Perhitungan Debit Andalan dengan menggu- nakan Modus

  

Huda, dkk., Kajian Sistem Pemberian Air Irigasi sebagai Dasar Penyusunan Jadwal Rotasi pada Daerah Irigasi Tumpang 221

KAJIAN SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN JADWAL ROTASI PADA DAERAH IRIGASI TUMPANG KABUPATEN MALANG

  M. Nurul Huda 1

, Donny Harisuseno

2 , Dwi Priyantoro 2 1 Mahasiswa Program Magistr Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Malang 2 Dosen Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Malang

Abstrak: Daerah Irigasi Tumpang Kabupaten Malang dengan luas area irigasi 614 Ha sebagai sarana

dan prasarana untuk menunjang Program Pemerintah mewujudkan surplus 10 juta ton beras tahun 2014.

  

Evaluasi kondisi eksisting bahwa realisasi intensitas tanam Padi dan Palawija sebesar 204%. Evaluasi

ketersediaan air menggunakan faktor K yaitu K 1. Rencana tata tanam ulang dengan meningkatkan

intensitas tanam Padi dan dengan dua sistem pemberian air, Metode SCH (stagnant contant head) dan

Metode SRI (system rice of intensification). Dengan menaikkan intensitas tanam Padi menjadi 245%,

kejadian rotasi pada pembagian air irigasi dengan Qmodus dan Qminimum menggunakan Metode SCH

lebih banyak dibandingkan Metode SRI. Kebutuhan air Padi dalam satu tahun periode tanam, Metode SRI

lebih hemat 28% dibandingkan dengan Metode SCH.

  K ata K unci: evaluasi, Intensitas tanam, metode SCH, metode SRI, rotasi.

Abstract: Tumpang Irrigation Area of Kabupaten Malang with irrigation area 614 Ha as facility to support

Government Programs in producing 10 million ton rice surplus in 2014. Evaluation of existing condition is

realization of rice and crop planting intensity is 204%. Evaluation of water availability is using K factor

that is K 1. Planning in replanting design by increasing paddy planting intensity is using two water

distribution system, that is SCH method (stagnant content head) and SRI method (system rice of intensifica-

tion). By increasing paddy planting intensity into 245%, rotation event in irrigation water distribution by

Qmodus and Qminimum is using more of SCH method than SRI method. Paddy water needs in one year

planting period by SRI method is 28% cost-effective than SCH method.

  K eywords: evaluation, planting intensity, SCH method, SRI method, rotation.

  Dalam rangka usaha menunjang program pemerintah untuk mewujudkan surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014, maka diperlukan strategi melalui pening- katan produktivitas, perbaikan manajemen, perluasan areal dan pengurangan konsumsi. (Sumber: Draft Roadmap Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2- BN) Menuju Surplus Beras 10 Juta Ton pada tahun 2014).

  Salah satu upaya pemerintah dalam meningkat- kan produktivitas adalah dengan menggalakkan ke- giatan menanam padi dengan menggunakan metode SRI (System of Rice Intensification), Metode SRI ini merupakan metode hemat air disertai metode pe- ngelolaan tanaman yang baik dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi hingga 30-100% bila di- bandingkan dengan menggunakan metode irigasi kon- vensional (tergenang kontinyu). Penekanan hemat air juga merupakan upaya mengantisipasi peningkatan kebutuhan air untuk air minum, industri, sanitasi, dll yang berakibat pada alokasi kebutuhan air irigasi yang menjadi terbatas

  Daerah irigasi (DI.) Tumpang merupakan salah satu DI. yang terletak di Kabupaten Malang dengan luas area irigasi sebesar 614 Ha. Daerah Irigasi Tum- pang ini sebagai sarana dan prasarana untuk me- nunjang program pemerintah mewujudkan surplus 10 juta ton beras tahun 2014.

