KAA Kado Bandung untuk Dunia
KAA, KADO BANDUNG UNTUK DUNIA
If there is light in the soul, there will be beauty in the person.
If there is beauty in the person, there will be harmony in the house.
If there is harmony in the house, there will be order in the nation.
If there is order in the nation, there will be peace in the world.
Peribahasa China itu cukuplah menjelaskan hakikat cita-cita perdamaian bangsa Asia dan Afrika.
Perdamaian adalah sebuah proses yang terus bertumbuh kembang. Datang dari jiwa yang luhur di
hulu sungai, perdamaian itu berakit-rakit menuju muara di samudera dunia. Peradaban bangsa Asia
dan Afrika terjalin di atas pondasi kekeluargaan bangsa-bangsa.
Awal abad ke-20, saat awal kebangkitan nasionalisme di Asia dan Afrika, konsep perdamaian di Asia
dan Afrika memasuki tahap perumusan. Kongres Demokratik Internasional ke-6 di Bierville, Perancis
pada tahun 1926 adalah sintesa atas cita-cita perdamaian di tengah belenggu kolonialisme
internasional. Para pemuda Asia, di antaranya M. Hatta (Indonesia), Duong Van Giao (Annam,
Indochina), Toptchybachy (Azerbaijan), Tung Meau (China), dan K.M. Panikkar (India) kala itu
mengeluarkan sebuah manifesto bersama untuk perdamaian dunia. Manifesto itu menyerukan,
“Bebaskan jiwa Asia dan tuan-tuan akan memperoleh perdamaian. Bukan perdamaian dengan
paksaan pedang tetapi perdamaian berdasarkan kemauan baik, Jiwa Asia pada dasarnya adalah jiwa
damai!” Manifesto itu secara eksplisit memperlihatkan konsep strategis perdamaian dunia menurut
para pewaris dari humanisme dan idealismenya Asoka dari bumi Asia. Ya, merdeka untuk damai! Di
tangan para pendiri bangsa Indonesia, kemerdekaan untuk perdamaian dunia menjadi sebuah konsep
strategis. Konstitusi Indonesia pada tahun 1945 mendasarkan konsep itu untuk peran Indonesia
dalam perdamaian dunia.
Alih-alih menjadi rasionalisme yang paling banyak dianut di masa Perang Dingin, Dasasila Bandung
yang lahir dari Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955 adalah sebuah sintesa
reflektifisme. Para pemimpin bangsa Asia dan Afrika berhasil mengkonstruksi sebuah nilai baru dalam
pergaulan internasional. Dasasila Bandung sebagai sebuah konstruktifisme berangkat dari
pengalaman dinamika sosial dan sejarah di masa lalu yang dialami oleh hampir seluruh bangsa Asia
dan Afrika di masa kolonialisme. Pasca Konferensi Asia Afrika, Dasasila Bandung terinstusionalisasi
pada pendirian Gerakan Nonblok di Yugoslavia pada tahun 1961.
Selama Perang Dingin, Gerakan Nonblok menyumbangkan sumbangsih yang nyata atas stabilitas
perdamaian global di Asia dan Afrika yang kala itu sangat dipengaruhi oleh sikap para pemimpin
politik di Blok Barat dan Timur. Pasca Perang Dingin, kekhawatiran akan relevansi Dasasila Bandung
sebagai ruh kreatif dari Gerakan Nonblok terhapuskan oleh Deklarasi Jakarta Message yang
dihasilkan dari KTT ke-10 Gerakan Nonlok di Jakarta. Dewasa ini, keamanan global di Asia dan Afrika
tidak lagi bersandar pada kemungkinan pecahnya Perang Dingin. Sebab, era bipolar di masa Perang
Dingin telah berkembang jauh lebih kompleks di era multipolar.
Kini dunia semakin tergantung satu dengan yang lain. Interdependensi, interkoneksi, dan integrasi
menjadi ciri dunia global sekarang ini. Dalam konteks itu, negara saja dianggap terlalu sempit untuk
tampil sebagai agen yang mampu melahirkan solusi bersama. Karenanya, kekuatan kerja sama
antara negara dan antar kawasan memainkan peran kunci. Pada titik itulah, Kemitraan Strategis Baru
Asia dan Afrika diharapkan menjadi jembatan kerja sama antar kawasan Asia dan Afrika. Dalam
semangat Solidaritas Rakyat Asia Afrika seluruh rakyat Asia dan Afrika berada di bahtera biduk yang
kokoh untuk menyonsong masa depan damai dan sejahtera.
Peringatan 60 Tahun KAA kali ini tepat 25 tahun setelah Perang Dingin berakhir. Semoga gelora
Dasasila Bandung tetap menjadi mercusuar kebangkitan bangsa Asia dan Afrika hingga akhir zaman.
