Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Tumpangsari dengan Jagung Manis di Desa Gunung Malang, Kabupaten Bogor Farm Income of the Intercropping System between Sweet Potato and Sweet Corn in Gunung Malang Village, Bogor Regency

Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Tumpangsari dengan Jagung Manis di Desa Gunung Malang, Kabupaten Bogor

Farm Income of the Intercropping System between Sweet Potato and Sweet Corn in Gunung Malang Village, Bogor Regency

Melissa Amandasari a dan Rita Nurmalina b

a Program Studi Magister Sains Agribisnis, Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

b Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Darmaga, PO BOX 220, Bogor 16002

Email : rita_ns@yahoo.com

Diterima : 1 Oktober 2013 Revisi : 2 Januari 2014 Disetujui : 24 Pebruari 2014

ABSTRAK

Ubi jalar merupakan salah satu tanaman pangan pokok yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat selain beras. Permintaan terhadap ubi jalar terus mengalami peningkatan, tidak hanya untuk kebutuhan pangan tetapi saat ini industri juga membutuhkan pasokan ubi jalar dalam jumlah yang cukup besar. Peningkatan permintaan tersebut perlu diimbangi dengan kontinuitas pasokan bahan baku ubi jalar yang bermutu. Desa Gunung Malang merupakan salah satu daerah penghasil ubi jalar terbesar di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengkaji keragaan usahatani dan penggunaan input produksi ubi jalar tumpangsari dengan jagung manis di Desa Gunung Malang, menganalisis pendapatan usahatani dan rasio antara penerimaan dan biaya dari usahatani ubi jalar tumpangsari dengan jagung manis, serta menganalisis balas jasa terhadap faktor-faktor produksi pada usahatani ubi jalar tumpangsari dengan jagung manis di Desa Gunung Malang. Rata-rata pendapatan atas biaya tunai per hektar per musim tanam yang diperoleh petani responden yaitu Rp 17.176.794,84, sedangkan rata-rata pendapatan atas biaya total per hektar per musim tanam sebesar Rp 10.094.997,75. Berdasarkan nilai R/C atas biaya tunai dan biaya total, dapat disimpulkan bahwa usahatani ubi jalar tumpangsari dengan jagung manis layak untuk diusahakan. Nilai R/C atas biaya tunai yang diperoleh sebesar 2,24 sedangkan nilai R/C atas biaya total sebesar 1,48.

kata kunci: jagung manis, pendapatan usahatani, R/C, tumpangsari, ubi jalar

ABSTRACT

Sweet potato is one of the staple food consumed by most people other than rice. Demand for sweet potatoes are increasing from time to time, especially for the industry that needs a supply of sweet potatoes in large quantities. Increasing demand needs to be supplemented with the continuity of high quality supply of sweet potatoes. Gunung Malang village is one of the largest producers of sweet potatoes in Tenjolaya district, Bogor regency. The objectives of this research are to analyze the farming techniques and the use of production inputs in Gunung Malang, to analyze the income and the ratio between revenue and cost of intercropping system between sweet potato and sweet corn, and to analyze the return to production factors in Gunung Malang. The average income value based on cash costs per hectare per cropping season for intercropping system of sweet potato and sweet corn farming is Rp 17,176,794.84 while the average income value based on total costs per hectare per cropping season is Rp 10,094,997.75. The intercropping system of sweet potato and sweet corn farm is feasible to be developed based on the value of R/C over cash cost and total cost. The value of R/C based on cash cost is 2.24, while the value of R/C based on the total cost is 1.48.

keywords: sweet corn, farm income, R/C, intercropping, sweet potato

Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Tumpangsari dengan Jagung Manis di Desa Gunung Malang, Kabupaten Bogor

Melissa Amandasari dan Rita Nurmalina

I. PENDAHULUAN

pembuatan saos, selai, dodol, pakan ternak, dan lainnya), produk setengah jadi (tepung ubi

bi Jalar merupakan bahan pangan penting jalar untuk bahan baku produk olahan), maupun karena merupakan salah satu sumber

produk akhir (produk pangan olahan) (Hafsah, karbohidrat setelah padi, jagung, dan ubi 2004). Peningkatan permintaan tersebut perlu kayu. Di samping itu, ubi jalar juga banyak

diimbangi dengan kontinuitas pasokan bahan dimanfaatkan sebagai bahan baku industri, baik baku ubi jalar yang bermutu. Peningkatan luas industri pangan maupun non pangan. Ubi jalar

panen dan tingkat produksi ubi jalar di Kabupaten selain berperan untuk memenuhi kebutuhan Bogor menandakan adanya peningkatan minat pokok karbohidrat juga dapat dijadikan sebagai

petani dalam melakukan aktivitas usahatani sumber utama substitusi beras atau sebagai tanaman diversifikasi pangan karena selain ubi jalar. Peningkatan minat petani dalam

melakukan usahatani ubi jalar perlu diikuti mengandung betakaroten dan antosianin

yang dapat mencegah kanker, juga kaya akan dengan peningkatan tingkat efisiensi dalam

mengusahakan ubi jalar.

vitamin A dan vitamin C yang sangat baik untuk kesehatan (Direktorat Jenderal Tanaman

Tingkat efisiensi usahatani salah satunya Pangan, 2013).

dapat dilihat dari penggunaan faktor-faktor produksi yang secara tidak langsung dapat

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik mempengaruhi tingkat penerimaan, tingkat

(2012), Angka Ramalan II (ARAM II) produksi ubi pengeluaran, serta tingkat pendapatan jalar tahun 2012 diperkirakan sebesar 2.438.076 usahatani jagung manis. Efisiensi penggunaan

ton atau mengalami peningkatan sebesar faktor-faktor produksi merupakan hal yang perlu 242.043 ton (11,02 persen) dibandingkan

dikembangkan secara optimal dalam melakukan dengan tahun 2011. Peningkatan produksi ubi budidaya ubi jalar, sehingga dapat menjadikan

jalar tahun 2012 tersebut diperkirakan terjadi Kabupaten Bogor sebagai salah satu sentra

di pulau Jawa sebesar 1,01 juta ton dan di luar produksi ubi jalar, serta memberikan kontribusi pulau Jawa sebesar 1,42 juta ton. Peningkatan

bagi perekonomian nasional.

produksi ubi jalar di Indonesia diperkirakan terjadi karena adanya peningkatan luas panen

Permasalahan dalam pengembangan seluas 2,46 ribu hektar (1,38 persen) dan komoditi umbi-umbian secara umum antara

adanya peningkatan produktivitas sebesar 16 lain: (i) Penerapan teknologi berjalan lambat kuintal/hektar (1,13 persen).

