Analisis Kandungan Logam Berat Kromium C

Journal of Marine and Aquatic Sciences

Analisis Kandungan Logam Berat Kromium (Cr) Pada
Ikan, Plankton, Kepiting dan Kerang di Muara Tukad
Mati
Made Pande Darmawan
a

a*

Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana dan Alamatnya, Kabupaten/Kota, ProvinsiNegara
* Penulis koresponden. Tel.: +62-857-3874-0695
Alamat e-mail: md_pande@yahoo.co.id
Diterima (received) 8 Januari 2016; disetujui (accepted) 29 Juni 2016; tersedia secara online (available online) 4
Juli 2016

Abstract
Heavy metals are generally toxic to living things, although some are required in small quantities.
Through various intermediaries, such as air, food, or water contaminated by heavy metals, the metal
can be distributed to parts of the human body and some will accumulate. If this situation persists, for
a long time it can reach an amount that endangers human health (Diantariani, 2006). Cr metal can

enter into all strata of the environment, whether in the strata of water, soil or air (the atmosphere
layer). Chromium that enters the strata of the environment can come from a variety of sources. But
the sources of Cr metal inputs into the most common and most widely suspected environmental strata
are industrial activities, household activities and from the burning and mobility of fuels (Palar, 2008).
By using observational method the researcher wanted to know the heavy metal content of
chromium type present in Tukad Mati waters through the organisms living in those waters. Which is
then known that the heavy metal content of the largest chromium type found in crabs that contain
heavy metals up to 1.01 Mg / Kg.
Keywords: chromium, crab, kerrang, plankton, fish, heavy metal; Tukad Mati
Logam berat umumnya bersifat racun terhadap makhluk hidup, walaupun beberapa diantaranya
diperlukan dalam jumlah kecil. Melalui berbagai perantara, seperti udara, makanan, maupun air yang
terkontaminasi oleh logam berat, logam tersebut dapat terdistribusi ke bagian tubuh manusia dan
sebagian akan terakumulasikan. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus, dalam jangka waktu
lama dapat mencapai jumlah yang membahayakan kesehatan manusia (Diantariani, 2006). Logam Cr
dapat masuk ke dalam semua strata lingkungan, apakah itu pada strata perairan, tanah ataupun
udara (lapisan atmosfer). Kromium yang masuk kedalam strata lingkungan dapat datang dari
bermacam macam sumber. Tetapi sumber–sumber masukan logam Cr kedalam strata lingkungan yang
umum dan diduga paling banyak adalah dari kegiatan-kegiatan perindustrian, kegiatan rumah tangga
dan dari pembakaran serta mobilitas bahan-bahan bakar (Palar,2008).
Dengan menggunakan metode observasional peneliti ingin mengetahui kandungan logam berat

jenis kromium yang ada dalam perairan Tukad Mati melalui organisme-organisme yang hidup di
perairan tersebut. Yang kemudian di ketahui kandungan logam berat jenis kromium paling besar
terdapat pada kepiting yang memiliki kandungan logam berat hingga 1.01 Mg/Kg.
Kata Kunci: kromium;kepiting;kerrang;plankton;ikan;logam berat; Tukad Mati

1. Pendahuluan
Logam berat yang ada pada perairan suatu
saat akan turun dan mengendap pada dasar
perairan, membentuk sedimentasi dan hal

J. Mar. Aquat. Sci. X: 1-7 (201x)

ini akan menyebabkan biota laut yang
mencari makan di dasar perairan (udang,
kerang, kepiting) akan memiliki peluang
yang sangat besar untuk terkontaminasi
logam berat tersebut. Wolf et al. (2001)

