Kajian Efektifitas Pengendalian Hama Padi secara Alami dengan Semut Predator yang Bersarang di Tanah (Solenopsis geminata (F))
KAJIAN EFEKTIFITAS PENGENDALIAN HAMA PADI SECARA ALAMI DENGAN SEMUT
PREDATOR YANG BERSARANG DI TANAH (Solenopsis geminata (F))(The Study of the effectiveness of Rice Pest Control naturally by Solenopsis geminata (F)
as Soil Biological Agents)
Subagiya
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian UNS Surakarta
Contact Author : subagiya@gmail.com
ABSTRACT
The research on Rice Pest Control with Soil Biological Agents Solenopsis geminata
(F) has been implemented in the Karanganyar Region consists four districts. The districts
are Karanganyar, Jumantono, Karangpandan, and Tasikmadu. The research was
conducted by survey methods and field experiments.The study was conducted on paddy field with an average daily temperature of 32 °
C, and at 150 -350 m altitude above sea level. The main objective of this study was to
determine the distribution and diversity of insects in the paddy field in Karanganyar. The
locations were district of Jumantono, Karangpandan, and Tasikmadu.The results showed that the insect was in the vegetative phase in rice planting
Karangpandan had 13 kinds of insects with the diversity index of Shannon-Weaner was
1,63, while for the district that the highest of diversity index value was Tasikmadu
district by 2,33 with the number of insects was 14. In the paddy field at generative phase,
the lowest of index diversity was Karanganyar by 2,01; while the highest was in district
of Karangpandan at 2,19.Keywords : biological controls, indeks Shanon-Weaner, Solenopsis geminata
PENDAHULUAN minimal populasi musuh alami mampu
Pemanfaatan agens pengendali membunuh inang/mangsa, 3) hayati untuk mengendalikan hama Sinkronisasi dan fenologi antara musuh merupakan pilihan yang tepat untuk alami dengan inang/mangsa, dan 4) menekan penggunaan bahan kimia di Selalu tersedia pakan bagi agens hayati sektor pertanian. Indonesia merupakan untuk dapat bertahan hidup. negara tropis yang kaya akan ragam Solenopsis geminata adalah hayati, yang dapat dimanfaatkan secara predator berbagai hama yang hidup maksimal untuk mengendalikan secara berkoloni. Semut predator ini organisme pengganggu tanaman (OPT). banyak ditemukan baik di ekosistem Organisme berguna tersebut dapat yang telah dikelola manusia berfungsi sebagai pathogen, parasit, dan (Agroekosistem) maupun ekosistem asli predator bagi hama-hama tanaman. (Wetterer dan Snelling, 2006). Di Hubungan fungsional antara hama dan Philippina predator ini telah dicoba untuk musuh alaminya akan berlangsung mengendalikan hama keong emas dengan baik apabila memenuhi beberapa dengan hasil yang memuaskan. Pada persyaratan yaitu: 1) Musuh alami dapat bulan Maret, hanya dalam waktu dua menemukan inang/mangsa, 2) Jumlah hari semut predator mampu menghancurkan 50 % telur Pomacea
canaliculata yang menempel di daun
padi (Yusa, 2001). Meskipun efektifitas predatisme Solenopsis geminata telah diketahui, namun di Indonesia belum dimanfaatkan sebagai pengendali hayati pada hama – hama padi, padahal predator tersebut memiliki potensi tinggi untuk menekan populasi hama padi terutama fase telur dan pradewasa, yang kalau dibiarkan bisa mengancam produksi beras. Beberapa contoh pemanfaatan serangga predator sebagai agens pengendali hama yang cukup berhasil adalah penggunaan Curinus
BAHAN DAN METODE
careolius untuk mengendalikan kutu
loncat Heteropsylla cubana, Lycosa
pseudoanulata untuk mengendalikan
