PPT Makalah HAM Library research

Jaminan Perlindungan Anak Jalanan Korban
Perbudakan dalam Era Otonomi Daerah (Penelitian
Kepustakaan Kajian Peran Pemerintah Daerah dalam
Melindungi HAM) Anak Jalanan
Oleh:Aji Rahma Wijayanto
Alma Nurullita
Mata Kuliah:Hukum dan HAM
Tempat: perpustakaan FH Unnes dan perpustakaan
Unnes

PENDAHULUAN
pembahasan ppt akan membahas pada masalah Perbudakan anak jalanan diJakarta dan upaya perlindungannya diaitkan
dengan peraturan daerah lain yang “sukses” menangani masalah anak jalanan

– Pembukaan UUDNRI 1945 alenia ke-4 yaitu negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indoensia....
– Salah satu bentuk upaya mengimplementasikan makna melindungi segenap bangsa Indonesia adalah dengan
memberikan perlindungan hukum bagi setiap warga negaranya termasuk pada anak anak jalanan
– Anak jalanan adalah anak yang berusia 5-18 Tahun yang menhabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah
dan atau berkeliaran di jalanan , baik untuk bekerja maupun tidak yang terdiri dari anak-anak yang mempunyai
hubungan dengan keluarga dan anak-anakyang mandiri sejak kecil karena kehilangan orang tua atau keluarga

– Negara Indonesia seharusnya mempriritaskan perlindungan terhadap hak anak jalanan, hal ini sesuai denganketentuan--UUDNRI 1945 tepatnya pada pasal 28B ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi Selanjutnya perlindungan
terhadap anak jalanan diatur dalam , misalnya dalam Pasal 34 ayat (1) UUD NRI 1945 UU No 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak,

– Yang pada dasarnya isi dari peraturan tersebut juga menjamin perlindungan terhadap anak , perlindungan khusus
diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas
dan terisolasi--- anak jalanan termasuk pada salah satu kategori dalam anak yang minoritas dan terisolasi sehingga
dalam kenyataan masyarakat sering menjadi korban pelanggaran HAM,
– Anak jalanan merupakan bagian dari anak terlantar dapat dikategorikan menjadi 4 kategeri yaitu, anak jalanan yang
mempunyai kegiatan ekonomi didalam jalanan yang masih memiliki hubungan dengan keluarga, anak anak yang
menhabiskan seluruh waktunya dijalanan dan tidak memiliki hubungan atau ia memutuskan hubungan dengan
orangtua atau keluarganya. Anak anak yang menhabiskan seluruh waktunya di jalanan yang berasal dari keluarga
yang hidup atau tinggalnya juga dijalanan, anak berusia 5-7 tahun yang rentan bekerja dijalan , anak yang bekerja
dijalanan, dan/atau yang bekerja dan hidup dijalanan yang sebagian besar menhgabiskan sebagian besar waktunya
untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari

– Adapun dalam kajian ini akan kami fokuskan pada kategori anak jalanan poin ke 4 tersebut diatas yaitu anak jalanan
yang bekerja di jalanan yang rentan menjadi korban perbudakan.
– untuk itu harus dibirikan perlindungan hukum oleh pemerintah utamanaya pemerintah daerah dalam era otonomi

daerah, instrumen perlindungan hukum anak jalanan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah pusat melainkan juga
pemerintah daerah hal ini dapat dilihat dari perubahan sistem sentralistik menjadi sistem desentralistrik yang terjadi
sejak tahun 1998, desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurusi sendiri
masyarakatnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang sering disebut sebagai otonomi daerah
Bagaimana analisis kritis terhadap kasus pelanggaran HAM anak jalanan korban perbudakan?
Selanjutnya bagaimana upaya yang dapat di terapkan kepada pemerintah Jakarta agar masalah kaitanya dengan anaka
jalanan dapat terselesaikan?

1.