(budidaya spesifik lokasi masih belum berkembang); (ii) Penggunaan benih/bibit hasil

Salah satu sentra produksi ubi jalar di tangkaran sendiri (masih rendahnya penggunaan Indonesia adalah Propinsi Jawa Barat, dimana

bibit unggul varietas potensi tinggi di tingkat Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra petani), (iii) Penggunaan pupuk berimbang, bio

produksi ubi jalar tertinggi ketiga di Propinsi hayati dan organik masih rendah; (iv) Kompetisi

Jawa Barat dengan luas panen sebesar 3.806 lahan dengan komoditi lainnya; (v) Harga kurang hektar dan produksi sebesar 62.979 ton (Dinas

menarik dibandingkan komoditas lain; (vi) Masih Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat,

dianggap sebagai tanaman sela dalam sistem 2011). Meskipun sebagai salah satu sentra ubi

budidaya; (vii) Pemasaran kurang terjamin; jalar di Propinsi Jawa Barat, Kabupaten Bogor (viii) Lemahnya akses petani terhadap sumber

masih memiliki jumlah produksi yang rendah permodalan/pembiayaan usaha; dan (ix) Belum

apabila dibandingkan dengan Kabupaten berkembangnya kelembagaan dan kemitraan Kuningan. Oleh karena itu, pengembangan

usaha. Saat ini masih terdapat kesenjangan ubi jalar perlu dilakukan di Kabupaten Bogor produktivitas di tingkat petani yang cukup

sehingga dapat meningkatkan produksi ubi jalar besar apabila dibandingkan dengan potensi

nasional. yang seharusnya dicapai (Direktorat Jenderal Permintaan terhadap ubi jalar terus Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian,

mengalami peningkatan karena penggunaannya

2013).

yang cukup luas, baik sebagai bahan mentah Desa Gunung Malang merupakan salah

(dalam bentuk umbi segar untuk kebutuhan satu desa di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten konsumsi langsung), sebagai bahan baku (untuk

Bogor yang berpotensi untuk dilakukan

66 PANGAN, Vol. 23 No. 1 Maret 2014 : 65 - 82

Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Tumpangsari dengan Jagung Manis di Desa Gunung Malang, Kabupaten Bogor 67 Melissa Amandasari dan Rita Nurmalina

pengembangan usahatani ubi jalar. Desa ini memiliki jumlah produksi dan luas panen ubi jalar terbesar di Kecamatan Tenjolaya. Namun pada tahun 2010, Desa Gunung Malang mengalami penurunan luas panen ubi jalar sebesar 9 hektar, penurunan tingkat produksi sebesar 342 kuintal, dan penurunan produktivitas ubi jalar sebesar 3 kuintal per hektar (Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, 2011). Apabila dibandingkan dengan produktivitas ubi jalar pada tahun yang sama di beberapa daerah di Propinsi Jawa Barat, maka penurunan luas panen dan tingkat produksi ubi jalar di Desa Gunung Malang menunjukkan penurunan yang cukup signifikan, yang akan berdampak secara

tidak langsung pada penurunan produksi ubi jalar di Propinsi Jawa Barat, yang merupakan salah satu sentra produksi ubi jalar di Indonesia. Saat ini, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sedang menggalakkan program peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam di beberapa daerah di Indonesia. Fokus utama pencapaian sasaran produksi ubi jalar tahun 2013 adalah peningkatan produktivitas ubijalar melalui kegiatan pengembangan (dem area) ubi jalar seluas 1 225 hektar (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, 2013).

Perbaikan dalam kegiatan usahatani juga perlu dilakukan agar produktivitas ubi jalar di Desa Gunung Malang dapat meningkat. Usaha peningkatan kegiatan usahatani sangat dipengaruhi oleh teknik budidaya yang dilakukan oleh petani dan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam kegiatan usahatani seperti lahan, tenaga kerja, pupuk, pestisida, dan benih berkualitas. Terdapat beberapa kendala utama dalam pembudidayaan ubi jalar yang dihadapi oleh petani responden di Desa Gunung Malang, diantaranya yaitu keterbatasan modal dan lahan, adanya ancaman hama dan penyakit, mahalnya harga benih, kurangnya pengetahuan petani mengenai anjuran dalam pemakaian pupuk dan obat pertanian, serta pengaruh iklim yang dapat mengurangi produksi ubi jalar (Petugas Penyuluh Lapangan Kecamatan Tenjolaya 2013).

Keterbatasan modal menyebabkan usahatani ubi jalar masih dilakukan secara sederhana oleh petani di Desa Gunung Malang. Keterbatasan modal mempengaruhi keputusan

petani dalam melakukan aktivitas usahataninya, seperti pembelian pupuk dan obat-obatan pertanian. Mahalnya harga pupuk dan obat- obatan pertanian, serta terbatasnya modal petani menyebabkan petani membeli pupuk dan obat-obatan yang lebih murah namun tidak berkualitas, sehingga mengakibatkan pertumbuhan tanaman ubi jalar menjadi kurang optimal. Selain itu, petani ubi jalar di Desa Gunung Malang umumnya belum melakukan pemupukan sesuai dengan dosis yang dianjurkan, sehingga produktivitas ubi jalar menjadi tidak optimal.

Perputaran modal dari kegiatan usahatani ubi jalar digunakan petani untuk melakukan kegiatan usahatani berikutnya dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Biaya yang cukup tinggi dalam hal pengadaan sarana produksi untuk budidaya ubi jalar dapat membatasi petani dalam melakukan pembelian sarana produksi. Hal tersebut dapat menyebabkan usahatani ubi jalar di Desa Gunung Malang menjadi kurang menguntungkan. Suatu kegiatan usahatani yang kurang menguntungkan dapat membuat petani berpikir untuk menyewakan lahannya atau bekerja menjadi buruh. Nilai sewa lahan yang berlaku di Desa Gunung Malang cukup tinggi, begitu pula dengan nilai upah minimum yang berlaku di Kabupaten Bogor. Tingginya nilai sewa lahan yang berlaku dapat menjadi salah satu pertimbangan petani responden untuk menyewakan lahannya daripada menggunakan lahannya untuk melakukan kegiatan usahatani. Upah minimum Kabupaten Bogor yang tinggi juga menjadi pertimbangan petani responden untuk beralih menjadi buruh. Untuk mengatasi hal tersebut, maka sebagian besar petani di Desa Gunung Malang melakukan pola tanam tumpangsari di dalam melakukan kegiatan budidaya ubi jalar.

Ubi jalar umumnya ditanam secara monokultur, tetapi tidak jarang petani yang menerapkan sistem tumpangsari ubi jalar dengan tanaman lain yang lebih tinggi, biasanya tumpangsari dengan jagung (Zuraida dan Supriati, 2001). Perlakuan tumpangsari pada tanaman ubi jalar diduga merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas ubi jalar (Basuki, dkk., 1987). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Basuki, dkk., (1987) dan Balitkabi (1996), tumpangsari ubi

68 PANGAN, Vol. 23 No. 1 Maret 2014 : 65 - 82

jalar dengan jagung dan tanaman lainnya seperti kacang hijau, kedelai, dan kacang tanah dapat menurunkan produktivitas dari ubi jalar. Penanaman tumpangsari ubi jalar dengan jagung banyak dilakukan oleh petani Jawa Timur, khususnya daerah Malang, Magetan, dan Kediri (Basuki, dkk., 1987). Hasil penelitian tumpangsari ubi jalar dengan jagung yang berbeda kepadatannya memperlihatkan bahwa penanaman jagung pada guludan ubi jalar dengan jarak 90, 60, dan 30 cm dapat menurunkan hasil dari ubi jalar, masing-masing sebesar 23,6 persen; 36 persen; dan 40,4 persen (Basuki, dkk., 1987).