  Tujuan Penelitian adalah mengevaluasi kebutuh- an air nyata persatuan luas, sistem pembagian dan pemberian air irigasi DI. Tumpang secara terus me- nerus (continous flow) dan merencanakan cara pem- berian air secara terputus putus (intermitten flow) dalam rangka meningkatkan intensitas tanam padi.

  Perhitungan Debit Andalan dengan menggu- nakan Modus

  Modus adalah variat yang terjadi pada frekuensi yang paling banyak. Sedang pada suatu ditribusi yang

Tabel 2. Kriteria LPR Tanaman Gambar 1. Peta Lokasi Studi Sistim Pemberian Air Irigasi

  Pemberian air irigasi kepetak sawah dapat dila- kukan dengan 5 (lima) cara (V.E. Hansen, O.W Is- raelsen, G.E. Stringham, 1992 hal. 4).yaitu: (1). Peng- genangan ( flooding); (2). Menggunakan alur besar atau kecil; (3). Menggunakan air di bawah permu- kaan tanah melalui sub irigasi; (4). Penyiraman (sprinkling); (5). Menggunakan sistem cucuran (tri-

   222 Jurnal Teknik Pengairan

  , Volume 3, Nomor 2, Desember 2012, hlm 221–229

  • Metode Nilai LPR (Luas Palawija Relatif)

  terdiri dari variable kontinyu, yang disebut dengan modus adalah variat yang mempunyai kerapatan pe- luang maksimum (maximum probability density) (Soewarno, 1995 Jilid 1: 58).

         

       

    2 1 1 f f f f f f

  B i Mo

  (1) Dimana: Mo = Modus B = Batas bawah interval kelas modus i = Interval kelas F = Frekuensi maksimum Kelas Modus f1 = Frekuensi sebelum Kelas Modus f2 = Frekuensi setelah Kelas Modus

Kebutuhan Air Irigasi Metode FPR-LPR

  nya baik dengan penggenangan (flooding) maupun alur (furrows) dilakukan dengan cara mengalirkan terus menerus (continous flow) atau dengan ber- selang (intermitent flow).

  ckle ). Umumnya untuk tanaman padi pemberian air-

  Pada dasarnya nilai LPR adalah perbandingan kebutuhan air antara jenis tanaman satu dengan jenis tanaman lainnya. Tanaman pembanding yang digu- nakan adalah palawija yang mempunyai nilai 1 (satu). Semua kebutuhan tanaman yang akan dicari terlebih dahulu dikonversikan dengan kebutuhan air palawija yang akhirnya didapatkan satu angka sebagai faktor konversi untuk setiap jenis tanaman.

  • Metode FPR (Faktor Palawija Relatif)

  Tabel 1. Nilai Faktor Palawija Relatif (FPR)

  (2) Dengan: FPR = Faktor Palawija Relatif (ltr/det/ha.pol) Q = Debit yang mengalir di sungai (ltr/det) LPR = Luas Palawija Relatif (ha.pol)

  Gambar 2. Pengaturan Pemberian air untuk tiap masa pertumbuhan tanaman padi

  LPR Q FPR 

  Untuk memudahkan pelaksanaan di lapangan ca- ra perhitungan kebutuhan air tanaman di Jawa Timur memakai metode Faktor Palawija Relatif (FPR). Me- tode ini merupakan dari metode-metode yang telah diterapkan di Negara Belanda yaitu Pasten. Persa- maan untuk metode FPR yaitu (Anonim, 2009: II-10):

  • Sistem Genangan Terus Menerus (Stagnant

  1. Kondisi air macak-macak dibiarkan sampai retak rambut, kemudian diairi lagi sampai macak-ma- cak. Kondisi ini dilakukan selama periode vege- tatif dan pertumbuhan anakan (sampai dengan ± 45 – 50 hari setelah tanam). Pengeringan lahan pada periode vegetatif bertujuan untuk mencip- takan aerasi yang baik di daerah perakaran sehingga merangsang pertumbuhan anakan.