wereng coklat (Nilaparvata lugens), dan penggunaan Menochilus sexmaculatus untuk mengendalikan Aphis sp. Semut predator (Pheidole megacephala (F.)) dilaporkan sangat efektif mengendalikan kepik Dysmicoccus brevipes (Cockerell) (Gonzalez-Hernandez et al., 1999). Selain berfungsi sebagai predator, semut dapat juga dijadikan indikator terjadinya kontaminasi pestisida pada ekosistem (Matlock dan Ramiro de la Cruz, 2003)
Keberhasilan pemanfaatan agens hayati sebagai pengendali hama sangat ditentukan pula oleh keadaan agroekosistem setempat, hal itu berkaitan dengan keragaman spesies serangga yang hidup pada pertanaman di ekosistem tersebut. Semakin tinggi keragaman serangga yang ada pada ekosistemn tersebut maka akan meningkatkan peluang keberhasilan dari pemanfaatan agens pengendali tersebut. Banyak jenis-jenis agen hayati yang memanfaatkan inang pengganti sebagai cara untuk dapat bertahan hidup (survivorship) di ekosistem baru. Semakin besar komposisi keragaman serangga maka ekosistem semakin stabil, karena dominasi salah satu serangga tidak akan terjadi. Serangga-serangga tersebut saling berinteraksi sehingga menghasilkan suatu kestabilan ekosistem.
Penelitian ini dimulai dari tahapan inventarisasi dan identifikasi hama dan musuh alami pada tanaman padi di Karanganyar. Hama dan musuh alami yang diperoleh dari lapangan dilakukan identifikasi dan dikelompokkan dalam kelompok sebagai hama atau sebagai serangga berguna. Besarnya populasi serangga tersebut selanjutnya dianalisis tentang keragamannya sehingga diketahui struktur populasi hama dalam suatu ekosistem.
Selain itu untuk mengetahui komposisi dari suatu organisme dilakukan pula analisis kelimpahan relatif dari organisme (serangga) yang bersangkutan. Kelimpahan relatif suatu organisme dapat menunjukkan tingkat kelimpahan organisme tersebut terhadap total organisme yang ditemukan di lapangan. Semakin tinggi nilai kelimpahan relatif organisme akan menunjukkan dominasi organisme yang bersangkutan terhadap seluruh individu dalam ekosistem tersebut.
Parameter yang diamati pada percobaan ini adalah besarnya populasi predator, hama, intensitas serangan hama dan tanaman gulma yang diduga sebagai inang hama tanaman padi. Keragaman serangga yang didapatkan di lapangan dihitung berdasar indeks diversitas Shanon-Veaver (Mahrub, 2003) dengan rumus:
=
1
Pada pengamatan yang dilakukan di empat kecamatan diperoleh jumlah serangga yang terdiri dari serangga hama, musuh alami, dan serangga netral. Tabel 1 menunjukkan macam dan besarnya populasi serangga yang ditemui dari empat kecamatan .
HASIL DAN PEMBAHASAN Kelimpahan Relatif Serangga
Orthoptera, dan Ordo Homoptera. Sedangkan fase hama yang diuji adalah fase larva pada Ordo Lepidoptera dan fase nimfa pada Ordo Orthoptera dan Homoptera.. Analisis peranan semut predator dilakukan berdasar atas Uji Duncam pada taraf 5 % atas persentase mortalitas indibvidu hama terhadap semut predator (Gomez and Gomez. 1984).
Hubungan fungsional antara hama dan semut predator dianalisis berdasar percobaan laboratorium, yaitu dengan menguji macam dan fase serangga hama terhadap semut predator. Jenis hama yang diuji adalah dari Ordo Lepidoptera,
Semakin tinggi nilai indeks diversitas ( H’) maka menggambarkan tingkat kestabilan lingkungan yang tinggi pula. Untuk mengetahui perkembangan tingkat kestabilan lingkungan, akan dibandingkan nilai diversitas serangga pada awal penelitian dengan akhir penelitian (pertanaman padi setelah dilepasi S. geminata).
