MAKALAH AUDIT KASUS PT. KAI

MAKALAH
AUDIT KASUS PT. KAI

Diajukan Untuk Memenuhi Nilai UAS Mata Kuliah Auditing
pada Pogram Diploma Tiga (D.III)
Disusun Oleh :
Dean Ralf Dennis Steve
Linda Apriyani
Fitri
Eka Pratiwi
Haqqi Afandi
Irni Chairani
Novera Rizky
Anelly Nof Diana Yati
Zeni Dolvitari
Nurdika

(11131761)
(11132652)
(11132586)
(11132524)

(11132314)
(11132419)
(11131263)
(11130112)
(11130152)
(11131586)

Progra Studi Komputerisasi Akuntansi
Akademi Manajemen Informatika dan Komputer
Bina Sarana Informatika
Jakarta
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga pada akhirnya kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dimana makalah ini penulis sajikan dalam
bentuk makalah yang sederhana, adapun tema penulisan tugas makalah yang
penulis ambil adalah sebagai berikut :
“Audit Kasus PT. KAI”


Tujuan penulisan makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu mata
kuliah AUDITING pada program Diploma III ( D3 ) AMIK BSI. Sebagai bahan
penulisan diambil berdasarkan dari beberapa sumber literatur yang mengandung
penulisan ini. Kami menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dorongan dari semua
pihak, maka penulisan makalah ini tidak lancar, oleh karena itu pada kesempatan
ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1.

Tuhan Yang Maha Esa.

2.

Ibu Ade Sri Mulyani, SE, MM, selaku dosen sekaligus pembimbing yang
telah memberikan bimbingan, arahan, saran, serta dukungan kepada kami
dalam menyelesaikan tugas ini.

3.


Orang Tua tercinta yang telah memberikan dorongan moril maupun
spiritual kepada kami.

4.

Serta rekan-rekan yang ikut memberikan bantuannya dalam pembuatan
kuliah kerja praktek khususnya 11.6C.01

Serta semua pihak hingga terwujudnya penulisan ini. Kami menyadari
bahwa penulisan makalah ini masih jauh sekali dan belum sempurna, untuk itu
kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan kami
sebagai penulis dimasa akan datang.

Akhir kata semoga makalah ini dapat berguna bagi kami khususnya, bagi
para pembaca yang berniat pada umumnya.

Depok, Mei 2016

Penulis


DAFTAR ISI

Lembar Judul i
Kata Pengantar
Daftar isi

ii

iv

A.

Latar Belakang

1

B.

Profil Perusahaan


2

C.

Kronologi Kasus

3

D.

Dampak Kasus

6

E.

Penyelesaian Masalah

Daftar Pustaka


21

7

A. Latar Belakang
Corporate governance merupakan sistem dan struktur yang baik untuk
mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai pemegang saham serta
mengakomodasi berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan
(stakeholders) seperti kreditur, supplier, asosiasi bisnis, konsumen, karyawan,
pemerintah, dan masyarakat luas. Perusahaan yang telah menerapkan corporate
governance dengan baik, seharusnya telah memenuhi prinsip-prinsip GCG yang
didukung

dengan

regulasi

yang

bentuk overstated, ketidakjujuran


memadai,

akan

mencegah

dalam financial disclosure yang

berbagai
merugikan

para stakeholders. Dalam pengambilan keputusan, manajemen memiliki pedoman
yang lebih baik sehingga perusahaan menjadi lebih efisien dan akan terhindar dari
potensi konflik kepentingan seluruh stakehoders. Perusahaan yang telah
menerapkan GCG, akan lebih dipercaya kreditur maupun investor sehingga
sahamnya lebih likuid dan harga saham bisa semakin meningkat.
Peran penting penerapan Good Coporate Governance dapat dilihat dari sisi
salah satu tujuan penting didalam mendirikan sebuah perusahaan yang selain
untuk meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, juga untuk

memaksimalkan

kekayaan

pemegang

saham

melalui

peningkatan

nilai

perusahaan. Peningkata nilai perusahaan dapat dicapai jika perusahaan mampu
beroperasi dengan mencapai laba atau penghasilan yang ditargetkan. Melalui laba
yang diperoleh tersebut, perusahaan akan mampu memberikan deviden kepada
pemegang saham, meningkatkan pertumbuhan perusahaan dan mempertahankan
kelangsungan hidup perusahaan.
Peningkatan nilai perusahaan yang tinggi merupakan tujuan jangka panjang

yang seharusnya dicapai perusahaan yang akan tercermin dari harga pasar
sahamnya karena penilaian investor terhadap perusahaan dapat diamati melalui
pergerakan harga saham perusahaan yang ditransaksikan di bursa untuk
perusahaan yang sudah go public.

