Analisis Rantai Nilai Industri Kreatif P

Petunjuk Sitasi: Saraswati, R., Liquiddanu, E., & Fahma, F. (2017). Analisis Rantai Nilai Industri Kreatif Produk Batik
Tulis (Studi Kasus : Desa Wisata Batik Jarum, Bayat). Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. C68-74). Malang:
Jurusan Teknik Industri Universitas Brawijaya.

Analisis Rantai Nilai Industri Kreatif Produk
Batik Tulis (Studi Kasus : Desa Wisata Batik
Jarum, Bayat)
Rizky Saraswati(1), Eko Liquiddanu(2) , Fakhrina Fahma(3)
(1), (2), (3)
Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas
Maret Jl. Ir Sutami 36A Surakarta, 57126, Indonesia
(1)
[email protected], (2)[email protected], (3)[email protected]
ABSTRAK
Sebagai salah satu industri kecil yang berada di wilayah Jawa Tengah, Kabupaten
Klaten memiliki beragam industri. Salah satu industri kecil yang mengalami
perkembangan adalah industri batik. Sentra industri batik kabupaten Klaten yang
terkenal adalah desa Jarum, Bayat. Batik sendiri telah diakui oleh masyarakat
internasional sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia oleh UNESCO pada tanggal
20 Oktober 2009. Batik sebagai salah satu potensi industri kreatif kecamatan Bayat pun
membawa pengaruh signifikan terhadap perekonomian terlebih setelah batik diakui

dunia internasional. Namun usaha batik tulis Bayat masih dikerjakan secara mandiri dan
konvensional, menyebabkan batik Bayat tidak dapat berkembang secara optimal. Oleh
karena itu agar mampu menyusun analisis solusi untuk memberikan keunggulan bersaing
perlu dilakukan analisis rantai nilai untuk mengidentifikasi aktivitas yang memiliki nilai
tambah ekonomi tertinggi. Maka dilakukan penelitian dengan metode kualitatif
pendekatan studi kasus. Dengan populasi penelitian meliputi semua pihak yang terlibat
dalam rantai nilai. Dihasilkan profit margin terbesar pada aktivitas inbound logistic dan
nilai tambah terbesar baik untuk kain batik tulis warna alam dan sintetis adalah proses
penjualan kepada konsumen.
Kata kunci— Rantai nilai, batik tulis, desa jarum, bayat

I. PENDAHULUAN
Sebagai salah satu pusat industri kecil yang berada di wilayah Jawa Tengah, Kabupaten
Klaten memiliki beragam industri. Hal ini dibuktikan dengan data Dinas Perindustrian
Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Klaten tahun 2014 terdapat 32.920 unit industri
kecil dengan jumlah tenaga kerja sebesar 135.845 (BPS Klaten, 2014). Salah satu industri kecil
yang mengalami perkembangan adalah industri batik.
Sentra industri batik kabupaten Klaten yang terkenal adalah di desa Jarum, kecamatan Bayat.
Batik sendiri telah diakui oleh masyarakat internasional sebagai warisan budaya dunia yang
berasal dari Indonesia oleh UNESCO pada tanggal 20 Oktober 2009. Batik sebagai salah satu

potensi industri kreatif kecamatan Bayat pun membawa pengaruh signifikan terhadap
perekonomian terlebih setelah batik diakui oleh dunia internasional. Hal ini didukung oleh pihak
pemerintah, disebutkan dalam penelitian Ishack (2004) rencana pembangunan pada tingkat
kecamatan di kabupaten Klaten tahun 2009 lebih difokuskan terhadap program kualitas hidup
berbasis usaha mikro, dengan sasaran penguatan sektor industri mikro paling utama adalah Bayat.
Namun perkembangan IKM saat ini mengalami penurunan daya saing di pasar internasional.
Menurut global competitiveness report (world economic forum) indeks daya saing Indonesia
cenderung terus menurun selama tiga tahun terakhir. Pada tahun 2014 Indonesia berada pada
posisi 34 dan turun tiga peringkat menjadi 37 pada tahun 2015. Sedangkan pada tahun 2016
Indonesia berada diposisi 41 dari total 144 negara. Indonesia masih kalah jauh dibandingkan
negara lainnya di Asia Tenggara yang berdaya saing tinggi seperti Thailand (32), Malaysia (18)
dan Singapura (2).
Nurmiansyah (2011), menerangkan untuk meraih kinerja perdagangan internasional yang
optimal diperluhkan daya saing industri yang baik. Daya saing industri ini dipengaruhi oleh rantai