E = Nilai (indeks) kemerataan (kisaran 0-1) n i = Jumlah individu ke i n = Total individu dari semua jenis
’ = indeks Shanon-Weaver N = S = Jumlah jenis yang ditemukan (Famili) N 1 = Nilai kelimpahan spesies dalam contoh N 2 = Jumlah spesies yang populasinya sangat melimpah
2 − 1 1 − 1 Keterangan: H
=
− 1 − 1
1
=
1
1
1
=
′
dihitung berdasar persamaan:
1 H ’ dan
=
1
)
′
= exp (
Pada Tabel 1 ditunjukkan bahwa pada Kecamatan Jumantono macam serangga yang ada terdiri dari 13 macam dengan jumlah individu total dari berbagai jenis serangga mencapai 314 /20 rumpun padi, jumlah individu terbesar adalah Solenopsis geminata yaitu mencapai 130 individu. Keadaan itu menghasilkan kelimpahan relatif 0,38; nilai ini cukup besar untuk menunjukkan bahwa potensi musuh alami untuk mengendalikan hama cukup besar, Kalau nilai kelimpahan relatif dari serangga yang bertindak sebagai musuh alami ini bisa dipertahankan sampai pertanaman fase generatif maka dapat diperkirakan bahwa pertanaman padi pada kecamnatan Jumantono akan tetap aman sampai panen. Pada Kecamatan Karanganyar keadaan populasi musuh alami yang berupa semut predator Solenopsis geminata juga cukup tinggi yaitu mencapai 140 ekor/20 rumpun padi, setelah dihitung besarnya nilai kelimpahan relatif adalah 0,36; ini juga menunjukkan bahwa musuh alami tersebut berpotensi untuk dimaksimalkan sebagai agens pengendali hayati pada pertanaman tersebut. Nilai kelimpahan relatif serangga musuh alami (semut predator) dapat merupakan petunjuk bahwa pada ekosistem tersebut keberadaan musuh alami telah establish sehingga dapat melakukan fungsinya untuk mencegah berkembangnya hama (Étienne et al., 2001)
Keadaan keragaman serangga pada pertanaman padi fase generatif dapat diperiksa pada Tabel 2.
29
6
7
1
8 WL SANGIT
12
11 LAINNYA SOLENOP 130 140
38 LYCOSA
28
11
11
21 COCCINELLA
37
8
6
41 DERMAPTER
3
5
3
3 MANTIDAE
15
10
5 ODONATA
6 Phaederus
4
24 WER.HIJAU
24
Pada Tabel 2 ditunjukkan keragaman serangga pada pertanaman padi fase generatif di Kecamatan Jumantono, Karanganyar, Karangpandan, dan Tasikmadu, masing-masing mencapai 13, 16, 14, dan 14 jenis.
12 PENGG.PUCUK
Kelimpahan relatif semua jenis serangga predator yang ditemukan pada pertanaman padi di Karanganyar cenderung paling tinggi dengan nilai mencapai 0,62 sedangkan yang paling rendah terdapat pada Kecamatan Karangpandan. Dengan kenyataan ini maka di daerah Kecamatan Karangpandan ada kecenderungan sangat rentan terhadap serangan hama, pada fase generatif. Semut predator yang melimpah di suatu tempat apabila didukung keadaan lingkungan yang cocok akan dapat meningkatkan efektifitas pengendalian terhadap hama (Blüthgen, 2002; Gonzalez-Hernandez et al., 1999).
Keragaman Serangga
Keragaman serangga dapat menggambarkan komposisi suatu Tabel 1. Keadaan populasi serangga yang ditemukan pada pertanaman padi fase vegetatif.
SERANGGA JUMLAH INDIVIDU
FASE VEGETATIF JUMANTONO KARANGANYAR KARANGPANDAN TASIKMADU
HEMIPTERA5
3
6
13 BELALANG
14
12
4
26
30
5
1
27 PENGG. DAUN
34
54
94
20 PENGG.BAT
21
69
25
58 WERENG CKL
9 CONOCEPHALUS JUMLAH 341 393 173 282 serangga dalam ekosistem, semakin besar keragaman serangga maka keadaan ekosistem semakin stabil.
