REDEFENISI KONSEP PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA (Kompromi Pemikiran Islam Progresif dengan Ijtihad Ibn Hazm)
RED EFEN I SI K O N SEP PERK AW I N AN I SLAM D I I N D O N ESI A
(K o m pr o m i Pem i k i r a n I sl am Pr o g r esi f d en g an I j t i h ad
I bn H az m )
Maizul Imran
Majelis Ulama Indonesia Kab. Agam, [email protected]
Diterima: 12 Oktober 2016
Direvisi : 4 November 2016
Diterbitkan: 26 Desember 2016
Abstract
Renewal of Islamic thought could not be done, if the hesitant and stiff attitude of thinking still exist on the scholars and Muslims. In contrast, progressive and dynamic attitude is very important, but caution remains a necessity. Moreover, reformation efforts demanded the authorities to be open minded in creating new law and freely performing istinbath and istidlāl in representing the substantive meaning of syara'. Studies on the progressive dimension of Islam is now starting to promoted flarely with two basic consciousness: 1) as a positive response to the world pressures that seen Islam as a religion that always slow respond to the pace of the times so that there are very strong boundary between the Islamic world and the western world. 2) as a strategy to fight extreme thoughts which always blamed on Islam with the empowerment of progressive elements in the Muslim community and bridge the gap between the Islamic world and the western world. These two things become the urgency of scientific study and progressive dissemination of Islam. Ibn Hazm (4th century
H) thought which is textual turned out to provide great opportunities and high motivation to carry the issues of modernity. Despite a lot of criticism and negative judge of Ibn Hazm ijtihad because of the political, social and culture influence in his time, some even claim that fiqh Zhāhiriyyah often can not adapt to the times. it was found the thought that can be compromised to meet the needs of modernity in an effort to redefine the concept of Islamic marriage in Indonesia. Keywords: Redefenition, Ibn Hazm, Progressive Islam, concept of marriage.
Abstrak
Pembaharuan pemikiran Islam tidak dapat dilakukan, jika sikap berfikir ragu-ragu dan kaku masih melanda para ulama dan umat Islam. Sebaliknya, sikap progresif dan dinamis amat penting, tetapi sikap hati-hati tetap merupakan suatu keharusan. Selain itu, upaya pembaharuan menuntut terbukanya otoritas menciptakan hukum baru serta secara leluasa ber- istinbāṭ dan ber-istidlāl dalam merepresentasi makna substantif syara’. Kajian tentang dimensi Islam progresif ini saat ini mulai marak diusung dengan dua dasar kesadaran, yaitu:
1) sebagai respon positif terhadap tekanan dunia yang menilai Islam senantiasa lamban dalam merespon laju zaman sehingga ada batasan yang sangat kuat antara dunia Islam dan dunia barat. 2) sebagai strategi untuk melawan pemikiran ekstrim yang senantiasa dituduhkan pada Islam adalah dengan memberdayakan elemen-elemen progresif pada masyarakat muslim dan menjembatani jurang pemisah antara dunia Islam dengan dunia barat. Dua hal inilah yang menjadi urgensi kajian ilmiah dan sosialisasi Islam progresif. Pemikiran Ibn Ḥazm (abad 4 H) yang bersifat tekstual ternyata memberikan peluang besar dan semangat yang tinggi untuk mengusung isu-isu modernitas. Walaupun banyak kecaman dan penilaian negatif terhadap ijtihād Ibn Ḥazm karena pengaruh politik, sosial dan budaya pada masanya, bahkan ada yang men- klaim bahwa fiqh Zhāhiriyyah itu sering tidak dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Ternyata ditemukan pemikiran Ibn Ḥazm yang dapat di- kompromikan untuk memenuhi kebutuhan modernitas dalam upaya mendefenisikan ulang konsep perkawinan Islam di Indonesia. Kata kunci: Redefenisi, Ibn Hazm, Islam Progresif, Konsep Perkawinan.
PENDAHULUAN
dan berkembang lebih luas lagi. Seiring dengan Peradaban fiqh merupakan salah satu
berkembangnya Islam ke berbagai penjuru produk par excellence yang pernah dihasilkan dunia, maka muncul pula persoalan-persoalan peradaban Islam yang sepenuhnya berakar baru yang berbeda dengan persoalan yang
pada pijakan Alquran dan Sunnah. Begitu dihadapi kaum muslimin pada masa kuatnya pengaruh fiqh, tidak salah kemudian Rasulullah. Sedangkan Alquran hanya memuat kalau Islam diidentikkan dengan “peradaban sebagian kecil
hukum-hukum terinci, fiqh”, sama dengan Yunani yang diidentikkan sementara sunnah terbatas pada kasus-kasus
dengan “peradaban filsafat”. 1 Tidak salah kalau yang terjadi pada masa Rasulullah, maka untuk para peneliti Islam banyak yang berkesimpulan memecahkan
persoalan-persoalan baru, bahwa tidak mungkin mengetahui Islam
diperlukan adanya 4 ijtihād. Semangat ijtihād dengan baik tanpa ada pengetahuan senantiasa dihidupkan oleh para fuqaha’,
komprehensif tentang fiqh. meskipun di antara mereka itu ada yang lebih Awal sejarah perkembangan Islam,
memilih status quo . Jalāluddīn al-Suyūṭi (w 911 perilaku kehidupan kaum muslimin dari H/1505 M) memberikan kritikan tajam kepada
seluruh aspeknya telah diatur oleh hukum mereka yang mengabadikan taqlid. 5 Sementara Islam. Aturan-aturan ini pada esensinya adalah itu, Ibn Taimiyyah (661 H/1263 M-728
religius dan terjalin inherent secara religius pula. 2 H/1328 M) bahkan tidak membenarkan Oleh karena itu, dalam pembinaan dan adanya pendapat bahwa pintu ijtihad itu telah
pengembangan hukum
diupayakan berdasarkan Alquran sebagai
produk-produk wahyu Ilāhī yang terakhir diturunkan kepada pemikiran hukum Islam yang dihasilkan
Sesungguhnya
manusia, yang aplikasinya sebagian besar telah melalui ijtihād itu kenyataannya terikat oleh diterangkan operasionalnya oleh Sunnah.
waktu dan kondisi ketik 7 a ijtihād itu ditempuh. Gerakan ijtihād membentuk karakteristik yang Timbulnya penemuan-penemuan baru yang khas dalam proses penciptaan peradaban fiqh. merubah sikap hidup, dan menggeser cara
Fiqh merupakan ilmu hukum Islam (Islamic pandang serta membentuk pola alur berpikir, jurisprudence), seperti dalam definisi yang
menyebutkan fiqh sebagai ilmu tentang hukum
4 Joseph Schacht, An Introduction To Islamic Law
(al- ‘ilm bi al-aḥkām). Walaupun muatan fiqh ..., 70-71. Lihat, NJ. Coulson, A History of Islamic Law
81. dalam beberapa hal masih tampak sederhana, Ia
3 mengemukakan argumen bahwa, penutupan pintu namun sudah sangat maju untuk masanya. ijtihad kemungkinan merupakan akibat tekanan-tekanan
Posisi Alquran
pada
mulanya eksternal dan bukan karena sebab-sebab internal. 5
Jalāluddin al-Suyuṭi, al- Radd ‘alā man Akhlada
diwahyukan sebagai respon terhadap situasi ilā al-Ardhi wa Jahīla ‘an al-Ijtihād fi Kulli ‘Aṣr Farḍun, masyarakat saat itu yang kemudian tumbuh (Bairut: Dār-Fikr, 1983), 117.