  • Irigasi Hemat air pada Budidaya Padi dengan

  10.000 x T A * H Q 1

  Kebutuhan air di sawah dan debit yang diperlu- kan pada pintu pengambilan dihitung dengan meng- gunakan persamaan di bawah ini (Anonim, 1977):

  Gambar 3. Skema Pemberian air metode SRI Gambar 4. Kondisi lahan (genangan air 2 cm, macak- macak dan retak rambut)

  5. Pada fase pematangan bulir sampai panen (± 95–105 HST), sawah dikeringkan. Pengeringan pada periode pematangan bertujuan untuk mem- percepat dan meyeragamkan proses pematang- an bulir padi.

  4. Pada waktu mulai fase pembungaan (± 51–70 HST) dan pengisian bulir sampai masak susu (± 71–95 HST), sawah diari dan terus dipertahan- kan macak-macak.

  3. Pada saat penyiangan, air irgasi diberikan ge- nangan 2 cm untuk memudahkan operasi alat penyiangan. Setelah penyiangan selesai biasanya sawah dibiarkan menjadi macak-macak dengan sendirinya.

  a. Digenangi sampai 3 cm selama beberapa hari (disawah tadah hujan), atau b. Dikeringkan sampai tanahnya retak bebe- rapa hari (di lahan beririgasi)

  2. Apabila jumlah anakan terlalu banyak, dari as- pek pengairan umumnya ada dua cara untuk me- ngurangi jumlah anakan yakni:

  • Sistem terputus-putus (Intermittent Flow sys- tem)

  Metode irigasi ini disertai metode pengelolaan tanam- an yang baik dapat meningkatkan produktivitas ta- naman padi hingga 30-100% bila dibandingkan de- ngan menggunakan metode irigasi konvensional (ter- genang kontinu) (Irigasi Hemat Air pada Budidaya Padi dengan Metode SRI, sumber: www.google. com).

  (Balai Irigasi, 2007 dalam Hanhan A. Sofiyuddin, 2010):

  Pola SRI (System Rice of Intensification) Irigasi hemat air pada budidaya padi dengan me- tode SRI dilakukan dengan memberikan air irigasi secara terputus (intermittent) berdasarkan alternasi antara periode basah (genangan dangkal) dan kering.

  adalah salah satu cara pem- berian ke petak sawah yang didasarkan pada inter- val waktu tertentu dengan debit dan luas area yang sudah ditetapkan terlebih dahulu sehingga diperoleh hasil yang optimal.

  Intermittent flow

  Q i = q i * A i (3) Dimana, Q i = debit air irigasi di pintu pengambilan pada periode ke-i (l/det, mm/hari) q i = debit air irigasi persatuan luas pada periode ke-i (l/det, mm/hari/ha) A i = luas areal irigasi pada periode ke-i (ha)

  Metode pelayanan pembagian air secara konti- nyu merupakan pemberian air irigasi secara terus menerus selama satu musim tanam sesuai dengan kebutuhan air untuk tanaman pada periode pengolah- an tanah, pertumbuhan tanaman dari tanam sampai dengan panen. Svehlik (1987) dalam Fatchan Nur- rochmad (1997), besarnya kebutuhan air yang dilepas di bangunan bagi dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Svehlik, 1987 dalam Fatchan Nur- rochmad, 1997):

  Constant Head )

  

Huda, dkk., Kajian Sistem Pemberian Air Irigasi sebagai Dasar Penyusunan Jadwal Rotasi pada Daerah Irigasi Tumpang 223

  • Pola Pemberian Air Irigasi pada Budidaya Padi Metode SRI Pada budidaya SRI, kondisi ketersediaan air di lahan diatur agar lahan cukup kering namun tetap mencukupi kebutuhan air tanaman. Pola pemberian air yang dilakukan pada setiap lokasi penerapan umumnya berbeda-beda tergantung kondisi agroeko- logi dan ketersediaan air irigasi. Di jawa barat pola pemberian air irigasi yang dilakukan adalah seperti pada Gambar 2 dengan penjelasan sebagai berikut

  (4)

   224 Jurnal Teknik Pengairan

  pattern ) yang berinteraksi dengan sumber daya lahan serta teknologi budidaya tanaman yang dilakukan.