SNTI dan SATELIT, 4-6 Oktober 2017, Batu
C-68

Analisis Rantai Nilai Industri Kreatif Produk Batik Tulis (Studi Kasus : Desa Wisata Jarum, Bayat)


nilai (value chain ) yang efektif. Porter (1985) dan Kaplinsky dan Morris (2003) menjelaskan
rantai nilai yang efektif adalah kunci keunggulan kompetitif (competitive advantage) yang
mampu menghasilkan nilai tambah (value added ) bagi industri. Begitu strategisnya peran
industri batik, untuk itu diperlukan upaya memberikan keunggulan bersaing dengan industri
lainnya dalam hal ini desa Jarum, kecamatan Bayat meliputi aspek keterampilan manusia,
sumber daya alam, lingkungan, dan budaya terkait industri batik diharap mampu menarik
investor untuk berinvestasi. Era persaingan yang semakin tinggi menuntut seluruh pihak
terkait industri batik di desa Jarum, kecamatan Bayat bertindak dan berinovasi agar industri
tersebut tetap unggul dan mempertahankan eksistensinya. Kota Solo sebagai wilayah
pemasaran dan pemasok kebutuhan utama batik Bayat, pun mendukung hal ini seperti tertuang
dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta nomor 1 tahun 2012 mengenai rencana pembangunan
menengah daerah kota Surakarta tahun 2011-2031. Menurut pasal 6 ayat 2b peraturan daerah
kota Surakarta menyebutkan bahwa pemerintah daerah menjalin kerjasama dengan daerah
otonom kawasan andalan SUBOSUKAWONOSRATEN (Surakarta, Boyolali, Sukoharjo,
Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten) untuk memantapkan pelayanan dan pengembangan
kota.
Upaya yang dilakukan pemerintah kota Solo ini dirasa tepat. Akibat tingginya permintaan
batik tulis kota Solo yang tidak dapat terpenuhi, maka wilayah sekitar kota Solo yaitu Klaten
mampu menjadi solusi untuk memenuhi permintaan yang ada. Dipilih batik Bayat dikarenakan
batik ini terkenal memiliki kehalusan dan proses pewarnaan yang sempurna. Selain itu batik

Bayat memiliki corak dominan warna sogan atau kecoklatan yang identik dengan warna batik
keraton Kasunanan Surakarta dan cenderung mengikuti selera pasar yang berkembang di wilayah
Solo.
Dengan mempertimbangkan latar belakang diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui rantai nilai terkait berbagai aktivitas dalam industri batik Bayat agar mampu
menyusun analisis solusi untuk memberikan keunggulan bersaing bagi industri batik Bayat dan
para pelakunya berdasarkan aktivitas yang menimulkan nilai tambah.

II. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang berlokasi
di desa wisata batik Jarum,Bayat. Dengan populasi penelitian meliputi semua pihak yang terlibat
dalam rantai aktivitas primer dan pendukung proses produksi batik terdiri dari para pengrajin,
pemasok bahan baku, dan konsumen yang terdiri atas wholesaler , retailer , dan pelanggan.
Dilakukan kegiatan observasi dan wawancara dengan kuesioner terbuka guna mengumpulkan
informasi terkait berbagai aktivitas yang terdiri dari tiga tahap. Tahapan pertama adalah
menguraikan aktivitas inti dan pelengkap rantai nilai pada industri batik tulis Bayat. Analisis
rantai nilai mampu memberikan informasi mengenai seluruh siklus produksi dan para pelaku yang
berkaitan hingga hubungan pasar akhir. Tahapan kedua, menghitung nilai tambah para pelaku
dalam tiap aktivitasnya. Dilakukan analisis terhadap aliran produksi tiap pelaku dan nilai tambah
dengan mencari selisih antara harga jual dan biaya produksi yang dikeluarkan. Dihasilkan model