6 Ibn Taimiyyah mengemukakan pendapatnya itu dengan diperkuat pernyataan dari empat imam
1 Nirwan Syafrin, Konstruksi Epistemologi Islam; madzhab yaitu: Imām Abū Ḥanīfah, Imām Mālik, Imām Telaah Fiqh dan Ushul Fiqh, (Majalah Islamia, Tahun II,
al- Syāfi’ī dan Imām Ahmad ibn Ḥanbal yang berisi; 1). No. 5, 2005), 36-37.
Mereka tidak mengklaim bahwa ijtihad mereka itu yang 2 Pentingnya kedudukan Hukum Islam dalam
paling benar. 2). Memberikan tolerasi besar terhadap perkembangan Islam, sehingga mendorong seorang
pemikiran hukum pihak lain. 3). Melarang taqlid dan 4) Sarjana Barat, Joseph Schacht sampai kepada suatu
mengakui keterbatasan masing-masing sebagai manusia kesimpulan: “Bahwa tidak mungkin untuk memahami
biasa. Lihat al- Asimī Abd al-Rahmān ibn Muḥammad Islam tanpa memahami Hukum Islam” Joseph Schacht,
ibn Q āsim, Majmū’ al-Fatāwā Syaikh al-Islām Ibn An Introduction to Islamic Law, (Oxford: University Press,
Taimiyyah, (ttp), juz XX, 211.
1996), 1. 7 M. Atho Mudzhar, Membaca Gelombang Ijtihad 3 A. Qodri Azizy, Eklektisisme Hukum Nasional,
antara Tradisi dan Liberasi, (Yogyakarta: Penerbit Titian (Yogyakarta: Gama Media,2002), 13-14.
Ilahi Press, 1998), 61.
menimbulkan pula
dan dengan kondisi masyarakat. Beberapa tahun membentuk norma
konsekwensi
belakangan usaha untuk merevisi hukum bermasyarakat. Dalam kaitan tersebut, bagi tertulis itu mengalami kendala, sebagaimana seorang muslim persoalan-persoalan baru yang yang dilakukan oleh tim CLD-KHI (Counter muncul karena kemajuan iptek, tidak harus Legal Draft- Kompilasi Hukum Islam) dengan dihadapkan dengan ketentuan-ketentuan nash melakukan rekonstruksi besar-besaran pasal- secara konfrontatif, tapi harus dicari
dalam kehidupan
pasal perkawinan, namun berujung kepada pemecahannya secara ijtihādi. Sementara itu penolakan dan tidak diperbolehkan draft ijtihād Nabi dan ijtihād yang pernah dilakukan tersebut beredar. Salah satu tema yang menarik oleh ‘Umar ibn Khaṭṭāb kiranya telah cukup dibahas adalah defenisi dasar perkawinan memberikan semangat untuk diambil sebagai dalam Islam. acuannya. 8 Karena realita yang ada sering kali
Dalam pasal 1 Undang-undang No.1 terjadi bahwa perkembangan masyarakat dan tahun 1974, perkawinan didefenisikan: “Ikatan pendapat umum lebih cepat dinamika dan laju lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai jalannya daripada perkembangan hukum itu suami istri dengan bertujuan membentuk keluarga
sendiri. 9 (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Konsep perkawinan dalam Islam , 10 keTuhanan Yang Maha Esa. Dalam pasal 2,
merupakan suatu hal yang sangat penting. KHI (Kompilasi Hukum Islam): perkawinan Secara gambaran umum, hukum perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu merupakan hak yang diberikan Allah kepada akad yang sangat kuat atau miitsaaqon gholiidhan mukallaf, namun hal itu berimplikasi pada untuk
perintah Allah, dan status hukum taklifi yang dibebankan kepada 11 melaksanakannya merupakan ibadah.
menaati
mukallaf. Namun masalah yang terjadi adalah Kemunculan berbagai aliran pemikiran ketika hukum perkawinan dijadikan sebagai keagamaan (Islam) menjadi suatu yang
hukum tertulis di Indonesia, hal ini nampaknya dianggap “luar biasa” dalam melampaui ijtihad seiring dengan berjalan waktu hukum tertulis ulama klasik, seperti aliran konservatif, aliran itu sudah mulai anggap tidak relevan lagi liberal, aliran moderat, dan lain-lain. Salah satu
tren pemikiran yang muncul di era
8 Mu ḥammad Rawwās Qal’aji, Mausū’ah Fiqh
kontemporer sekarang ini adalah the progressive
‘Umar Ibn Khaṭṭāb, (Kairo: Jamī’ al-Huqūq Mahfūdzah,
ijtihadists (ijtihad progresif).
9 Sub ḥi Mahmatsani, Falsafah al-Tasyrī’ fī al-Islām (Bairut: Dār-‘Ilmī, 1961), 220. Oleh karena itu,
penyegaran dan pembaharuan pemikiran Islam dan 10 Undang-Undang RI No.1 Tahun 1974, hadirnya seorang pembaharu di dunia Islam merupakan
(Surabaya: Kesindo Utama, 2010), 1-2. keharusan sejarah, agar warisan keagamaan termasuk di 11 Kompilasi Hukum Islam, (Surabaya: Kesindo
dalamnya hukum Islam tidak menjadi jumud (kaku).
Utama, 2010), 196.
Apalagi problematika kehidupan manusia selalu 12 Setidaknya terdapat enam tren kelompok berkembang dan tidak pernah surut. Seiring dengan
pemikir muslim yang sedang mengemuka saat ini, yaitu: perkembangan kehidupan manusia, hukum Islam juga
1. The Legalist-traditionalist, yang titik tekannya adalah berkembang terus untuk memecahkan masalah tersebut.
pada hukum-hukum yang dikembangkan dan ditafsirkan Sementara junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang
oleh para ulama periode pra modern; 2. The Theological menjadi panutan sekaligus penentu (pemutus). Hal ini
puritans, yang fokus pemikirannya adalah pada dimensi sejalan dengan pernyataan Rasulullah dalam ḥadītsnya:
etika dan doktrin Islam; 3. The Political Islamists, yang يلع ةملأا هذله ثعبي للها نإ لاق ملسو هيلع للها ىلص للها لوسر نع ةريره بيأ نع kecenderungan pemikirannya adalah pada aspek politik Islam dengan tujuan akhir men-dirikan negara Islam; 4.