Tumpangsari ubi jalar dengan tanaman pangan lain seperti kacang hijau, kedelai, kacang tanah, dan jagung, memperlihatkan adanya penurunan hasil pada ubi jalar, tetapi kehilangan hasil ini dapat tergantikan oleh hasil panen tanaman sela, sehingga secara keseluruhan sistem tumpangsari lebih menguntungkan (Balitkabi 1996). Hasil penelitian Rahayuningsih (1993) di Pakis (sebelah timur Malang) memperlihatkan bahwa hasil ubi jalar (19 klon) yang ditumpangsarikan dengan kacang tanah (varietas Gajah) menurun sebesar 45 persen, yaitu 19,83 ton/ha (monokultur) dan 10,90 ton/ha (tumpangsari), sedangkan kacang tanah tidak menghasilkan biji. Widodo (1992) dalam Rahayuningsih (1993) menyebutkan bahwa tumpangsari ubi jalar dengan kacang tanah di Blitar memperlihatkan klon Lapis

30 menghasilkan 13,33 ton/ha dan kacang tanah 1,35 ton/ha biji kering, sedangkan pada penelitian Rahayuningsih (1993), klon Lapis 30 memberikan hasil 32,93 ton/ha (monokultur) dan 15,76 ton/ha (tumpangsari).

Namun pola tanam tumpangsari antara ubi jalar dan jagung manis yang dilakukan oleh petani responden di Desa Gunung Malang dapat

dilihat sebagai salah satu bentuk efisiensi dalam penggunaan lahan. Tumpangsari antara ubi

jalar dan jagung manis dapat dilakukan dalam satu lahan karena kedua jenis tanaman ini dapat tumbuh bersamaan tanpa mengganggu satu sama lain. Selain itu, pemberian pupuk kimia dan obat-obatan pertanian dapat dilakukan secara bersamaan, sehingga tidak memberikan biaya tambahan pada petani. Keuntungan lainnya dari pola tanam tumpangsari yaitu selain memperoleh penerimaan dari penjualan ubi jalar,

petani juga memperoleh penerimaan tambahan dari penjualan jagung manis, sehingga apabila ubi jalar mengalami gagal panen atau terjadi penurunan harga yang drastis, petani masih memiliki jagung manis yang dapat menutupi kerugian dari budidaya ubi jalar yang dilakukan.

Besar kecilnya biaya yang dikeluarkan petani dalam melakukan budidaya ubi jalar serta keragaan usahatani yang dilakukan akan mempengaruhi pendapatan petani. Oleh karena itu, diperlukan analisis usahatani untuk melihat pengaruh total penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan terhadap pendapatan usahatani dari petani ubi jalar yang melakukan tumpangsari dengan jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Selain itu, analisis balas jasa terhadap faktor-faktor produksi juga perlu dilakukan untuk melihat nilai imbalan yang diperoleh petani responden terhadap faktor-faktor produksi yang digunakan dalam melakukan usahatani ubi jalar tumpangsari dengan jagung manis. Analisis balas jasa terhadap faktor-faktor produksi dapat digunakan untuk mengetahui alasan petani responden lebih memilih untuk tetap mengusahakan budidaya ubi jalar daripada menyewakan lahannya atau beralih untuk bekerja menjadi buruh.

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dibahas sebelumnya, maka tujuan penelitian ini antara lain: (i) Mengkaji keragaan usahatani dan penggunaan input produksi ubi jalar dengan pola tanam tumpangsari dengan jagung manis; (ii) Menganalisis pendapatan usahatani ubi jalar dengan pola tanam tumpangsari dengan jagung manis (iii) Menganalisis imbangan antara penerimaan dan biaya pada usahatani ubi jalar dengan pola tanam tumpangsari dengan jagung manis; dan (iv) Menganalisis balas jasa terhadap faktor- faktor produksi pada usahatani ubi jalar dengan pola tanam tumpangsari dengan jagung manis.

II. METODOLOGI

2.1. Lokasi, Waktu, dan Desain Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat dengan objek penelitian dan analisis yang dilakukan difokuskan pada usahatani ubi jalar tumpangsari dengan jagung manis. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan Penelitian dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat dengan objek penelitian dan analisis yang dilakukan difokuskan pada usahatani ubi jalar tumpangsari dengan jagung manis. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan

2.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Malang merupakan salah satu sentra produksi Pengolahan dan analisis data yang ubi jalar di Kabupaten Bogor dan merupakan digunakan dalam penelitian ini berupa analisis

salah satu daerah dimana petani umumnya kualitatif dan kuantitatif berdasarkan data primer melakukan penanaman ubi jalar secara dan sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian.

tumpangsari dengan jagung manis. Penelitian Analisis kualitatif diuraikan secara deskriptif

dilakukan pada bulan Februari 2013 hingga Juni untuk mengetahui gambaran mengenai aktivitas 2013 dengan menggunakan metode deskriptif usahatani dan penggunaan input produksi dalam

dengan pendekatan survey melalui penyebaran usahatani ubi jalar tumpangsari dengan jagung kuesioner kepada petani responden. manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan

2.2. Jenis dan Sumber Data

Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Data yang digunakan dalam penelitian ini Analisis kuantitatif dilakukan dengan berupa data primer dan data sekunder. Data menggunakan analisis pendapatan usahatani, primer diperoleh melalui wawancara langsung analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C kepada petani ubi jalar yang melakukan analysis) (Soekartawi, 2006 dan Suratiyah, tumpangsari dengan jagung manis dengan 2011), serta analisis balas jasa terhadap faktor- menggunakan alat bantu kuesioner dan faktor produksi (Kay, dkk., 2005). Data primer melakukan pengamatan langsung pada kegiatan

yang telah diperoleh dari hasil wawancara usahatani responden di lokasi penelitian. Data dengan petani responden diolah dengan bantuan sekunder diperoleh melalui pencarian dari kalkulator dan komputer (program Microsoft berbagai studi pustaka dan literatur yang relevan

Excel 2013). Hasil pengolahan data primer dengan penelitian.

disajikan dalam bentuk tabel yang kemudian diinterpretasikan dalam bentuk pembahasan.

2.3. Metode Pengumpulan Data dan Pengambilan Sampel

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode pengumpulan data penelitian

3.1. Keragaan Usahatani Ubi Jalar

dilakukan melalui wawancara langsung dengan Analisis keragaan usahatani dilakukan untuk petani ubi jalar yang melakukan tumpangsari mengetahui gambaran mengenai usahatani

dengan jagung manis, dengan menggunakan ubi jalar dengan pola tanam tumpangsari

alat bantu kuesioner dan melakukan pengamatan dengan jagung manis di Desa Gunung Malang, langsung pada kegiatan usahatani responden di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

lokasi penelitian. Keragaan usahatani dapat dilihat dengan cara

Penentuan responden dalam penelitian mengidentifikasi teknik budidaya dan output ini dilakukan dengan sengaja (purposive). yang dihasilkan, serta penggunaan faktor-faktor Responden dipilih berdasarkan informasi yang produksi atau input dari usahatani ubi jalar diperoleh dari Petugas Penyuluh Lapangan dengan pola tanam tumpangsari dengan jagung (PPL) Kecamatan Tenjolaya. Jumlah petani manis yang dilakukan oleh petani responden. responden yang digunakan sebagai sampel