Pada prinsipnya corporate governance menyangkut mengenai kepentingan
para pemegang saham, perlakuan yang sama terhadap pemegang saham, peranan
semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam corporate governance,
transparansi dan penjelasan, serta peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit.
GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan
konsisten dengan peratutan perundang-undangan. Peranan GCG perlu didukung
oleh tiga hal yang berhibungan , yaitu negara dan parangkatnya sebagai regulator,
dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai penggunan produk dan
jasa dunia usaha.
Kasus Audit Umum PT KAI menunjukkan bagaimana proses tata kelola yang
dijalankan dalam suatu perusahaan dan bagaimana peran dari tiap-tiap organ
pengawas dalam memastikan penyajian laporan keuangan tidak salah saji dan
mampu menggambarkan keadaan keuangan perusahaan yang sebenarnya. Kasus
PT KAI berawal dari perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris,
khususnya Ketua Komite Audit dimana Komisaris menolak menyetujui dan

manandatangani laporan keuangan yang telah diaudit olah Auditor Eksternal.
Komisaris meminta untuk dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat
disajikan secara transparan dan sesuai dengan fakta yang ada. Salah satu faktor
yang menyebabkan terjadinya kasus PT.KAI adalah rumitnya laporan keuangan
PT.KAI. Pembedahan kasus-kasus yang telah terjadi di perusahaan atas proses
pengawasan yang efektif akan menjadi pembelajaran yang menarik dan kiranya
dapat kita hindari apabila kita dihadapkan pada situasi yang sama, bukan suatu
proses yang mudah. Diperlukan konsistensi, komitmen, dan pemahaman yang
jelas dari seluruh stakeholders perusahaan mengenai bagaimana seharusnya proses
tersebut dijalankan. Namun, dari kasus-kasus yang terjadi di BUMN ataupun
Perusahaan Publik dapat ditarik kesumpulan sementara bahwa penerapan GCG
belum dipahami dan diterapkan sepenuhnya. Salah satu contohnya adalah kasus
audit umum yang dialami oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI).
B. Profil Perusahaan

PT. Kereta Api Indonesia (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara
Indonesia yang menyelenggarakan jasa angkutan kereta api. Layanan PT. Kereta
Api Indonesia (Persero) meliputi angkutan penumpang dan barang. Pada tanggal
14 Agustus 2008 PT. Kereta Api Indonesia (Persero) melakukan pemisahan Divisi
Jabodetabek menjadi PT. Kereta Api Jabodetabek untuk mengelola kereta api

didaerah Jakarta dan sekitanya. Selama tahun 2008 jumlah penumpang melebihi
197 juta orang.
Sejarah kereta api Indonesia dimulai setelah proklamasi kemerdekaan
Indonesia dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945, karyawan perusahaan
kereta api yang tergabung dalam Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA)
mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari Jepang.
Pada tanggal 28 September 1945, pembacaan pernyataan sikap oleh Ismagil
dan sejumlah anggota AMKA lainnya menegaskan bahwa mulai hari itu
kekuasaan perkertaapian d\berada ditangan bangsa Indonesia sehingga Jepang
sudah tidak berhak untuk mencampuri urusan perkeretaapian Indonesia. Inilah
yang melandasi ditetapkannya tanggal 28 September 1945 sebagai hari Kereta Api
serta dibentuknya Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI).
Nama DKARI kemudian diubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api
(PNKA). Nama itu kemudian diubah lagi menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api
(PJKA) pada tanggal 15 September 1971. Pada tanggal 2 Januari 1991, nama
PJKA secara resmi diubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) dan
semenjak tanggal 1 Juni 1999 diubah menjadi PT. Kerea Api Indonesia (Persero)
sampai sekarang.
C. Kronologi Kasus
Kasus PT. KAI berawal dari perbedaan pandangan antara Manajemen dan
Komisaris, khususnya Ketua Komite Audit dimana Komisaris menolak
menyetujui dan menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor
Eksternal. Dan komisaris meminta untuk dilakukan audit ulang agar laporan
keuangan dapat disajikan secara transparan dan sesuai dengan fakta yang ada.
Perbedaan tersebut bersumber pada perbedaan, mengenai :

