INDRI NINGTYAS 01031181419041 PENGANTAR (1)

PENGANTAR EKONOMI
PEMBANGUNAN

DISUSUN OLEH :

01031181419041 Indri Ningtyas

Universitas Sriwijaya
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi
2014

Makalah Perkotaan(Pembangunan Masyarakat
Kota)
BAB I
PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG

Masalah kemiskinan di Indonesia saat ini dirasakan sudah sangat mendesak untuk ditangani,

khususnya di wilayah perkotaan. Salah satu ciri umum dari kondisi masyarakat yang miskin
adalah tidak memiliki sarana dan prasarana dasar perumahan dan permukiman yang
memadai, kualitas lingkungan yang kumuh, tidak layak huni. Kemiskinan merupakan
persoalan struktural dan multidimensional, mencakup politik, sosial, ekonomi, aset dan lainlain. Sehingga secara umum “Masyarakat Miskin” sebagai suatu kondisi masyarakat yang
berada dalam situasi kerentanan, ketidak berdayaan, keterisolasian, dan ketidak mampuan
untuk menyampaikan aspirasinya. Situasi ini menyebabkan mereka tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan minimal kehidupannya secara layak (manusiawi). Program
penanggulangan kemiskinan yang dievaluasi meliputi, Program Pengembangan Kecamatan
(PPK), dan Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), yang dikategorikan
sebagai Program Kerja Mandiri (Self Employment Program),dan Proyek Pembangunan Fisik
dalam program PPK yang dikategorikan sebagai Program Padat Karya (Public Work
Progam).
Menurut G. Adler-Karlsson, (1981), kemiskinan perkotaan adalah fenomena yang mulai
dipandang sebagai masalah serius, terutama dengan semakin banyaknya permasalahan
ekonomi yang ditimbulkannya. Modernisasi dan industrialisasi sering kali dituding sebagai
pemicu, Diantara beberapa pemicu yang lain, perkembangan daerah perkotaan secara pesat
mengundang terjadinya urbanisasi dan kemudian komunitas-komunitas kumuh atau daerah
kumuh yang identik dengan kemiskinan perkotaan.

Di samping itu, ada hal lain yang mendorong untuk mengkaji kemiskinan penduduk, yaitu

mencari jalan untuk mengentaskan kelompok miskin tersebut. Sejauh ini usaha untuk itu
sudah cukup banyak, namun hasilnya masih belum memuaskan. Ada beberapa hal yang
menyebabkan kurang berhasilnya usaha-usaha itu. Salah satu di antaranya adalah kurang
tepatnya mengidentifikasi kemiskinan dalam arti menelaah berbagai hal yang berkait dengan
kemiskinan. Tanpa ada data yang akurat yang berkaitan dengan kemiskinan itu maka akan
sulit untuk mengusahakan pengentasan kemiskinan secara baik.
B.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah : Bagaimana
pelaksanaan program yang di gulirkan untuk memberdayakan masyarakat serta melaksanakan
partisipasi masyarakat dalam pengentasan kemiskinan?
C.

TUJUAN

Tujuan yang ingin dicapai dengan pembuatan makalah ini yaitu memberikan informasi
mengenai permasalahan perkotaan dalam bidang perekonomian, sehingga masyarakat
menyadari begitu banyak permasalahan yang terjadi pada masyarakat perkotaan yang harus

segera diatasi dan dicari pemecahannya.
D.

MANFAAT

Semoga makalah ini dapat menambah wawasan mengenai permasalahan yang terjadi di
perkotaan pada bidang perekonomian beserta pemecahan masalahnya. Dan juga, makalah ini
sangat diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca.

BAB II
PEMBAHASAN
A.

PENGERTIAN

Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan, normanorma adat yang sama-sama di taati dalam lingkungannya.Tatanan
kehidupan, norma-norma yang mereka miliki itulah yang menjadi dasar kehidupan sosial
dalam lingkungan mereka, sehingga dapat membentuk suatu kelompok manusia yang
memiliki cirri kehidupan yang khas.
Masyarakat itu timbul dalam setiap kumpulan individu, yang telah lama hidup dan bekerja