Tanaman jagung manis merupakan tanaman sebanyak 30 orang petani yang masih aktif yang sesuai untuk ditanam secara tumpangsari melakukan kegiatan usahatani ubi jalar secara dengan tanaman ubi jalar, karena tanaman tumpangsari dengan jagung manis di Desa jagung manis tidak mengganggu pertumbuhan Gunung Malang. ubi jalar, begitu pula sebaliknya. Petani responden

Penentuan responden sebanyak 30 orang mengungkapkan bahwa mengusahakan ubi dilakukan untuk memenuhi aturan umum secara

jalar secara tumpangsari dengan jagung

statistik yaitu lebih dari atau sama dengan 30 manis dapat menghemat biaya pembelian dan orang karena sudah terdistribusi normal dan penggunaan faktor produksi, serta biaya tenaga dapat digunakan untuk memprediksi populasi kerja untuk melakukan kegiatan perawatan yang diteliti. Jumlah tersebut dianggap mewakili

tanaman karena beberapa kegiatan budidaya keragaman usahatani ubi jalar tumpangsari dapat dilakukan secara bersama sehingga

dengan jagung manis di Desa Gunung Malang. dapat menghemat biaya pengeluaran. Selain

Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Tumpangsari dengan Jagung Manis di Desa Gunung Malang, Kabupaten Bogor

Melissa Amandasari dan Rita Nurmalina Melissa Amandasari dan Rita Nurmalina

waktu yang tepat untuk melakukan panen ketika

3.1.1. Teknik Budidaya Ubi Jalar dengan Pola harga tinggi sampai tanaman berumur 6 bulan. Tanam Tumpangsari dengan Jagung Penambahan waktu panen akan menambah Manis

biaya untuk pemeliharaan, akan tetapi hasilnya akan meningkat karena umbi semakin besar.

Teknik budidaya ubi jalar dari petani responden di Desa Gunung Malang cenderung

Hasil panen ubi jalar yang diperoleh petani tidak memiliki banyak perbedaan dengan teknik bervariasi, mulai dari 3.200 kg/ha sampai dengan

budidaya ubi jalar di daerah lain, khususnya di 30.000 kg/ha. Hasil panen jagung manis yang Jawa Barat. Secara garis besar proses yang diperoleh petani responden juga bervariasi, dilakukan sama, meliputi kegiatan pengumpulan

mulai dari 800 kg/ha sampai dengan 10.833,33 bibit ubi jalar, pengolahan tanah berupa kg/ha. Perbedaan hasil panen yang diperoleh kegiatan penggaritan, penanaman, pemupukan,

petani responden disebabkan oleh adanya pembongkaran tanah, pemeliharaan tanaman perbedaan jumlah benih yang digunakan,

(seperti penyiangan, pembumbunan, serta adanya perbedaan dalam teknik budidaya yang pengendalian hama dan penyakit), dan dilakukan diantara petani, adanya pengaruh pemanenan.

iklim yang dapat mempengaruhi produktivitas tanaman, serta adanya serangan hama dan

Perbedaan antara pola tanam ubi jalar penyakit yang menyerang beberapa tanaman secara monokultur dengan pola tanam secara dari petani responden sehingga banyak yang tumpangsari yaitu adanya aktivitas budidaya mengalami penurunan hasil panen. Rata- tambahan untuk tanaman tumpangsarinya, yaitu

rata hasil produksi ubi jalar di lokasi penelitian jagung manis. Aktivitas tambahan yang perlu sebesar 12.724,02 kg/ha, sedangkan rata-rata

dilakukan oleh petani responden yang melakukan hasil produksi jagung manis yang diperoleh penanaman ubi jalar secara tumpangsari dengan

petani responden dari pola tanam tumpangsari jagung manis meliputi kegiatan penanaman sebesar 4.911,97 kg/ha.

jagung manis, pengendalian hama dan penyakit

3.1.2. Penggunaan Input-Input Produksi berupa pemberian furadan dan penyemprotan,

serta pemanenan jagung manis. Input produksi yang digunakan dalam Penanaman ubi jalar secara tumpangsari usahatani ubi jalar yaitu lahan, bibit ubi jalar,

dengan jagung manis dilakukan diantara pupuk kimia (urea, TSP, phonska, dan KCl), tanaman jagung manis. Jarak antara tanaman pupuk kandang, obat-obatan (pestisida cair dan ubi jalar dengan tanaman jagung manis yaitu pestisida padat), tenaga kerja, dan peralatan antara 15 - 20 cm, sedangkan jarak antar usahatani. Luas lahan yang digunakan oleh tanaman ubi jalar yaitu antara 20 - 30 cm.

petani untuk melakukan budidaya ubi jalar secara tumpangsari dengan jagung manis berbeda-

Panen ubi jalar dilakukan setelah umbi beda. Luas lahan terkecil yang digunakan oleh

berukuran besar dan siap panen, yaitu rata-rata petani untuk melakukan budidaya ubi jalar pada umur tanaman 4 - 5 bulan, sedangkan

seluas 1.000 m 2 , sedangkan luas lahan tertinggi jagung manis dapat dipanen pada umur 75 - 80 mencapai 11.000 m 2 . Rata-rata penggunaan

hari setelah tanam. Dalam satu tanaman jagung lahan petani sebesar 3,52 hektar atau sebesar

manis terdapat dua tongkol. Pada saat tanaman 3.520 m 2 . Berdasarkan rata-rata luas lahan jagung manis berusia 55 - 65 hari setelah

yang digunakan oleh petani responden tanam, perlu dilakukan pemanenan jagung untuk melakukan budidaya ubi jalar secara

muda (semi). tumpangsari dengan jagung manis, maka dapat

Pengambilan keputusan waktu panen ubi disimpulkan bahwa usahatani petani responden jalar dipengaruhi oleh kebutuhan petani dan di Desa Gunung Malang masih tergolong skala harga jual yang berlaku di pasar. Petani yang kecil karena penggunaan lahan yang masih di

70 PANGAN, Vol. 23 No. 1 Maret 2014 : 65 - 82

Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Tumpangsari dengan Jagung Manis di Desa Gunung Malang, Kabupaten Bogor 71 Melissa Amandasari dan Rita Nurmalina

bawah 0,5 hektar. Penggunaan bibit ubi jalar diantara masing-

masing petani bervariasi. Petani menggunakan bibit antara 28.000 batang per hektar sampai dengan 44.000 batang per hektar dengan rata- rata bibit ubi jalar yang digunakan oleh petani responden sebesar 33.793,11 batang per hektar. Adanya perbedaan jumlah penggunaan bibit yang digunakan oleh petani responden disesuaikan dengan varietas, jarak tanam, dan pola tanam yang dilakukan oleh petani responden. Bibit ubi jalar yang digunakan dapat berasal dari tanaman ubi jalar yang berumur dua bulan atau lebih. Bibit ubi jalar yang digunakan oleh petani responden berasal dari hasil produksi sebelumnya atau dapat pula berasal dari hasil produksi yang dihasilkan oleh petani lain, sehingga petani responden tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk bibit ubi jalar.

