A Pendahuluan - PENANGANAN PERLINDUNGAN SUMBER DAYA ALAM MELALUI KETENTUAN HUKUM PIDANA

PENANGANAN PERLINDUNGAN SUMBER DAYA ALAM
MELALUI KETENTUAN HUKUM PIDANA
Oleh Dr. Aksi Sinurat, SH.M.Hum

ABSTRACT
Breakage nor extinction of the biological natural resources and ecosystem awfully advese
community. There fore the need for handling natural resources protection through criminal law
provisions. Environmental problems faced related to natural resources and ecosystems,
dcipengaruhi by mindset, attitudes and actions or the actions of man. The human actions such as
forest fires, tree cutting, hunting protected animals or unprotected to be traded or owned.
Though there are rules which forbid, be it the rules of the provisions pidanan and environmental
management. The cause of human actions (public officers) caused by the knowledge,
understanding and awareness of the law is still low. Although idealistic conservation of natural
resources and ecosystems are becoming an absolute obligation for every generation, but
empirically (consciously or not) showed that not a bit of the action (act of) people who are not
responsible for causing damage to the preservation and protection acts of nature or any other
form of violation. Enhancement and understanding of the provisions of the criminal law is
needed in order to overcome them, the preservation and protection of natural resources and
ecosystems. Penal and non-penal policies eg lack of regulation and social education in order to
develop social responsibility waega society; cultivation of the mental health community
through: moral education, religious, environmental education and sebagainya.Tidak love is

undeniable that the low level of public awareness is part a consequence of ignorance or lack of
knowledge about the law itself (including the provisions of criminal law relating to the source
natural

resources

and

ecosystems).

Keywords: Protection, Natural Resources, Criminal Law Provisions

A Pendahuluan
Kerusakan atau kepunahan salah satu unsur dari sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya akan dapat mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat yang tidak
dapat dinilai dengan materi, dan pemeliharaannya dengan keadaan semula tidak
mungkin lagi. Hal dimaksud akan berdampak pada kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya.

1


Dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan nasional, yakni untuk
meningkatkan

kesejahteraan rakyatnya

perlindungan sumber daya alam

salah satu diantaranya

ialah melalui

kekayaan alam yang terkandung didalamnya

berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pesoalan-persoalan yang berkaitan dengan sumber daya alam dan kekayaan yang
terkadung didalamnya dapat berupa ; tindakan anggota masyarakat atau oknum
masyarakat yang mempunya kebiasaan membaar hutan atau menebang pohon secara
ilegal; gemar menggunakan senapan angin untuk berburu yang mengakibatkan
korban masyarakat; adanya anggota masyarakat yang pekerjaan tambahannya adalah

berburu, menjerat atau mencari satwa-satwa tertentu untuk diperjual-belikan;
tindakan masayarakat yang memelihara satwa-satwa tertentu tanpa surat ijin dari
pemerintah; khalayak masyarakat

belum mengetahui dan memahami beberapa

ketentuan hukum pidana yang berhubungan dengan konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistem.
Penyebab terjadinya persoalan sebagaimana di atas, tentu tidak terlepas dengan
tingkat pengetahuan, pemahaman dan kesadaran hukum masyarakat yang masih
rendah. Walaupun secara idealis upaya konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistem ini adalah menjadi kewajiban mutlak bagi setiap generasi, akan tetapi
secara empiris (sadar atau tidak ) menunjukan bahwa tidak sedikit terjadinya
tindakan-tindakan (ulah) manusia yang tidak bertanggung jawab menimbulkan
kerusakan pelestarian dan perlindungan alam ataupun perbuatan-perbuatan lain yang
berupa pelanggaran.
Pembuktian persoalan di atas mengacu kepada hasil penelitian yang dilakukan
oleh M Satrum dan A Jati (2002) mensinyalir beberapa penelitian terakhir (Noske,
1995;Jati 1998;Jati dkk,1999 ; Setiawan dkk,2002) menunjukan bahwa jumlah
species (difersitas spesies) dan populasi burung baik endemik maupun non endemik