rantai nilai porter untuk mempermudah pemahaman mengenai nilai tambah yang terjadi.
Tahap terakhir berupa pemetaan rantai nilai dari hasil analisis yang telah dilakukan. Pemetaan
ini terdiri atas empat tahapan kreasi, produksi, distribusi dan komersialisasi akan memberikan
kemudahan bagi para pelaku yang bersinggungan dengan industri batik diantarnya pengrajin,
tenaga kerja, konsumen, UMKM, dan perguruan tinggi untul mengembangkan industri batik
Bayat.
1. Konsep Rantai Nilai
Menurut Departemen Perdagangan Republik Indonesia dalam buku “ Pengembangan
Ekonomi Kreatif Indonesia 2025” (2008: 81) Rantai nilai yang dimaksudkan adalah suatu proses
penciptaan nilai mulai dari input hingga output dari pengolahan sumber dayanya. Rantai nilai
terkait industri kreatif akan mengutamakan desain dalam tiap prosesnya dengan daya cipta dan
kreatifitas yang dihasilkan individunya. Dengan pemetaan rantai nilai, stakeholder lebih mudah
dalam memahami posisi industri sehingga fokus pengembangannya lebih terarah. Terdapat empat

SNTI dan SATELIT, 4-6 Oktober 2017, Batu
C-69

Saraswati, Liquiddanu, dan Fahma

faktor dalam pengembangannya yaitu kreasi, produksi, distribusi dan komersialiasi.

Menurut Porter (1985) konsep rantai nilai memberikan kerangka terhadap organisasi dalam
mengelola pertimbangan substansial dalam mengalokasikan sumber dayanya, menciptakan
pembeda dan efektifas pengaturan biaya. Porter, mengajukan suatu model rantai nilai seperti pada
gambar 1 sebagai alat untuk mengidentifikasi berbagai cara untuk menghasilkan nilai tambah
yang terdiri dari aktifitas-aktifitas nilai dan keuntungan (margin), aktifitas nilai dibagi menjadi 5
aktifitas utama (primary activities) yang terdiri dari inbound logistik, operasi,outbound
logistik,penjualan dan pemasaran, serta service. Dan 4 aktifitas pendukung ( support activities )
yang terdiri dari pengadaan pengembangan teknologi, manajemen sumber daya alam, dan
infrastruktur perusahaan.

Gambar 1 Model Rantai nilai Porter

2. Analisis Rantai Nilai
Agar industri mampu bertahan dalam persaingan usaha yang selalu berubah, perlu dilakukan
antisipasi dalam menghadapi hal-hal yang berpotensi merugikan agar mampu memperoleh
keunggulan bersaing. Maka diperlukan analisis rantai nilai sebagai analisis aktivitas dilakukan
meliputi proses pengadaan, penyimpanan, penggunaan, sampai di tangan konsumen yang mampu
memberikan nilai tambah bagi seluruh pelaku yang terlibat (Machfoedz, 2004)
Menurut Widarsono (2009) terdapat tiga tahapan dalam analisis rantai nilai yaitu :
1. Mengidentifikasi aktifitas rantai nilai

2. Mengidentifikasi biaya (cost driver ) yang ditimbulkan pada setiap aktivitas nilai
3. Mengembangkan keunggulan kompetitif
a. Mengidentifikasi keunggulan kompetitif atau diferensiasi.
b. Mengidentifikasi peluang akan nilai tambah.
c. Mengidentifikasi peluang untuk mengurangi biaya.
3. Nilai Tambah
Konsep rantai nilai (value chain ) berbeda dengan konsep nilai tambah (value added ). Menurut
Tarigan (2004) nilai tambah suatu produk merupakan nilai hasil produk dikurangi dengan biaya
antara yang terdiri dari biaya bahan baku dan bahan penolong. Konsep nilai tambah ( value added )
menekankan pada nilai yang ditambahkan selama proses sebagai biaya antara. Menurut Makki
dkk (2001), apabila komponen biaya antara yang ditimbulkan nilainya semakin besar, maka nilai
tambah produk tersebut akan semakin kecil dan begitu pula sebaliknya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Identifikasi Aktivitas Para Pelaku Rantai Nilai Batik Tulis Bayat