2


M. P. Darmawan

menunjukkan bahwa logam berat yang
terakumulasi pada ekosistem mangrove
mengalami bioakumulasi dalam jaringan
hewan Gastropoda yang berasosiasi dengan
mangrove.
Kepiting
sering
dijadikan
sebagai
bioindikator
perairan
karena
mampu mengakumulasi logam berat yang
cukup tinggi dibandingkan dengan biota
lainnya (Bambang et al., 1995). Buangan
industri yang mengandung persenyawaan
logam berat bukan hanya bersifat toksik
terhadap tumbuhan tetapi juga terhadap

hewan dan manusia. Hal ini berkaitan
dengan sifat-sifat logam berat yang sulit
didegradasi, sehingga mudah terakumulasi
dalam
lingkungan
perairan
dan
keberadaannya
secara
alami
sulit
dihilangkan, dapat terakumulasi dalam
biota perairan termasuk kerang, ikan dan
sedimen, memiliki waktu paruh yang tinggi
dalam tubuh biota laut serta memiliki nilai
factor konsentrasi yang besar dalam tubuh
organisme (Taguge, Ayisman. et al. 2014).
Logam berat masuk ke dalam jaringan
tubuh biota laut melalui beberapa jalan,
yaitu saluran pernafasan (insang), saluran

pencernaan (usus, hati, ginjal), maupun
penetrasi melalui kulit (Ma’ruf, 2007). Jika
biota laut yang telah terkontaminasi
tersebut dikonsumsi oleh manusia dalam
jangka
waktu
tertentu
akan
sangat
berpengaruh terhadap kesehatan manusia.
Logam berat dalam perairan tidak
mengalami regulasi oleh organisme air,
tetapi terus terakumulasi dalam tubuh
organisme air. Semakin tinggi kandungan
logam berat dalam perairan akan semakin
tinggi pula kandungan logam berat yang
terakumulasi dalam tubuh
organisme
(Rochyatun et al., 2007). Logam berat
terakumulasi ke dalam tubuh organisme

dapat melalui permukaan tubuh, terserap
insang dan rantai makanan (Susiati 2008).
Secara
biologis
logam
berat
akan
mengalami penimbunan dalam tubuh biota
organisme seperti ikan. Logam berat yang
masuk kedalam tubuh ikan tidak dapat
dikeluarkan lagi dari tubuh, karena logam
berat cenderung menumpuk dalam tubuh
ikan. Akibatnya logam berat akan terus ada
di sepanjang rantai makanan (Yudo 2006).
Menurut
Kementrian
Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup
(1990) dalam Marganof (2003) menyatakan
bahwa sifat toksisitas logam berat dapat

dikelompokan ke dalam 3 kelompok, yaitu
bersifat toksisitas tinggi yang terdiri atas
unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu dan Zn. Bersifat
toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr,
Ni, dan Co dan yang bersifat toksik rendah

terdiri atas unsur Mn dan Fe. Dalam jumlah
yang sangat kecil logam diperlukan oleh
makhluk hidup seperti Mn, Fe, Cu, dan Zn.
Krom dialam berada pada valensi 3
(Cr3+) dan valensi 6 (Cr 6+). Cr6+ lebih
toksik dibandingkan dengan Cr3+, karena
sifatnya yang berdaya larut dan mobilitas
tinggi di lingkungan (Rahman et al., 2007).
Melalui rantai makanan kromium dapat
terdeposit pada bagian tubuh makhluk
hidup yang pada suatu ukuran tertentu
dapat menyebabkan racun ( Mulyani 2004).
Apabila masuk ke dalam sel, dapat
menyebabkan kerusakan struktur DNA

hingga terjadi mutasi (Larashati 2004).
Terakumulasinya krom dalam jumlah besar
di tubuh manusia jelas-jelas mengganggu
kesehatan karena krom memiliki dampak
negatif terhadap organ hati, ginjal serta
bersifat racun bagi protoplasma makhluk
hidup. Selain itu juga berdampak sebagai
karsinogen (penyebab kanker), teratogen
(menghambat pertumbuhan janin) dan
mutagen (Schiavon et al., 2008). Akumulasi
logam
berat
kromium
(Cr)
dapat
menyebabkan kerusakan terhadap organ
respirasi dan dapat juga menyebabkan
timbulnya kanker pada manusia (Suprapti
2008). Sumber utama dari masuknya Cr ke
lapisan udara dari suatu strata lingkungan