sama dalam waktu yang cukup lama.
Masyarakat perkotaan sering disebut juga Urban Community. Pengertian masyarakt kota
lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda
dengan masyarakat pedesaan.
Perhatian masyarakat perkotaan tidak terbatas pada aspek-aspek seperti pakaian, makanan
dan perumahan, tetapi mempunyai perhatian yang lebih luas lagi. Masyarakat perkotaan
sudah memandang kebutuhan hidup, artinya tidak hanya sekedarnya atau apa adanya. Hal ini
disebabkan karena pengaruh pandangan warga kota sekitarnya. Misalnya dalam hal
menghidangkan makanan, yang di utamakan adalah bahwa makanan yang di hidangkan
tersebut memberikan kesan bahwa yang menghidangkannya memiliki kedudukan sosial yang
tinggi. Demikian pula masalah pakaian masyarakat kota memandang pakaian pun sebagai alat
kebutuhan sosial. Bahkan pakaian yang di pakai merupakan perwujudan dari kedudukan
sosial si pemakai.
Sistem perekonomian kota tidak terpusat pada satu jenis saja, melainkan sangat bervariasi. Di
kota terdapat berbagai macam sistem produksi, baik yang mengolah bahan mentah, barang
setengah jadi, maupun barang jadi. Industri dilakukan secara terus menerus dan besarbesaran, dengan tenaga manusia, mesin, maupun dengan komputer.

Di kota besar terdapat banyak perkerjaan-pekerjaan yang menuntut keahlian khusus, sehingga
tidak semua warga kota dapat melakukannya. Misalnya : Arsitektur, Insinyur - mesin, sarjana
politik, pemegang buku dan sebagainya. Walaupun demikian tidaklah berarti bahwa

pekerjaan di kota adalah pekerjaan hanya menekankan pada keahlian yang tersepesialisasi
dan pekerjaan otak saja. Tetapi ada juga pekerjaan-pekerjaan yang menekankan kemampuan
tenaga kasar saja. Misalnya : kuli bangunan, tukang becak.
Mobilitas sosial di kota jauh lebih besar dari pada di desa. Di kota, seseorang memiliki
kesempatan lebih besar untuk mengalami mobilitas sosial, baik vertical maupun horizontal.
Bagi masyarakat kota kepercayaan kepada Tuhan YME (kehidupan magis religius) biasanya
cukup terarah dan di tekankan pada pelaksanaan ibadah. Upacara-upacara keagamaan sudah
berkurang, demikian pula upacara-upacara adat sudah menghilang. Hal ini di sebabkan
bahwa msyarakat kota sudah menekankan pada rasional pikir dan bukan pada emosionalnya.
Semua kegiatan agama, adat berlandaskan pada pengetahuan dan pengalaman yang mereka
miliki. Mobilitas sosial di kota jauh lebih besar dari pada di desa. Di kota, seseorang memiliki
kesempatan yang lebih besar untuk mengalami mobilitas sosial, baik vertical maupun
horisontal. Dari uraian di atas maka dapatlah di simpulkan secara singkat bahwa dari ciri-ciri
masyarakat kota adalah sebagai berikut :
1. Heterogenitas sosial
2. Kota merupakan metting pot bagi aneka suku maupun ras, sehingga masing-masing
kelompok berusaha di atas kelompok lain. Maka dari itu sering terjadi usaha untuk
memperkuat kelompoknya untuk melebihi kelompok yang lain.
3. Hubungan sekunder
4. Dalam masyarakat kota pergaulan dengan sesama anggota (orang lain)

5. Toleransi sosial
Masyarakat kota tidak memperdulikan tingkah laku sesamanya dan pribadi sebab masingmasing anggota mempunyai kesibukan sendiri. Sehingga kontrol sosial pada masyarakat kota
dapat di katakana lemah sekali dan non pribadi.

Kontrol sekunder
Anggota masyarakat kota secara fisik tinggal berdekatan, tetapi secara pribadi atau sosial
berjauhan. Dimana bila ada anggota masyarakat yang susah, senang, jahad, dan lain
sebagainya, anggota masyarakat yang lain tidak mau mengerti.
Mobilitas sosial
Di kota sangat mudah sekali terjadi perubahan maupun perpindahan status, tugas maupun
tempat tinggal.
Individual
Akhibat hubungan sekunder, maupun kontrol sekunder, maka kehidupan masyarakat di kota
menjadi individual. Apakah yang mereka inginkan dan rasakan, harus mereka rencana dan
laksanakan sendiri. Bantuan dan kerja sama dari anggota masyarakat yang lainsulit untuk di
harapkan.
Ikatan suka rela
Walaupun hubungan sosial bersifat sekunder, tetapi dalam organisasi tertentu yang mereka
sukar. (kesenian, olahraga, politik) secara sukarela ia menggabungkan diri menggabungkan
dan berkorban.

