapat
dibedakan antara norma hukum yang berlaku sekali selesai
(einmahlig) dan norma hukum yang berlaku terus menerus
(dauerhaftig). Norma hukum yang bersifat einmahlig adalah
norma hukum yang berlakunya hanya satu kali saja dan
setelah itu selesai, jadi sifatnya hanya menetapkan saja,
sehingga dengan adanya penetapan ini norma hukum tersebut
selesai. Sedangkan norma hukum yang berlaku terus menerus
(dauerhaftig) adalah norma hukum yang berlakunya tidak
dibatasi oleh waktu, jadi dapat berlaku kapan saja secara terus

menerus, sampai peraturan perundang-undangan itu dicabut
atau diganti dengan yang lain.
G. Kesadaran Hukum
Menurut Widjaja (1984:xviii) kesadaran hukum merupakan
keadaan dimana tidak terdapatnya benturan-benturan hidup
dalam masyarakat. Masyarakat dalam kehidupan seimbang,
serasi, dan selaras. Kesadaran hukum diterima sebagai
kesadaran bukan diterima sebagai paksaan. Walaupun ada
pengekangan dari luar diri manusia atau masyarakat sendiri
dalam bentuk perundang-undangan.
Kesadaran hukum dapat diartikan sebagai persepsi individu
atau masyarakat terhadap hukum (Salman, 1993:39). Persepsi
tersebut mungkin sama ataupun tidak sama dengan hukum
yang berlaku. Hukum disini merujuk pada hukum yang
berlaku dan hukum yang dicita-citakan. Dengan demikian,
hukum di sini meliptui hukum tertulis dan hukum tidak
tertulis. Kesadaran hukum berkaitan dengan nilai-nilai yang
tumbuh dan berkembang dalam suatu masyarakat. Dengan
demikian masyarakat menaati hukum bukan karena paksaan
melainkan karena hukum tersebut sesuai dengan nilai-nilai
yang ada dalam keadaan masyarakat sendiri.
Beberapa indikator dari kesadaran hukum: (1) Pengetahuan
hukum adalah pengetahuan seseorang mengenai beberapa
perilaku tertentu yang diatur oleh hukum. Pengetahuan
tersebut erat kaitannya dengan perilaku yang dilarang ataupun
perilaku yang diperbolehkan oleh hukum. Di samping itu,
pengetahuan erat kaitannya dengan asumsi bahwa masyarakat
dianggap mengetahui isi suatu peraturan manakala peraturan
tersebut telah diundangkan; (2) Pemahaman hukum diartikan
sebagai sejumlah informasi yang dimiliki seseorang mengenai
isi peraturan dari suatu hum tertentu. Dengan kata lain,
pemahaman hukum adalah sutau pengertian terhadap isi dan
tujuan suatu peraturan dalam hukum tertentu serta manfaatnya
bagi pihak-pihak yang kehidupannya di atur oleh peraturan
tersebut (Salman. 1993:41). Dalam hal pemahaman hukum,
tidak disyaratkan seseorang harus terlebih dahulu mengetahui
adanya sutau aturan tertulis yang mengatur suatu hal. Akan
tetapi yang dilihat disini adalah bagaimana persepsi mereka
dalam menghadapi berbagai hal yang ada kaitannya dengan
norma-norma yang berlaku di masyarakat. Pemahaman ini
biasanya diwujudkan melalui sikap mereka terhadap tingkah
laku sehari-hari; (3) Sikap hukum diartikan sebagai sutau
kecenderungan untuk menerima hukum karena adanya
penghargaan terhadap hukum sebagai sesuatu yang
bermanfaat atau menguntungkan jika hukum itu ditaati. Suatu
sikap hukum akan melibatkan pilihan masyarakat terhadap
hukum yang sesuai nilai-nilai yang ada dalam dirinya
sehingga akhirnya masyarakat menerima hukum berdasarkan
penghargaan terhadapnya; (4) Pola perilaku hukum
merupakan hal yang utama dala kesadaran hukum, karena
disini dapat diliat apakah sutau peraturan berlaku atau tidak
dalam masyarkaat. Dengan demikian sampai seberapa jauh
kesadaran hukum dalam masyarakat dapat dilihat dari pola
perilaku hukum (Salman, 1993:42).