adalah dari pembakaran dan mobilitas batu
bara dan minyak bumi. Dari pembakaran
yang dilakukan terhadap batu bara, akan
dilepaskan Cr ke udara sebesar 10 ppm
atau sebesar 1.400 ton Cr dilepas keudara
setiap tahunnya. Sementara itu Cr dapat
masuk ke badan perairan dengan dua cara,
yaitu cara alamiah dan nonalamiah.
Masuknya Cr secara alamiah seperti erosi
atau pengikisan pada batuan mineral dan
debu-debu atau partikel Cr yang ada di
udara akan dibawah turun oleh air hujan.
Masuknya Cr secara non alamiah lebih
berkaitan dengan aktifitas manusia seperti
buangan limbah industri dan rumah tangga
ke badan air (Depkes, 2009).
Di Bali telah dilakukan beberapa
penelitian mengenai pencemaran logam
berat di lingkungan perairan. Studi kasus
tentang pencemaran lingkungan hidup di

kawasan Teluk Benoa Bali memperlihatkan
bahwa pencemaran lingkungan yang terjadi
tidak
lepas
dari
kondisi
kawasan
pemukiman yang berada di bagian hulu
dikarenakan sampah dan limbah terbawa
oleh aliran sungai melintasi kawasan hulu
sampai ke hilir. Beberapa pemukiman padat
penduduk mengalirkan hasil buangan
limbah ke kawasan Teluk Benoa (Putra,
2010).

Journal of Marine and Aquatic Sciences

3

Teluk Benoa berbentuk teluk intertidal

yang dilingkari oleh hutan mangrove dan
dilindungi dari gelombang air laut yang
besar oleh Semenanjung Jimbaran di
sebelah barat, serta Tanjung Benoa dan
Pulau Serangan di sebelah timur (Sudiarta,
2013).Di daerah Benoa terdapat berbagai
aktivitas
yang
mungkin
berakibat
menghasilkan sampah dan limbah dalam
jumlah yang besar, diantaranya kegiatan
jasa kepelabuhan di Pelabuhan Benoa,
dampak reklamasi Pulau Serangan, aktivitas
Bandara Internasional Ngurah Rai, aktivitas
pembangkit listrik PLTD/PLTG Pesanggaran,
TPA Suwung, aliran air Tukad Badung dan
Tukad Mati, aktivitas perdagangan, bisnis
dan transportasi, serta sampah dan limbah
domestic masyarakat (Putra, 2010).
Salah satu tukad yang mengalir ke teluk
benoa yaitu tukad mati, Tukad Mati
merupakan salah satu sungai yang berada
di Kabupaten Badung, Bali. Kegiatan
Industri tekstil dan rumah tangga di
kawasan padat penduduk di hilir sungai di
sinyalir menjadi pemicu kandungan logam
berat berupa Kromium (Cr) pada perairan
di wilayah ini.Tukad mati merukapan aliran
pembuangan air yang mengarah menuju
teluk benoa, oleh sebab itulah untuk
mengetahui pembuangan limbah yang
menuju ke teluk benoa dilakukannlah
penelitian dengan melihat kandungan logam
berat Kromium cr yang di lihat dari trofik
level di perairan muara tukad mati
2. Metode Penelitian
2.1 Waktu dan Lokasi

Fakultas
Kelautan
dan
Perikanan.
Sedangkan pengukuran kandungan logam
berat dilakukan di Laboratorium Analitik
Universitas Udayana.
2.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah neraca analitik,
ICPE-9000, gelas beaker, botol kaca kecil,
hot plate, penggaris, plastic wrap, ember,
pipet tetes, dissecting set, alat tulis dan
label.
Bahan yang digunakan kerang, ikan,
kepiting, Asam Sulfat (H2SO4), Asam Nitrat
(HNO3), lugol, dan formalin.
2.3 Prosedur Penelitian
2.3.1 Pengambilan Sampel


Sampel Ikan

Sampel ikan diambil di perairan dekat
mangrove,
dimana
pengambilannya
menggunakan
pancing
dan
jaring,
kemudian di daerah di perairan muara
tukad mati. Sampel yang di dapat diambil
daging dan insangnya.