Kasus:

Polres jakarta Selatan mengungkap kejahatan perbudakaan yang ada dijalanan Jakarta, motifnya pelaku memperbudak
anak dengan memperkejakan anak untuk mengemis, mengamen dll
Analisis
Dalam era otonomi daerah, tidak hanya pemerintah pusat saja yang memiliki tugas untuk memberikan perlindungan
terhadap anak-anak, tetapi juga pemerintah daerah. Salah satunya adalah Provinsi DKI Jakarta yang telah mengatur tentang
perlindungan sosial bagi anak-anak seperti yang tertuang pada Perda Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Kesejahteraan Sosial.
Pada Bagian keempat tentang Kesejahteraan Anak, rumusan pada Pasal 17 Ayat (5) berbunyi “Setiap anak berhak
mendapat perlindungan dari orangtua atas segala bentuk kekerasan fisik dan mental, penelantaran, peelakuan buruk,

eksploitasi, dan pelecehan seksual, serta berhak atas pengasuhan, bimbingan agama, dan mental sosial.”

Sementara, untuk tindakan eksploitasi terhadap anak-anak jalanan yang dilakukan beberapa oknum pada kasus di
Jakarta tersebut, seharusnya dapat dilaporkan apabila masyarakat mengetahui hal tersebut. Seperti bunyi Pasal 21
Ayat (3) “Setiap orang berkewajiban memberikan laporan kepada aparat setempat, bila mengetahui anak terlantar,
tindak kekerasan dan/atau eksploitasi terhadap anak, dan/atau mempekerjakan anak di bawah usia kerja.”
Sayangnya, program-program pemerintah tidak mencapai hasil yang diharapkan untuk merubah situasi anak-anak
agar dapat keluar dari dunia jalanan. Pendekatan program yang awalnya menghindari pendekatan represif, kembali
diterafkan. Lebih dari itu, berbagai daerah kembali menegaskan larangan kegiatan anak jalanan dan
mengkriminalisasi bukan hanya anak-anak jalanan saja melainkan juga kepada setiap orang yang memberikan uang
kepada mereka ---(sebagai contoh kasus adalah Perda Nomor 8 tahun 2007 di Jakarta).
Menurut kami penyelesaian anak jalanan bukan hanya bentuk penertiban saja yang pada kenyataan dalam lapangan
malah terlihat sebagai bentuk diskriminalisisi terhadap anak jalanan, sudah seharusnya pemerintah daerah Jakarta
membuat kebijakan yang pro terhadap perlindungan anak jalanan.

pembahasan ppt akan membahas pada masalah Perbudakan anak jalanan diJakarta dan upaya
perlindungannya diaitkan dengan peraturan daerah lain yang “sukses” menangani masalah anak jalanan

Selanjutnya bagaimana upaya yang dapat di terapkan kepada pemerintah daerah Jakarta agar masalah kaitanya dengan
anaka jalanan dapat terselesaikan?

Pemerintah daerah jakarta selama ini belum mengatur secara khusus perlindungan terhadap anak jalanan dalam bentuk peraturan,
selamam ini perlindungan anak jalanan diatur Perda Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Kesejahteraan Sosial, untuk itu di perlukan payung
hukum atau setidaknya pemberdayaan terhadap anak jalanan di Jakarta
Menarik jika dilihat penanganan anak jalanan yang bisa di bilang “berhasil” yaitu upaya yang dilakukan oleh pemerintah DIY, Untuk
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta khusus kesejahteraan dan perlindungan anak secara umum belum ada, tetapi sudah ada kebijakan
khusus untuk anak yang hidup di jalan yaitu Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2011 Tentang
Perlindungan Anak yang Hidup di Jalan. Disamping itu juga mengatur kewajiban anak, Lembaga Kesejahteraan Sosial, Forum
Perlindungan Anak yang hidup di Jalan.