H. Ketertiban Umum
Ketertiban umum adalah suatu keadaan yang menyangkut
penyelenggaraan kehidupan manusia sebagai kehidupan
bersama. Keadaan tertib yang umum menyiratkan suatu
keteraturan yang diterima secara umum sebagai sutau
kepantasan minimal yang diperlukan, supaya kehidupan
bersama tidak berubah menjadi anarki. Ketertiban umum
sebenarnya juga merupakan manifestasi dari suatu keadaan
damai yang dijamin oleh keamanan kolektif, yaitu suatu
tatanan, di mana manusia merasa aman secara kolektif.
Ketertiban umum pada akhirnya merupakan manifestasi yang
rasional dari penempatan kebebasan eksistensial yang
individual dalam pembatasan ko-eksistensial yang kolektif.
Ketertiban umum memiliki makna luas dan bisa dianggap
mengandung arti mendua (ambiguity). Dalam praktik telah
timbul berbagai penafsiran tentang arti dan makna ketertiban
umum antara lain Penafsiran Sempit yaitu dengan demikian
yang dimaksud dengan pelanggar/bertentangan dengan
ketertiban umum hanya terbatas pada pelanggaran terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan saja oleh karena itu,
putusan arbitrase yang bertentangan/melanggar ketertiban
umum, ialah putusan yang melanggar/bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan Indonesia.
Sedangkan Penafsiran Luas adalah Penafsiran luas
tidak membatasi lingkup dan makna ketertiban umum pada
ketentuan hukum positif saja, Tetapi meliputi segala nilai-nilai
dan prinsip-prinsip hukum yang hidup dan tumbuh dalam
kesadaran masyarakat, Termasuk ke dalamnya nilai-nilai
kepatutan dan prinsip keadilan umum (general justice
principle), Oleh karena itu, putusan arbitrase asing yang
melanggar/bertentangan dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip
yang hidup dalam kesadaran dan pergaulan lalu lintas
masyarakat atau yang melanggar kepatutan dan keadilan, tidak
dapat dilaksanakan di Indonesia.

Badan Pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan
ketertiban umum atau pegawai Negara yang bertugas menjaga
keamanan. Berdasarkan definisi-definisi yang tersebut diatas
dapat disimpulkan bahwa Polisi Pamong Praja adalah Polisi
yang mengawasi dan mengamankan keputusan pemerintah di
wilayah kerjanya.
Menurut Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah No.
32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja
disebutkan “Polisi Pamong Praja adalah aparatur Pemerintah
Daerah yang melaksanakan tugas Kepala Daerah dalam
memelihara dan menyelenggarakan ketenteraman dan
ketertiban umum, menegakkan Peraturan Daerah dan
Keputusan Kepala Daerah”.

I. Satpol PP
Satuan Polisi Pamong Praja, disingkat Satpol PP, adalah
perangkat Pemerintah Daerah dalam memelihara ketentraman
dan ketertiban umum serta menegakkan Peraturan Daerah.
Organisasi dan tata kerja Satuan Polisi Pamong Praja
ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Satpol PP dapat
berkedudukan di Daerah Provinsi dan Daerah /Kota. Di
Daerah Provinsi, Satuan Polisi Pamong Praja dipimpin oleh
Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Gubernur melalui Sekretaris Daerah Di Daerah /Kota, Satuan
Polisi Pamong Praja dipimpin oleh Kepala yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota
melalui Sekretaris Daerah.
Pamong Praja berasal dari kata Pamong dan Praja,
Pamong artinya pengasuh yang berasal dari kata Among yang
juga mempunyai arti sendiri yaitu mengasuh. Mengasuh anak
kecil misalnya itu biasanya dinamakan mengemong anak
kecil, sedangkan Praja adalah pegawai negeri. Pangreh Praja
atau Pegawai Pemerintahan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Pamong Praja adalah Pegawai Negeri yang
mengurus pemerintahan Negara. Definisi lain Polisi adalah

B. Lokasi, Waktu dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah tempat melakukan penelitian
dengan tujuan memperoleh data yang berasal dari subjek
penelitian. Adapun yang menjadi tempat penelitian adalah
Alun-alun kota Bandung, dimana alun-alun ini memiliki tata
tertib yang harus dipatuhi oleh pengguna akses ruang terbuka
yang berlokasi di Jl. Asia Afrika, Balonggede, Regol, Kota
Bandung, Jawa Barat 40251.
Waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah selama
lima hari pada bulan April dan Mei 2017 yaitu pada sabtu, 22
april 2017 (09.30); minggu, 30 april 2017 (09.30); minggu, 07
mei 2017 (07.00); kamis, 11 mei 2017 (16.19); minggu, 14
mei 2017 (07.28), diawali dengan studi lapangan di alun-alun
kota Bandung.
Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah
alun-alun kota Bandung dan yang menjadi subjek dalam
penelitian ini adalah pengunjung alun-alun kota Bandung dan
satpol PP. Pengunjung dan satpol PP dipilih sebagai subjek
penelitian karena mengetahui dan menguasasi serta
memahami mengenai tujuan penelitian lalu pengunjung dipilih

III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode
penelitian deskriptif karena berkaitan dengan peristiwaperistiwa yang sedang berlangsung dan berkenaan dengan
masa sekarang. Pada awalnya data yang telah diperoleh
disusun, kemudian dijelaskan dan dianalisis. Penulis
melakukan penelitian dengan studi deskriptif karena sesuai
dengan sifat masalah serta tujuan penelitian yang ingin
diperoleh bukan menguji sebuah hipotesis, tetapi berusaha
memperoleh gambaran yang nayata mengenai efektivitas
implementasi tata tertib pengguna akses ruang terbuka di alunalun kota Bandung.
Alasan penulis menggunakan studi deskriptif karena pada
penelitian penulis ingin mencari tahu apakah implementasi
tata tertib bagi pengguna akses ruang terbuka di alun-alun kota
Bandung efektif. Penulis disini tidak menguji hipotesis
melainkan mencari kesimpulan dari beberapa informasi data
yang diperoleh.