Petani responden tidak hanya memerlukan bibit ubi jalar, namun juga memerlukan benih jagung manis karena petani melakukan penanaman ubi jalar secara tumpangsari dengan jagung manis. Rata-rata benih jagung manis yang digunakan oleh petani responden

yaitu sebanyak 6,75 kilogram per hektar. Petani menggunakan benih jagung manis hibrida varietas Hawai, Talenta, dan Sweet Boy. Sebagian besar petani responden menggunakan benih jagung manis varietas Hawai karena harga benih yang lebih murah dan lebih mudah ditemukan di pasar dibandingkan dengan benih varietas lainnya. Selain itu, varietas Hawai dianggap lebih sesuai dengan kondisi alam di Desa Gunung Malang. Sedangkan alasan petani menggunakan benih Talenta dan Sweet

Boy yaitu karena adanya pengaruh dari pihak lain dan adanya keinginan dari petani untuk mencoba benih baru yang dapat memberikan hasil yang lebih baik dari varietas Hawai.

Harga benih varietas Talenta dan Sweet Boy 62,5 persen – 560 persen lebih mahal daripada harga benih varietas Hawai. Harga benih varietas Hawai berkisar antara Rp 50.000 – Rp 90.000 per kilogram. Harga benih varietas Talenta yaitu Rp 280.000/kg dan Sweet Boy Rp 80.000/kg. Sebagian besar petani memperoleh benih jagung manis dari toko pertanian yang berada di Pasar Anyar, Kota Bogor, yaitu Toko Tani Jaya. Namun beberapa petani lainnya memperoleh benih jagung manis dari penyuluh pertanian dan tengkulak.

Penggunaan input lainnya yang perlu diperhatikan yaitu penggunaan pupuk. Pupuk yang digunakan oleh petani responden terdiri dari pupuk kandang dan pupuk kimia. Rata-rata penggunaan pupuk kandang petani responden mencapai 3,29 ton/ha. Sedangkan rata-rata penggunaan pupuk kimia mencapai 644,87 kg/

ha dengan rata-rata penggunaan pupuk urea sebesar 357,38 kg/ha, rata-rata penggunaan pupuk TSP sebesar 144,92 kg/ha, rata-rata

penggunaan pupuk phonska sebesar 133,19 kg/ha, dan rata-rata penggunaan pupuk KCl sebesar 9,39 kg/ha.

Harga pupuk urea berkisar antara Rp 1.600 – Rp 2.500/kg dengan rata-rata harga yang diterima oleh petani yaitu Rp 2.062,33/kg. Harga pupuk TSP berkisar antara Rp 2.140 – Rp 3.000/kg dengan harga rata-rata sebesar Rp 2.481,33/kg. Harga pupuk phonska berkisar antara Rp 2.060 – Rp 3.000/kg dengan harga

Tabel 1. Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Usahatani Tumpangsari Jagung Manis Petani Responden

per Hektar pada Periode Tanam Tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang

No.

Aktivitas

HOK/Ha

Dalam Keluarga

Luar Keluarga

Pria

Wanita

Pria Wanita 1. Penanaman

1,42 8,77 2. Pemberian Furadan 1

3,22 - 3. Pemberian Furadan 2

1,74 - 4. Penyemprotan 1

0,28 - 5. Penyemprotan 2

0,10 - Jumlah

tenaga kerja luar keluarga, karena lahan yang Malang atau terdapat pula beberapa petani yang

akan digunakan untuk melakukan usahatani langsung membeli pupuk secara mandiri ke toko

ubi jalar perlu dibersihkan terlebih dahulu dari pertanian terdekat.

tanaman-tanaman pengganggu dan perlu Input lainnya yang banyak digunakan oleh dibersihkan dari tanaman hasil penanaman petani dan memiliki pengaruh yang cukup besar

sebelumnya. Beberapa petani responden terhadap biaya yang dikeluarkan yaitu tenaga ada yang melakukan kegiatan pengolahan

kerja. Tenaga kerja yang digunakan oleh petani tanah, namun ada juga beberapa petani yang terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) tidak melakukan kegiatan pengolahan tanah. dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Baik Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani ubi TKDK maupun TKLK, masing-masing terdiri jalar dapat dlihat pada Tabel 2. dari tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita,

Pada beberapa musim tanam sebelumnya, dengan ukuran kinerja yaitu Hari Objektif Kerja banyak petani responden yang mengalami (HOK). Penggunaan tenaga kerja manusia serangan hama dan penyakit pada tanaman ubi ini dihitung dengan menggunakan satuan jalar maupun pada tanaman tumpangsarinya, HOK dengan asumsi 1 HOK adalah 8 jam. yaitu jagung manis. Oleh karena itu, para

Tabel 2. Penggunaan Tenaga Kerja dalam Usahatani Ubi Jalar Petani Responden per Hektar dengan Pola Tanam Tumpangsari dengan Jagung Manis pada Periode Tanam Tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang

HOK/Ha

No.

Aktivitas

Dalam Keluarga

Luar Keluarga

Pria Wanita 1. Pengolahan Tanah

4,13 - 4. Pemupukan 2

3,80 - 5. Pemupukan 3

0,91 - 6. Pembongkaran Tanah

43,33 - 7. Penyiangan dan Pembumbunan

43,09 - 8. Penyemprotan

1,57 - 9. Pengumpulan Bibit Ubi Jalar

195,62 Penyediaan tenaga kerja di lokasi penelitian

cukup banyak dan mudah didapatkan karena petani menggunakan obat-obatan pertanian rata-rata penduduk di Desa Gunung Malang untuk menghadapi serangan tersebut sehingga

dapat mengurangi risiko kerugian. Obat- bermata pencaharian sebagai buruh tani.

obatan pertanian yang digunakan oleh petani Rata-rata penggunaan tenaga kerja petani responden berupa obat-obatan padat dan cair.

untuk usahatani ubi jalar secara tumpangsari Obat-obatan padat yang digunakan petani dengan jagung manis mencapai 211,15 HOK/ berupa furadan. Rata-rata penggunaan furadan

ha untuk tenaga kerja di luar keluarga dan oleh petani responden mencapai 11,40 kg/ha. 119,40 HOK/ha untuk tenaga kerja dalam Harga furadan berkisar antara Rp 10.000/kg keluarga. Penggunaan tenaga kerja dalam – Rp 15.000/kg dengan rata-rata harga yang usahatani tumpangsari jagung manis dapat diterima oleh petani sebesar Rp 11.866,67/kg.

72 PANGAN, Vol. 23 No. 1 Maret 2014 : 65 - 82

Petani responden menyatakan bahwa mereka tanam. Penerimaan tunai merupakan nilai yang tidak mengalami kesulitan di dalam memperoleh

diterima oleh petani dalam bentuk uang tunai obat-obatan pertanian, karena petani dapat dari hasil penjualan ubi jalar dan jagung manis. membeli furadan di toko pertanian yang terdapat

Nilai yang diterima oleh petani tersebut diperoleh di Desa Gunung Malang.

dari hasil perkalian antara jumlah produksi ubi Selain pestisida padat, umumnya petani jalar/jagung manis per hektar per musim tanam

juga menggunakan pestisida cair di dalam dengan harga jual ubi jalar/jagung manis yang menghadapi serangan hama dan penyakit diterima oleh petani. tanaman. Pestisida cair yang digunakan

Penerimaan tunai dari usahatani ubi jalar oleh petani yaitu Decis, Matador, Ripcord, secara tumpangsari dengan jagung manis Sidamentrin, Gandasil-D, Antracol, Curacron, diperoleh dari hasil penjualan ubi jalar, jagung dan Alami. Decis merupakan pestisida yang manis, dan jagung semi (baby corn). Sedangkan paling banyak digunakan oleh petani responden.