dibeberapa kawasan hutan di pulau Timor dolaporkan sangat terancam, penelitian
lain Zanaz dkk 1995 bahwa 6 species burung endemik dari wilayah Nusa Tenggara
Timur dilaporkan telah dikategorikan sebagai species terancam kepunahan
berdasarkan kriteria IUCIN.
Ancaman terhadap keanekaragaman species dan populasi burung didaerah ini (Jati
dkk 1999) disebabkan beberapa faktor yang bekerja secara simultan, yaitu
penangkapan untuk tujuan perniagaan seperti burung-burung paruh bengkok
(parrot). Jati (1998) menyatakan bahwa jumlah
2

realisasi kakatua kecil jambul

kuning yang dikeluarkan oleh BKSDA VII Kupang untuk diantar pulaukan antara
tahun 197-1980 tercatat sebanyak 72 ekor. Selain karena penangkapan, ancaman
lainnya disebabkan tekanan lingkungan yang menjadi habitat burung yakni
pembakaran hutan dan penebangan pohon.
Oleh sebab itu, perlu penaganan terhadap persoalan-persoalan ini melalui
tindakan-tindakan hukum yang berdampak positif bagi pengembangan dan
pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, untuk menghindari
kepunahan satwa-satwa.


B. Kontol Sosial dan Sosialisasi Hukum

Hukum tidak dapat berfungsi dengan baik , apabila tidak diperkenalkan kepada
masyarakat atau disosialisasikan kepada masyarakat. Soekanto (1986:33) bahwa
hukum sebagai salah satu sarana kontrol sosial (Social control) , perlu
disosialisasikan agar masyarakat memiliki pemahaman yang benar serta mendukung
sepenuhnya upaya penerapan dan penegakannya, Karena yang menjadi satu tujuan
upaya penegakan hukum adalah untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat.
Barda Nawawi Arief (1991:4) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan
sosialisasi hukum adalah suatu kegiatan yang berfungsi menyampaikan informasi
hukum dari komunikator tentang isi hukum. Hal ini terkait dengan pelaksanaan
pembangunan masyarakat yang sering memunculkan dampak negatif. Oleh karena
itu diperlukan langkah-langkah

integratif antara lain komunikasi hukum.

Komunikasi hukum sebagai sub komponen sosialisasi hukum menghendaki perlunya
perubahan sosial dari segi kesadaran.
Oleh Rahardjo ( Leo,1998 : 12)


mengatakan bahwa, perubahan sebagai

fenomena yang tidak dapat dibendung sering merupakan kriminogen. Hal tersebut
dapat terjadikarena ketika pelaksanaan program pembangunan dilaksanakan, maka
ada sekelompok sekelompok masyarakat yang secara riil belum siap melaksanakan
pembangunan, bahkan tertindas oleh pelaksanaan pembangunan itu sendiri. Untuk
golongan tersisih ini perlu didekatkan oleh hukum secara prefentif yang bertujuan
menumbuhkan perilaku sadar hukum mandiri, yaitu suatu kemampuan bersikap
tindak secara mandiri dan rasional untuk dapat suatu ketika bertindak secara tepat
tentang baikidak hanya lingkungan fisik dan biologiburuk atau yang diperolehkan
hukum.
3

Dengan demikian, maka sosialisasi hukum yang bersifat preventif adalah bentuk
kegiatan yang bersifat membentuk perilaku masyarakat yang patuh dan taat kepada
hukum positif dan diberikan kepada masyarakat.

C. Lingkungan Hidup dan Sumber Daya
Batasan-batasan mengenai lingkungan hidup dan sumber daya, oleh Undangundang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup telah dirumuskan, bahwa lingkungan

hidup adalah kesatuan ruang denagan semua benda,daya, keadaan dan mahluk hidup,
termasuk didalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya; sedangkan
sumber daya adalah sumber daya alam buatan.
Sumarwoto (L. Marpaung,1997:5) berpendapat, lingkungan adalah semua benda
dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan
kita. Secara teoritis ruang itu tidak terbatas jumlahnya, namun secara praktis ruang
itu selalu diberi batas menurut kebutuhan yang dapat ditentukan. Misalnya; jurang,
sungai atau laut, faktor politik atau faktor lainnya. Jadi lingkungan hidup harus
diartikan luas, yaitu tidak hanya lingkungan fisik dan biologi, melainkan juga
ligkungan ekonomi, sosial dan budaya.
Koewadi (1993:4) berpendapat bahwa, sumber daya adalah merupakan unsur
lingkungan yang terdiri dari Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya Alam
Hayati (SDAH), Sumber Daya Alam Non Hayati (SDANH), Sumber Daya Alam
Buatan/Binaan (SDB) sebagai unsur lingkungan hidup sering kali disebut sebagai
komponen biologik yang sendiri dari tumbuh-tumbuhan (flora) baik mikro maupun
makro dan binatang (fauna) baik makro maupun mikro.
D. Manusia dan Kestabilan Ekosistem
Kepunahan satwa atau kerusakan sumber daya alam nabati yang diakibatkan
karena perbuatan-perbuatan yang tidak pada tempatnya merupakan tindakan anusia