1. Masalah piutang PPN
Piutang PPN per 31 Desember 2005 senilai Rp. 95,2 milyar, menurut
komite audit harus dicadangkan penghapusannya pada tahun 2005 karena
diragukan kolektibiltasnya, tetapi tidak dilakukan oleh manajemen dan
tidak dikoreksi oleh auditor.
2. Masalah beban ditangguhkan yang berasal dari penurunan nilai
persediaan
Saldo beban yang ditangguhkan per 31 Desember 2005 sebesar Rp. 6
milyar yang merupakan penurunan nilai persediaan tahun 2002 yang
belum di amortisasi, menurut Komite Audit harus dibebankan sekaligus
pada tahun 2005 sebagai beban usaha.
3. Masalah persediaan dalam perjalanan
Berkaitan dengan pengalihan persediaan suku cadang Rp. 1,4 milyar yang
dialihkan dari satu unit kerja ke unit kerja lainnya dilingkunga PT. KAI
yang belu selesai proses akuntansinya per 31 Desember 2005, menurut
Komite Audit seharusnya telah menjadi bebas tahun 2005.
4. Masalah uang muka gaji
Biaya yang dibayar dimuka sebesar Rp. 28 milyar yang merupakan gaji
bulan Januari 2006 dan seharusnya dibayar tanggal 1 Januari 2006 tetapi
telah dibayar per 31 Desember 2005 diperlakukan sebagai uang muka
biaya gaji, yang menurut Komite Audit harus dibebankan pada tahun 2005.
5. Masalah bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya
(BPYDBS) dan penyertaan modal Negara (PMN)
BPYDBS sebesar Rp. 674,5 milyar dan PMN sebesar Rp. 70 milyar yang
dalam laporan audit digolongkan sebagai pos tersendiri dibawah hutang
jangka panjang, menurut Komite Audit harus direfleksifikasi menjadi
kelompok ekuitas dalam neraca tahun buku 2005.

Dala penjabaran diatas dalam pengaplikasian GCG perusahaan di PT. KAI
dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Kewajaran
PT KAI tidak memperlakukan semua pemangku kepentingan secara adil
dan setara. PT Kai mengistimewakan PT Pertamina, PT Bukit asam, dan
PT semen batu raja dan PT Wira Daya lintas dengan tidak segera
menagih pajak terutang.
2. Transparansi
PT KAI tidak menjalankan prinsip keterbukaan dalam proses keputusan
dan penyampaian informasi. PT KAI salah menyatakan pajak terutang
pihak ketiga sebagai piutang. Selain itu PT KAI juga salah menyatakan
nilai persediaan. Dewan komisaris PT KAI dinilai tidak sesuai dengan
prinsip

transparansi.

menyelesaikan

konflik

Dewan
secara

komisaris
internal

sebaiknya

terlebih

dahulu

mencoba
sebelum

menyebarluaskan kepada masyarakat, sehingga tidak merusak citra PT
KAI.
3. Akuntabilitas
PT KAI tidak menjalankan prinsip akuntabilitas. PT KAI gagal membina
sistem akuntansi yang efektif untuk menhasilkan laporan keuangan yang
dapat dipercaya
4. Pertanggungjawaban
PT KAI melanggar prinsip pertanggung jawaban. PT KAI gagal
memberikan keuntungan ekonomis bagi para pemangku kepentingan
karena mengalami kerugian akibat pajak terutang pihak ketiga.
5. Kemandirian
PT KAI tidak menjalankan prinsip kemandirian. PT KAI mengambil
keputusan yang bertentangan dengan perudang-undangan. Hal tersebut
ditunjukan dari upaya PT KAI mengakui hutang pajak ketiga sebagai
piutang yang bertentangan dengan undang-undang.
Beberapa hal yang diidentifikasi turut berperan dalam masalah pada laporan
keuangan PT Kereta Api, adalah :