Sampel Kerang dan Kepiting

Sampel kerang dan kepiting diambil di
daerah mangrove dan juga perairan
disekitarnya,
dimana
pengambilannya
secara manual dengan tangan kemudian
diletakkan di ember. Kerang dan kepiting
yang diambil sebanyak. Untuk kerang
dipisahkan menurut ukurannya dibedakan
menjadi tiga, yaitu kecil, sedang dan besar,
kemudian diambil dagingnya


Sampel Plankton

Sampel plankton diambil di perairan
Teluk Benoa dengan metode tuang. Metode
tuang yang digunakan adalah dengan
menuangkan air laut ke plankton net
sebanyak 100 L, kemudian dimasukkan ke
botol. Setelah itu diberikan lugol hingga
warna air berubah menjadi kecoklatan dan
juga diberi formalin 1-2 tetes dengan pipet
tetes.
Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlangsung pada bulan Mei
2017 pengambilan sampel dilakukan di
muara tukad mati. Kemudian penanganan
sampel di Laboratorium Ilmu Kelautan

J. Mar. Aquat. Sci. X: 1-7 (201x)

2.3.2 Preparasi Sampel

4

M. P. Darmawan

Pengujian sampel menggunakan ICPE-9000.
Sebelum dilakukan pengujian, sampel harus
dipreparasi.

Sampel ditimbang menggunakan
neraca analitik dengan berat 1,0 gr setiap
sampel dan 50ml untuk sampel Plankton.

Kemudian
sampel
dipanaskan
menggunakan hot plate hingga kering,
dan untuk sampel plankton sebelumnya
ditambahkan
Asam
Sulfat
(H2SO4)
sebanyak 5ml terlebih dahulu sebelum
dipanaskan.

Selanjutnya apabila sampel sudah
kering, maka ditambahkan Asam Sulfat
(H2SO4) sebanyak 5ml maka sampel akan
berubah warna menjadi berwarna hitam
seperti arang

Sampel ditunggu hingga kering dan
tidak
ada
cairan
(mengkristal),
selanjutnya ditambahkan 2ml Asam
Nitart (HNO3)

Ditunggu hingga sampel berwarna
bening, jika masih berwarna pekat
seperti
kuning
kemerahan
maka
ditambahkan lagi 2ml Asam Nitart
(HNO3)

Selanjutnya apabila warna sampel
telah bening, sampel diencerkan menjadi
25ml dengan aquades untuk kemudian
disaring dengan kertas saring dan
corong. Diletakkan didalam botol kaca
kecil ukuran 25ml

Sampel telah siap dibaca pada ICPE9000

berupa padatan, maka satuan hasil harus
dikonversi
menjadi
mg/Kg.
Sehingga
diperlukan perhitungan konversi satuan
mg/L menjadi mg/Kg.
Konversi mg/L menjadi mg/Kg;

1000
xHasil(mg/ L)=..mg/ Kg
( Berat Sampel x Pengenceran)

3. Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian
sebagai berikut:
3.1 Ikan

yang

diperoleh

yakni

Tabel 1. Kandungan Logam Berat Kromium
(Cr) Pada Ikan Ranga

2.3.3 Pengujian Sampel dengan ICPE-9000
Setelah sampel selesai dipreparasi,
selanjutnya sampel diuji menggunakan
ICPE-9000.

Sampel yang telah dipreparasi
dituang kedalam wadah sampel ICPE9000 secara berurutan. Yang pertama
dimasukkan adalah blanko, kemudian
diikuti oleh sampel sesuai urutan pada
kode sampel.

Selanjutnya memulai pembacaan
dengan memilih start pada program yang
ada di komputer

Hasil
pembacaan
akan
keluar
dengan satuan mg/L
2.3.4 Penghitungan Hasil
Hasil pembacaan kadar logam berat
Chromium oleh ICPE-9000 memiliki satuan
mg/L. Dikarenakan sampel awal ada yang

Tabel 2. Kandungan Logam Berat Kromium
(Cr) Pada Ikan Belanak
Dari hasil penelitian dan pengamatan
data dapat dilihat kandungan logam berat
kromium (Cr) pada insang ikan ranga
dengan ukuran sedang memiliki tingkat
logam berat kromium (Cr) paling tinggi
dengan 0.93 mg/kg, selanjutnya 0.9 mg/kg
pada ikan rangga ukuran kecil dan 0.8
mg/kg pada insang ikan rangga besar.
Sedangkan untuk kandungan logam berat
kromium (Cr) pada daging, ikan ranga
dengan ukuran kecil memiliki kandungan
logam berat kromium (Cr) 0.33 mg/kg, pada
ikan ranga besar dengan 0.3 mg/kg dan 0.2
mg/kg pada ikan ranga sedang.