yang mengakibatkan ketidakstabilan ekosistem. Hal demikian sudah tentu akan
membawa persoalan pada lingkungan hidup dan sumber daya yang ada.
Oleh karena itu, maka betapapun macam atau bentuk ekosistem itu, menurut
Amsyari (Koesnadi Hardjosumitro, 1996:4) bahwa, yang penting bagaimana
ekosistem tersebut menjadi stabil, sehingga manusianya bisa tetap hidup dengan
4

teratur dari generasi ke generasi selama dan sejahtera mungkin. Di samping itu perlu
disaari pula bahwa manusia berfungsi sebagai subyek dari ekosistemnya, walaupun
tidak boleh mengabaikan arti pentingnya menjadi kestabilan ekosistemnya sendiri.
Leenen (Koesnadi Hardjosumitro, 1996:4) mengemukan bahwa,

manusia

adalah sebagian dari ekosistem dan sekaligus menjadi pengelola dari sistem tersebut.
Kerusakan lingkungan adalah pengaruh sampingan dari tindakan manusia untuk
mencapai suatu tujuan yang mempunyai konsekuensi terhadap lingkungan. Manusia
telah memasukan alam dalam lingkungan budayanya, akan tetapi ia nyaris lupa
bahwa ia sendiri sekaligus merupakan bagian dari alam, dimana ia hidup. Dengan
demikian, manusia ternyata tidak hanya sebagai penguasa terhadap alam, melainkan

juga sebagai pengabdinya.
Dengan

kekuasaannya atas alam ia tidak dapat melepaskan diri dari

ketergantungan terhadap alam. Manusia memuat dalam dirinya sebagai alam dan
ketergantungan terhadap lingkungan materiel. Dengan demikian alam memperoleh
wajah manusiawi dan tidak hanya sebagai tempat pengurasan oleh homofaber .
Manusia mempengaruhi alam, alam mempengaruhi manusia. Di dalam permaslahan
lingkungan manusia akhirnya berhadapan dengan dirinya sendiri. Ini berarti, bahwa
dalam hubungannya dengan alam, manusia harus memperhitungkan nilai-nilai lain di
sampng

nilai-nilai teknis dan ekonomis. Ini berarti, bahwa ancaman terhadap

lingkungan tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada pihak lain, kecuali pada
sikap manusia itu sendiri, baik sebagai diri pribadi secara mandiri, mauoun sebagai
anggota masyarakat.
Mengacu pada cita dan harapan sebagaimana yang telah dipaparkan di atas,
maka


untuk

mencapai

kestabilan

ekosistem

diperlukan

usaha-usaha

penanggulangannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan ialah melalui pemberian
informasi dan penerangan kepada masyarakat sebagai upaya sosialisasi nilai norma
hukum pidana yang berlaku.
Orang bikan mengatakan “ jangan meninggalkan masalah, melainkan selesaikan
masalah itu”.Setiap masalah perlu dicari jalan keluarnya atau pemecahan masalahnya
(problem solving) sehingga tidak berlarus-larut dan menjadi kerusakan yang
berkepanjangan.