  Dirjen Pengairan Departemen PU. KP. 01 (1986:108), menyatakan bahwa pemberian air de- ngan golongan atau dapat diistilahkan rotasi teknis berguna untuk mengurangi kebutuhan puncak air iri- yang lebih kompleks. Beberapa hal yang tidak me- nguntungkan dari metode ini adalah: (1). Timbulnya komplikasi sosial; (2). Eksploitasi lebih rumit; (3). Kehilangan air akibat ekploitasi sedikit le- bih tinggi; (3). Jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama, akibatnya lebih sedikit waktu ter- sedia untuk tanaman kedua; (4). Daur/siklus gang- guan serangga

Pola Tanam

  (5) Pada kondisi air cukup (faktor K = 1), pembagi- an dan pemberian air adalah sama dengan rencana pembagian dan pemberian air. Apabila kondisi ke- terbatasan ketersediaan air di bangunan bagi/sadap (K<1), maka cara pemberian air lebih ditekankan pada pemenuhan kebutuhan air irigasi untuk beberapa petak. Pemberian air irigasi seperti telah disebutkan didepan lebih dikhususkan kepada beberapa petak dalam satu blok kemudian dirotasikan pada beberapa petak dalam satu blok lain sesuai dengan jadwal pem- berian air yang dikaitkan dengan masa pertumbuhan tanaman. Svehlik (1987) dalam Fatchan Nurrochmad (1997) memberikan rumus kebutuhan air irigasi untuk sistem rotasi seperti pada persamaan berikut:

  , Volume 3, Nomor 2, Desember 2012, hlm 221–229  

Sistem Golongan

Sistem Giliran

  Pola tata tanam adalah pola mengenai rencana tata tanam yang terdiri dari pengaturan jenis tanaman, waktu penanaman, tempat atau lokasi tanaman dan luas areal tanaman yang memperoleh hak atas air pada suatu daerah irigasi (Anonim, 2009:II-5).

  Sedangkan pola pertanaman (cropping pattern) ada- lah susunan tata letak dan tata urutan tanaman, pada sebidang lahan selama periode tertentu, termasuk di- dalamnya perngolahan tanah dan bera (Anderws & Kassam, 1976; Stelley, 1983; Vendermeer, 1989 da- lam Bambang Guritno, 2011:2).

  lahan dengan mengatur pola pertanaman (cropping

  Rumus untuk menghitung faktor K (Kunaifi, A.A. 2010:15):

  tems yaitu suatu usaha penanaman pada sebidang

  Bambang Guritno (2011:2) menjelaskan bahwa pola tanam atau yang dikenal dengan Cropping sys-

  H = Tinggi genangan (m) A = Luas area sawah (ha) T = Interval pemberian air (hari) L = Kehilagan air di lapangan dan saluran

  Q 2 = Kebutuhan harian air pada pintu pemasukan (m 3 /det)

  (5) Dimana: Q 1 = Kebutuhan harian air di lapangan (m 3 /hr)

  Q 1 2  

  1 x 86.400 Q

  1

  L

  Sistem Giliran adalah cara pemberian air di sa- luran tersier atau saluran utama dengan interval waktu tertentu bila debit yang tersedia kurang dari faktor K. Jika persediaan air cukup maka faktor K = 1 se- dangkan pada persediaan air kurang maka faktor K<1.

K 

  dibutuhkan yang debit diintake edia debit ters

Imbangan Air

  Intensitas tanam adalah prosentase dari perban- dingan antara luas pencapaian tanam pada suatu la- han dengan luas lahan yang bersangkutan dalam ku- run waktu setahun (Priyantoro, D. 1984:135).