Segregasi kekurangan
Akibat dari integritas sosial dan kompetisi ruang terjadi pola sosial, ras, dan kompetisi ruang,
terjadi pola sosial yang berdasarkan pada sosial ekonomi, ras, agama, suku bangsa dan
sebagainya. Maka dari itu akhirnya terjadi pemisahan temat tinggal dalam kelompokkelompok tertentu.

B.

SIFAT-SIFAT MASYARAKAT KOTA

Masyarakat kota adalah masyarakat yang anggota-anggotanya terdiri dari manusia yang
bermacam-macam lapisan/tingkatan hidup, pendidikan, kebudayaan, perekonomian, dan lainlain. Mayoritas penduduknya hidup berjenis-jenis usaha yang bersifat non agraris. Yang
dapat dirasakan sistem kehidupan masyarakat kota mempunyai corak-corak kehidupan
tertentu yang jauh berbeda apabila dibandingkan dengan masyarakat desa.
Sifat-sifat yang tampak menonjol pada masyarakat kota ialah:
1.

Sikap Kehidupan

Sikap hidupnya cenderung pada individuisme/egoisme. Yaitu masing-masing anggota
masyarakat berusaha sendiri-sendiri tanpa terikat oleh anggota masyarakat lainnya, hal mana

yang menggambarkan corak hubungan yang terbatas, di mana setiap individu mempunyai
otonomi jiwa atau kemerdekaan pribadi sebagaimana yang disebut oleh Prof. Djojodiguno, S.
H. dengan istilahnya masyarakat Patembayan atau sama dengan yang dimaksud oleh
Sosiologi Jerman Ferdinand Tonnies yang terkenal dengan istilahnya Gesselschaft.
2.

Tingkah Laku

Tingkah lakunya bergerak maju mempunyai sifat kreatif, radikal, dan dinamis. Dari segi
budaya masyarakat kota umumnya mempunyai tingkatan budaya yang lebih tinggi, karena
kreativitas dan dinamikanya kehidupan kota lebih cepat mengadakan reaksi, lebih cepat
menerima mode-mode dan kebiasaan-kebiasaan baru.
3.

Perwatakan-perwatakan

Perwatakannya cenderung pada sifat materialistis. Akibat dari sikap hidup yang egoism dan
pandangan hidup yang radikal dan dinamis, menyebabkan masyarakat kota lemah dalam segi
religi, yang menimbulkan efek-efek negative yang berbentuk tindakan amoral, indisipliner,
kurang memperhatikan tanggungjawab sosial.


C.

SIKAP HIDUP DAN TINGKAH LAKU MASYARAKAT KOTA

Untuk memberikan gambaran secara tertib dan jelas tentang kehidupan masyarakat kota
sebagaimana yang tercantum dalam pasal-pasal terdahulu/tinjauan umum, berikut ini akan
diuraikan sebagai berikut.
1.

Sikap Hidup Masyarakat Kota

Sikap hidup masyarakat kota pada umumnya mempunyai taraf hidup yang lebih tinggi
daripada masyarakat desa. Hal ini menuntut lebih banyak biaya hidup sebagai alat pemuas
kebutuhan yang tiada terbatas yang mana menyebabkan orang berlomba-lomba mencari
usaha/kesibukan, mencari nafkah demi kelangsungan hidup pribadi/keluarganya.
Akibatnya, timbullah sikap pembatasan diri di dalam pergaulan masyarakat dan terpupuklah
faham mementingkan diri sendiri yang akhirnya timbullah sikap individualism/egoisme.
2.


Tingkah Laku

Tingkah lakunya sebagaimana yang telah diuraikan, bahwa untuk mencapai usaha ke arah
pemmenuhan materi dibutuhkan adanya daya upaya yang menuntut akal pikiran atau rasio
yang mantap. Di dalam masyarakat kota, mengingat banyaknya fasilitas-fasilitas yang
tersedia, memungkinkan masyarakat kota meningkatkan pengetahuan mereka dalam berbagai
bidang, terutama dalam bidang perekonomian.
3.