Operasionalisasinya diatur melalui Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 31 Tahun 2012 Tentang Tata Cara
Penjangkauan dan Pemenuhan Hak Anak yang Hidup Di Jalan. Mengenai keanggotaaan forum diatur melalui Keputusan
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 181/KEP/2012 Tentang Pembentukan Forum Perlindungan Anak yang Hidup di
Jalan



Untuk mengatasi hal ini ditawarkan strategi yang melayanni komunitas anak jalanan dengan menggunakan pendekatan sistem
sebagai guide intervensi. Pendekatan system memobilisasi partisipan sebagai konsumen dari pelayanan. Pendekatan ini

mengarahkan individu dan komunitas terhadap self-care dan keterlibatan otentik dalam menciptakan lingkungan yang baik.
Strategi ini dikenal sebagai transitional housing program (Washington, 2002), yaitu memberdayakan individu melalui pelayanan
komprehensif seperti pendidikan, pengembangan pekerjaan, skill kepimpinan, dan sebagainya



Upaya yang dilakukan (pasal 6):upaya pencegahan, upaya penjangkauan, upaya pemenuhan hak; dan/atau, upaya re-integrasi sosial

Penjangkauan dilakukan oleh sebuah Tim Perlindungan Anak yang anggotanya mewakili berbagai unsur seperti Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Kepolisian,
Satuan polisi Pamong Praja, dan juga unsur dari masyarakat sipil, dalam hal ini utamanya adalah Organisasi Non-pemerintah, yang disebut Lembaga
Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA), pekerja sosial dan tenaga kesejahteraan Sosial Anak.
Tim Perlindungan Anak bertugas untuk melakukan penjangkauan yang harus dilakukan sesuai dengan Standard Operational procedure (SOP) yang juga
harus diikuti dengan assessment dan penyusunan rencana pelayanan. SOP sendiri akan diatur melalui Peraturan Gubernur (lihat pasal 13). Hal mana,
pedoman penjangkauan telah tersedia dengan dikeluarkannya Peraturan Gubernur Nomor 31 tahun 2012.
Mengacu pada hal di atas, maka upaya penjangkauan yang dilakukan oleh Tim Perlindungan Anak menggantikan pendekatan “razia” yang menjadi
kewenangan dari Satuan Polisi Pamong Praja dan atau bersama Kepolisian.

Pendekatan yang dilakukan dalam penjangkauan mengedepankan pendekatan yang manusiawi, dengan mengenal, bermain bersama, menjalin persahabatan
dan menanamkan kepercayaan anak. TPA melakukan wawancara untuk mengungkapkan masalah yang tengah dihadapi anak kepada anak, orangtua atau
orang terdekat. Pada kegiatan-kegiatannya, TP juga bisa melibatkan anak yang sudah mendapatkan pembinaan.


KESIMPULAN
Dengan adanya otonomi daerah, pemerintah daerah diharapkan dapat membantu pemerintah
pusat untuk mengatasi permasalahan anak jalanan yang cukup memprihatinkan. Para generasi
penerus bangsa ini justru tidak memiliki kesempatan untuk menempuh pendidikan lantaran
harus bekerja keras demi mencukupi kebutuhan hidup. Ini menjadi tugas kita semua sebagai
warga negara Indonesia, untuk mengatasi permasalahan yang menyangkut banyak aspek
kehidupan, terutama masalah pelanggaran hak asasi manusia terhadap anak-anak jalanan
korban perbudakan.
Kami berharap penelitian kepustakaan ini dapat menjadi masukan berbagai pihak terkait
didalam upaya mengimplementasikan makna jaminan perlindungan anak jalanan korban
perbudakaan dalam era otonomi daerah

Kami ucapkan terimakasih kepada bapak Ridwa
Arifin, S.H., Ll.m. selaku dosen pengampu mata
kuliah Hukum dan HAM tahun 2017 yang telah
memberikan arahan kepada kami demi suksesnya
pelaksanaan Penelitian Kepustakaan.

TERIMAKASIH...