1. Auditor internal tidak berperan aktif dalam proses audit, yang berperan
hanya auditor eksternal.
2. Komite audit tidak ikut dalam proses penunjukkan auditor sehingga
tidak terlibat dalam proses audit.
3. Manajemen (termasuk auditor internal) tidak melaporkan pada komite
audit, dan komite audit juga tidak menanyakannya.
4. Adanya ketidakyakinan manajemen akan laporan keuangan yang telah
disusun, sehingga ketika komite audit mempertanyakannya,
manajemen merasa tidak yakin.
D. Dampak dari kasus
Manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI Tbk tahun 2005, dalam
laporan kinerja keuangan yang diterbitkan, perusahaan mengumumkan bahwa
keuntungan sebesar Rp 60,9 Milyar telah diraih. Padahal sebenanya perusahaan
menderita kerugian sebesar Rp. 63 Milyar. Kerugian ini terjadi karena PT Kereta
Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pendapatan. Padahal
berdasarkan standar akuntansi keuangan, perusahaan tidak dapat dikelompokkan
dalam bentuk pendapatan atau asset. Dengan demikian, kekeliruan dalam
pencatatan tansaksi atau perubahan keuangan telah terjadi selama tahun 2005.
Penurunan milai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Milyar
yang diketahui pada saat dilakukan investasinya tahun 2002 diakui manajemen PT
KAI Tbk sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun
2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai
keurugian sebesar Rp 6 Milyar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalah
tahun 2006.
Berdasarkan uraian diatas bahwa kasus PT KAI di atas berawal dari
pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Kesalahan
tersebut dikarenakan tidak menguasai prinsip akuntasi yang berlaku umum dan
dapat menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan bagi para pengguna
kaporan keuangan. Hal tersebut menunjukkan bahwa rendahnya kualitas laporan
keuangan PT KAI Tbk yang disebabkan karena pencatatan yang tidak sesuai dan

kurang menguasai prinsip-prinsip akuntansi, serta menunjukkan lemahnya Goog
Corpoate Governence.

E. Penyelesaian Masalah
Berikut ini beberapa solusi dan rekomendasi yang disarankan kepada PT KAI
untuk memperbaiki kondisi yang telah terjadi:
1.

Apabila Dewan Komisaris ini merasa direksi tidak capable (mampu)
memimpin perusahaan, Dewan Komisaris dapat mengusulkan kepada
pemegang saham untuk mengganti direksi.

2.

Diperlukannya kebijaksanaan (wisdom) dari Anggota Dewan Komisaris
untuk memilah-milah informasi apa saja yang merupakan private
domain.

3.

Komunikasi yang intens sangat diperlukan antara Auditor Eksternal
dengan Komite Audit.

4.

Komite

Audit

sangat

mengandalkan

Internal

Auditor

dalam

menjalankan tugasnya untuk mengetahui berbagai hal yang terjadi
dalam operasional perusahaan.
5.

Komite Audit tidak memberikan second judge atas opini Auditor
Eksternal, karena opini sepenuhnya merupakan tanggung jawab Auditor
Eksternal.

6.

Harus ada upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu,
karena konsistensi yang salah tidak boleh dipertahankan.

7.

Komite Audit tidak berbicara kepada publik karena esensinya Komite
Audit adalah organ Dewan Komisaris sehingga pendapat dan masukan
Komite Audit harus disampaikan kepada Dewan Komisaris. Apabila
Dewan Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit, tetapi Komite
Audit tetap pada pendiriannya, Komite Audit dapat mencantumkan
pendapatnya pada Laporan Komite Audit yang terdapat dalam laporan
tahunan perusahaan.

8.

Manajemen menyusun laporan keuangan secara tepat waktu, akurat dan
full disclosure.

9.

Komite Audit dan Dewan Komisaris sebaiknya melakukan inisiatif
untuk membangun budaya pengawasan dalam perusahaan melalui
proses internalisasi, sehingga pengawasan merupakan bagian tidak
terpisahkan dari setiap organ dan individu dalam organisasi.

DAFTAR PUSTAKA
http://aguswirastawa.blogspot.co.id/2011/09/normal-0-false-false-false-en-us-xnone.html
https://www.academia.edu/8596197/
KASUS_AUDIT_PT_KAI_Kereta_Api_Indonesia_
https://www.scribd.com/doc/31927626/Kasus-Audit-Umum-Pt-KAI
http://praatiwii.blogspot.co.id/2014/11/kasus-manipulasi-laporan-keuangan-ptkai.html
https://yvesrey.wordpress.com/2011/02/10/kasus-audit-umum-pt-kereta-apiindonesia-kai/