Pandangan Hidupnya

Pandangan hidupnya menjurus pada materialistis. Nampak jelas dari sikap hidup maupun
tingkah laku masyarakat kota menjurus kepada mementingkan diri pribadi, yang mana
mengakibatkan mereka untuk mengabaikan faktor-faktor sosial dalam lingkungan masyarakat
sekitarnya.
Hal lain yang berpengaruh besar terhadap masyarakat kota di bidang perekonomiannya
dimana income per kapitanya sebagian lebih besar, maka kemampuan membelinya juga lebih
besar, sehingga maksud membeli barang-barang mewah kemungkinan besar tinggi karena
dapat menjangkau harga yang lebih tinggi.


D.

MASALAH-MASALAH PERKOTAAN

1.

Pengangguran, terutama disebabkan oleh derasnya arus urbanisasi. Sebagian besar

mereka yang urbanisasi tidak memiliki keterampilan, sehingga mereka hanya bekerja sebagai
buruh kasar
2.

Degradasi moral dan kejahatan, degradasi moral yang sering terjadi adalah berkumpul

sebelum menikah, pelacuran, narkotika, seakan-akan mempunyai legalitas tertentu bagi
masyarakat kota. Menegur dan memberi nasihat satu sama lain sudah dianggap mencampuri
urusan orang lain, sehingga sangat jarang terjadi reaksi terhadap pelanggaran-pelanggaran
moral tersebut.
3.

Keadaan ekonomi yang sampai sekarang belum dapat disesuaikan dengan kebutuhan-

kebutuhan manusia.
4.

Ada beberapa orang yang terus-menerus mengumpulkan harta bendanya tanpa

memikirkan keadaan yang miskin. Lambat laun perbedaan antara yang miskin dan yang kaya
makin lama makin besar, sehingga pemikiran-pemikiran seperti kaum sosialis berpendapat
seperti Karl Marx, bahwa yang kaya menjadi lebih kaya, dan yang miskin menjadi lebih
miskin.
E.

TINJAUAN MENGENAI PERKEMBANGAN STRATEGI PEMBANGUNAN

Pembangunan ekonomi mula-mula menggunakan tahap “strategi pertumbuhan” dengan
berusaha mengejar kenaikan produksi nasional setinggi mungkin. Strategi tersebut mula-mula
juga dikenal dengan istilah “Growth Strategy on GNP Oriented”. Dalam pertunbuhan ini,
kurang diperhatikan siapa yang berdominasi dalam kegiatan investasi modal maupun
perdagangan. Untuk memungkinkan Growth Strategy ini berkembang prasyarat stabilitas
moneter justru sangat menentukan. Pada mulanya pengejaran terhadap target GNP yang
semata-mata dapat naik memang menakjubkan. Tetapi sejarah membuktikan, bahwa pada
Negara-negara sedang berkembang dengan penduduk yang sangat besar, ternyata keadaan ini
belum memberikan kesempatan yang cukup untuk golongan kecil terbesar dari penduduk
dalam menikmati hasil pembangunan ini. Karena kenaikan GNP sesungguhnya lebih banyak
oleh faktor semu, karenakeberhasilan golongan besar yang kecil yang telah mendominir
segala-galanya di Negara itu.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan distribusi pendapatan yang adil
dan merata, karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini hanya dinikmati oleh sekelompok
kecil masyarakat, seperti masyarakat perkotaan, sedangkan masyarakat pedesaan atau
pinggiran mendapat porsi yang kecil dan tertinggal. Kesenjangan di daerah ini semakin
diperburuk karena adanya kesenjangan dalam pembangunan antar sektor, terutama antara
sektor pertanian (basis ekonomi pedesaan) dan non-pertanian (ekonomi perkotaan).
F.

UPAYA UNTUK MENGATASI MASALAH EKONOMI

Ekonomi masyarakart biasanya lebih baik dari pada msyarakat desa. Namun masih perlu di
kembangkan dan tumbuhkan.misalnya masalah kerajinan rumah tangga, industri kecil mapun
masalah perkoperasian.
Untuk mengembangkan kota secara terus-menerus perlu dijaga dan dikembangkan sarana dan
prasarana kota itu sendiri dengan baik. Misalnya pembangunan jalan pengaturan lalu lintas
dan trnaportasi, pengaturan sekolah-sekolah serta penghijauan kota.
Membantu memberikan kredit investasi kecil bagi para pedangang berkapital lemah,
sehingga dapat diharapkan menignkatkan usaha (ekonomi) mereka, dan peningkatan
pembangunan pasar-pasar baru (Inpres) agar dapat diusahakan menampung aspirasi
permasalahan pedagang kaki lima dan lain sebagainya.
1. Partisipasi
Menurut Menurut Adams Charles (1993), partisipasi masyarakat dalam pembangunan mutlak
diperlukan, tanpa adanya partisipasi masyarakat pembangunan hanyalah menjadikan
masyarakat sebagai objek semata. Salah satu kritik adalah masyarakat merasa “tidak
memiliki” dan “acuh tak acuh” terhadap program pembangunan yang ada. Penempatan
masyarakat sebagai subjek pembangunan mutlak diperlukan sehingga masyarakat akan dapat
berperan serta secara aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring dan
evaluasi pembangunan. Terlebih apabila kita akan melakukan pendekatan pembangunan
dengan semangat lokalitas. Masyarakat lokal menjadi bagian yang paling memahami keadaan
daerahnya tentu akan mampu memberikan masukan yang sangat berharga.