penerimaan yang diperhitungkan merupakan Pestisida cair ini umumnya digunakan dengan penerimaan yang diperoleh petani namun tidak takaran 1 loki atau sekitar satu tutup botol (20 dalam bentuk uang tunai karena digunakan ml) untuk satu kali penyemprotan yang dicampur

untuk konsumsi.

dengan air sebanyak 14 liter, sesuai dengan Rata-rata produksi ubi jalar dari 30 ukuran tangki semprot.

petani responden adalah 12.724,02 kg/ha . Input lainnya yang digunakan oleh petani Berdasarkan nilai produksi ubi jalar tersebut, untuk melakukan budidaya ubi jalar tumpangsari

maka dapat terlihat bahwa produksi ubi jalar dengan jagung manis adalah peralatan. yang ditumpangsarikan dengan jagung manis Peralatan yang digunakan dalam melakukan akan memberikan hasil yang lebih sedikit budidaya ubi jalar cukup sederhana, karena daripada produksi ubi jalar yang dilakukan hanya memerlukan cangkul, kored, dan hand

secara monokultur. Hal ini sejalan dengan sprayer. Cangkul digunakan untuk mengolah hasil penelitian dari Basuki, dkk., (1987) yang tanah (pembuatan garitan, pembongkaran menyatakan bahwa produksi ubi jalar yang sementara dan pembumbunan), serta terkadang

ditumpangsarikan dengan tanaman lain akan juga digunakan ketika panen.

memberikan hasil yang lebih sedikit daripada Kored digunakan untuk melakukan kegiatan

produksi ubi jalar yang dilakukan secara penyiangan, pemotongan batang ubi jalar, dan monokultur. ketika melakukan penanaman bibit. Sedangkan

Harga rata-rata ubi jalar yang diperoleh hand sprayer digunakan ketika melakukan petani responden sebesar Rp 1.786,25/kg. penyemprotan obat-obatan pertanian pada Harga ubi jalar yang diterima oleh petani pada tanaman yang terserang hama dan penyakit.

musim tanam tahun 2012-2013 bervariasi, mulai Pada kondisi aktual di lokasi penelitian, dari Rp 1.000/kg hingga Rp 2.500/kg. Perbedaan

hampir seluruh petani responden memiliki harga yang diterima oleh petani tergantung sendiri setiap alat-alat pertanian yang digunakan

pada sistem pemasaran yang dilakukan. Sistem untuk melakukan usahatani ubi jalar. Rata- pemasaran yang dilakukan oleh petani terbagi

rata penyusutan peralatan selama setahun menjadi dua, yaitu dengan menjual langsung mencapai Rp 116.833,33. Dalam satu tahun, ke pasar atau dengan menjual ke tengkulak. petani dapat melakukan penanaman sebanyak Harga yang diterima oleh petani yang menjual tiga kali, sehingga total penyusutan per periode langsung ke pasar akan berbeda dengan harga tanam sebesar Rp 38.944,44 (Tabel 3).

yang diterima oleh petani yang menjual hasil panennya ke tengkulak, karena adanya margin

3.2. Penerimaan Usahatani

yang diambil oleh tengkulak di dalam melakukan Penerimaan usahatani ubi jalar secara pembelian hasil panen dari petani. Tengkulak tumpangsari dengan jagung manis terdiri biasanya memberikan harga yang lebih rendah dari penerimaan tunai dan penerimaan yang kepada petani dengan alasan bahwa terdapat diperhitungkan, yang dihitung berdasarkan biaya transportasi untuk mengangkut hasil panen rata-rata luasan lahan petani responden yang ke pasar tujuan. Namun petani responden tidak dikonversi dalam satuan hektar pada satu musim

merasa terbebani dengan penetapan harga

Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Tumpangsari dengan Jagung Manis di Desa Gunung Malang, Kabupaten Bogor

Melissa Amandasari dan Rita Nurmalina

Tabel 3. Nilai Penyusutan Peralatan pada Usahatani Ubi Jalar Tumpangsari dengan Jagung Manis dari Petani Responden pada Periode Tanam Tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang

Penyusutan

Umur

per periode Jenis Peralatan Jumlah

Harga per

Total Biaya

Penyusutan per

Teknis

satuan (Rp)

(Rp)

tahun (Rp/tahun) tanam (Rp/

(tahun)

periode) Cangkul

3 15.000,00 5.000,00 Hand sprayer

116.833,33 38.944,44 tersebut, karena telah terjalinnya kepercayaan Herdiman (2010) di lokasi penelitian yang sama,

Total Penyusutan

antara petani dan tengkulak. petani responden yang melakukan usahatani

Petani yang melakukan penanaman ubi ubi jalar secara monokultur hanya memperoleh jalar secara tumpangsari dengan jagung manis penerimaan sebesar Rp 15.902.603,17. Hasil ini akan mendapatkan penerimaan tambahan menunjukkan adanya perbedaan penerimaan dari produksi jagung manis yang dihasilkan. yang cukup besar diantara pola tanam Hasil produksi jagung manis yang diperoleh tumpangsari dengan penerimaan pada pola dirasakan dapat membantu petani karena tanam monokultur yang dilakukan oleh petani adanya penerimaan tambahan apabila tanaman

responden

ubi jalar mengalami penurunan hasil akibat

3.3. Pengeluaran Usahatani

perubahan cuaca atau akibat adanya serangan Pengeluaran usahatani ubi jalar secara hama dan penyakit tanaman. Petani responden tumpangsari dengan jagung manis terdiri dari

menyatakan bahwa jagung manis merupakan biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. salah satu tanaman yang cukup banyak ditanam Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan

di Desa Gunung Malang, namun memiliki tingkat fluktuasi harga yang tinggi. oleh petani secara tunai untuk membeli input

produksi, seperti biaya pembelian benih jagung

Hasil panen yang diperoleh petani manis, pupuk kimia (urea, TSP, phonska, dan responden tidak hanya untuk dijual ke pasar, KCl), pupuk kandang, pestisida cair, pestisida namun pada umumnya petani responden padat (furadan), upah tenaga kerja di luar di Desa Gunung Malang juga mengambil keluarga, biaya panen, pajak lahan, dan sewa beberapa hasil panennya untuk digunakan lahan. Sedangkan biaya yang diperhitungkan sebagai konsumsi pribadi atau untuk dibagikan merupakan biaya yang tidak secara tunai kepada tetangga atau kerabat terdekat. Rata- dikeluarkan oleh petani, seperti biaya rata produksi jagung manis yang digunakan penyusutan peralatan, upah tenaga kerja dalam untuk konsumsi oleh petani responden pada keluarga, bibit ubi jalar, dan biaya sewa lahan musim tanam 2012-2013 sebesar 125,36 kg/ha. yang diperhitungkan.