5

Journal of Marine and Aquatic Sciences

Pada sampel ikan belanak dengan dua
sampel yang diperoleh yakni belanak 1 dan
belanak 2, diperoleh hasil kandungan logam
berat kromium (Cr) pada insang dengan
kandungan 0.92 mg/kg pada ikan belanak 2
dan 0.35 mg/kg pada ikan belanak 1.
Sedangkan
kandungan
logam
berat
kromium (Cr) pada daging belanak 1
sebesar 0.39 mg/kg dan 0.19 mg/kg pada
ikan belanak 2.
Tingginya kandungan logam berat
kromium pada bagian insang diduga karena
fungsi dari insang yang langsung menyaring
oksigen pada perairan. Kondisi tersebut
juga
diduga
memungkinkan
kontak
langsung dengan perairan yang tercemar
oleh limbah logam berat kromium (Cr).
Dibandingkan pada bagian daging lebih
rendah karena proses akumulasi logam
berat yang diperoleh melalui makanan akan
berlangsung sangat lambat.
3.2 Kepiting

Tabel 3. Kandungan Logam Berat
Kromium (Cr) Pada Kepiting Scylla serrata

Tabel 4. Kandungan Logam Berat Kromium
(Cr) Pada Kepiting Hitam
Pada tabel 3. dapat dilihat hasil dari
pengamatan logam berat kromium (Cr)
yang terkandung pada daging dan insang
kepiting Syllaserrata. Pada kepiting besar,
didapatkan hasil logam berat dengan nilai
0.83 mg/kg, kepiting kecil sebesar 0.8
mg/kg dan pada kepiting kecil sebesar 0.68
mg/kg. Sedangkan kandungan logam berat
pada insang, kandungan tertinggi terdapat
J. Mar. Aquat. Sci. X: 1-7 (201x)

pada kepiting kecil dengan kandungan
logam berat kromium (Cr) sebesar 1.00
mg/kg, diikuti oleh kepiting besar dengan
kandungan sebesar 0.68 mg/kg dan kepiting
kecil dengan kandungan sebesar 0.65
mg/kg.
Pada tabel 4. dilihat kandungan logam
kromium (Cr) pada kepiting hitam. Pada
tabel tersebut terlihat kandungan logam
berat pada daging lebih tinggi pada daging
dengan 0.87 mg/kg dibandingkan dengan
pada bagian insang dengan kandungan
logam berat sebesar 0.69 mg/kg.
Bagian daging pada tubuh kepiting
menjadi salah satu tempat tersimpan atau
terkontaminasinya logam berat kromium
(Cr), dari hasil pengmatan tersebut, hal
tersebut diduga dipengaruhi dari sistem
3.3 Kerang

Tabel 5. Kandungan Logam Berat Kromium
(Cr) Pada Kerang Anadara granosa dan
Polymesoda erosa
Pada tabel 5. dapat dilihat hasil dari
pengamatan
kandungan
logam
berat
kromium (Cr) pada kerang Anadara granosa
dan Polymesoda erosa. Kandungan logam
berat kromium (Cr) pada kerang anadara
sedang lebih tinggi dengan 0.43 mg/kg
dibandingkan dengan kerang berukuran
kecil dengan kandungan sebesar 0.4 mg/kg
dan kerang besar dengan kandungan 0.37
mg/kg. Sedangkan pada kerang Polymesoda
erosa kandungan logam berat kromium (Cr)
terdapat pada kerang berukuran besar
dengan nilai sebesar 0.45 mg/kg, diikuti
oleh kerang sedang dengan kandungan 0.4
mg/kg dan kerang kecil dengan kandungan
jauh lebih kecil dari ukuran kerang
sebelumnya dengan kandungan logam berat
sebesar 0.05 mg/kg.
Kandungan logam berat pada kerang
Anadara
granosa
berukuran
sedang
memiliki
nilai
yang
paling
besar
dibandingkan dengan sampel yang lain. Hal
tersebut diduga tidak terlepas dari habitat
kerang Anadara granosa. Menurut Latifah,