karena pengunjung yang merasakan adanya tata tertib dan
satpol PP adalah lembaga yang menertibkan pengunjung.
Penelitian akan melakukan penggalian informasi melalui
pendekatan secara individu sesuai dengan tujuan penelitian.
Penelitian dengan cara kualitatif diharapkan mampu mengenal
subjek penelitian secara mendalam guna mendapatkan
infomasi. Menentukan subjek dalam sebuah penelitian
dimaksudkan supaya peneliti dapat memperoleh informasi
sebanyak-banyaknya mengenai tujuan penelitian.
C. Pendekatan dan Metode Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif
analisis. Pendekatan kualitatif dugunakan untuk mendapatkan
data yang mendalam dan data yang mengandung makna.
Pendekatan kualitatif dipilih oleh peneliti karena masalah yang
dipilih oleh peneliti dirasa masih bersifat sementara serta
berkembang ataupun berubah sesuai dengan hasil yang
diperoleh di lapangan, dalam hal ini yaitu Alun-alun kota
Bandung. Pendekatan kualitatif dalam menelaah masalah yang
diteliti memerlukan suatu pengungkapan yang bersifat
deskriptif. Melalui pendekatan kualitatif dalam penelitian ini
diharapkan memperoleh gambaran dan pemahaman yang lebih
mendalam mengenai tata tertib yang digunakan oleh ruang
terbuka. Menurut Bogdan (dalam Moleong, 2007, hlm 85)
tahap-tahap penelitian terdiri atas: (1) Pra penelitian; (2)
pelaksanaan penelitian dan; (3) pengolahan dan analisis data.
Adapun yang menjadi tahapan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:

1. Tahap Pra Penelitian
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan hal-hal yang berkaitan
dengan penelitiannya di antaranya fokus permasalahan dan
objek penelitian. Selanjutnya peneliti mengajukan judul sesuai
dengan apa yang akan diteliti.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Setelah tahap persiapan penelitian selesai, maka langkah
berikutnya adalah peneliti mulai untuk turun langsung ke
lapangan untuk melakukan penelitian yang sebenarnya selama
lima hari. Penelitian dimulai dari studi lapangan untuk melihat
beberapa masalah yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Kemudian membuat beberapa pertanyaan wawancara yang
digunakan untuk wawancara kepada subjek penelitian. Data
yang diperoleh dari hasil wawancara tersebut dikumpulkan
untuk dianalisis dengan memperhatikan informasi yang
diperlukan di lapangan oleh peneliti.
3. Pengolahan Data dan Analisis Data
Pengolahan data dan analisis data merupakan sutau langkah
yang penting dalam penelitian, karena dapat memberikan
makna terhadap data yang dikumpulkan dari reponden melalui
hasil wawancara, observasi, studi literatur, dan dokumentasi
dilapangan selanjutnya dideskripsikan dalam bentuk laporan.

Penelitian kualitatif merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari peneliti itu sendiri sebagai instrument,
instrumen dalam penelitian adalah peneliti sendiri yang terjun
langsung ke lapangan untuk mencari informasi melalui teknik
pengumpulan data seperti wawancara, observasi, studi
literature dan dokumentasi sebagaimana sesuai dengan
pengertian bahwa teknik pengumpulan data merupakan bagian
yang utama untuk mendapatkan data infromasi dalam
penelitian. Penelitian kualitatif harus mampu melakukan
pendekatan secara personal kepada subjek penelitian beserta
lingkungan sosialnya, nemun tetap menjaga kode etik sebagai
peneliti.
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan di
lapangan atau objek penelitian, adapun langkah yang bisa
dilakukan dimulai dengan mencari subjek yang bisa
memberikan informasi yang sesuai dengan pokok
permasalahan dari peneliti, menelaah informasi yang sudah
didapatkan, melakukan pemeriksaan data dan melakukan
analisis mengenai informasi yang ada.
a. Reduksi Data
Data yang diperoleh dari lapangan masih belum tersusun
sesuai urutan dan rapi sehingga penelitian harus dicatat secara
terperinci dan teliti. Reduksi merupakan cara yang dilakukan
untuk merangkum dan mereduksi hasil penelitian dari
lapangan yang dianggap penting oleh peneliti atau penulis
dengan tujuan memberikan kemudahan dalam mengolah data
yang sudah ada atau terkumpul pada saat penelitian. Peneliti
memfokuskan pada pengujung dan satpol PP mengenai
efektivitas implementasi tata tertin alun-alun kota Bandung.
b. Penyajian Data
Penyajian data merupakan langkah kedua setelah melakukan
reduksi data.Penyajian data dapat memudahkan peneliti unutk
melakukan analisis tehadap yang sedang terjadi serta
melakukan perencanaan selanjutnya yang akan dikerjakan.
Penyajian data dilakukan dengan cara menyusun semua data
yang telah terkumpul sehingga diperoleh gambaran yang lebih
rinci dan menyeluruh. Penyajian data bisa dimulai dengan
melakukan proses pengumpulan data yang sudah didapatkan
melalui wawancara dan hasil dokumentasi dari narasumber.
Setelah itu disusun secara urutan lalu dimasukkan ke dalam
rumusan masalah.
c. Kesimpulan atau Verifikasi Data
Kesimpulan atau Verifikasi merupakan langkah terakhir dalam
tahap penelitian Kesimpulan atau verifikasi data merupakan
cara yang dilakukan untuk mendaptkan makna yang dianggap
penting dari data yang telah dianalisis sebelumnya.
Kesimpulan berupa beberapa pernyataan singkat mengenai
efektivitas implementasi tata tertib pengguna akses ruang
terbuka di alun-alun kota Bandung. Dalam proses pengolahan
data dimulai seperti pencatatan data (data mentah), dengan
melakukan pengumpulan data yang sudah didapat di lapangan,
melakukan reduksi data untuk menyeleksi data-data yang

