Makalah Pancasila Apa itu Terorisme Cont

KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum wr.wb
Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Pancasila dengan
bertemakan Radikalisme di Indonesia (Predator Pancasila) yang mana merupakan tugas
Semester VI ini dengan baik dan lancar.
Mengenai Radikalisme di Indonesia (Predator Pancasila), kami selaku penyusun disini
akan membahas tentang paham komunis dan terorisme yang merupakan salah satu predator
pengancam kedudukan Pancasila sebagai ideologi dasar Negara Indonesia. Kami berharap
dengan membaca makalah ini, pembaca bisa memahami dan bisa lebih berhati-hati dalam
memaknai kedudukan Pancasila di Negara Indonesia disamping pentingnya kita mengetahui
paham komunis dan terorisme. Akhir kata kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
pihak-pihak yang sudah membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini
bisa memberikan manfaat bagi kita semua untuk waktu yang berkelanjutan.

Wassalamu alaikum wr.wb

Kediri, 16 - Mei - 2016

Tim Penyusun.


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di Indonesia,
memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yang telah dijelaskan dalam Pembukaan
UUD 1945 sebagai sumber dari keseluruhan politik hukum nasional Indonesia. Berbagai
kebijakan hukum di era reformasi pasca amandemen UUD 1945 belum mampu
mengimplementasikan nilai-nilai fundamental dari Pancasila dan UUD 1945 yang
menumbuhkan rasa kepercayaan yang tinggi terhadap hukum sebagai pencerminan adanya
kesetaraan dan pelindungan hukum terhadap berbagai perbedaan pandangan, suku, agama,
keyakinan, ras dan budaya yang disertai kualitas kejujuran yang tinggi, saling menghargai,
saling menghormati, non diskriminatif dan persamaan di hadapan hukum.
Dalam kajian filsafat hukum temuan Notonagoro , menerangkan bahwa Pancasila
adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Sekalipun nyata bobot dan latar
belakang yang bersifat politis, Pancasila telah dinyatakan dalam GBHN 1983 sebagai "satusatunya azas" dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Tercatat ada pula sejumlah naskah
tentang Pancasila dalam perspektif suatu agama karena selain unsur-unsur lokal ("milik dan
ciri khas bangsa Indonesia") diakui adanya unsur universal dalam setiap agama.
Tanpa Pancasila, masyarakat nasional kita tidak akan pernah mencapai kekukuhan
seperti yang kita miliki sekarang ini. Hal ini akan lebih kita sadari jika kita mengadakan
perbandingan dengan keadaan masyarakat nasional di banyak negara, yang mencapai

kemerdekaannya hampir bersamaan waktu dengan kita. Tampaknya, Pancasila masih kurang
dipahami benar oleh sebagian bangsa Indonesia. Padahal, maraknya korupsi, suap, main
hakim sendiri, anarkis, sering terjadinya konflik dan perpecahan, dan adanya kesenjangan
sosial saat ini, kalau diruntut lebih disebabkan belum dipahaminya, dihayati, dan
diamalkannya Pancasila.
B. Perumusan Masalah

Adapun yang akan dibahas kali ini adalah :
1.

Apa itu Terorisme ?

2.

Contoh Terorisme yang mengancam Motto Pancasila

3.

Tanggapan Ahli


4.

Faktor-faktor yang meruntuhkan Persatuan dan Kesatuan

C. Manfaat dan Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
 melengkapi salah satu tugas kelompok mata kuliah Pancasila
 sebagai bahan reverensi mata kuliah Pancasila
 salah satu cara untuk menggali pemikiran-pemikiran yang baru, orisinal,
 pemikiran dan realitas kehidupan warga negara
 upaya untuk mengenalkan pemahaman tentang Pancasila itu sendiri.

BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
 Terorisme
adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan
teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk
pada tatacara peperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tibatiba dan target korban
jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sipil.
Istilah teroris oleh para ahli kontraterorisme dikatakan merujuk kepada para pelaku

yang tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang dikenal atau tidak menuruti peraturan
angkatan bersenjata tersebut. Aksi terorisme juga mengandung makna bahwa serang-serangan
teroris yang dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi, dan oleh
karena itu para pelakunya ("teroris") layak mendapatkan pembalasan yang kejam.
Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan "teroris" dan "terorisme",
para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, pasukan
perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain. Tetapi dalam pembenaran dimata terrorism :
"Makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang
penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang". Padahal Terorisme sendiri sering tampak
dengan mengatasnamakan agama.
Hal ini sering terjadi Seperti pada Aksi bom bunuh diri yang terjadi di Gereja Bethel
Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo, membuktikan bahwa gerakan radikalisme di Indonesia
masih terus berlangsung. Jaringan terorisme yang sempat dilumpuhkan oleh aparat kepolisian,
ternyata tetap berkeliaran membangun komunitas dan sasaran baru yang lebih strategis dan
menjanjikan.
Ledakan bom yang terjadi di Solo pastilah merupakan bagian dari jaringan yang
sangat rapi dan terorganisasi secara sistematis. Peristiwa itu menjadi bukti bahwa bahaya
terorisme masih merupakan sesuatu yang nyata di negeri ini, baik secara laten maupun
manifestasi. Tak ubahnya seperti gempa bumi, di negeri ini potensi gerakan terorisme ada dan
nyata. Untuk itu, jaringan radikalisme yang bersifat violence harus ditemukan dan dibongkar

secara tuntas dengan segera.