6

M. P. Darmawan

2011, ,kerang darah banyak ditemukan
pada substrat yang berlumpur di muara
sungai. Kerang darah bersifat infauna yaitu
hidup dengan cara membenamkan diri di
bawah permukaan lumpur. Habitat tersebut
diduga menjadi salah satu faktor utama
yang mempengaruhi tingginya kadar logam
berat. Karena logam berat akan mengendap
di substrat atau lumpur dalam waktu yang
lama. Sehingga organisme yang hidup pada
substrat tersebut akan terkontaminasi
dengan waktu yang lama dan dengan
konsentrasi
yang
tinggi
serta
mengingkatkan tingginya kandungan logam
berat pada organisme tersebut.
3.4 Plankton

Berdasarkan hasil penelitian dapat di ambil
kesimpulan:
1. Tingkat kandungan logam berat
kromium
terbesar
terkandung
kepada jenis kepiting Scylla serta
yang merupakan jenis kepiting
konsumsi yang di khawatirkan akan
mengganggu kesehatan apabila di
konsumsi
2. Kepada pemerintah daerah untuk
segera melakukan pengendalian dan
monitoring terhadap pencemaran di
wilayah Tukad Mati agar nantinya
tidak bertambah semakin besar.

Ucapan terimakasih

Tabel 6. Kandungan Logam Berat Kromium
(Cr) Pada Plankton
Pada tabel 6. dapat dilihat hasil
pengamatan logam berat pada tiga titik
pengambilan sampel plankton. Kandungan
logam berat kromium (Cr) pada tukad mati
2 memiliki kadar paling tinggi dengan nilai
sebesar 0.07 mg/kg, sedangkan dua titik
yakni, pada tukad mati 1 dan pelabuhan
memiliki kadar logam berat masing-masing
dibawah 0.01.
Tingginya kandungan logam berat
kromium (Cr) pada sampel plankton di titik
tukad mati 2 diduga disebabkan karena
lokasi tersebut merupakan lokasi utama
aliran dari limbah yang berasal dari hulu
tukad mati. Dengan kondisi tersebut besar
kemungkinan jika plankton yang berada di
muara tukad mati terkontaminasi secara
langsung oleh limbah logam berat kromium
(Cr).

4. Simpulan

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa,
atas berkatnya
kami diberikan
kelancaran untuk menulis tulisan ini
sebagai tugas laporan praktikum mata
kuliah pencemaran laut. Serta penulis
mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Yulianto Sutedja, selaku dosen pengampu
dan membimbing proses penulisan ini.
Kemudian juga terima kasih kepada seluruh
teman-teman Ilmu Kelautan 2017 yang
sudah membantu saya dalam penulisan ini.
Daftar Pustaka
Penulisan
kutipan
dan
daftar
pustaka
menggunakan Harvad style seperti contoh di
bawah dengan mengurutkan sesuai dengan
abjad. Adapun jenis huruf yang digunakan
adalah Palatino Linotype ukuran 9. Dari total
pustaka yang digunakan, minimal 85% adalah
sumber pustaka primer (jurnal) dan juga minimal
85% dari total pustaka yang digunakan adalah
yang terbit 10 tahun terakhir.

Jurnal:
Ekayanti, N. W., Osawa, T., Kasa, I. W., & Assyakur, A. R. (2009). Study of Air-sea
interaction and CO2 exchange process
between the atmosphere and ocean using
ALOS/PALSAR (Study cases of wind wave
bubbling process in Badung and Lombok
Straits). Bumi Lestari, 9(2), 151–158.
Saudagaran, S. M., & Diga, J. G. (2000). The
institutional
environment
of
financial
reporting
regulation
in
ASEAN.
The
International Journal of Accounting, 35(1), 1–
26.

Buku:
Abbott, M. R., & Letelier, R. M. (1999).
Chlorophyll fluorescence (MODIS product
number 20). NASA Algorithm Theoretical
Basis Document,

© 2017 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article
distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license
(http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

HUBUNGAN ANTARA KONDISI EKONOMI WARGA BELAJAR KEJAR PAKET C DENGAN AKTIVITAS BELAJAR DI SANGGAR KEGIATAN BELAJAR KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PELAJARAN 2010/2011

1 100 15

IMPROVING CLASS VIII C STUDENTS’ LISTENING COMPREHENSION ACHIEVEMENT BY USING STORYTELLING AT SMPN I MLANDINGAN SITUBONDO IN THE 2010/2011 ACADEMIC YEAR

8 135 12