E. Peningkatan Pemahaman Ketentuan Hukum Pidana

5

Peningkatan dan pemahaman masyarakat tentang ketentuan hukum pidana
sangat diperlukan dalam rangka penanggulangannya, pelestarian dan perlindungan
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Kebijakan penal dan non penal misalnya
adanya pengaturan dan pendidikan sosial dalam rangka mengembangkan tanggung
jawab sosial waega masyarakat; penggarapan kesehatan jiwa masyarakat melalui:
pendidikan moral, agama, pendidikan cinta lingkungan hidup dan sebagainya.\
Tidak dapat dipungkiri bahwa rendahnya tingkat kesadaran hukum masyarakat
adalah bagian konsekuensi dari ketidaktahuan atau kurangnya pengetahuan tentang
hukum itu sendiri (termasuk ketentuan-ketentuan hukum pidana yang berkaitan
dengan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya).
Hukum pidana lingkungan meliputi : aspek pidana dan peran serta masyarakat
dalam konservasi hutan; aspek pidana dalam hubungan dengan satwa yang
dilindungi; tindak pidana sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; delik
lingkungan hidup menurut Undang-undang;
Kajian yuridis

terhadap masalah lingkungan hidup yang berkaitan dengan

pertimbangan bahan galian; peran serta masyarakat dalam perlindungan lingkungan
hidup;perlindungan korban akibat dampak negatif dari pembangunan yang
berhubungan dengan lingkungan hidup;perlindungan hukum terhadap korban
kejahatan lingkungan hidup; penggunaan senapan angin sebagai hobi modern
membawa korban margasatwa; Sistem pertanggungjawaban pidana pelaku tindak
pidana lingkungan hidup; pertanggungjawabab korporasi sebagai pelaku tindak
pidana lingkungan hidup; prosedural pengaduan atau menuntut kejahatan
lingkunagan hidup;prosedural gugatan ganti rugi dalam kasus lingkungan hidup.

F. Manusia dan Lingkungan
Pemecahan masalah pembakaran hutan atau lahan tanpa disengaja,
dijelaskan bahwa sering seorang yang karena melakukan suatu perbuatan
mengakibatkan sekarad kerusakan kecil (tidak berarti) , untuk menghindari diri dari
celaan (membela diri), hampir selalu berkata saya tidak sengaja. “Biasanya, apabila
kerusakan itu tidak begitu berarti, maka perbuatan yang dengan tidak sengaja itu
dimaafkan oleh pihak yang merasa dirugikan, atau dengan kata lain orang tersebut
tidak diekenakan sanksi/hukuman apapun.
Timbul

pertanyaan

bagaimana

jika

perbuatan

itu

mengakibatkan

kerugiaan/penderitaan berat?. Untuk memepertanggungjawabkan perbuatan yang
6

dilakukan oleh seseorang. Salah satu syarat yang ditentukan oleh hukum pidana
adalah harus ada unsur kesalahan, Asas satu asas yang mengatakan “ tiada pidana
tanpa kesalahan”. Seorang dapat dipidana atau tidak tergantung pada apakah orang
tersebut mempunyai kesalahan atau tidak. Apabila perbuatan itu dilakukan dengan
tidak sengaja merupakan bentuk kesalahan yang lebih rendah derajatnya dari pada
perbuatan dengan sengaja.
Di samping itu dalam hukum pidana dikenal dengan “azas legalitas” yang
menentukan secara tertulis “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali undangundang telah menentukannya terlebi dahulu bahwa perbuatan tersebut merupakan
pelanggaran pidana.”
Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatakan “Barang siapa
dengan sengaja melakukan

perbuatan yang menyebabkan rusaknya lingkungan

hidup dan tercemarnya lingkungan hidup diancam dengan pidana penjara”.Dan
Barang siapa

karena kelalaiannya

melakukan perbuatan yang menyebabkan

rusaknya lingkungan hidup diancam dengan pidana kurungan.
Selanjutnya masalah penebangan pohon dalam hutan lindung atau diatas tanah
milik orang lain, dijelaskan bahwa semua manusia dan segala jenis satwa
membutuhkan eksistensi hutan. Secara umum hutan adalah himpunan kehidupan
vegetatif dan karena itu sering dikatakan hutan berfungsi sebagai “paru-paru” dunia.
Tanpa tumbuhan manusia
Tanpa tumbuhan anusia dan binatang akan punah. Oleh karena itu maka
pengelolahan