Hal ini mencerminkan bahwa terorisme sebagai gerakan radikal memiliki jaringan
kuat karena mampu mengecoh kewaspadaan aparat kepolisian dalam mengantisipasi indikasi
terjadinya aksi teror bom di berbagai daerah di Indonesia. Bahkan, aparat kepolisian seolah
tak berdaya dan mati suri dalam mencegah tindakan kekerasan dengan menggunakan rakitan
bom yang diledakkan di tempat tempat ibadah.
Oleh sebab itu, aparat kepolisian harus mengungkap tuntas siapa jati diri pelakunya
dan jaringan gerakan, sekaligus antek-antek intelektual di balik aksi terorisme itu. Pasalnya,
mustahil peledakan bom itu dilakukan seorang diri. Mereka harus ditindak tegas untuk
diproses sesuai hukum yang berlaku.
Semakin mencuatnya aksi teror yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia,
mengindikasikan bahwa kaderisasi gerakan radikal terus berlangsung pascatewasnya tokohtokoh penting dalam jaringan terorisme. Dengan kata lain, kaderisasi gerakan radikal ini
memang masih terus berlangsung sedemikian cepat, karena ruang gerak di masyarakat untuk
menyebarluaskan ajaran radikal cukup terbuka lebar.
 Republik Terorisme
Pertanyaannya adalah, apa dosa negeri ini, ketika persoalan terorisme yang melanda kita
tidak bisa diatasi. Mungkinkah negeri ini sudah dikutuk menjadi “republik teroris”, karena
terus ditimpa dinamika persoalan yang terus mengalir? Adakah harapan dan optimisme yang
tetap kita junjung tinggi untuk menyelami dan menghayati hikmah dibalik tindakan kekerasan

aksi teror bom yang terjadi di bumi pertiwi tercinta?
Di tengah bangsa lain sudah berbenah dan memperbaiki kondisi stabilitas negerinya,
negeri ini masih tertatih-tatih untuk sekadar keluar dari amukan teror. Di manakah letak
kesalahan negeri ini, sehingga persoalan terorisme terus-menerus berkembang pesat?
Kalau kita mengacu pada teori antropologi, bangsa ini tergolong sebagai the defeated
culture. Sebuah bangsa yang ditakdirkan Tuhan untuk selalu kalah. Akan tetapi, teori ini
kemudian dibantah, karena Tuhan tidak mungkin mengubah nasib satu kaum, bila mereka
tidak mengubah nasibnya sendiri.
Teori ini sejalan dengan apa yang dinyatakan Komaruddin Hidayat (2006), bahwa
bangsa ini telah terjerat kubangan “self-destroying nation” ( bangsa yang menghancurkan

dirinya sendiri). Kendati kita tidak menghendaki bangsa ini menghancurkan dirinya sendiri,
namun sebutan sebagai republik teroris patut direnungkan kita bersama. Pasalnya, republik ini
memang akrab dengan terjadinya teror bom dan selalu menjadi persoalan utama bagi
keamanan bangsa untuk terlepas dari tindakan terorisme yang terus berlanjut.

 Runtuhnya Harga Diri Bangsa
Dalam konteks ini, saya akan menyoroti dan menimbang harga diri bangsa yang cukup
memilukan sehingga kita tidak terserabut oleh politisasi dan hegemonisasi pembangunan ala
Barat yang lebih bernuansa hedonistik dan konsumeristik. Ketika harga diri bangsa tercabik