Rata-rata total penerimaan usahatani ubi Biaya tunai dalam usahatani ubi jalar jalar dari petani responden yang melakukan dengan pola tanam tumpangsari dengan jagung pola tanam tumpangsari dengan jagung manis manis mengambil proporsi terbesar terhadap

sebesar Rp 31.006.600,45. Meskipun rata-rata total biaya apabila dibandingkan dengan biaya total produksi dari ubi jalar dan jagung manis yang diperhitungkan, yaitu sebesar 66,13 yang diperoleh petani memiliki nilai yang lebih persen. Biaya tunai terbesar yang dikeluarkan rendah apabila dibandingkan dengan nilai total oleh petani adalah biaya tenaga kerja luar produksi pada pola tanam monokultur, tetapi keluaga (TKLK) untuk melakukan budidaya ubi dengan dilakukannya pola tanam tumpangsari, jalar. Biaya tunai rata-rata yang dikeluarkan oleh maka petani memperoleh penerimaan yang petani untuk tenaga kerja luar keluarga dalam lebih tinggi dibandingkan dengan petani melakukan budidaya ubi jalar mencapai Rp yang melakukan pola tanam monokultur. 8.450.822,46 atau sebesar 40,41 persen dari Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh total biaya. Jumlah hari kerja dari tenaga kerja

74 74 74 PANGAN, Vol. 23 No. 1 Maret 2014 : 65 - 82

Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Tumpangsari dengan Jagung Manis di Desa Gunung Malang, Kabupaten Bogor 75 Melissa Amandasari dan Rita Nurmalina

luar keluarga adalah 195,62 HOK/ha dengan upah rata-rata sebesar Rp 43.200,00 (Tabel 2).

Biaya tunai lainnya yang mengambil proporsi terbesar terhadap total biaya, yaitu biaya pembelian pupuk kimia. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pupuk kimia mencapai Rp 1.035.451,90 atau sebesar 4,95 persen terhadap total biaya. Komponen biaya pemupukan terdiri dari biaya pupuk urea, TSP, phonska, dan KCl. Biaya pembelian pupuk kimia terbesar adalah untuk pembelian pupuk urea, yaitu sebesar Rp 458.616,88 (2,19 persen). Biaya pemupukan lainnya secara berturut-turut dari persentase biaya terbesar yaitu TSP (1,72 persen), phonska (1,03 persen), dan KCl (0,01 persen).

Biaya tunai lainnya yang mengambil proporsi terbesar terhadap total biaya yaitu biaya pupuk kandang dan biaya pembelian benih jagung manis sebagai tanaman tumpangsari dari usahatani ubi jalar. Biaya tambahan yang muncul dari pola tanam tumpangsari yaitu adanya tambahan biaya untuk tenaga kerja luar keluarga. Tambahan untuk biaya tenaga kerja luar keluarga ini disebabkan oleh adanya tambahan aktivitas usahatani dalam melakukan usahatani tumpangsari dengan jagung manis. Petani responden harus membayar lebih untuk tenaga kerja luar keluarga di dalam melakukan kegiatan penanaman jagung manis, pemberian furadan, penyemprotan pestisida cair, serta pemanenan jagung manis (Tabel 1). Rata-rata biaya tenaga kerja luar keluarga yang dikeluarkan oleh petani responden untuk melakukan budidaya jagung manis mencapai Rp 670.796,08 atau sebesar 3,21 persen atas total biaya.

Biaya lainnya yang juga perlu diperhatikan yaitu biaya sewa lahan per hektar untuk satu musim tanam, yang rata-ratanya mencapai Rp 605.807,00 dengan proporsi sebesar 2,90 persen atas total biaya. Petani responden di Desa Gunung Malang umumnya menganggap bahwa biaya sewa lahan memiliki proporsi yang cukup tinggi terhadap total biaya yang dikeluarkan. Namun berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa proporsi biaya sewa lahan atas biaya total tidak terlalu tinggi.

Pada beberapa musim tanam sebelumnya, banyak petani yang mengalami serangan hama

dan penyakit pada tanaman jagung manis. Hal ini membuat petani membeli pestisida dalam jumlah yang cukup banyak. Namun berdasarkan hasil perhitungan, proporsi biaya pembelian pestida cair terhadap total biaya hanya sebesar 1,23 persen dan proporsi biaya pembelian pestisida padat hanya sebesar 0,65 persen dari biaya total.

Selain biaya tunai, terdapat pula biaya lainnya yang sebenarnya dikeluarkan oleh petani, namun jarang diperhitungkan nilainya oleh petani. Biaya yang diperhitungkan pada usahatani ubi jalar secara tumpangsari dengan jagung manis terdiri dari biaya bibit ubi jalar, penyusutan, upah tenaga kerja dalam keluarga, dan sewa lahan yang diperhitungkan. Persentase pengeluaran terbesar pada biaya yang diperhitungkan terhadap total biaya, yaitu pengeluaran terhadap tenaga kerja dalam keluarga. Penelitian Aldila (2013) dan Putra (2011) juga menunjukkan bahwa pengeluaran terbesar dari biaya yang diperhitungkan adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga. Biaya tenaga kerja dalam keluarga merupakan biaya yang diperhitungkan, karena secara tunai petani tidak mengeluarkan biaya untuk upah tenaga kerja dalam keluarga, namun tetap perlu diperhitungkan karena tenaga kerja dalam keluarga juga berhak mendapatkan imbalan dari

hasil kerja mereka.

Petani responden menggunakan tenaga kerja dalam keluarga di dalam melakukan kegiatan usahataninya. Rata-rata biaya untuk tenaga kerja dalam keluarga dalam melakukan budidaya ubi jalar mencapai 20,49 persen

dari total biaya. Tenaga kerja dalam keluarga umumnya melakukan aktivitas usahatani yang bersifat pemeliharaan, seperti pemupukan, penyiangan, dan pengendalian hama penyakit. Petani responden umumnya tidak memperhitungkan nilai dari usaha pribadi dan dari keluarga yang telah dikeluarkan di dalam melakukan kegiatan usahataninya. Padahal nilai sekecil apapun, baik yang dikeluarkan secara tunai maupun tidak, harus tetap diperhitungkan secara adil, sehingga dapat terlihat pendapatan yang benar-benar diperoleh petani.

Komponen biaya yang diperhitungkan lainnya yaitu biaya rata-rata dari sewa lahan yang diperhitungkan per hektar untuk satu Komponen biaya yang diperhitungkan lainnya yaitu biaya rata-rata dari sewa lahan yang diperhitungkan per hektar untuk satu

tumpangsarinya, dalam kasus ini yaitu biaya oleh petani pemilik lahan apabila lahan milik yang dikeluarkan untuk tanaman jagung manis. petani tersebut disewakan.

3.4. Pendapatan Usahatani

Bibit ubi jalar yang digunakan oleh petani Pendapatan usahatani merupakan responden juga merupakan komponen dari biaya

selisih antara penerimaan usahatani dengan yang diperhitungkan karena dalam melakukan pengeluaran usahatani. Suatu usahatani

penanaman ubi jalar, petani responden tidak dikatakan menguntungkan jika selisih antara

melakukan pembelian bibit, namun melakukan penerimaan dan pengeluaran bernilai positif. penanaman dengan menggunakan bibit ubi

Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan jalar dari tanaman sebelumnya. Biaya ini perlu atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total.

diperhitungkan, namun terkadang banyak petani Pendapatan atas biaya tunai merupakan selisih

yang tidak memperhitungkan biaya ini. dari total penerimaan dengan pengeluaran

Biaya diperhitungkan lainnya yaitu biaya tunai, sedangkan pendapatan atas biaya total penyusutan peralatan. Biaya penyusutan merupakan selisih dari total penerimaan dengan peralatan merupakan biaya penyusutan rata- total pengeluaran. Rata-rata pendapatan rata dari peralatan usahatani yang digunakan usahatani ubi jalar secara tumpangsari dengan oleh petani responden. Biaya penyusutan jagung manis dari petani responden per hektar dihitung dengan menggunakan metode garis per musim tanam secara lebih jelas dapat dilihat lurus dengan asumsi nilai sisa nol.

pada Tabel 4.