dianggap penting dalam proses penelitian lalu melihat secara
keseluruhan pada fokus penelitian, menganalisis data yang
selumnya data sudah didapatkan dari lapangan lalu disusun
dan diseleksi secara rapi.
IV. TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab IV berikut ini, penulis akan memaparkan hasil
temuan penelitian atau deskripsi hasil penelitian dan
pembahasan berupa analisis hasil penelitian. Pembahasan
dalam bab ini merupakan deskripsi dan rangkuman dai hasil
wawancara, oengamatan dan dokumentasi yang dilakukan
selama penelitian berlangsung. Sedangkan pembahasan
merupakan diskusi yang dibatasi pada hasil empiris dilapangan
dengan kajian teoretis. Deskripsi dan interpretasi data
penelitian yang dipeoleh di lapangan diketengahkan secara
objektif, kemudian untuk mengungkapkan esensi makna yang
tersirat dalam akumulasi data secara kompherensif dengan cara
membandingkan temuan yang empiris dengan teori yang
relevan atau dengan hasil temuan sebelumnya. Dari deskripsi
dan interpretasi data tersebut dibahas untuk mengungkap esensi
fenomena yang muncul di lapangan.
Data penelitian merupakan hasil jawaban responden dalam
melakukan wawancara oleh peneliti. Pada bagian ini peneliti
akan memaparkan hasil dari penelitian di lapangan mengenai
efektivitas implementasi tata tertib pengguna akses ruang
terbuka di Alun-alun kota Bandung. Peneliti mendeskripsikan
hasil penelitian yang berasal dari wawancara maupun
dokumentasi. Penelitian melakukan wawancara oleh salah satu
Satpol PP dan 4 orang pengunjung alun-alun.
Pada penelitian ini terdapat tujuh rumusan masalah,
diantaranya:
1. Apa saja pelanggaran yang dilakukan oleh pengguna
akses ruang terbuka di Alun-alun Kota Bandung?
2. Apa saja pengendalian yang dilakukan oleh satpol PP
dalam menciptakan ketertiban umum bagi pengguna
akses ruang terbuka di Alun-alun Kota Bandung?
3. Bagaimana peran kontrol sosial dalam menciptakan
ketertiban umum bagi pengguna akses ruang terbuka di
Alun-alun Kota Bandung?
4. Bagaimana implementasi tata tertib bagi pengguna akses
ruang terbuka di Alun-alun Kota Bandung?
5. Sejauh mana peran satpol PP dalam menciptakan
ketertiban umum bagi pengguna akses ruang terbuka di
Alun-alun Kota Bandung?
6. Sejauh mana tata tertib mempengaruhi ketertiban umum
bagi pengguna akses ruang terbuka di Alun-alun Kota
Bandung?
7. Sejauh mana implementasi suatu tata tertib dapat
dikatakan efektif bagi pengguna akses ruang terbuka di
Alun-alun Kota Bandung?
Berikut hasil penelitian mengenai efektivitas implementasi
tata tertib pengguna akses ruang terbuka di Alun-alun Kota
Bandung

1.

Pelanggaran yang Dilakukan oleh Pengguna Akses
Ruang Terbuka di Alun-alun Kota Bandung