lingkungan

hidup

berasaskan

pada

pelestarian

kemampuan

liangkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang
berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia .
Penebangan pohon dengan menggunakan alat-alat yang merusak hutan atau
menyebabkan kebakaran hutan baik yang disengaja maupun karena kelalaian , tentu
menyebabkan alam (ekosisten) tidak seimbang. Untuk itu maka hutan (pidana) perlu
difungsikan guna menyelaraskan ketidak-seimbangan.
Pnebangan pohon dalam hutan bukan hutan lindung tanpa hak dikenakan
sanksi pidana penjara. Pasal 406 ayat (1) KUHP ditentukan , “ Barang siapa dengan
sengaja dan dengan melawan hak membinasakan, nerusak, membuat sehingga tidak
dapat dipakai lagi atau menghilangkan sesuatu barang yang sama sekali atau
sebagaian kepunyaan orang lain dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan

7

bulan dan denda RP.4500. Jadi jelas bahwa masalah penebangan pohon di atas tanah
milik orang lain merupakan perbuatan yang melanggar ketentuan pidana.
Maaalah perlindungan satwa yang dilindungi dan yang tidak dilindungi oleh
undang-undang. Persoalan yang berkembang adalah
masyarakat

adanya kebiasaan anggota

menembak satwa dengan senapan anggin atau dengan kertepel,

menjerat, memburu, menjual satwa memelihara satwa tanpa surat ijin dan
sebagainya.
Menurut Undang-undang bahwa satwa dapat digolongkan dalam satwa yang
dilindungi dan satwa yang tidak dilindungi. Jenis satwa yang dilindungi tergolong
satwa yang dalam kepunahan dan satwa dalam populasi jarang. Jenis satwa yang
wajib ditetapkan dalam golongan

yang dilindungi apabila memenuhi beberapa

kriteria :
1. mempunyai populasi yang sangat kecil;
2. Adanya penurunan tajam di alam.
3. Daerah penyebarannya sangat terbatas (endemik).
Jenis satwa yang dilindungi dimaksud untuk melindungi speciesnya dari
kepunahan. Contoh beberapa satwa yang dilindungi di wilayah Timor adalah;
Elang Putih (bahasa Timor Teme) Merpati Batu (Loasisi), Kera Ekor Panjang
(Belo/Kelo), Kakak Tua Jambul Kuning,

Gagak Pohon (Kolko), Nuri Pipi

Merah (Kolko Nakam Tasa), Kus-kus (Mauku), Kuskus Putih (Mauku Muti)
Biawak Timor (Boyafa) dll.
Upaya melindungi dengan cara dilarang:
1. Menangkap, melukai, membunuh, mengangkut dan meperniagakan satwa
yang dilindungi dalam keadaan hidup.
2. Menyimpan, memiliki , memelihara, mengangkut dan memperniagakan
satwa yang dilindungi dalam keadaan mati.
3. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dalam suatu tempat di Indonesia ke
tempat di dalam atau di luar Indonesia.
4. Memperniaga, menyimpan atau memiliki barang-barang yang dibuat dari
bagian satwa tersebut atau mengeluarkan dari suatu tempat di Indonesia atau
ketempat lain di luar Indonesia.
Timbulnya larangan tersebut , karena adanya timdakan manusia yang tidak
bertaggungjawab. Tindakan tidak bertanggungjawab tersebut merupakan tindak

8

pidana terhadap perlindungan dan pelestarian sumber daya alam dan ekosistemnya,
terutama pada jenus satwa.
Sesungguhnya hobi modern dengan menggunakan senapan angin untuk
menembak (memburu) satwa memang tidak membawa korban manusia, melainkan
membawa korban margasatwa. namun demikian, tentu korban ini ikut menjaga
kelestarian siste ekologi, karena tidak berfungsi lagi alias mati ditembak atau habis
diburu dll, maka pada akhirnya merugikan manusia.sendiri, jadi manusia menjadi
korban dari tangan manusia sendiri.
Masalah pemberian sanksi adat bagi pelaku kejahatan/pelanggaran lingkungan
hisup dijelaskan dalam hukum pidana fungsi sanksi pidana pada dasarnya sebagai
ultimum remidium. Namum demikian, dewasa ini