     

     n i 1 i n i 1 i 1 1 1 1 xT A xA q Q

  (6) Ket: T i = periode pemberian air (jam) A 1 = luas areal irigasi pada periode ke-I (ha)

  Q 1 = debit air irigasi di pintu pengambilan pada periode ke-I (l/det) q 1 = debit air irigasi persatuan luas perjadual rotasi pada periode ke-I (l/det/ha).

  tersebut dengan rangkaian sistem yang saling ber- hubungan mulai dari hulu-tengah-hilir. Dari neraca air ini akan diperoleh hasil berupa faktor kegagalan, yang merupakan perbandingan antara ketersediaan air dan kebutuhan air dimana jika perbandingan ter- sebut kurang dari 0.70 (70%) maka sistem penye- diaan air tersebut dianggap gagal.

  Parameter tinjauan neraca air ini adalah meliputi ketersediaan air yang masing-masing titik tinjau (con-

  Imbangan air dihitung berdasarkan perbandingan debit aktual dan kebutuhan air irigasi dengan penen- tuan pola tanam dan jadwal tanam dapat dilihat be- rapa kebutuhan air irigasi pada suatu areal irigasi (Kriteria Perencanaan Irigasi 01 Dep. PU, 1986):

  trol point ) dan kebutuhan yang harus dilayani di titik

Intensitas Tanam

Pengembangan pola pikir/konsep perencana- an sistem irigasi

Analisa Data

  of intensification )

  Dalam studi ini dibuat konsep perencanaan sis- tem irigasi dengan ini memudahkan pengelolaan sis- tem irigasi dalam upaya untuk mewujudkan keman- faatan air dalam bidang pertanian. Konsep perenca- naan sistem irigasi berdasarkan PP No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi dapat diliihat pada Gambar 5.

  DI. Tumpang dibagi menjadi 3 blok giliran yang ma- sing-masing terdiri atas bagian hulu (Blok I), bagian tengah (Blok II) dan bagian hilir (Blok III). Perhi- tungan jadwal rotasi didasarkan pada hasil evaluasi

  5. Sistem Rotasi Pengaturan sistem giliran pada saluran sekunder

  4. Neraca air dan evaluasi pembagian air Setelah didapat besaran ketersediaan pada in- take dan kebutuhan air irigasi, maka langkah beri- kutnya adalah menghitung imbangan antara keter- sediaan air dan kebutuhan. Imbangan air ini untuk menyatakan tingkat keseimbangan penggunaan air pada daerah irigasi sehingga diketahui cara pemberian air yang tepat.

  3. Rencana Pola Tanam Perencanaan pola tanam ulang yaitu menaikkan intensitas tanam Padi dengan mempertimbangkan ke- biasaan petani dan kebijakan daerah dalam menen- tukan jenis tanam.

  Batas atas irigasi adalah macak-macak (pada fase vegetatif) atau genangan 2 cm (pada fase generatif). Batas bawah irigasi adalah saat kon- disi air di lahan mencapai 80% dari jenuh lapang atau saat di lahan terlihat retak rambut.

  Irigasi diberikan pada saat tanah cukup kering (batas bawah) sampai genangan dangkal (batas atas). Setelah batas atas tercapai irigasi dihen- tikan dan genangan air di lahan dibiarkan ber- kurang hingga batas bawah kembali tercapai.

  Kebutuhan air irigasi ini berdasarkan (KP. 01) Irigasi, meliputi pemenuhan kebutuhan air untuk ke- perluan pertanian secara umum. Kebutuhan air untuk irigasi diperkirakan dari perkalian antara luas lahan yang diairi dengan kebutuhannya persatuan luas.

  1. Perhitungan Debit Andalan Perhitungan debit andalan adalah dengan meng- gunakan metode Modus.

  • Evaluasi kebutuhan air nyata persatuan luas

  Evaluasi pembagian air dengan menggunakan Faktor K.