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa secara umum
pelanggaran yang dilakukan oleh pengguna akses ruang
terbuka di alun-alun kota Bandung masih terbilang cukup
tinggi. Hal tersebut dibuktikan dari hasil jawaban yang
diutarakan oleh reponden ketika melakukan wawancara dan
hasil pengamatan peneliti.
Beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh pengguna
akses ruang terbuka ini yang sering dilakukan meliputi
membuang sampah sembaangan, berdagang di tempat
terlarang, memakai alas kaki di atas rumput sintesis. Dari hasil
wawancara yang dilakukan kepada salah satu satpol PP yaitu
masih ada pedagang kaki lima yang berjaualan ditempat
terlarang meskipun sudah ditegur oleh pihak satpol PP.
Berdasarkan pengamatan yang dilihat dilapangan bahwa ada
segerombolan keluarga yang dengan santainya menggunakan
alas kaki ke atas rumput sintesis dengan posisi jam kerja
Satpol PP belum mulai.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Robert M. Z.
Lawang perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang
menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan
menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam
sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang
Jadi dapat dikatakan bahwa seseorang melakukan
pelanggaran termasuk dalam kategori melakukan perilaku
menyimpang karena sudah terdapat tata tertib yang berlaku
disana, namun masih melakukan pelanggaran. Jenis
pelanggaran tersebut termasuk ke dalam penyimpangan primer
dimana penyimpangan primer (Primary Deviation) adalah
penyimpangan yang dilakukan seseorang akan tetapi si pelaku
masih dapat diterima masyarakat. Ciri penyimpangan ini
bersifat temporer atau sementara, tidak dilakukan secara
berulang-ulang dan masih dapat ditolerir oleh masyarakat.
Contohnya: Menunggak iuran listrik dan telepon, melanggar
rambu-rambu lalu lintas dan ngebut di jalanan.
Seseorang melakukan pelanggaran karena longgarnya
seuah aturan tata tertib dan kurang tegasnya suatu lembaga
sosial dalam memberikan teguran maupun sanksi yang telah
ditetapkan. Pelanggaran ini pada umunya dilakukan baik oleh
individu maupun kelompok seperti PKL. Pelanggaran yang
terjadi disekitar alun-alun seperti banyaknya kendaraan yang
parker tidak tertib dan sesuai dengan aturan rambu yang
berlaku.
Sama halnya dengan pelanggaran yang terjadi di alunalun kota Bandung, masjid raya Bandung yang terletak
berdekatan ini juga memiliki aturan tata tertib tertulis seperti
tidak diperkenankan untuk tidur di dalam masjid maupun
berjualan disekitaran masjid. Namun, pelanggaran yang
ditemukan di lapangan masih banyak pengunjung yang tidur
di dalam masjid dan banyak penjual yang menjajakan
barangnya disekitaran masjid. Berdasarkan hasil wawancara
yang dilakukan pelanggaran yang pernah terjadi adalah masih
ada pengunjung yang memakai sandal ke dalam masjid, hal ini
sangat tidak wajar dimana masjid merupakan tempat ibadah
dan sudah seharusnya menjaga kebersihannya. Sudah tersedia

banyak fasilitas seperti tempat menaruh sandal dan seharusnya
digunakan sebaik mungkin agar tertib.
2. Pengendalian yang Dilakukan oleh Satpol PP dalam
Menciptakan Ketertiban Umum Bagi Pengguna Akses
Ruang Terbuka di Alun-alun Kota Bandung
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa secara umum
pengendalian yang dilakukan oleh satpol pp dalam
menciptakan ketertiban umum bagi pengguna akses ruang
terbuka di alun-alun kota Bandung masih terbilang cukup
rendah. Hal tersebut dibuktikan dari hasil jawaban yang
diutarakan oleh reponden ketika melakukan wawancara dan
hasil pengamatan peneliti.
Banyaknya pelanggaran yang masih terasa membuat
lembaga sosial Satpol PP ini melakukan pengendalian
terhadap pelanggaran tersebut. Sejalan dengan pengertian
pengendalian yaitu, pengendalian sosial merupakan suatu
mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial serta
mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan
bersikap sesuai norma dan nilai yang berlaku. Dengan adanya
pengendalian sosial yang baik diharapkan mampu meluruskan
anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang atau
membangkang.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan salag
satu Satpol PP bahwa dalam mekanisme kerja Satpol PP tidak
setiap hari mereka bekerja tetapi sehari bekerja sehari libur
dan ada bagiannya tersendiri (shift) namun dalam praktek di
lapangan dilakukan secara fleksibel. Pelanggaran yang sering
terjadi menurut beliau yaitu membuang sampah sembarangan,
memakai alas kaki ke atas rumput sintesis, dan masih
banyaknya pedagang kaki lima yang berjualan tidak pada
tempatnya.
Peraturan yang ada tentu dibuat demi ketertiban dan
kenyamanan bersama namun terkadang masih saja banyak
pengunjung maupun penjual yang melakukan pelanggaran,
dan disini Satpol PP berperan untuk memberikan pengendalian
langsung. Pengendalian sosial memilikidua cara yaitu: (1)
Preventif: yaitu pengendalian sosial yang dilakukan sebelum
terjadi pelanggaran, artinya mementingkan pada pencegahan
agar tidak terjadi pelanggaran; (2) Represif: adalah
pengendalian sosial yang dilakukan setelah orang melakukan
suatu tindakan penyimpangan ( deviasi). Pada awalnya Satpol
PP sudah melakukan pengendalian jenis preventif seperti
dengan menggunakan simbol maupun lisan yang digunakan
untuk menegur pelanggar agar tidak melakukan pelanggaran
lagi namun jika sudah diberitahu namuin masih melakukan
pelanggaran maka pengendalian sosial jenis represif akan
bergerak yaitu dengan membawanya ke pihak yang berwajib
untuk diberikan suatu penyuluhan.
Pelanggaran yang sering ditangani oleh Satpol PP yaitu
pelanggaran yang dilakukan oleh pedagang kaki lima, dimana
mereka menjajakan barang dagangnya tidak pada tempat yang
telah tersedia. Pihak dari Satpol PP selalu memberitahukan
dengan menegur namun dari hasil pengamatan saya
dilapangan Satpol PP kurang tegas sehingga para pedagang
kaki lima berani menyanggah teguran tersebut, dan