Partisipasi masyarakat berarti eksistensi manusia seutuhnya. Tuntutan akan partisipasi
masyarakat semakin menggejala seiring kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara.
Kegagalan pembangunan berperspektif modernisasi yang mengabaikan partisipasi negara
miskin (pemerintah dan masyarakat) menjadi momentum yang berharga dalam tuntutan
peningkatan partisipasi negara miskin, tentu saja termasuk di dalamnya adalah masyarakat.
Menurut Adams Charles (1993), tuntutan ini semakin kuat seiring semakin kuatnya negara
menekan kebebasan masyarakat. Post-modernisme dapat dikatakan sebagai bentuk
perlawanan terhadap modernisme yang dianggap telah banyak memberikan dampak negatif
daripada positif bagi pembangunan di banyak negara berkembang. Post-modernisme bukan
hanya bentuk perlawanan melainkan memberikan jawaban atau alternatif model yang dirasa
lebih tepat. Pembangunan dengan basis pertumbuhan ekonomi yang diusung oleh paradigma
modernisme memiliki banyak kekurangan dan dampak negatif. Kesenjangan antar penduduk
mungkin saja terjadi sehingga indikator pertumbuhan ekonomi hanya mencerminkan
keberhasilan semu saja. Akumulasi modal yang berhasil dihimpun sebagian besar merupakan
investasi asing yang semakin memuluskan jalannya kapitalisme global.
2. Pemberdayaan
Sunyoto Usman (2003) mengungkapkan bahwa pembangunan yang dilakukan oleh suatu
negara pada saat ini tidak akan dapat lepas dari pengaruh globalisasi yang melanda dunia.
Persolan politik dan ekonomi tidak dapat lagi hanya dipandang sebagai persoalan nasional.
Keterkaitan antar negara menjadi persoalan yang patut untuk diperhitungkan. Masalah
ekonomi atau politik yang dihadapi oleh satu negara membawa imbas bagi negara lainnya
dan permasalahan tersebut akan berkembang menjadi masalah internasional.
Menurut Soejadi (2001), kemiskinan merupakan salah satu masalah yang selalu dihadapi oleh
manusia. Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah,
yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang
dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya
terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang

tergolong sebagai orang miskin. Di negara-negara sedang berkembang, wacana
pemberdayaan muncul ketika pembangunan menimbulkan disinteraksi sosial, kesenjangan
ekonomi, degradasi sumber daya alam, dan alienasi masyarakat dari faktor produksi oleh
penguasa (Prijono, 1996).
Menurut Maria Fraskho, (2000), konsep pemberdayaan lahir sebagai antitesis terhadap model
pembangunan dan model industralisasi yang kurang memihak pada rakyat mayoritas. Konsep
ini dibangun sebagai kerangka logik sebagai berikut; (1). Proses pemusatan kekuasaan
terbangunan dari pemusatan penguasaan faktor produksi; (2). Pemusatan kekuasaan faktor
produksi akan melahirkan masyarakat pekerja dan masyarakat pengusaha pinggiran; (3).
Keuasaan akan membangun bangunan atas atau sistem pengetahuan, sistem politik, sistem
hukum dan ideologi yang manipulatif, untuk memperkuat legitimasi; (4). Kooptasi sistem
pengetahuan, sistem hukum sistem politik dan ideologi, secara sistematik akan menciptakan
dua kelompok masyarakat, yaitu masyarakat berdaya dan masyarakat tunadaya. Akhirnya
yang terjadi adalah dikotomi, yaitu masyarakat yang berkuasa dan disisi lain manusia
dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan
pembebesan melalui proses pemberdayaan bagi yang dikuasai (empowerment of the
powerless).
Menurut John Friedman (1991), Pemberdayaan dapat diartikan sebagai perolehan kekuatan
dan akses terhadap sumber daya untuk mencari nafkah. Bahkan dalam perspektif ilmu politik,
kekuatan menyangkut pada kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Istilah
pemberdayaan sering dipakai untuk menggambarkan keadaan seperti yang diinginkan oleh
individu, dalam keadaan tersebut masing-masing individu mempunyai pilihan dan kontrol
pada semua aspek kehidupannya. Menurut Sastroputo Santoso, (1998), konsep ini merupakan
bentuk penghargaan terhada manusia atau dengan kata lain “memanusiakan manusia”.
Melalui pemberdayaan akan timbul pergeseran peran dari semula “korban pembangunan”
menjadi “pelaku pembangunan”. Perpektif pembangunan memandang pemberdayaan sebagai
sebuah konsep yang sangat luas. Pearse dan Stiefel dalam Prijono (1996) menjelaskan bahwa
pemberdayaan partisipatif meliputi menghormati perbedaan, kearifan lokal, dekonsentrasi
kekuatan dan peningkatan kemandirian.