  Nilai FPR nyata didapat dari data debit intake yang dibagi dengan LPR eksisting. Nilai FPR dan LPR digunakan untuk merenca- nakan kembali

  Evaluasi kebutuhan air nyata dengan cara meng- analisa kebutuhan air eksisting terhadap debit intake dan realisasi tanam.

  2. Kondisi Eksisting Daerah Irigasi (DI) Tumpang meliputi:

  1. Data debit pada intake bendung DI. Tumpang, rerata 10 harian.

  Data yang dapat dikumpulkan terdiri atas:

  

Huda, dkk., Kajian Sistem Pemberian Air Irigasi sebagai Dasar Penyusunan Jadwal Rotasi pada Daerah Irigasi Tumpang 225

  • Pemberian air dengan metode SCH (stagnant constant head ). Pemberian air di petakan sawah dengan cara penggenangan secara terus menerus yaitu ta- naman padi diberi air dan dibiarkan tergenang mulai beberapa hari setelah tanam sampai be- berapa hari sebelum panen.
  • Pemberian air dengan metode SRI (system rice

Gambar 5. Konsep Perencanaan Sistem Irigasi METODOLOGI Pengumpulan Data

  • Skema daerah irigasi/luas areal sawah yang ada
  • Kebutuhan air irigasi kondisi existing
  • Jadwal dan Pola tanam
  • Luas areal tanam

Evaluasi Tata Tanam Eksisting

  • Evaluasi nilai FPR (faktor palawija relatif) nyata
  • Evaluasi Pembagian air eksisting

   226 Jurnal Teknik Pengairan

  , Volume 3, Nomor 2, Desember 2012, hlm 221–229

  Hasil evaluasi pola tanam eksisting berdasarkan data yang tercatat pada Kantor UPTD Pengairan Tumpang Kabupaten malang selama kurun waktu antara 2001 - 2011 adalah sebagai berikut: a. Pola tanam dan intensitas tanam Padi dan Pala- wija

  Hasil perhitungan debit andalan dengan meng- gunakan Debit Minum dan metode Modus seperti pada Tabel 6 berikut:

  Tabel 6. Hasil perhitungan Debit Andalan

  Alur pengerjaan studi dapat dilihat pada Bagan Alir (Gambar 6) berikut: b. Evaluasi Kriteria FPR dan LPR

Gambar 6. Bagan alir kajian HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola Tanam Rencana

Tabel 3. Evaluasi pencapaian luas tanam Perhitungan Debit Andalan

  • – Padi+Palawija/tanaman lain-lain+Tebu - Padi+Pa- lawija/tanaman lain-lain+Tebu sehingga dapat dite- rapkan pada lokasi penelitian, seperti pada Tabel 7 berikut.

  Nilai FPR-LPR berdasarkan dari evaluasi ke- butuhan air irigasi dengan tingkat pencapaian tanam setiap periode musim tanam selama kurun waktu se- puluh tahun terakhir periode tanam (2001/2002 sam-

  Tabel 4. Perhitungan LPR-FPR dengan Q Modus Tabel 5. Nilai Faktor Palawija Relatif (FPR) DI. Tumpang

  Pola tanam yang direncanakan pada studi ini ada- lah meningkatkan intensitas tanam Padi dengan mem- pertimbangkan pola tanam yang sesuai dengan ke- biasaan petani setempat yaitu Padi+Palawija+Tebu

  Pembagian Blok

  Pembagian blok golongan ditetapkan dengan mempertimbangkan kesatuan sistem bangunan, wi-

  

Huda, dkk., Kajian Sistem Pemberian Air Irigasi sebagai Dasar Penyusunan Jadwal Rotasi pada Daerah Irigasi Tumpang 227

Tabel 7. Pola Tanam Rencana Gambar 7. Pembagian Blok Jaringan Irigasi DI. Tumpang Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi dengan Metode Stagnant Constant Head (SCH)

  layah pengairan (juru pengairan, juru pintu air dan P3A) dan wilayah administratif (desa). Blok I : untuk bangunan di wilayah BTP.1a, BTP.