berdasarkan hasil wawancara bahwa ketika ada pedagang kaki
lima yang sedang menjajakan barang dagangnya ditempat
terlarang padahal didepannya terdapat Satpol PP yang sedang
berjaga namun tidak ditegur sama sekali. Padahal pengertian
teguran merupakan peringatan yang ditujukan pada pelaku
pelanggaran. Bisa dalam wujud lisan maupun tulisan. Tujuan
teguran adalah membuat si pelaku sesegera mungkin
menyadari kesalahannya
Dilakukan pengendalian sosial terhadap hal tersebut
guna menciptakan ketertiban umum. Sejalan dengan
pengertian ketertiban umum bahwa Ketertiban umum adalah
suatu keadaan yang menyangkut penyelenggaraan kehidupan
manusia sebagai kehidupan bersama. Keadaan tertib yang
umum menyiratkan suatu keteraturan yang diterima secara
umum sebagai sutau kepantasan minimal yang diperlukan,
supaya kehidupan bersama tidak berubah menjadi anarki.
Ketertiban umum sebenarnya juga merupakan manifestasi dari
suatu keadaan damai yang dijamin oleh keamanan kolektif,
yaitu suatu tatanan, di mana manusia merasa aman secara
kolektif. Ketertiban umum pada akhirnya merupakan
manifestasi yang rasional dari penempatan kebebasan
eksistensial yang individual dalam pembatasan ko-eksistensial
yang kolektif. Ketika pengendalian berjalan dengan efektif
maka akan tercipta ketertiban umum dan kenyamanan
bersama. Satpol PP harus aktif dalam melakukan pengendalian
agar pelanggar darapat jera dan tidak mengulangi
kesalahannya lagi.
3. Peran Kontrol Sosial dalam Menciptakan Ketertiban
Umum Bagi Pengguna Akses Ruang Terbuka di Alun-alun
Kota Bandung
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa secara umum peran
kontrol sosial dalam menciptakan ketertiban umum bagi
pengguna akses ruang terbuka di alun-alun kota Bandung
dapat terbilang tegas. Hal tersebut dibuktikan dari hasil
jawaban yang diutarakan oleh reponden ketika melakukan
wawancara.
Dalam menciptakan ketertiban umum bagi pengguna
akses ruang terbuka di alun-alun kota Bandung maka
diperlukan suatu ketegasan dalam aturan tata tertib sebagai
alat kontrol sosial, dimana sesuai dengan teori kontrol sosial
yang memfokuskan diri pada teknik-teknik dan strategi
strategi yang mengatur tingkah laku manusia dan
membawanya kepada penyesuaian atau ketaatan kepada
aturan-aturan masyarakat. Seseorang mengikuti hukum
sebagai respon atas kekuatan-kekuatan pengontrol tertentu
dalam kehidupan seseoang. Seseorang menjadi kriminal ketika
kekuatan-kekuatan yang mengontrol tersebut lemah atau
hilang. Berdasarkan pengertian tersebut maka peran kontrol
sosial sangat penting dalam mengatur pengunjung agar
terciptanya ketertiban umum. Kontrol sosial dapat digunakan
dengan melalui sanksi, sebagaimana dengan pengertian sanksi
yang menyatakan bahwa sanksi sosial merupakan salah satu
bentuk dari pengawasan sosial. Banyak kalangan yang
menganggap pengawasan sosial sebagai pembatasan tindakan
dari pihak penguasa, pimpinan atau atasan terhadap pihak lain