cabik oleh negeri asing, langkah apa yang harus kita lakukan untuk mematahkan dan
membendung anggapan negatif tersebut? Bagaimana strategi alternatif untuk membendung
tindakan kekerasan yang menimpa bangsa?
Pada titik ini, kemerdekaan dan kemandirian menjadi jamian ideal untuk terlepas dari
kubangan ketergantungan dan aroma ketidakpuasan maupun opsi untuk melakukan tindakan
teror, sehingga tidak jarang kita mengorbankan harga diri bangsa kita. Dengan dalih untuk
mempertahankan harga diri, tidak jarang seseorang atau sebuah bangsa mengorbangkan harta
asal harga dirinya dapat terpelihara.
Saat ini pun dalih seperti itu semakin bermunculan di tengah tantangan dan ancaman
terorisme merebak dalam kehidupan masyarakat. Bahkan, para elite politik kita kerapkali
mengorbankan harga diri bangsa dengan landasan ego dan arogansi yang berlebihan demi
kemulusan memperoleh jabatan, kekuasaan, kekayaan, maupun popularitas.
Salah satu faktor kegagalan bangsa ini terlepas dari kubangan persoalan, terutama
semakin derasnya aksi teror adalah karena kita tidak memiliki mental sebagai bangsa yang
teguh dan tegar berdasarkan asas Pancasila. Kekuatan mental bangsa kita harus terus dipupuk
dan dibina secara berkelanjutan agar bisa menghadapi segala tantangan dan ancaman di masa
depan. Kebersamaan dan Solidaritas Bangsa Indonesia juga harus terus dilakukan.Agar kita
dapat mengamalkan Sila-sila Pancasila yang menyebutkan bahwa kita harus mengutamakan
persatuan dan kesatuan tanpa melihat perbedaan Agama.Agar tidak ada kekerasan seperti
Terorisme yang merugikan bangsa sendiri.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bangsa kita memang tengah menghadapi problem akut nan krusial. Terlebih lagi bila
dihadapkan pada persoalan aksi terorisme dan arogansi sukuisme yang sering terjadi di negeri
kita tercinta. Kita dituntut untuk menghilangkan kesenangan dan kenikmatan sesaat, apalagi
sampai mengorbankan harga diri dan memutus ikatan emosional kita sebagai satu kesatuan
yang utuh.
Dengan demikian, kita harus yakin bahwa bangsa kita pasti terlepas dari jeratan
persoalan yang menghantam identitas dan harga diri bangsa. Pluralitas bangsa patut dijadikan
lompatan luar biasa untuk menyatukan persepsi dan rasa solidaritas antar sesama, sehingga
nilai-nilai kebangsaan akan tetap tertanam dengan baik.
Itulah mengapa, persatuan dan kesatuan nasional baik yang bernuansa struktural
maupun kultural (solidaritas sosial) yakin bisa dipertahankan di negeri ini, sebab bangsa ini
memang didirikan atas dasar falsafah non-primordialisme, melainkan atas dasar rasa
penderitaan yang sama (sense of common suffering).
Jangan pernah kita biarkan negeri ini terpecah berkeping-keping, hanya karena
menonjolnya kepentingan sektoral, kedaerahan, dan juga kepentingan kelompok. Dalam hal
ini yang kita kembangkan adalah constructive pluralism, bukan menerapkan minority by force

atau minority by will.
Hal ini dilakukan agar Asas Pancasila tidak hanya dijadikan hafalan belaka melainkan
juga diterapkan berdasarkan Sila-silanya.Karena juga semua sila yang ada di Pancasila
berhubungan dengan Paham Integralistik.Yaitu Paham yang mengedepankan Persatuan dan
Kesatuan Negara.Agar Semua Rakyat Negara Kita terus bersatu tanpa adanya Terorisme.
Perlu ditanamkan Jiwa Integralistik dalam Sanubari melalui Pancasila.Karena Pancasila
membuat Bhinneka Tunggal Ika.

B. Saran-Saran
Oleh karena itu, kita harus bulatkan tekat dan jernihkan hati serta pikiran untuk
merancang bangunan keindonesiaan yang sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa kita.
Yakinlah bahwa kita masih punya harapan dan idealisme untuk membendung benturan
peradaban, agama, politik, maupun etnis di antara kita. Selanjutnya, kita harus percaya, bahwa
bangsa ini memiliki keunggulan, karena diberi anugrah dan karunia yang luar biasa oleh
Tuhan. Terakhir tetaplah memegang dasar Negara yaitu Pancasila dengan cara
menerapkannya bukan hanya menghafalkannya apalagi tidak hafal dan tidak menerapkan itu
lebih parah.Maka dari itu lakukan keduanya menghafal dan menerapkannya.

REFERENSI
 Thaib,SH,MSi ,Dahlan.1991.Pancasila Yuridis Ketatanegaraan.AMP

YKPN:Yogyakarta
 Terorisme oleh Muhammad Takdir
 Jurnal Filsafat Pancasila ( No. 4 Thn. V, Desember 2000). “Refleksi
Pancasila Terhadap persoalan kebangsaan dan Maslah-Masalah
kontemporer”, Pusat Studi Pancasila-UGM :Yogyakarta
 Notonagoro,1971.Pancasila secara Ilmiah
Populer,PancuranTujuh:Jakarta
 Moerdiono et.al.,1996.Pancasila sebagai Ideologi, BP-7Pusat:Jakarta
 Suwarno,PJ,1993.Pancasila Budaya bangsa

Indonesia,Kanisius:Yogyakarta