  1, BTP. 1b. Blok II : untuk bangunan di wilayah BTP. 1c, BTP.

  1d, BTP. 1e, BTP. 1f. Blok III : untuk bangunan di wilayah BTP. 2, BTP.

  3, BTP. 3a, BTP. 4.

  Pemberian Air Irigasi dengan Metode System

Rice of Intensification (SRI)

  Pada budidaya SRI, kondisi ketersediaan air di lahan diatur agar lahan cukup kering namun tetap mencukupi kebutuhan air tanaman. Pada studi ini di- rencanakan pemberian air pada saat pemeliharaan tanaman MT 1 fase Vegetatif adalah 2 cm untuk 8 hari dan fase generatif 10 hari, sedangkan MT 2 dan MT 3 fase Vegetatif adalah 2 cm untuk 5 hari dan fase generatif untuk 7 hari. Hasil perhitungan metode SRI dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 8.

  Nilai FPR dan LPR dalam perhitungan ini ber- dasarkan hasil evaluasi kriteria FPR dan LPR pada Tabel 5 di atas. jenis tanah pada lokasi studi adalah jenis tanah Latosol. Hasil perhitungan kebutuhan air seperti pada Tabel 8 dan Gambar 8 berikut.

  Tabel 8. Kebutuhan Air metode SCH Gambar 8. Grafik Neraca air metode SCH Gambar 9. Neraca Air Metode SRI Musim Tanam I – Qmin dan Qmodus Perhitungan Jadwal Rotasi pada Daerah Iri- gasi Tumpang

  Jadwal rotasi dibuat berdasarkan hasil evaluasi pembagian air dari metode SCH dan Metode SRI.

  Jurnal Teknik Pengairan 228 , Volume 3, Nomor 2, Desember 2012, hlm 221–229 Tabel 9. Kebutuhan air metode SRI

  Hasil perhitungan jadwal rotasi dapat dilihat pada Tabel 11 dan Tabel 12 berikut.

Tabel 11. Rekapitulasi lamanya Jadwal Rotasi Tabel 12. Rekapitulasi Tingkat Kejadian Rotasi pada DI. Tumpang KESIMPULAN

  Dari hasil pembahasan tentang Kajian pembe- rian air ini, beberapa kesimpulan yang dapat di ambil adalah:

  1. Evaluasi kondisi eksisting bahwa realisasi inten- sitas tanam Padi dan Palawija sebesar 204%.

  Dari hasil evaluasi ketersediaan air mengguna- kan faktor K, didapat bahwa nilai faktor K  1.

  2. Dengan memperhatikan hasil evaluasi kondisi eksisting tersebut, kemudian dilakukan Rencana tata tanam ulang dengan meningkatkan intensitas tanam Padi dan dengan dua sistem pemberian

  Gambar 10. Neraca Air Metode SRI Musim Tanam II -

  air, Metode SCH (stagnant contant head) dan

  Qmin dan Qmodus Metode SRI (system rice of intensification).

  Dengan menaikkan intensitas tanam Padi men-

  Tabel 10. Rekapitulasi kebutuhan air Padi tiap Musim

  jadi 245%, kejadian rotasi menggunakan Metode

  Tanam SCH lebih banyak dibandingkan Metode SRI.