)دواد وبأ هاور( اهنيد اله دديج نم ةنس ةئام لك سأر The Islamist Extremists, yang memiliki kecenderungan
Dari Abū Hurairah dari Rasulullah SAW bersabda: menggunakan kekerasan untuk melawan setiap individu sesungguhnya Allah akan mengutus seorang pembaharu
dan kelompok yang dianggapnya sebagai lawan baik (mujaddid) untuk umat Islam pada setiap penghujung seratus
muslim ataupun non-muslim; 5. The Secular Muslims, tahun supaya memperbarui (ajaran) agama mereka. (HR. Abū
yang beranggapan bahwa agama merupakan urusan Dāud).
pribadi; dan 6. The Progressive ijtihadists, yaitu para pemikir
Dalam mewujudkan suatu gagasan problem yang menyertainya, terma progresif hukum keluarga Islam dalam dimensi progresif dimaksudkan sebagai sebuah konsep yang ini, menjadi pertanyaan, apakah tepat dan memayungi orang-orang yang menginginkan relevan untuk dilakukan defenisi ulang dasar ruang terbuka dan aman untuk menjalankan perkawinan yang dituangkan dalam hukum suatu keterlibatan yang ketat dan jujur dengan tertulis Indonesia?. Permasalahan inilah yang tradisi, dan penuh harap akan mengantarkan
harus secara mendalam perlu diteliti dan dikaji 15 kepada aksi lebih lanjut. ulang kembali. Karena adanya seruan yang
Penggunaan istilah Islam progresif perlu ditindak lanjuti dari Ḥasan al-Turābī diasumsikan bahwa Islam itu sendiri senantiasa (ulama kontemporer dari Sudan) dalam progresif. Selain itu, hal pokok yang diinginkan bukunya: Tajdīd Uṣūl al-Fiqh al-Islāmī kelompok ini bukan mengidealisasi pandangan menyerukan agar diadakan penelitian kembali tentang Islam yang dapat diperbincangkan terhadap pemikiran Ibn Ḥazm ) جهانم يف terpisah dari kehidupan nyata umat manusia, عساو بولسأ نم ائيش لوصلأا). 13 Karena di dalam tetapi justru ingin melibatkan diri dalam metode penyelesaian hukumnya terdapat kehidupan nyata
muslim di dunia. kelapangan yang dapat dikembangkan lebih Menurutnya, Islam tidak dapat dipahami, lanjut.
dialami, dan diartikulasikan tanpa keterlibatan
16 dengan kehidupan nyata umat manusia.
ISLAM PROGRESIF SEBUAH
Penggunaan
kata Islam yang
PARADIGMA
disandingkan dengan kata progresif ini berawal Secara literal, Islam progresif berarti
pada tahun 1983 ketika Suroosh Irfani pemahaman Islam yang maju dan dalam mencoba mempopularkan dalam tulisannya
bahasa arab diterjemahkan sebagai al-Islam al- yang berjudul Revolutionary Islam in Iran: Popular mutaqaddimah. 14 Dari segi kebahasaan ini, dapat
Liberation or Religious Dictatorship. 17 Ia ditarik kesimpulan bahwa gerakan ini mengatakan bahwa progresif telah digunakan
merupakan gerakan
oleh Sir Sayyid A ḥmad Khan dan Jamāluddīn memberikan penafsiran baru terhadap teks al- Afghanī. Ia menyatakan:
yang
mencoba
keIslaman agar lebih sesuai dan selaras dengan ....the progressive Islamic movement is anti- tuntutan kemajuan dan modernisasi sekarang imperialist, and in the economic domain, its opposition
ini. to capitalism and the exploitative system on which
Terma progresif sebenarnya mengandung
15 Hampir dalam setiap tulisannya tentang
problem, karena ia mengandung kata progress respon Islam terhadap isu-isu kontemporer (seperti isu
keadilan, gender, dan pluralisme) Omid Safi selalu
(maju menuju) sehingga menimbulkan mengenalkan sedikit banyak identitas muslim progresif. pertanyaan “maju menuju ke mana?”; ia juga Artikel yang disebutkan berikut adalah yang paling luas berkonotasi elitis dalam arti orang progresif
mengenalkan tentang muslim progresif: Omid Safi, “Introduction,What is Progressive Islam?”, dalam
lebih baik, lebih cerdas, atau lebih maju International Institute for the Study of Islam in the ketimbang orang non-progresif. Lepas dari Modern World, vol. 13, (Desember, 2003); Omid Safi,
“Chalenges and Opportunities for the Progressive Muslim in North America”, dalam Muslim Public Affairs Journal,
modern atas agama yang berupaya menafsir ulang ajaran (Januari, 2006); Omid Safi, “Modernism: Islamic agama agar bisa menjawab kebutuhan masyarakat
Modernism” dalam Encyclopedia of Religion, Second Edition modern. Pada kategori yang terakhir inilah posisi
(ed.), Lindsay Jones et.al, (Farmington Hills: McMillan, muslim progresif. Lihat, Abdullah Saeed, Islamic Thought
An Introduction, (London and New York: Routledge, 16 Omid Safi, “Modernism: Islamic Modernism..., 2006), 142-150.
13 Ḥasan al-Turābī, Tajdīd Uṣūl al-Fiqh al-Islāmī, 17 Farid Esack, In Search of Progressive Muslims: (Jeddah: Dār al-Sa`ūdiyah, 1984), cet. I, 18-19.
On Justice, Gender and Pluralism, (Oxford: Oneworld, 14 http://en.ensiklopediawikipedia.org.
2005), 79-82.
capitalism rests is unequivocal. It believes that Islam as Label progresif diberikan kepada orang an ideology can mobilize the Muslim masses by its atau kelompok yang menghidupkan dinamika
appeal to social justice and the challenge it poses to the evolusi sosial masyarakat dan tidak berpegang status quo. 18 (Dampak dari Islam progresif kepada ide lama secara taklid. Namun
membawa kepada anti-imperialisme dan demikian, Islam Progresif mempersyaratkan pengaruh ekonomi yang berada diluar paham kecenderungan kepada kemajuan. Progresif kapitalis, serta merubah sistem yang dibangun bukanlah bermakna suatu kategori atau label kapitas selama ini. Suatu keniscayaan bahwa yang esensialis dan ontologis, juga bukan suatu Islam tampil dengan sebuah ideologi yang label untuk sekumpulan atau satu suku muslim
dapat mendukung terciptanya keadilan sosial 21 tertentu. dan sebagai tantangan yang terposisi pada
Saeed mengemukakan ketentuan baku).