yang dikuasai atau yang dipimpin untuk tidak menyimpang
dari ketentuan atau peraturan yang berlaku. Dalam konsep
sosiologi pengawasan sosial (social controle) dapat diartikan
sebagai suatu proses pembatasan tindakan yang bertujuan
untuk mengajak, memberi teladan, membimbing, atai
memaksa setiap anggota masyarakatm agar tunduk pada
norma-norma sosial yang berlaku. (Abdulsyani, 1994: 61).
Sesuai dengan pernyataan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa sanksi merupakan cara yang tepat dalam
membatasi perliaku seseorang dalam bertindak, bukan berarti
setiap perbuatan yang dilakukan dibatasi oleh hukum namun
dibatasi agar terciptanya suatu keteraturan sosial. Di Alun-alun
kota Bandung ini banyak sanksi yang dibuat tertulis seperti:
(a) berdagang di tempat terlarang dikenakan biaya denda Rp.
1000.000; (b) buang air kecil, buang air besar sembarangan
dikenakan biaya paksa Rp. 250.000; (c) merokok di tempat
umum dikenakan biaya paksa Rp. 5.000.000; (d) membeli
pada pedagang kaki lima di zona merah dikenakan biaya paksa
Rp. 1000.000; (e) membuang sampah sembarangan dikenakan
denda Rp. 250.000; (f) berdagang di tempat terlaramg
dikenakan denda Rp. 1000.000; (g) membiarkan hewan
peliharaan berkeliaran di tempat umum dikenakan biaya paksa
Rp. 5000.000; (h) merusak fasilitas umum dikenakan biaya
paksa Rp. 5000.000.
Banyaknya sanksi yang diterapkan terhadap
pengunjung ini agar suasana menjadi aman dan tertib.
Kurangnya kesadaran pengunjung akan hukum, namun ketika
terdapat sanksi yang telah disebutkan diatas maka pengunjung
akan menjadi mematuhi hukum karena pada hakikatnya
msyarakat Indonesia taat hukum ketika terdapt sanksi atau
aturan yang begitu tegas. Diberlakukan sanksi ini kepada
pengunjung yang melakukan pelanggaran berdasarkan hasil
wawancara kepada salah satu Satpol PP bahwa beliau
mengatakan sanksi tersebut diterapkan ketika pengunjung
melakukan pelanggaran terus menerus padahal sebelumnya
sudah pernah ditegur. Teguran merupakan sanksi sosial
dimana sanksi sosial adalah sanksi yang dapat diberikan
kepada seseorang yang berbuat kesalahan (selain sanksi yang
bersifat administratif seperti sanksi hukum pidana/perdata).
Sanksi sosial ini tidak berupa tulisan hitam diatas putih dan
seringkali bersifat implisit atau tidak dinyatakan secara terangterangan. Sanksi sosial diberikan oleh masyarakat terhadap
seseorang yang melakukan suatu penyimpangan atas nilai dan
norma yang tertanam di dalam masyarakat itu sendiri.
Dimana, sanksi sosial tersebut biasanya berupa tindakantindakan yang bertujuan untuk membuat si penerima sanksi
jera untuk melakukan perbuatan yang menyimpang lagi.
Biasanya sanksi sosial akan berakhir ketika si pemilik salah
telah mengakui kesalahannya serta meminta maaf atas
kesalahan tersebut, maka seiring berjalannya waktu sanksi
sosial itu akan berhenti dengan sendirinya. Diterapkannya
sanksi tersebut agar pelanggar jera dan tidak melakukan
pelanggaran itu lagi.
4.

Implementasi Tata Tertib Bagi Pengguna Akses Ruang
Terbuka di Alun-alun Kota Bandung

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa secara umum
implementasi tata tertib bagi pengguna akses ruang terbuka di
alun-alun kota Bandung dapat terbilang cukup baik. Hal
tersebut dibuktikan dari hasil jawaban yang diutarakan oleh
reponden ketika melakukan wawancara dan hasil pengamatan
peneliti.
Alun-alun kota Bandung memiliki berbagai tata tertib
seperti aturan dan tidak hanya itu, terdapat lembaga sosial
seperti Satpol PP yang ikut bertugas menjaga kemanan dan
ketertiban umum hal ini sejalan dengan pernyataan menurut
Amir Daiem Indrakusuma bahwa tata tertib ialah sederetan
peraturan – peraturan yang harus di taati dalam suatu situasi
atau dalam suatu tata kehidupan.
Tata tertib dibuat untuk menertibkan pengunjung alunalun namun dalam implementasinya masih banyak yang
melakukan pelanggaran seperti jawaban dari salah satu
responden saat dilakukan wawancara, mengatakan bahwa
masih melihat berbagai pelanggaran seperti buang sampah
sembarangan, memakai sandal diatas rumput elastis dan masih
ada pedagang kaki lima yang berjualan tidak pada areanya.
Implementasi tata tertib di alun-alun terbilang masih
kurang kondusif dikarenakan sesuai dengan pengamatan yang
dilakukan oleh peneliti, melihat masih ada pelanggaran yang
terjadi baik di alun-alun sendiri maupuun di masjid raya
bandung sendiri. Tata tertib sudah dibuat dalam bentuk
tertulis namun pengunjung belum mengetehui nya sehingga
masih banyak yang melakukan pelanggaran seperti masih
banyak pengunjung yang tidur di dalam masjid, berjualan
disekitar masjid, tidak rapi melipat mukena namun kondisi
masjid tersebut terbilang bersih dan mukena yang disediakan
disana banyak, hanya saja dalam penataanya masih kurang
kondusif sehingga rentan mukena tersebut akan jatuh ke
bawah.
Para Satpol PP siap sedia dalam melakukan pantauan
terhadap pengunjung, karena pengunjung tidak hanya berasal
dari Bandung saja maka masih banyak pengunjung yang
berasal dari luar yang tidak memahami tata tertib atau aturan
disana. Sepengamatan peneliti di lapangan melihat
segerombolan keluarga memakai sandal di atas rumput
sintesis, jika dilihat dari gaya bicaranya, sudah jelas mereka
bukan orang Bandung dan tidak mengetahui akan peraturan
tersebut sehingga rentan berbuat pelanggaran dikarenakan
juga peraturan mengenai melepas alas kaki tidak ada aturan
tertulis yang dibuat sehingga hal ini juga memicu terjadinya
pelanggaran yang kerap terjadi.
Alun-alun selalu ramai dengan pengunjung bahkan
semakin sore, suasana alun-alun semakin ramai, ketika tanggal
merah pun suasana alun-alun semakin ramai dikunjungi.
Keramaian ini membuat implmentasi tata tertib ini cenderung
berkurang, karena berdasarkan pengamatan peneliti di
lapangan bahwa Satpol PP membiarkan sampah yang sudah
jelas ada di depannya, entah hal itu karena ketidaktahuan atau
karena Satpol PP sendiri malas untuk mengambil atau
menegur orang yang berbuat hal itu. Hal ini yang membuat
aturan tata tertib kurang terealisasikan karena tidak adanya
dukungan dari berbagai pihak untuk sadar akan pentingnya
mentaati aturan.