dalam hukum lingkungan

kepidanaan telah bergeser dari ultimum remidium menjadi instrumen penegakan
hukum yang utama atau tidak penting , justru pada komunitas tertentu atau dalam
lingkungan adat tertentu, ketentuan-ketentuan adat malah lebih efektif dalam rangka
melindungi atau melestarikan lingkungan hidup. Kesepakatan adat merupakan
hukum tertinggi. Oleh karena itu, dalam hal-hal tertentu dalam hubungan dengan
persoalan lingkungan hidup, kiranya ketentuan adat dapatdijadikan rujukan selama
ketentuan tersebut memuat nilai-nilai positif, misalnya kepada orang yang menebang
pohon yang dilindungi, diwajibkan menanam pohon lima (5) kali lipat dari pohon
yang ditebang, dan wajib juga untuk memelihara dan merawat pohon tersebut sampai
besar.
Masalh peranserta masyarakat perlindungan lingkungan hidup. Peran serta
masyarakat merupakan suatu proses yang tentu harus melibatkan masyarakat umum.
Dalam hal ini tentu harus terjadi proses komunikasi dua arah yang berlangsung
terus-menerus untuk meningkatkan pengertian masyarakat secara penuh atas suatu
proses kegiatan yang merupakan masalah

dan sekaligus kebutuhan yang perlu

ditanggulangi bersama.
Untuk memberikan perlindungan terhadap lingkungan hidup bukanlah
merupakan tugas dari pengambil keputusan saja, melainkan anggota masyarakat ikut
serta

bertanggung jawab. Oleh karena itu walaupun dalam proses pengambilan

keputusan yang bersifat konsultatif dan bersifat kemitraan tetp berada pada pada
pihak pejabat pengambil keputusan, akan tetapi anggota masyarakat mempunyai hak
untuk didengar pendapatnya dan untuk diberitahukan tentang perencanaanperencanaan pembangunan lingkungan tersebut.
9

Secara hukum peran serta masyarakat telah luas diterima, mulai dari UU 1945
sampai pada UU pengelolahan lingkungan hidup sangat menyetujui komitmen negeri
ini pada peran serta masyarakat, Khususnya memberi peluang bagi kesertaan
masyarakat

guna ikut menyelamatkan lingkungan bahkan dapat dikatakan,

bahwatiap orang berhak dan wajib terlibat sejak tahap perncanaan, pelaksanan
lingkungan hidup.
Dengan demikian harapan untuk terbentuknya suatu kesadaran hukum masyaraat
tentu tidak mungkin akan tercapai dengan sendirinya tanpa melalui suatu proses
berkesinambungan. Kegiatan yang menunjang adalah sosialisasi kepada masyarakat
tentang pentingnya menjaga melestarikan sumber daya alam dan ekosistemnya,
dengan

memeberikan

masyarakat

pengetahuan

dan

pemahaman

tentang

hukumpidana yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
Melalui penyampaian informasi tentang ketentuan-ketentuan hukum pidana
mereka menjadi mengerti dapat lebih memahami dan menghayati sesuai makna
yang terkandung didalamnya kemudian mewujudkannya melalui pola pikir,sikap
dan tingkah laku dalam kehidupan yang peduli pada lingkungan hidup lingkungan
sosial dan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan demikian timbulnya kesadaran
hukum masyarakat tentang pentingnya lingkungan hidup dan mawas diri atas
prtbuatan yang merusak lingkungan hidup
Informasi pelestarian lingkungan hidup perlu dilakukan secara rutin untuk
mencapai hasil tingkat kesadaran hukum masyarakat tentang lingkungan hidup yang
terjaga dari perbuatan-perbuatan yang merusak sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya. Pendekatan komprehensif integratif perlu dilaksanakan.

G. Penutup
1. Kesimpulan
Rendahnya kesadaran hukum masyarakat tentang informasi ketentuan-ketentuan
pidana berkaitang dengan lingkungan hidup menyebabkan masyarakat berbuat ha
yang melanggar ketentuan pidana dan undang-undang lingkungan hisup.
Rendahnya kesadaran hukum terhadap ketentuan ketentuan pidan dan
pengelolahan lingkungan hidup ini juga dipengaruh oleh minimnya sosialisasi
ketentuan ketentuan pidana dan pengelolahan lingkungan hidup, mewujudkan
perilaku masyarakat yang salah.