Abdulllah
pendapatnya bahwa menurutnya, Islam Menurut Omid Safi, Islam Progresif Progresif merupakan salah satu dari sekian menawarkan sebuah metode ke-Islaman yang banyak aliran pemikiran Islam kontemporer menekankan pada terciptanya keadilan sosial, yang berupaya untuk incorporate the contexts kesetaraan gender dan pluralisme. 19 Maka seorang (mencari makna konteks) dan the needs of modern
muslim yang progresif haruslah bersedia untuk Muslims (kebutuhan muslim modern) yang berjuang demi menegakkan keadilan sosial di pada hakikatnya menuju “want to act to preserve muka bumi. Perjuangan ini bisa berwujud pada the vibra ncy and variety of the islamic tradition” advokasi hak-hak orang yang termarjinalisasi, (keinginan untuk meredam aksi dan
orang yang tertindas, serta orang yang minoritas 22 keragaman tradisi Islam). secara sosial dan politik. Dapat dimaksudkan
Dimensi progresif Islam menjadi krusial bahwa Islam Progresif adalah Islam yang untuk diangkat dan disosialisasikan, meski menawarkan sebuah kontekstualisasi penafsiran sosialisasi ide Islam Progresif ini mengalami Islam yang terbuka, ramah, segar, serta kendala. Di antara kendala-kendala penyebaran responsif
terhadap persoalan-persoalan ide-ide Islam Progresif ini adalah: Pertama, kemanusiaan.
representasi kelompok muslim konservatif Selanjutnya Omid Safi mengungkapan
yang membenarkan ide-idenya dengan bahwa
Progresif menggunakan kekerasan; kedua, apa yang merupakan kelanjutan dari gerakan Islam ditunjukkan oleh karya intelektual muslim yang Liberal, namun demikian Islam Progresif men-klaim peduli pada masa depan, tetapi yang merupakan kontra gerakan terhadap Islam dilakukan adalah membungkus ide lama Liberal yang dianggapnya lebih menekankan dengan pakaian baru (refashioning Islam); ketiga, pada kritik-kritik internal terhadap pandangan adalah perilaku atau tindakan negara-negara dan perilaku umat Islam yang tidak/kurang yang represif; keempat, adalah apa yang sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. ditunjukkan oleh global system of power yang tidak Sementara itu, kritik terhadap modernitas justru memberi peluang perbedaan pendapat dalam tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari 23 mendiskusikan isu-isu sosial. gerakan Islam Liberal. 20
kemunculan
Islam
21 Farish A. Noor, Islam Progresif; Peluang, 18 Sorush Irfani, Revolutionary Islam In Iran:
Tantangan dan Masa Depannya di Asia Tenggara, (Yogya: Popular Liberation or Religious Dictatorship, (London: Zed,
SAMHA, 2006), 22-23.
1983), 43 22 Omid Safi, Introduction, Progressive Muslims: On 19 Omid Safi, What Is Progressive Islam?,
Justice, Gender, and Pluralism, (Oxford: Oneworld, 2003), (http://muslimwakeup.com/main/archieves/2005/wha
t is progress 1.php.) 23 Farish A. Noor, Islam Progresif; Peluang,..., 22- 20 Omid Safi, What Is Progressive Islam..., 6.
Walaupun terdapat banyak kendala di "Although Islam does not have a clergy or a sana-sini, ide-ide Islam Progresif terus berjalan centralized church structure, Muslim religious menciptakan equilibrium pemikiran Islam. establishments exert considerable influence in terms of Bahkan ide Islam Progresif ini bukan hanya how Muslims view and practice their religion. If they bersentuhan dengan nilai-nilai universal seperti are antithetical to progressive Islam, their constituences
keadilan dan kebebasan yang menjadi unggulan 26 would be averse to it as well‛. (Meskipun Islam modernitas, melainkan masuk pada wilayah- tidak lagi memiliki seorang khalifah atau
wilayah hukum Islam. Maka muncullah istilah struktur pusat kekhalifahan, masyarakat progressive ijtihādi (ijtihād progresif) yang muslim akan berusaha kuat memberikan
meniscayakan penafsiran ulang na ṣ-naṣ hukum pengaruh terhadap situasi keIslaman dan Islam dam pembingkaian ulang metode mengamalkan agamanya. Jika mereka menolak penetapan hukum, sehingga sifat fleksibilitas bahwa Islam itu progresif, konstitusi mereka dan elastisitas hukum Islam yang dicanangkan juga akan menolak selama itu berdampak oleh para mujtahid masa lalu tidak hanya baik). tertulis di kitab-kitab kuning melainkan
Dalam perspektif Saeed, posisi muslim menjadi kenyataan sehari-hari. 24 progresif dalam trend pemikiran muslim yang
Menurut Abdullah Saeed, Islam Progresif ada saat ini terklasifikasikan menjadi enam pada hakikatnya merupakan perkembangan kelompok pemikir: (1) The Legalist-Tradionalist; lanjutan dari tren modernis, yang berkembang (2) The Theological Puritans; (3) The Political menjadi neo- modernis dan kemudian menjadi Islamist; (4) The Islamist Extremists; (5) The progresif. Sebagai tren, bukan gerakan, Muslim Secular Muslims); dan (6) The Progressive Ijtihādists Progresif ini menampung semua kelompok (Muslim Progressif- Ijtihādis). Yaitu para dan kalangan yang memiliki keberpihakan pemikir
kontemporer yang pada nilai-nilai universal Islam sehingga mempunyai penguasaan khazanah Islam klasik mampu menjawab kebutuhan masyarakat (classical period) yang cukup, dan berupaya modern. Omid Safi menyebutkan beberapa isu menafsir ulang pemahaman agama (lewat
muslim
penting yang harus dijawab oleh Muslim ijtihād) dengan menggunakan perangkat Progresif, antara lain adalah ketidak adilan metodologi ilmu-ilmu modern (sains, social gender, deskriminsasi terhadap kelompok sciences dan humanities) agar dapat menjawab minoritas baik minoritas agama ataupun etnis, kebutuhan masyarakat muslim kontemporer. pelanggaran hak asasi manusia, tiadanya Pada kategori yang terakhir inilah posisi
kebebasan 27 berbicara, berkeyakinan dan Muslim progresif berada. mempraktikkan agama sendiri, pembagian
kekayaan yang tidak merata, dan pemerintahan 26 Abdullah Saeed, Islamic Thought An
25 Introduction, (London and New York:Routledge, 2006), yang otoriter. 149.
Ketika Abdullah Saeed ditanya siapakah 27 Abdullah Saeed, Islamic Thought An yang paling berhak untuk menafsirkan Islam, Introduction..., 150-151. Abdullah Saeed dalam bukunya
Islamic Thought menyebutkan enam karakteristik yang
yang paling berperan menyalurkan warna paling penting dimiliki oleh mereka yang mengklaim interpretasi Islam, dia menjawab:
dirinya sebagai Muslim Progresif, yaitu: (1) Mereka mengadopsi pandangan bahwa beberapa bidang hukum Islam tradisional memerlukan perubahan dan reformasi substansial dalam rangka menyesuaikan dengan
24 Abdullah Saeed, Islamic Thought An kebutuhan masyarakat Muslim saat ini; (2) Mereka Introduction, (London and New York:Routledge, 2006),
cenderung mendukung perlunya fresh ijtihad dan 140.
metodologi baru alam ijtihad untuk menjawab 25 Jasser Auda, Maqasid al- Shari’ah as Philosophy
permasalahan-permasalahan kontemporer; (3) Beberapa of Islamic Law: A System Approach, (London, IIIT, 2008),
di antara mereka juga mengkombinasikan kesarjanaan 177-179.