5.

Peran satpol PP dalam Menciptakan Ketertiban Umum
Bagi Pengguna Akses Ruang Terbuka di Alun-alun Kota
Bandung

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa secara umum peran
satpol pp dalam menciptakan ketertiban umum bagi pengguna
akses ruang terbuka di alun-alun kota Bandung masih
terbilang cukup baik dan sangat penting. Hal tersebut
dibuktikan dari hasil jawaban yang diutarakan oleh reponden
ketika melakukan wawancara dan hasil pengamatan peneliti.
Satpol PP adalah perangkat Pemerintah Daerah dalam
memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta
menegakkan Peraturan. Berdasarkan pemaparan diatas maka
peran Satpol PP sangat penting bagi tegaknya suatu ketertiban
umum.
Demi ketertiban dan kenyamanan bersama maka
pemerintah kota mengguanakan Satpol PP sebagai lembaga
yang bertugas untuk mengatur ketertiban dan kanyamanan
bagi pengunjung alun-alun. Peran Satpol PP sangat penting
mengingat ada peraturan tata tertib yang besifat tidak tertulis
sehingga Satpol PP memberitahukan mengenai tata tertib
tersebut kepada pengunjung yang belum memahami dan tahu
menganai tata tertib disana.
Pada saat peneliti melakukan studi lapangan, melihat
beberapa Satpol PP sedang menyapu jalanan yang disana
terdapat banyak sampah dan membersihkan sampah yang
terdapat disela-sela kubik tanaman, dan pada saat itu juga
pihak Satpol PP memunguti sampah yang berserakan di sekitar
alun-alun. Selain itu juga, ada pengunjung yang melaporkan
kehilangan kunci motor dan sepengamatan peneliti Satpol PP
membantu mengumumkan hal itu melalui kantor
kesekretariatan yang terletak disamping masjid. Adapun
segerombolan anak-anak yang sedang melakukan study tour
kehilangan salah satu rekannya, dan kemudian pihak sekolah
melaporkan tersebut ke Satpol PP, selain itu ada Ibu yang
kebingungkan mencari toilet dan meminta petunjuk kepada
Satpol PP dan kemudian pihak Satpol PP memberikan jalan
kepada ibu tersebut. Setiap sore pihakdari Satpol PP
memberikan pengumuman untuk selalu menjaga kebersihan
taman alun-alun, menjaga ketertiban dan keamanan dan
melarang pedagang untuk menjajakan dagangan ditempat
terlarang serta menyuruh para pedagang untuk tidak
memaksakan pengunjung membeli barang karena itu dapat
menganggu kenyamanan pengunjung dan silahkan pengunjung
untuk memberi barang, makanan, minuman maupun mainan
ditempat yang telah tersedia dan Satpol PP akan siap sedia
untuk mengarahkan pengunjung ketika ada barang yang ingin
dibeli.
Saat peneliti melakukan pengamatan pada siang hari
maupun pagi hari jarang ditemukan adanya pengumuman
seperti itu dan mulai mengambil keputusan bahwa hal itu
hanya dilakukan saat sore hari saja dan memang melalui
pengamatan saat sore hari bahwa alun-alun begitu ramai oleh
pengunjung. Pada pagi hari, ketika peneliti melakukan
penelitian tidak ditemukan adanya Satpol PP yang berjaga dan
berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Satpol PP maka

dapat jawaban bahwa mereka baru beroperasi sekitar pukul
delapan atau sembilan pagi. Ketika tidak ada Satpol PP, ada
segerombolan keluarga yang dengan santai berjalan
menggunakan sandal diatas rumput sintesis. Hal ini yang
menjadi bukti betapa pentingnya peran Satpol PP dalam
menjaga ketertiban dan kenyamanan untuk umum.
Pada siang hari, ditemukan beberapa pihak dari Satpol
PP yang turun beroperasi ke tengah rumput sintesis. Saya
melakukan wawancara kepada pihak Satpol PP yang sedang
bertugas dipinggir kawasan dan masih tahap pelatihan berkata
bahwa mereka sedang beroperasi mengatasi para pedagang
kaki lima yang menjajakan barang dagangan tidak sesuai
dengan tempat yang telah sedia, kebanyak pada pedagang kaki
lima sudah sering ditegur namun tetap melakukan hal itu
karena tidak sabar jika hanya sekedar menunggu pengunjung
ke bawah. Berdasarkan