Aliran informasi pemesanan dimulai dari konsumen melakukan pemesanan dengan datang
langsung ke lokasi pengrajin atau memesan melalui telepon, selanjutnya pengrajin akan
melakukan pembelian bahan baku dan peralatan yang dibutuhkan kepada pemasok ( supplier ).
Setelah mendapatkan kebutuhan pengrajin akan membagikan pekerjaan tersebut kepada pekerja

untuk diproses. Juru nyoret akan memperbanyak motif batik yang akan dikerjakan, apabila telah
selesai maka kain yang telah digambar akan diberikan kepada juru batik untuk di canting selama
beberapa hari. Batik yang telah selesai di canting akan diberikan warna oleh juru warna sesuai
warna yang diinginkan.
Proses produksi kain batik tulis selesai, dan diserahkan kepada pengrajin untuk dijual kepada
SNTI dan SATELIT, 4-6 Oktober 2017, Batu
C-70

Analisis Rantai Nilai Industri Kreatif Produk Batik Tulis (Studi Kasus : Desa Wisata Jarum, Bayat)

konsumen. Namun,terkadang pengrajin mengolah kain batik tulis tersebut menjadi produk
lainnya. Untuk itu pengrajin melakukan pemesanan kepada konveksi untuk melakukan proses
penjahitan. Setelah produk selesai dijahit maka konveksi akan menyetorkan produk tersebut
kepada pengrajin untuk dijual kepada konsumen. Selain melakukan order kepada konveksi
terkadang pengrajin pun melakukan order ke sesama pengrajin Bayat untuk melakukan
pewarnaan kain khusunya teknik pewarnaan alam dan saling menitipkan kain hasil produksinya.
Aliran informasi pemesanan dan proses produksi batik tulis di desa Jarum, Bayat ditampilkan
pada gambar 2 dibawah ini.

Gambar 2 Aliran informasi rantai nilai industri batik tulis Bayat


B. Aktivitas Nilai Tambah Produksi Batik Tulis Bayat

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan pada Tabel 1 diketahui untuk
memproduksi kain batik tulis warna alam dibutuhkan biaya sekitar Rp 105.916 dengan biaya
pendukung lainnya sekitar Rp 29.833. Sehingga total biaya yang dibutuhkan sebesar Rp 135.750
dengan harga jual rata-rata sebesar Rp 400.000. Sedangkan biaya yang dibutuhkan untuk
memproduksi kain batik tulis warna sintetis dibutuhkan biaya sekitar 102.750 dengan biaya
pendukung lainnya sekitar Rp 29.833. Sehingga total biaya yang dibutuhkan sebesar Rp 132.583
dengan harga jual rata-rata sebesar Rp 350.000.
Maka diperoleh nilai tambah untuk kain batik tulis warna alam dan sintetis sebesar 66,06 %
dan 62,12% untuk penjualan kepada pelanggan perseorangan. Diperoleh pula 61,93% dan
57,68% untuk penjualan kepada retailer dan wholesaler .
Tabel 1 Nilai Tambah Produksi Batik Tulis di Desa Jarum, Bayat
No

1
2
3


4

5
6

7

8

Biaya
Biaya
Biaya
Biaya
produksi
Biaya
produksi
terendah
rata-rata
tertinggi
rata-rata warna alam rata-rata warna sintetis

Biaya produksi
Kain mori (2 meter)
Rp 30.000 Rp 33.000,00 Rp 35.000
Malam/ Lilin (0,25 Kg)
Rp 7.500 Rp
8.750
Rp 10.500
Pewarna (tiap kebutuhan dapat digunakan bersama untuk 60 kain)
alam (1 Kg)
Rp 4.167 Rp
4.167 Rp 4.167
sintetis (0,1 Kg)
Rp 1.000 Rp
1.000 Rp 1.000
Biaya tenaga kerja
Rp 3.000 Rp
5.000 Rp 10.000
juru nyoret (per kain)
juru batik (per kain)
Rp 40.000 Rp
50.000 Rp 80.000
juru warna (per hari 10 kain) Rp 5.000 Rp
5.000 Rp 5.000
Rata-rata biaya produksi batik tulis
Rp
105.917 Rp
102.750
Bahan
pendukung
Rp 5.000 Rp
6.000
Rp 7.500
(tawas,tunjung,kapur)
Listrik
Rp 20.000 Rp
20.000
Rp 20.000
Peralatan (masa pakai 6 bulan)
Kompor/Anglo
Rp 1.667 Rp
1.667 Rp 1.667
wajan
kecil
Rp 1.333 Rp
1.333 Rp 1.333
canting
Rp
833 Rp
833 Rp
833
Rata-rata biaya pendukung
Rp
29.833 Rp
29.833
Rata-rata biaya produksi dan pendukung
Rp
135.750 Rp
132.583
Penjualan batik
pelanggan
retailer & wholesaler
Jenis biaya