Total biaya diperhitungkan dari kelima Rata-rata pendapatan atas biaya tunai komponen tersebut mencapai Rp 7.081.797,08 dan biaya total pada usahatani ubi jalar atau sebesar 33,87 persen dari total biaya. secara tumpangsari dengan jagung manis Rata-rata total biaya usahatani ubi jalar secara menghasilkan nilai yang lebih besar dari nol. tumpangsari dengan jagung manis dari petani Hal ini menunjukkan bahwa usahatani jagung responden per hektar pada musim tanam manis di Desa Gunung Malang memberikan tahun 2012 - 2013 di Desa Gunung Malang keuntungan sebesar Rp 17.176.794,84 bagi sebesar Rp 20.911.602,69. Rata-rata total petani responden atas biaya tunai yang biaya tersebut menunjukkan nilai yang cukup dikeluarkannya dalam memproduksi ubi jalar tinggi apabila dibandingkan dengan nilai total dan jagung manis seluas satu hektar pada satu biaya pada usahatani ubi jalar yang dilakukan musim tanam. Selain itu, usahatani jagung secara monokultur yang hanya sebesar Rp manis di Desa Gunung Malang juga memberikan 8.912.701,59 (Herdiman, 2010). Tingginya nilai keuntungan sebesar Rp 10.094.997,75

Tabel 4. Rata-Rata Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Tumpangsari dengan Jagung Manis Petani Responden Per Hektar pada Musim Tanam Tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang

No.

Jumlah (Rp) A. Penerimaan Tunai

Komponen

30.820.862,36 B. Penerimaan yang Diperhitungkan

185.738,09 C. Total Penerimaan (A+B)

31.006.600,45 D. Pengeluaran Tunai

13.829.805,61 E. Pengeluaran yang Diperhitungkan

7.081.797,08 F. Total Pengeluaran (D+E)

20.911.602,69 G. Pendapatan atas Biaya Tunai

17.176.794,84 H. Pendapatan atas Biaya Total

10.094.997,75 I. R/C atas Biaya Tunai (C/D)

2,24 J.

R/C atas Biaya Total (C/F) 1,48

76 PANGAN, Vol. 23 No. 1 Maret 2014 : 65 - 82

Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Tumpangsari dengan Jagung Manis di Desa Gunung Malang, Kabupaten Bogor 77 Melissa Amandasari dan Rita Nurmalina

bagi petani responden atas biaya total yang dikeluarkannya dalam memproduksi ubi jalar dan jagung manis seluas satu hektar pada satu musim tanam.

Pendapatan atas biaya tunai per hektar per musim tanam yang diperoleh petani responden jauh lebih besar daripada pendapatan atas biaya total. Hal ini disebabkan oleh tingginya biaya yang diperhitungkan, sehingga biaya total yang dikeluarkan oleh petani menjadi tinggi. Berdasarkan hasil perhitungan pada pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total, maka usahatani jagung manis yang dilakukan secara tumpangsari dengan ubi jalar di Desa Gunung Malang menguntungkan untuk diusahakan.

3.5. Imbangan Penerimaan dan Biaya

Analisis R/C digunakan untuk menunjukan perbandingan antara penerimaan dan biaya, sehingga dapat diketahui apakah usahatani yang diusahakan menguntungkan atau tidak menguntungkan. Nilai R/C atas biaya tunai pada usahatani ubi jalar secara tumpangsari dengan jagung manis di Desa Gunung Malang sebesar 2,24, yang berarti bahwa setiap Rp 1.000,00 biaya yang dikeluarkan oleh petani responden dalam kegiatan produksi ubi jalar secara tumpangsari dengan jagung manis akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 2.240,00.

Sedangkan nilai R/C atas biaya total yang diperoleh sebesar 1,48 (Lampiran 1). Hal ini berarti bahwa setiap Rp 1.000,00 biaya total yang dikeluarkan oleh petani responden dalam kegiatan produksi ubi jalar secara tumpangsari dengan jagung manis akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1.480,00. Perhitungan nilai R/C pada usahatani ubi jalar tumpangsari dengan jagung manis belum banyak dilakukan, sehingga cukup sulit untuk membandingkan nilai R/C yang diperoleh pada konteks yang serupa. Namun pada penelitian mengenai budidaya ubi jalar yang dilakukan secara monokultur, diperoleh nilai R/C atas biaya tunai dan nilai R/C atas biaya total yang lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian, meskipun perbedaan nilai yang diperoleh tidak terlalu besar.

Sedangkan untuk usahatani jagung manis yang dilakukan secara monokultur, diperoleh nilai R/C atas biaya tunai yang lebih dari satu dan nilai R/C atas biaya total yang lebih kecil

dari satu (Aldila, 2013). Hasil ini menunjukkan bahwa usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang menguntungkan untuk diusahakan apabila dilihat dari pendapatan atas biaya tunai, akan tetapi usahatani jagung manis tersebut menjadi tidak menguntungkan apabila dilihat dari pendapatan atas biaya total.

Dokumen yang terkait

Pendapatan Usahatani Padi Hibrida dan Padi Inbrida di Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat Farm Income of Hybrid Rice and Inbred Rice in Bogor Regency, West Java Province

0 0 20

Ubi Jalar Ungu dan Terigu

0 0 16

Utilization of Tapioca Wet Solid Waste as Media for Fermentation in Producing Nata de Cassava

0 0 8

Efficiency of Water and Energy Use Based on Cleaner Production in Small Tofu Industry: A Case Study of SME Tofu “Sari Rasa” Subang

0 1 11

Aplikasi Tepung Bekatul Fungsional Pada Pembuatan Cookies Dan Donat Yang Bernilai Indeks Glikemik Rendah Application of Functional Bran in Making Cookies and Donuts with Low Glycemic Index Value

0 0 9

Faktor Penentu Integrasi Pasar Beras di Indonesia Determinants of Rice Market Integration in Indonesia

0 0 16

Increased Productivity of Rice Plants (Oryza sativa L.) through The Application of Nano Silica

1 1 16

Evaluasi Nilai Gizi Protein Tepung Tempe yang Terbuat dari Varietas Kedelai Impor dan Lokal Evaluation on Protein Nutritional Value of Tempe Flour Made from Imported and Local Soybean Varieties

0 0 9

Pengaruh Dua Siklus Autoclaving-Cooling Terhadap Kadar Pati Resisten Tepung Beras dan Bihun yang Dihasilkannya Effects of Two-Cycle Autoclaving-Cooling on Resistant Starch Content of Rice Flour and the Resulted Rice Noodle

0 0 9

Komposisi Kimia Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) Cilembu pada Berbagai Waktu Simpan sebagai Bahan Baku Gula Cair Chemical Composition of Cilembu Sweet Potato (Ipomoea batatas L) at Various Storage Time as Raw Material of Liquid Sugar

0 0 12