Islam tradisional dengan pemikiran dan pendidikan
Kategorisasi tersebut di atas hampir harmonis antara Muslim dan non-Muslim. sama dengan kategorisasi yang dibuat oleh Persoalan humanities kontemporer tidak akan Tariq Ramadan. Tariq Ramadan membaginya dapat dipahami dan disimpulkan dengan baik menjadi
yang jika epistemologi keilmuan Islam masih merepresentasikan perspektif Muslim yang menggunakan metode dan pendekatan ‘ ulūm terkenal pada abad 20 dan 21, yaitu Scholastic 29 al- dīn yang lama.
enam
kelompok
Traditionalism, Salafi Literalism, Salafi Reformism.
Progresif dituntut Political Literalist Salafism, Liberal or Rational penguasaannya pada dasar-dasar Islam dan
Muslim
Reformism, Sufism. Menurutnya, muslim permasalahan-permasalahan kontemporer progresif ada pada pada kelompok Liberal or untuk kemudian melalui proses berpikir
Rational Reformism. 28 metodologis menemukan jawabannya. Saeed Sekilas tampak jelas bahwa corak
menyebutnya dengan Progressive Ijtihāditsts, yaitu epistemologi keilmuan Islam kontemporer, mereka yang dituntut untuk melompat jauh dalam pandangan Abdullah Saeed, adalah melampaui
yang sering berbeda dari corak epistemologi keilmuan dikumandangkan oleh kaum tradisionalis Islam
apologis
metode ataupun modernis, dan juga melampaui batasan- epistemologi tradisional masih ada, dimana batasan yang dicanangkan neo-modernis. na ṣ-naṣ Alquran menjadi titik sentral
tradisional.
Penggunaan
Keadilan, kebaikan dan keindahan berangkatnya, tetapi metode penafsirannya adalah nilai-nilai universal Islam yang menjadi telah
dan jiwa semua ketentuan-ketentuan hukum. diintegrasikan
didialogkan,
dikawinkan
dengan penggunaan Segenap ketentuan dan status hukum epistemologi baru, yang melibatkan social tradisional yang tidak berpihak pada keadilan, sciences dan humanities kontemporer dan filsafat kebaikan dan keindahan haruslah ditinggalkan kritis (critical philosophy).
untuk kemudian diganti dengan ketentuan dan Abdullah
tidak status hukum yang sesuai dengan prinsip menyebut
Saeed
memang
dan universal Islam dengan menggunakan pendekatan tersebut secara eksplisit disitu, pendekatan progressive ijtihādi. Dengan cara tetapi pencantuman dan penggunaaan istilah seperti inilah Islam akan mampu eksis di pendidikan Barat modern adalah salah satu percaturan dunia dan mampu menjawab indikasi pintu masuk yang dapat mengantarkan persoalan-persoalan kontemporer, seperti para pecinta studi Islam kontemporer ke arah masalah hak-hak asasi manusia, gender, pluralisme dimaksud. Juga isu-isu dan persoalan persoalan 30 dan lain sebagainya.
penggunaaan
metode
humanities kontemporer terlihat nyata ketika
ISLAM PROGRESIF DALAM
Saeed menyebut keadilan sosial, lebih-lebih
KONSTRUKSI EPISTEMOLOGI
keadilan Gender, HAM dan hubungan yang Dewasa ini umat Islam diliputi suatu
masalah
tentang bagaimana
Barat modern; (4) Mereka secara teguh berkeyakinan
bahwa perubahan sosial, baik pada ranah intelektual, moral, hukum, ekonomi atau teknologi, harus direfleksikan dalam hukum Islam; (5) Mereka tidak 29 M. Amin Abdullah, Reaktualisasi Islam Yang
mengikutkan dirinya pada dogmatism atau madzhab Berkemajuan; Agenda Strategis Mu ḥammadiyah Di Tengah hukum dan teologi tertentu dalam pendekatan
Gerakan Keagamaan Kontemporer, Makalah disampaikan kajiannya; dan (6) Mereka meletakkan titik tekan
Ramadhan Pimpinan Pusat pemikirannya pada keadilan sosial, keadilan gender,
dalam
Pengajian
Mu ḥammadiyah 1432
HAM, dan relasi yang harmonis antara Muslim dan 30 M. Arfan Mu’ammar, Islam Progresif dan non-Muslim.
Ijtihad Progresif Membaca Gagasan Abdu llah Saeed‛, dalam 28 Tariq Ramadan, Western Muslims and the
Studi Islam Perpekstif Insider/Outsider, ed. M. Arfan Future of Islam, (New York: Oxford University Press,
Mu’ammar dan Abdul Wahid Hasan, et al. (Yogyakarta: 2004), 24-28.
IRCisoD, 2012), 360.
mengimplementasikan perintah-perintah ramifikasi seluas-luasnya dari tiga premis atau Tuhan di tengah situasi perubahan di berbagai asumsi. aspek kehidupan sebagai dampak modernitas. Di satu sisi, umat Islam merasa wajib terikat
Elaborasi ketiga premis di atas memiliki implikasi jauh terhadap produk pemikiran
pada tradisi keislamannya melalui otoritas na ṣ muslim progresif dan bagaimana mereka
dan seperangkat pemahaman fiqh yang berpegang secara kritis terhadap tradisi Islam
dimapankan selama berabad-abad. Pada saat (critical engagement) dan juga menyikapi
yang sama, di sisi lain, mereka berhadapan modernitas (multiple critique). Setiap produk
dengan fenomena kekinian yang dalam pemikiran agama (ijtihād) sebagaimana halnya sebagian (besar) aspeknya tidak bersenyawa juga konstruksi sosial dan budaya serta
dengan tradisi yang tengah dipegang teguh dan struktur-struktur yang berdampak kepada
dimapankan itu. Tiga di antara fenomena dehumanisasi, penodaan terhadap kemuliaan
kekinian yang menggugah kesadaran manusia intrinsik manusia, ketidak adilan, dan
modern adalah problematika keadilan sosial, kekerasan. Hal ini yang harus dilawan.
kesetaraan gender, dan pluralisme. Menghadapi
situasi demikian dan diperparah oleh
METODOLOGI ISLAM PROGRESIF
kurangnya pemahaman keagamaan yang DAN MODEL PENGHAMPIRANNYA holistik dan komprehensif, sikap umat Islam
Berkaitan dengan operasionalisasi ijtihad terpola menjadi dua yang antara satu dengan yang dilakukan oleh Islam Progresif yang telah
lainnya, pada titik ekstrim masing-masing, diutarakan di atas merupakan salah satu dari saling bertolak belakang.
tiga model ijtihad yang sangat berpengaruh pada masanya masing-masing sepanjang
Ungkapan yang kerap digunakan oleh Omid Safi khususnya dalam kaitannya dengan sejarah hukum Islam, yaitu: text-based ijtihad, 32 tiga tema besar konsen, yaitu keadilan sosial, eclectic ijtihad, context-based ijtihad. keadilan gender, dan pluralisme.