Harga jual Harga jual Nilai tambah % Nilai tambah %
warna alam warna sintetis
warna alam
warna sintetis
8,25%
2,19%

9,43%
2,50%

1,04%
0,29%
1,25%
12,50%
1,25%
26,48%
1,50%
5,00%

Rp
Rp

SNTI dan SATELIT, 4-6 Oktober 2017, Batu
C-71

400.000 Rp
375.000 Rp

350.000
325.000

1,43%
14,29%
1,43%
29,36%
1,71%
5,71%

0,42%
0,33%
0,21%
7,46%
33,94%

0,48%
0,38%
0,24%
8,52%
37,88%

66,06%
61,93%

62,12%
57,68%

Saraswati, Liquiddanu, dan Fahma

C. Analisis Rantai Nilai Batik Tulis Bayat

Berdasarkan gambar dibawah ini diketahui bahwa nilai tambah terbesar terdapat pada operasi
dan outbond logistic sebesar Rp 60.000. Hal ini dikarenakan biaya tenaga kerja pengrajin Bayat
baik juru nyoret, juru batik, dan juru warna cukup tinggi sebanding dengan kemampuan dan
keterampilan tenaga kerja dalam menghasilkan produk. Selanjutnya nilai tambah terbesar kedua
ditempati oleh inbound logistic sebesar Rp 51.917 karena harga bahan baku yang cukup tinggi
dan hanya tersedia di luar wilayah Klaten yaitu di kota Solo dapat dilihat pada Gambar 3. Dan
yang terakhir adalah penjualan dan pemasaran serta servis sebesar Rp 20.000 karena proses
pemeliharaan peralatan masih yang dilakukan sederhana dan tidak rutin serta penjualan dan
pemasaran dilakukan secara tradisional sehingga pengrajin tidak memerlukan biaya yang tinggi.

Gambar 3 Contoh gambar grafik dengan warna kontras

D. Pemetaan Rantai Nilai Batik Tulis Bayat

Setelah didapatkan hasil analisis rantai nilai maka digambarkan model pembentukan nilai
industri batik Bayat sebagai salah satu industri kreatif. Pada industri kreatif, proses penciptaan
nilai dalam hal ini industri batik bersinggungan dengan pengembangan desain dalam menciptakan
produknya. Untuk menyusun pemetaan rantai nilai ini didapatkan data pendukung melalui
observasi dan metode wawancara in depth dengan para pelaku.
Dengan adanya pemetaan rantai nilai akan memberikan kemudahan bagi para pelaku yang
bersinggungan dengan industri batik Bayat atau stakeholder untuk mengembangkan industri
tersebut. Dengan memperhatikan empat tahapan dalam pengembangaannya yaitu kreasi, produksi,
distribusi dan komersialisasi. Maka berikut ditampilkan model pemetaan rantai nilai industri batik
Bayat pada Gambar 4.

SNTI dan SATELIT, 4-6 Oktober 2017, Batu
C-72

Analisis Rantai Nilai Industri Kreatif Produk Batik Tulis (Studi Kasus : Desa Wisata Jarum, Bayat)