Besarnya nilai indeks keragaman berdasar analisis Shanon-Weaner ditunjukkan pada Tabel 3. Pada Tabel 3 ditunjukkan bahwa besarnya indeks keragaman serangga pada Kecamatan Jumantono cenderung semakin membesar sejalan dengan umur pertanaman padi, tetapi keadaan sebaliknya justru terjadi pada Kecamatan Tasikmadu yang menurun drastis setelah pertanaman padi masuk fase generatif, keadaan ini tentu sangat mendorong terjadi serangan hama yang cukup membahayakan pada padi fase generatif.
5
89
52 LYCOSA
17
9
4
6 COCCINELLA
6
15
4
13 DERMAPTER
1
2
1
1 MANTIDAE
10
4 LAINNYA SOLENOP
7 ODONATA
4
4 Phaederus
2
3 CONOCEPHALUS JUMLAH 166 211 82 148
Tabel 3. Indeks Keragaman Serangga menurut Shanon-Weaner
Kecamatan Vegetatif Generatif JUMANTONO
2.04
2.08 KARANGANYAR
2.01
2.01 KARANGPANDAN
1.63
2.19 TASIKMADU
2.33
58
5
Mortalitas hama oleh semut predator S. geminata.
5 PENGG. DAUN
Mortalitas hama akibat serangan semut predator dapat dilihat pada Tabel
4. Pada Tabel 4 ditunjukkan bahwa rata- rata larva hama penggerek batang cenderung rentan terhadap serangan semut predator. Tingkat kerentanan yang tinggi terhadap keberadaan fase hama ini adalah karena sifat hama yang relatif lambat bergerak, sehingga semut- semut predator relatif dapat mudah menjangkau sasaran (Dejean et al. 1991). Nimfa Wereng Coklat, Wereng Hijau, dan nimfa Belalang ternyata menunjukkan mortalitas yang rendah akibat semut predator. Hal tersebut karena pada hama-hama yang selalu bergerak aktif untuk terbang, relatif tidak dapat terjangkau oleh semut predator, Tabel 2. Keadaan populasi serangga pada pertanaman padi fase generatif.
SERANGGA JUMLAH INDIVIDU
FASE GENERATIF JUMANTONO KARANGANYAR KARANGPANDAN TASIKMADU
HEMIPTERA10
1
18
8 BELALANG
6
15
3
5 PENGG.PUCUK
11
2
1
12
7
7
5 WL SANGIT
1
3
3
9 WER.HIJAU
4
16
16
28 WERENG CKL
16
29
21
8 PENGG.BAT
15
2.08
18.25 0.5 2.7 b
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti huruf sama pada kolom sama tidak berbeda nyata
pada DMRT taraf 5%.3. Hama-hama yang berupa larva dari Lepidoptera cenderung rentan terhadap serangan semut predator, dibandingkan hama-hama yang fase pradewasanya berupa nimfa.
20 1.25 6.3 b Nimfa wereng Hijau 19 1 5.3 b Nimfa belalang
17.25 2 11.6 b Larva pemakan daun 21.5 1.5 7.0 b Nimfa wereng Coklat
Macam hama Jumlah individu Mortalitas hama % mortalitas Larva Penggerek batang 20.5 7 34.1 a Larva Penggerek daun
2. Pertanaman padi yang memiliki keragaman serangga rendah perlu ditingkatkan dengan memasukkan banyak lagi agens-agens hayati lain untuk menstabilkan ekosistem setempat. Tabel 4. Rata-rata mortalitas hama terserang oleh semut Predator
Pertanaman padi yang memiliki keragaman serangga tinggi fase vegetatif hendaknya tetap mengupayakan pengendalian hama dengan cara non pestisida sehingga keragaman yang tinggi tersebut dapat dipertahankan sampai pertanaman mencapai fase generatif sehingga kegiatan pengendalian hama oleh agens hayati tetap berlangsung secara berkelanjutan.