Ijtihad model ketiga inilah yang “Central to this notion of a progressive Muslim
dilakukan Islam progresif. Kalau metodologi identity are fundamental values that we hold to be klasik biasanya memecahkan permasalahan
essential to a vital, fresh, and urgently needed hukum dengan bersandar pada teks al- Qur`ān, interpretation of Islam for the twenty-first century. These themes include social justice, gender justice, and kemudian memahami apa yang dikatakan teks
pluralism.” 31 (Tema-tema besar pemikiran tentang permasalahan tersebut, dan paling jauh muslim progresif membawa pengaruh yang kemudian menghubungkan teks itu dengan
fundamental pada abad 21 ini, dalam menginterpretasikan Islam secara mendalam, 32 Pertama adalah text-based ijtihad (al- ijtihād
istinbātī), yakni metode ijtihad yang lazim dilakukan
baru, dan penuh kepentingan. Mencakup tema oleh fuqaha klasik dan tengah serta masih memiliki keadilan sosial, gender dan pluralisme).
banyak pengaruh di kalangan pemikir tradisionalis.
Pemikiran muslim progresif digagas di
Model ijtihad seperti ini teks berkuasa penuh, baik itu
atas pondasi premis-premis tertentu yang al- Qur`ān, ḥadīts ataupun pendapat ulama sebelumnya
baik yang berupa ijmā` ataupun qiyās. Kedua adalah
dilahirkan atau disarikan dari ayat-ayat eclectic ijtihad (al- ijtihād tarjīhī), yaitu upaya memilih teks Alquran. Keseluruhan pemikiran mereka atau pendapat ulama sebelumnya yang paling dalam berbagai masalah yang terkait dengan mendukung pendapat dan posisi yang diyakininya.
Dalam hubungan ini yang ada adalah upaya justifikasi
tiga agenda besar mereka keadilan sosial, bukan pencarian kebenaran. Ketiga adalah context-based kesetaraan gender, dan pluralisme merupakan ijtihad, (al- ijtihād maqāṣid al-syarī`ah), sebuah fenomena
baru yang mencoba memahami masalah-masalah hukum dalam konteks kesejarahan dan konteks
31 Omid Safi, Introduction, Progressive Muslims: On kekiniannya. Pada umum dan biasanya, pendapat Justice, Gender, and Pluralism, (Oxford: Oneworld, 2003),
akhirnya akan mengacu pada kemaslahatan umum 3.
sebagai maqāṣid al-syarī’a sebagai maqāṣid al-syarī’a
mencoba lebih jauh lagi yang menurut Abdullah Saeed akan mampu menghubungkannya dengan konteks kekinian, memberikan jawaban atas permasalahan
Selanjutnya Omid Safi sehingga tetap up to date dan bisa diterapkan.
kontemporer.
mengembangkan pemikiran Abdullah Saeed Inilah sesungguhnya yang dilakukan oleh itu dalam suatu model penghampiran
beberapa pemikir, antara lain Muqtadir Khan, metodologi Islam progresif sebagai berikut: 35 Tariq Ramadhan, Bassam Tibi, Aminah 1. Keberanjakan dari tradisi masa lalu yang
Wadud, Farid Esack, Irshad Manji, Ibrahim selama ini diikuti.(Critical Engagement on Musa dan lain sebagainya. 33 Tradition)
2. Melakukan kritisi terhadap isu modernitas menurut Abdullah Saeed dalam menafsir ulang
Adapun metodologi Islam progresif
dan mengkritisi kesetaraan laki-laki dan teks-teks Alquran, dapat dipaparkan ada tujuh
perempuan (Multiple Critique on Modernity) pendekatan utama, yaitu:
3. Keberagaman sumber (Plural Literature)
1. Atensi pada konteks dan dinamika sosio- 4. Memposisikan pemikiran yang tunggal yang historis.
tidak memihak (Self Positioning, beyond
2. Menyadari bahwa ada beberapa topik
Apologetics).
yang tidak dicakup oleh al- Qur`ān karena
waktunya belum tiba pada waktu
PERKEMBANGAN ISLAM PROGRESIF
diturunkannya al- Qur`ān.
DI INDONESIA
3. Menyadari bahwa setiap pembacaan atas teks kitab suci harus dipandu oleh prinsip
Istilah Islam Progresif di Indonesia kasih sayang, keadilan sosial dan keadilan.
pertama kali dikemukakan pada tahun 1970-an
4. Mengetahui bahwa al-Qur`ān mengenal oleh Greg Barton. Dengan istilah itu, Barton hirarki nilai-nilai dan prinsip.
ingin menggambarkan suatu gerakan mutakhir
5. Mengetahui bahwa dibolehkan berpindah dalam Islam Indonesia yang melampaui dari satu contoh yang konkrit pada
gerakan Islam tradisionalis dan gerakan Islam generalisasi atau sebaliknya. 36 modernis. Gerakan progresif yang dimaksud
6. Kehati-hatian harus dilakukan ketika adalah gerakan Islam neo-modernis. Gerakan menggunakan teks lain dari tradisi klasik,
Islam neo-modernis yang sejauh ini di-klaim khususnya yang berkaitan dengan
merupakan arah gerakan JIL (Jaringan Islam otentisitasnya.
Liberal), namun semata-mata hanya dalam
7. Fokus utama pada kebutuhan muslim konteks gerakan-gerakan Islam, hampir sama kontemporer. 34 semacam Nahdhatul Ulama (NU) yang
disandingkan dengan Islam Tradisionalis atau Mu ḥammadiyah yang disandingkan dengan
33 Abdullah Saeed, Islamic Thought An
Islam Modernis. Islam progresif hanya sebuah
Introduction..., 55. Kategorisasi ijtihad seperti di atas
metode atau pendekatan dalam mengangkat
memiliki kelemahan mendasar pada poin yang kedua, yaitu eclectic ijtihad. Ketika dinyatakan bahwa ijtihad
isu-isu tertentu melalui wacana keIslaman.
model ini adalah upaya untuk justifikasi "kepentingan" maka sesungguhnya sudah keluar dari definisi ijtihad yang disepakati oleh jumhūr uṣūliyyīn, yaitu upaya sungguh-sungguh untuk menemukan status hukum syara' dari dalil-dalil yang ada. Menegaskan teks dan
diadakan di Marina Mandarin Singapore tanggal 7-8 sejarah yang berposisi berbeda dengan kepentingannya
Maret 2006, 5.
adalah bukti tiadanya kesungguhan dalam pencarian 35 Omid Safi, “What is Progressive Islam? …, 48. kebenaran, melainkan emosi mencari pembenaran.
36 Greg Barton, Neo-Modernism: A Vital 34 IDSS, “Progressive Islam and The State in
Synthesis of Traditionalist and Modernist Islamic Thought in Contemporary Muslim Societies ”, Laporan Seminar yang
Indonesia, (Jakarta: Studi Islamika, 1995) , vol 2. No.3, 1.