Gambar 4 Pemetaan rantai nilai industri kreatif batik tulis Bayat

IV. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut ini.
1. Didapatkan aliran informasi dan pemesanan terkait aktivitas dalam rantai nilai industri
batik Bayat mulai dari proses pengadaan bahan baku, proses produksi, hingga proses
penjualan dan pemasaran kepada konsumen akhir.
2. Didapatkan hasil biaya total untuk memproduksi kain batik tulis warna alam dibutuhkan
biaya sekitar Rp 135.750 dengan harga jual rata-rata sebesar Rp 400.00. Sedangkan biaya
total yang dibutuhkan untuk memproduksi kain batik tulis warna sintetis Rp 132.583
dengan harga jual rata-rata sebesar Rp 350.000.
Maka diperoleh nilai tambah untuk kain batik tulis warna alam sebesar 66,06 % untuk
penjualan kepada pelanggan perseorangan dan 61,93% untuk penjualan kepada retailer
dan wholesaler . Dan nilai tambah untuk kain batik tulis warna sintetis sebesar 62,12%
untuk penjualan kepada pelanggan perseorangan dan 57,68% untuk penjualan kepada
retailer dan wholesaler .
3. Didapatkan hasil dari analisis rantai nilai bahwa profit margin yang dihasilkan sebesar
Rp 135.750 per potong kain dengan ukuran 2m. Profit margin yang dihasilkan dari produk
batik tulis dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan kinerja para pengrajin batik
dengan mempertimbangkan aktivitas inbound logistic, operasi, penjualan dan pemasaran,
serta outbound logistic. Pada aktivitas outbound logistic dan operasi
perlu
dipertimbangkan mengenai biaya tenaga kerja. Pada aktivitas inbound logistic perlu
dipertimbangkan proses pengadaan bahan baku untuk kain mori dan pewarna. Pada
aktivitas penjualan dan pemasaran serta servis harus mempertimbangkan proses
pemasaran produk batik tulis.
4. Didapatkan model pembentukan nilai industri batik tulis Bayat melalui pemetaan terdiri
atas empat tahapan kreasi, produksi, distribusi dan komersialisasi. Dengan adanya
pemetaan ini akan memberikan kemudahan bagi para pelaku yang bersinggungan dengan
industri batik diantarnya pengrajin, tenaga kerja, konsumen, UMKM, dan perguruan tinggi
untul mengembangkan industri batik Bayat.

SNTI dan SATELIT, 4-6 Oktober 2017, Batu
C-73

Saraswati, Liquiddanu, dan Fahma

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kabupaten Klaten, 2014, Perusahaan Industri dan Tenaga Kerja Menurut
Kelompok Usaha Di Kabupaten Klaten Tahun 2014 . https://klatenkab.bps.go.id/, Diakses Pada 26
Juni 2017.
Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2008, Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025:
Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2015.
Dinas perindustrian dan perdagangan Koperasi dan UMKM, 2014, Kabupaten Klaten
Ishack, 2004, Profil Sukses Sektor Industri di Klaten , Usahawan, XVI/IV, hlm.1129.
Kaplinsky, R., Memedovic, O., Morris, M. L. & Readman, J. 2003. The Global Wood Furniture Value
Chain: What Prospects for Upgrading by Developing Countries, Vienna, United Nations Industrial
Development Organization.
Machfoedz, Mas’ud, 2004, Perubahan Peran Akuntan Manajemen, Media Akutan Manajemen, Meida
Akuntansi No 38/Maret.
Makki, M. F. dkk, 2001, Nilai Tambah Agroindustri pada Sistem Agribisnis Kedelai di Kalimantan
Selatan, Dalam jurnal Agro Ekonomika. Vol. VI. No. 1. Juli 2001.
Mangifera, L, 2015, Analisis Rantai Nilai (Value Chain) Pada Produk Batik Tulis di Surakarta , Jurnal
Manajemen dan Bisnis BENEFIT, 19 (1), p 24-33
Nurmiansyah, 2011, Analisis Rantai Nilai (Value Chain) Industri Pakaian Jadi di Indonesia , Tesis tidak
dipublikasikan, Jogjakarta : Universitas Gadjah Mada.
Peraturan Daerah Kota Surakarta No 1 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta
Tahun 2011-2031
Porter, E. M. 1985. Competitive Advantage-Creating and Sustaining Superior Performance, New York :
Free Press.
Tarigan, R, 2004, Ekonomi Regional, Bumi Angkasa, Jakarta. UNESCO. Indonesia Batik :
UNESCO, 2009
Widarsono, Agus, 2009, Strategic Value Chain Analysis (Analisis Stratejik Rantai Nilai : Suatu
Pendekatan Manajemen Biaya .
World Economic Forum, 2016, The Global Competitiveness Report 2014 – 2016, The World Economic
Forum, Switzerland

SNTI dan SATELIT, 4-6 Oktober 2017, Batu
C-74

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63