Merdeka! Uhuru!
If there is light in the soul, there will be beauty in the person.
If there is beauty in the person, there will be harmony in the house.
If there is harmony in the house, there will be order in the nation.
If there is order in the nation, there will be peace in the world.
Peribahasa China itu cukuplah menjelaskan hakikat cita-cita perdamaian bangsa Asia dan Afrika.
Perdamaian adalah sebuah proses yang terus bertumbuh kembang. Datang dari jiwa yang luhur di
hulu sungai, perdamaian itu berakit-rakit menuju muara di samudera dunia. Peradaban bangsa Asia
dan Afrika terjalin di atas pondasi kekeluargaan bangsa-bangsa.
Awal abad ke-20, saat awal kebangkitan nasionalisme di Asia dan Afrika, konsep perdamaian di Asia
dan Afrika memasuki tahap perumusan. Kongres Demokratik Internasional ke-6 di Bierville, Perancis
pada tahun 1926 adalah sintesa atas cita-cita perdamaian di tengah belenggu kolonialisme
internasional. Para pemuda Asia, di antaranya M. Hatta (Indonesia), Duong Van Giao (Annam,
Indochina), Toptchybachy (Azerbaijan), Tung Meau (China), dan K.M. Panikkar (India) kala itu
mengeluarkan sebuah manifesto bersama untuk perdamaian dunia. Manifesto itu menyerukan,
“Bebaskan jiwa Asia dan tuan-tuan akan memperoleh perdamaian. Bukan perdamaian dengan
paksaan pedang tetapi perdamaian berdasarkan kemauan baik, Jiwa Asia pada dasarnya adalah jiwa
damai!” Manifesto itu secara eksplisit memperlihatkan konsep strategis perdamaian dunia menurut
para pewaris dari humanisme dan idealismenya Asoka dari bumi Asia. Ya, merdeka untuk damai! Di
tangan para pendiri bangsa Indonesia, kemerdekaan untuk perdamaian dunia menjadi sebuah konsep
strategis. Konstitusi Indonesia pada tahun 1945 mendasarkan konsep itu untuk peran Indonesia
dalam perdamaian dunia.
Alih-alih menjadi rasionalisme yang paling banyak dianut di masa Perang Dingin, Dasasila Bandung
yang lahir dari Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955 adalah sebuah sintesa
reflektifisme. Para pemimpin bangsa Asia dan Afrika berhasil mengkonstruksi sebuah nilai baru dalam
pergaulan internasional. Dasasila Bandung sebagai sebuah konstruktifisme berangkat dari
pengalaman dinamika sosial dan sejarah di masa lalu yang dialami oleh hampir seluruh bangsa Asia
dan Afrika di masa kolonialisme. Pasca Konferensi Asia Afrika, Dasasila Bandung terinstusionalisasi
pada pendirian Gerakan Nonblok di Yugoslavia pada tahun 1961.
Selama Perang Dingin, Gerakan Nonblok menyumbangkan sumbangsih yang nyata atas stabilitas
perdamaian global di Asia dan Afrika yang kala itu sangat dipengaruhi oleh sikap para pemimpin
politik di Blok Barat dan Timur. Pasca Perang Dingin, kekhawatiran akan relevansi Dasasila Bandung
sebagai ruh kreatif dari Gerakan Nonblok terhapuskan oleh Deklarasi Jakarta Message yang
dihasilkan dari KTT ke-10 Gerakan Nonlok di Jakarta. Dewasa ini, keamanan global di Asia dan Afrika
tidak lagi bersandar pada kemungkinan pecahnya Perang Dingin. Sebab, era bipolar di masa Perang
Dingin telah berkembang jauh lebih kompleks di era multipolar.
Kini dunia semakin tergantung satu dengan yang lain. Interdependensi, interkoneksi, dan integrasi
menjadi ciri dunia global sekarang ini. Dalam konteks itu, negara saja dianggap terlalu sempit untuk
tampil sebagai agen yang mampu melahirkan solusi bersama. Karenanya, kekuatan kerja sama
antara negara dan antar kawasan memainkan peran kunci. Pada titik itulah, Kemitraan Strategis Baru
Asia dan Afrika diharapkan menjadi jembatan kerja sama antar kawasan Asia dan Afrika. Dalam
semangat Solidaritas Rakyat Asia Afrika seluruh rakyat Asia dan Afrika berada di bahtera biduk yang
kokoh untuk menyonsong masa depan damai dan sejahtera.
Peringatan 60 Tahun KAA kali ini tepat 25 tahun setelah Perang Dingin berakhir. Semoga gelora
Dasasila Bandung tetap menjadi mercusuar kebangkitan bangsa Asia dan Afrika hingga akhir zaman.
Merdeka! Uhuru!