Jadi, kata progresif digunakan untuk tingkah laku yang dapat dipertanggung menjelaskan paradigma baru gerakan Islam jawabkan secara epistemologis. Tokoh yang Indonesia yang disebut neo-modernisme Islam itu. masuk dalam tipologi ini adalah Harun Dengan kata lain, Islam progresif adalah Nasution dan Djohan Effendi. sebutan atau kata sifat dari gerakan neo- modernisme Islam. Tegasnya, Islam progresif
Peradaban. yang bukanlah sejenis gerakan Islam baru yang kepentingannya
Kedua ,
Islam
adalah praktis untuk berbeda dengan gerakan-gerakan Islam mendapatkan makna dari perwujudan konkret sebelumnya,. 37 Alquran. Karena itu, di samping analisis
hermeneutis dari konsep-konsep kunci Singkatnya, sejauh ini dalam sejarah
Alquran, mereka pun memberi perhatian besar gerakan dan pemikiran Islam di Indonesia pada Islam kaum salaf. Kalangan ini sangat tetap saja hanya dikenal tiga arus besar, yaitu, memperhatikan
sejarah sosial untuk Islam tradisionalis, Islam modernis, dan Islam neo- mendapatkan makna tadi dan mencoba modernis. Sementara itu identitas-identitas mentranformasikan pengertian yang didapat keislaman yang
dari sejarah Islam itu dalam situasi sejarah kelompok tertentu seperti: liberal, moderat, sosial dewasa ini. Yang dapat dikategorikan radikal, konservatif, militan, dan fundamentalis, tokoh Islam Peradaban adalah Nurcholis tidak lebih dari identitas ad hoc (tidak Madjid dan Kuntowijoyo. permanen). Hal tersebut lebih menegaskan sebuah kecenderungan reaksi sementara, lebih
disandangkan kepada
Ketiga, Islam Transformatif, yang berpijak sering bahkan bersifat politis, dan tidak pada kata kunci emansipatoris. Mainstream yang menjelaskan posisi epistemologisnya di tengah selalu menjadi dasar dalam menafsirkan agenda-agenda dakwah Islam jangka panjang. Alquran adalah visi transformasi. Karena Sikap moderat atau liberal bisa muncul di tokoh-tokohnya dilatar belakangi oleh ilmu kalangan tradisionalis, modernis, maupun neo- sosial radikal, maka sejak awal mereka sudah modernis. Begitu pula dengan sikap radikal, yakin bahwa ada proses yang bersifat empiris
militan, konservatif, atau fundamentalis. 38 dan struktural, yang telah menyebabkan suatu penindasan. Misi pokok yang diemban adalah
Pemikiran neo-modernisme Islam berupaya membebaskan masyrakat muslim Indonesia yang bersifat progresif itu dapat yang miskin, terbelakang dan tertindas. Adi ditipologikan menjadi tiga: pertama, Islam Sasono dan M. Dawam Rahardjo adalah
Rasional. Penelitian keIslaman kalangan ini 39 contoh pelopor Islam Transformatif. dilakukan
menetapkan pendapat,
Untuk upaya melakukan pembaharuan kesangsian, dan akhirnya memperoleh melalui metode ijtihād yang progresif itu, kepercayaan tentang Islam yang kokoh. Yang menurut Nurcholis Madjid penting sekali dicari dalam Islam Rasional adalah
menghilangkan
memahami dan mempersepsikan masa klasik ditemukannya pengetahuan yang mendasar Islam yang dikenal dengan masa salaf, mengenai ilmu keIslaman rasional, untuk meskipun telaah terhadap masa salaf ini masih mendapatkan keyakinan yang rasional dan kontroversial. Dengan argumentasi bahwa
proses pembaharuan ijtihād tidak bisa dimulai
37 Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di
dari nol. Jadi, memulai pengembangan
Indonesia, (Jakarta: Paramadina
dan
Pustaka
Antara,1999), 11. 38 Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di
39 Ahmad Amir Aziz, Neo-modernisme Islam di Indonesia..., 12-13.
Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), 19.
pemikiran dari permulaan sama sekali hanya umat manusia, dan pada saat bersamaan juga akan berakir dengan kemiskinan intelektual. 40 menunjukkan apresiasi yang mendalam
Keberadaan posisi Islam progresif dalam terhadap warisan klasik (tradisionalisme). Alasan pemikiran Nurcholis Madjid berada pada bagi sikap ini adalah bahwa di satu sisi Islam posisi seimbang dalam menilai tradisi dan harus dilibatkan dalam pergulatan-pergulatan modernitas. Tradisi disatu sisi jelek karena modernisme, dan pada saat bersamaan tidak mengungkung, tetapi disisi lain baik karena mungkin memungkiri kenyataan bahwa tradisi memberi dasar pijakan untuk pengembangan. juga telah membuat Islam menjadi mapan di Sebaliknya, modernitas disatu sisi jelek karena tengah-tengah masyarakat. Maka, diktum ekses negatif yang ditimbulkannya, tetapi disisi terkenal yang diusung oleh Islam progresif lain kehadirannya tidak dapat ditolak dan diambil dari kaidah u ṣūl fiqh yang sekaligus malah menjadi keharusan sejarah. Jadi, inti menjadi metodologi gerakannya adalah: makna pembaharuan itu sendiri adalah
updating pemahaman orang atas ajaran Artinya: Memelihara produk pemikiran klasik itu
agamanya dan cara mewujudkan ajaran itu baik (relevan), dan mengambil produk pemikiran dalam masyarakat. Sedangkan tujuannya baru itu lebih baik (lebih relevan). adalah unutk membuat agama yang diyakini itu lebih fungsional dalam memberi jawaban
Posisi undang-undang atau hukum terhadap tantangan modern. Sehingga dalam positif merupakan alternatif utama bilamana kerangka pemikiran semacam ini muslim seputar kasus yang dianalisanya berpijak pada
progresif tidak mau terjebak sama sekali dalam 43 situasi dan kondisi masyarakat. Hal ini sesuai dikotomi tradisionalisme dan modernisme tersebut. dengan kaidah:
Dan memposisikan diri sebagai poros tengah
yang disebut Islam Progresif. Artinya: Keputusan hakim/penguasa menghilangkan Sebagai corak baru aliran pemikiran
perbedaan pendapat.
Islam di Indonesia, Islam progresif mulai
memerankan dirinya secara sungguh-sungguh BIOGRAFI IBN ḤAZM DAN SOSIO- dengan berusaha melihat dan menilai Islam KULTURALNYA
Dalam iklim pembaharuan hukum Islam secara adil dari sudut pandang normatif dan
historis, serta dalam perspektif tekstual dan yang tumbuh di dunia Islam, kehadiran Ibn kontekstual. Wacana yang dikembangkan para Ḥazm al-Andalusi al-Zhāhirī (384-456 H/994- 44 tokohnya menjadi agenda penting bangsa 1064 M) pada abad ke-4 H. Ia sebagai tokoh Indonesia. Ada tiga tema pokok yang menjadi
43 Lihat, prolog oleh Hasanuddin AF dalam
fokus perhatian yaitu: kebangsaan, pluralisme dan buku Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum demokrasi. 42 Keluarga Islam Kontemporer, (Jakarta: Kencana, 2010),
Gerakan Islam progresif dengan sadar
44 Ibn Ḥazm nama lengkapnya adalah Abū
mengakomodasi unsur-unsur modernisme Mu ḥammad ‘Ali ibn Ahmad ibn Sa’īd Ibn Ḥazm ibn Ghālib sebagai bagian dari pencapaian peradaban ibn Ṣālīh ibn Khallāf ibn Ma’dān ibn Sufyān. Kunyah
(panggilan akrab)-nya adalah Abū Muḥammad, nama inilah yang sering digunakan dalam kitab-kitabnya.