10

Wujud perilaku manusia terhadap lingkungan seperti pembakaran lahan ,
penebangan pohon, penggunaan senjata api untuk menembak satwa, kurangnya peran
serta masyarakan, dan hobi masyarakat yang modern dengan berburu satwa, menjadi
polemik yang tidak pernah berkesudahan apabila masyarakat tidak dibekali dengan
keyentuab-keteantuan hukum pidana dan undang-undang pengelolahan lingkungan
hidup.
Harapan agar masyarakat mengetahui, memahami informasi tentang ketentuan
hukum pidana dan undang-undang pengelolahan lingkungan hidup, kemudia
merubah pola pikir, sikap dan perilaku kearah kondusif terhadap sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya.
Di samping itu memang penggunaan hukum pidana sebagai ultimum remidiam
artinya apabila sudah tidak ada penanggulangan kejahatan lingkungan hidup dengan
cara lain maka digunakan cara pengenaan sanksi pidana. Namun sanksi pidana ini
bukanlah satu-satunya sanksi yang harus diterapkan kepada pelaku perusakan
lingkungan hidup. terbukti ada hukum ada setempat yang digunakan oleh komunitas
setempat yang dapat menanggulangi kejahatan lingkungan hidup.
Utama dari maksud pengetahuan dan pemahaman serta penghayatan ketentuanketentuan pidana yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan undang-undang
pengelolaan lingkungan hidup juga atura adat, adalah agar masyarakat dapat menjaga
dan melertarikan lingkungan hidup artinya masyarakat dapat memiliki kesadaran
hukum baha lingkungan hidup penting bagi manusia.

2. Saran
a. Peningkatan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran hukum ,asyarakat
melalui pemberian informasi kepada masayarakat tentang ketentuanketentuan yang berkaitan dengan pidana dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pemberian informasi ini dilaksanakan

secara

terarah, terpadu dan

kesinambungan.
b. Peningkatan pemahaman persepsi yang sama diantara pihak yang berkompeten
agar tujuan pelindungan terhadap lingkungan hidup tercapai.

11

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Amalo H,2000, Sosialisasi Hukum Pidanan Kepada Siswa – Siswi SMK Negeri I
Kupang, Undana Kupang.
Arief B.N, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan,PT Citra Aditya, Bandung.
....................1991, Politik Kriminal dan Politik Sosial (Makalah), Bandung.
BKSD VII Kupang,1997, Informasi Kawasan Konservasi di NTT, Departemen
Kehutanan NTT, Kupang
Gosita A, 1995, Korban Modernisasi,Perkembagan Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi
(Bunga Rampai Viktimisasi, Sahetapy, J.E. dkk) Eresco, Bandung.
Haedjasoemantri K, 1996, Hukum Tata Lingkungan, Gajah Mada , University Press.

Jati A dan Tanggal V, 2000, Studi tentang Kepunahan Populasi Burung Paruh Bengkok
(Parrot) dan Hubungannya dengan Struktur Vegertasi di T.H. Prof Ir
Herman Yohanes Kupang, FKIP Undana, Kupang.
Leo, R.P. 1998. Hubungan Kepercayaan Masyarakat Pada Hukum dan Tindakan Main
Hakim Sendiri dan Kekerasan Massal (Makalah) Fakultas Hukum
Undana Kupang.
Marpaung L, 1997, Tindakan Pidana Lingkungan Hidup dan Prevensinya, Sinar
Grafika, Jakarta.
Jantrum,M, dan Jati A, 2002, Inventarisasi Jenis dan Habitat Burung Endemik di
Taman Wisata Alam Camplong, Kupang, FKIP Undana, Kupang.
Setiawan , I, 2000, Telaah Awal Status Populasi dan Penyebaran Kakatua Kecil Jambul
Kuning

Di

Pulau

Alor

antara

Timor

Barat,

Flores

dan

Moyo,PKA/Bridlife Internasional , Bogor.
Shanaz , J, dkk, 1995, Burung-burung terancam Punah di Indonesia, PT Karya Sukses
Sejahtera Indonesia, Jakarta.
Soedjono, D, 1989, Tehnologi Penegakan Hukum Masyarakat Pencemaran Lingkungan
Akibat Industri, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
Sundari, S. R, 1996, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasinal,
Airlangga University Press, Surabaya.
Aturan Perundang-Undangan

12