  Untuk kondisi kertesediaan air menggunakan Debit Modus kejadian rotasi metode SCH 6 kali dengan waktu pembagian air irigasi selama 21.6 hari atau 258.9 jam dan metode SRI 2 kali dengan waktu pembagian air irigasi selama 12.8 hari atau 153.7 jam. Sedangkan pada saat kondisi ketersediaan air Debit Minimum kejadian rotasi metode SCH 14 kali dengan waktu pembagian air irigasi selama 67.5 hari atau 810.2 jam dan metode SRI 6 kali dengan waktu pembagian air irigasi selama 47.4 hari atau 568.5 jam. Kebu- tuhan air Padi dalam satu tahun periode tanam, Metode SRI lebih hemat 28% dibandingkan de- ngan Metode SCH.

  Gambar 11. Neraca Air Metode SRI Musim Tanam III - Qmin dan Qmodus

  

Huda, dkk., Kajian Sistem Pemberian Air Irigasi sebagai Dasar Penyusunan Jadwal Rotasi pada Daerah Irigasi Tumpang 229

Guritno, B. 2011. Pola Tanam di Lahan Kering. Malang:

  UCAPAN TERIMA KASIH UB Press.

  Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.

  Hanhan, A.S., Joko, T. dan Subari. 2010. Pemberian Air

  Eng. Donny Harisuseno, ST. MT., selaku Ketua Ko-

  Irigasi pada Budidaya Padi SRI di Musim Hujan dan

  misi Pembimbing dan Ir. Dwi Priyantoro, MS., selaku Kemarau. Jurnal Teknik Hidraulik, Vol 1 No. 2. Anggota Komisi Pembimbing atas saran, bantuan Hansen, V.E., D.W. Israelsen., dan G.E. Stringham. 1992.

  Dasar-Dasar dan Praktek Irigasi . Jakarta: Erlangga.

  dan arahan selama penulisan makalah ini.

  Rumaropen, N. 2012. Studi Evaluasi kapasitas Pengaliran dan Pola Tata Guna Air pada Daerah Irigasi Lereh Kabupaten Jayapura. Tesis tidak dipubikasikan.

  DAFTAR PUSTAKA Universitas Brawijaya Malang.

  Anonim. 1977. Pedoman Bercocok Tanam Padi, Palawija, Priyantoro, D. 1984. Studi Alternatif Pemberian Air Irigasi Sayur-sayuran. Badan Pengendali Bimas Departemen sebagai Usaha Menaikkan Intensitas Tanam Di Pertanian. Jakarta

  Jaringan Irigasi Bendung Tumpang. Studi Akhir Anonim. 1986. Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi tidak dipublikasikan. Universitas Brawijaya Malang.

  KP-01, Kriteria Perencanaan Penunjang . Ditjen. Pe- Purba, J.H. 2011. Kebutuhan dan Cara Pemberian Air Irigasi ngairan Dep. PU Galang Persada. Bandung. untuk Tanaman padi Sawah (Oryza sativa L.). WI- Anonim. 2009. Laporan Kegiatan Alokasi Air DAS Am- DYATECH Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 10 No. prong . Unit Pengelolaan SDA Wilayah Sungai Bango- 3 .

  Gedangan. Dinas PU Pengairan Provinsi Jawa Timur.

  Soewarno. 1995. Hidrologi (Aplikasi Metode Statistik Malang. untuk Analisa Data jilid I). Bandung: Nova.

  Asdak. 2007. Hidrologi dan Pengeloalaan Daerah Aliran Sosrodarsono, S. dan Takeda, K. 1977. Hidrologi untuk Sungai . Yogjakarta: Gajah Mada University Press.

  Pengairan . Jakarta: PT. Pradnya Paramitha.

  Fathan, N., dan Riman. 1997. Analisis Operasi Pelayanan Triatmodjo, B. 2010. Hidrologi Terapan. Cetakan kedua.

  Pembagian Air Irigasi. Media Teknik No. 4 Tahun Yogyakarta: Beta Offset.

  XIX . http://www.garutkab.go.id/download_files/article/ Gani, S. 2007. Perencanaan Sistem Irigasi Rotasi untuk

  ARTIKEL%20SRI.pdf Penyaluran Air secara Proporsional. Alami Vol. 12 No 1.