40 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Kemudian, ia populer dengan sebutan Ibn Ḥazm. Ia Peradaban, sebuah telaah kritis tentang masalah keimanan
dilahirkan pada akhir Ramadhan tahun 384 H kemanusiaan dan kemoderenan, (Jakarta: Paramadina,
bertepatan tanggal 7 Nopember 994 M di Cordova 1992), 387.
sebagai keturunan Persi. Kakeknya, Yazīd, juga 41 Ahmad Amir Aziz, Neo-modernisme Islam di
berkebangsaan Persi, tetapi dimasukkan ke dalam suku Indonesia ..., 26-27.
Quraisy (Arab) dengan jalan sumpah setia kepada Yazīd 42 Lihat lebih lanjut, Ahmad Amir Aziz, Neo-
bin Abū Sufyān agar dia memihak kepada Bani Umayya modernisme Islam di Indonesia ..., 38-74.
Lihat, Nouruzzaman Shiddiqi, Fiqh Indonesia Penggagas Lihat, Nouruzzaman Shiddiqi, Fiqh Indonesia Penggagas
mengapresiasi peran akal dalam meng- anak pejabat, Ibn Ḥazm mendapat berbagai istinbathkan hukum. 46 . Dari sudut pandangnya, fasilitas. Kehidupan awalnya di istana
Ibn Ḥazm bisa digolongkan pada “poros dipercayakan kepada inang pengasuh, dan dari tengah ”, yaitu kalangan yang tidak menganggap merekalah ia memperoleh pendidikan dasar,
akal sebagai tumpuan utama dalam istinbāṭ al- seperti pelajaran Alquran , menghafal sya’ir,
a 50 ḥkām (menarik kesimpulan hukum), pada saat belajar menulis dan keterampilan lainya. bersamaan tidak pula menafikan peran
Ketika menginjak usia remaja, Ibn Ḥazm signifikan akal pikiran.
mendalami berbagai disiplin ilmu. Ia belajar Nama lengkap Ibn Ḥazm adalah Alī ibn pada seorang guru yang ‘alim dan wara’ yaitu
A 51 ḥmad ibn Sa’īd ibn Ḥazm ibn Ghālib ibn Ṣālih Abū al-Ḥusain ibn ‘Alī al-Fārisī (w. 415 H). ibn Khalāf ibn Ma’dān ibn Sufyān bin Yazīd al- Gurunya al- Fārisī juga membawa Ibn Ḥazm ke
Fārisī. 47 Lahir di Cordova Andalusia, pada hari majelis pengajian al- Qur’an Abū al-Qāsim Rabu subuh di akhir bulan Ramadhan tahun Abdurrahmān al-Azdī (w. 410 H) dan Aḥmad bin
384 H. Bertepatan dengan tanggal 7 Mu ḥammad al-Jasur (w. 401 H) untuk belajar November 994 M. 48 Ia tumbuh sebagai orang bahasa arab, ḥadīts, sastra arab dan ilmu-ilmu
yang terhormat dan dihormati. Ayahnya syari`ah, pengobatan, filsafat dan lain
A ḥmad adalah seorang yang terkenal alim dan
sebagainya. 52
menjadi Menteri pada masa khalifah al- Ketika itu, sudah menjadi hal biasa Manshūr dan al-Mudhaffir.. 49 dalam dunia pendidikan dan pengajaran di
Dari segi kebangsaannya, Ibn Ḥazm Andalusia, keadaan perempuan yang tidak adalah keturunan bangsa Persia. Kakeknya berhijab di depan kaum laki-laki pada masa itu. Yazīd adalah hamba sahaya Yazīd ibn Abū Pada usia 16 tahun ia selalu menghadiri Sufyān (w. 210 H), Gubernur di Damsyiq pada halaqah-halaqah yang diselenggarakan oleh ahli
tafsir, ahli ḥadīts dan ahli bahasa Arab.
dan Gagasannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hal.
Dengan kecepatan daya tangkapnya, kekuatan
dan kecermatan
Jalaluddin Rakhmat, Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, (Jakarta: Paramadina, 1995), 272.
pemahamannya, Ibn Ḥazm telah menjadi
46 Dapat dilihat dari sub judul yang dituangkan dalam buku ushul fikihnya al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam,
terdapat pembahasan khusus mengenai ḥujjiyat al-‘aql (argumen akal).
Syamsudd 50 īn Muḥammad al-Dzahabī, Siyar Mu ḥammad Abū Laylah, In Persuit of Virtue: `Alām al-Nubalā`, (Beirut: Mu`assasah al-Risālah, 1974) ,
The Moral Theology Psycology of Ibn Ḥazm al-Andalusi, juz 18, 184.
(England, London: ToHa Publisher Ltd, 1990), 17. 48 Mu ḥammad Abū Zahrah, Ibn Ḥazm:
51 Far ūq ‘Abd al-Mu’thi, Ibn Ḥazm al-Zh āhirī, Ḥayātuhu, wa ‘Asruhu, Arā`uhu wa Fiqhuhu, (t.tp. Dār al-
(Beirut: Dâr al-Kutub al- ‘Ilmiyyah, 1992), 12. Fikr al- 52 ‘Arabī, 1954), 23. Kemudian ia meninggal dunia Ibn Ḥazm menuliskan dalam kitabnya Tawq
pada tan ggal 28 Sya’ban 456 H atau bertepatan dengan al- Hamāmah, bahwa gurunya adalah Abū al-Qāsim Abd tanggal 15 Agustus 1064 M di Manta Lisham, suatu
al- Rahmān ibn Abū Yazīd al-Miṣrī, yang mengajarkan daerah dekat Seville. Lihat, Mahmūd ‘Alī Himayah, Ibn
hadits, nahwu, fiqh, lughah, retorika, dialektika dan Ḥazm: Biografi, Karya dan Kajiannya tentang Agama-agama,
teologi, bersama dengan Ab ū al-Ḥusain ibn ‘Alī al-Fāsi, terj. Halid Alkaf, (Jakarta: Lentera Basritama 2001), 75.
di Rusafah Cordoba. Selain itu ia juga mendalami hadits 49 Abū Muḥammad ‘Alī ibn Aḥmad Sa’īd Ibn dari A ḥmad ibn Yasir dan Abû Bakr Muḥammad ibn
Ḥazm, al-Nubdzah al-Kāfiyah fī Aḥkām Uṣūl al-Dīn, Is ḥāq al-Hamāzanī. Lihat, Muḥammad Abū Zahrah, Ibn (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1975), 3.
Ḥazm: Hayātuhu, wa `Asruhu,... 35.