2 Saran 1.
batang padi adalah kuadratik dengan persamaan Y = 16,759 + 0 ,929X – 0,009X
geminata dengan hama penggerek
4. Hubungan antara semut predator S.
Karangpandan.
sehingga hama-hama ini dapat menghindar dari serangan semut predator S. geminata (Hill and Hoy. 2003)
2. Pada pertanaman padi fase generatif indeks keragaman terendah terdapat di Kecamatan Karanganyar, sedangkan yang tertinggi terjadi di Kecamatan
Keragaman serangga terkecil terdapat pada pertanaman padi fase vegetatif yang ditanam di Karangpandan dengan nilai indeks keragaman menurut Shanon – Weaner 1,63, sedangkan yang teritinggi terdapat pada Kecamatan Tasikmadu.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1.
geminata.
, Y adalah populasi hama penggerek sedangkan X adalah populasi semut predator S.
2
Persamaan regresi yang memenuhi hubungan tersebut adalah regresi linier berganda kuadratik dengan persamaan Y = 16,759 + 0 ,929X
S. geminata dengan hama penggerek dinyatakan dengan persamaan regresi.
Hubungan antara semut predator
Hubungan antara semut predator dengan hama penggerek batang.
- – 0,009X
3. Semut predator dapat dikembangkan untuk mengendalikan hama-hama yang termasuk dalam ordo Lepidotera pada fase larva.
Gomez, K.A. and A.A. Gomez. 1984.
An International Rice Research Institute Book. John Wiley & Sons, Canada. 680 pp.
Statistical Procedures for Agricultural Research.
DAFTAR PUSTAKA
793 –801. Brown, ES. 1959. Immature nutfall of coconuts in the Solomon Islands. II.
Pseudococcidae). Biological Control Volume 15, Issue 2 , June 1999: 145-152.
Journal of Molluscian Studies, London, 67: 275-279.
(Gastropoda: Ampullaridae) by the fire ant Solenopsis geminata.
431 –434. Yusa, Y, 2001. Predation on eggs of the apple snail Pomacea canaliculata
Entomologist. Volume 89, Issue 4:
Islands (HYMENOPTERA: FORMICIDAE). Florida
Solenopsis invicta, in The Virgin
The Red Imported Fire Ant,
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. (disertasi) Wetterer, J.K. dan R.R. Snelling, 2006.
Mahrub, E. 2003. Pengendalian Alami Penggerek Batang Padi Kuning Scirpophaga incertulas Walker).
smaragdina, homopterans, trees
and lianas in an Australian rain forest canopy
Journal of Animal Ecology 71 (5),
brevipes (Cockerell) (Homoptera:
Changes in ant populations, and their relation to vegetation.
(F.) (Hymenoptera: Formicidae) on the Biological Control of Dysmicoccus
Blüthgen, N. (2002) Interactions between weaver ants Oecophylla
Gonzalez-Hernandez, H; M.W. Johnson; and N. . Reimer. 1999. Impact of
56 : 307-315
Psyllidae) in Guadeloupe by imported Tamarixia radiata (Hymenoptera: Eulophidae). Fruits
Diaphorina citri (Hemiptera:
Franck. 2001. Biological control of
; and A.
Étienne, E; S. Quilici; D Marival
Oecologica, 12(4):471-488.
Dejean, A.; B. Nkongmeneck; B. Corbara; and C. Djieto-Lordon. 1991. Impact des fourmis arboricoles sur une pullulation d'Achaea catocaloides (Lepidoptera, Noctuidae) dans des plantations de cacaoyers du Cameroun, et etude de leurs homopteres associes. Acta
Bulletin of Entomological Research, 50:97-113.
Pheidole megacephala