3. Partisipasi dan Pemberdayaan
Menurut Hadiwinata dan Bob S (2003), Partisipasi dan pemberdayaan merupakan dua buah
konsep yang saling berkaitan. Untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat diperlukan upaya
berupa pemberdayaan. Masyarakat yang dikenal “tidak berdaya” perlu untuk dibuat
“berdaya” dengan menggunakan berbagai model pemberdayaan. Dengan proses
pemberdayaan ini diharapkan partisipasi masyarakat akan meningkat. Partisipasi yang lemah
dapat disebabkan oleh kekurangan kapasitas dalam masyarakat tersebut, sehingga
peningkatan kapasitas perlu dilakukan.
Sedangkan menurut Evers Hans-Dieter (1993), pemberdayaan yang memiliki arti sangat luas
tersebut memberikan keleluasaan dalam pemahaman dan juga pemilihan model
pelaksanannya sehingga variasi di tingkat lokalitas sangat mungkin terjadi. Menurut
Moeljarto (1997), konsep partisipasi dalam pembangunan di Indonesia mempunyai tantangan
yang sangat besar. Model pembangunan yang telah kita jalani selama ini tidak memberikan
kesempatan pada lahirnya partisipasi masyarakat. Menurut Purnaweni Hartuti oleh karenanya
diperlukan upaya “membangkitkan partisipasi” masyarakat tersebut. Solusi yang bisa
dilakukan adalah dengan memberdayakan masyarakat sehingga masyarakat akan
berpartisipasi secara langsung terhadap pembangunan.
Membangun Ekonomi Kerakyatan dan Penyerapan Tenaga Kerja
Pembangunan di bidang ekonomi seharusnya lebih difokuskan pada penguatan ekonomi
berbasis kerakyatan dengan menumbuhkan semangat wirausaha , menciptakan iklim usaha
yang kondusif, pembinaan koperasi dan unit-unit ekonomi kerakyatan lainnya, hingga upayaupaya untuk mempermudah akses modal dan akses pasar bagi produk-produk usaha mikro,
kecil dan menengah (UMKM).

Upaya menekan angka pengangguran dan penyaluran angkatan kerja perlu dilakukan dengan
menggalang kerjasama yang baik dengan sektor swasta dan masyarakat, diantaranya dengan
pembukaan Balai Latihan Kerja (BLK) dan pengembangan sekolah-sekolah kejuruan dengan
konsep link and match dengan pasar tenaga kerja, serta melakukan kerjasama dengan
lembaga-lembaga pendidikan dan ketrampilan lokal untuk menghasilkan tenaga kerja yang
trampil dan atau memiliki motivasi kuat untuk berwirausaha dan membuka lapangan kerja
bagi orang lain.

BAB III
PENUTUP
A.

KESIMPULAN

Pendekatan dan bantuan yang sifatnya pengembangan, umumnya berbentuk pembentukkan
dan pemberdayakan kelompok usaha ekonomi masyarakat baik yang berskala kecil maupun
mikro. Garis besarnya, pemerintah menyuntikkan modal dan memberi pendampingan. Suatu
program biasanya mencakup pula pelatihan ketrampilan, kewirausahaan, manajemen, yang
disertai pula dengan pendampingan. Asal sumber dananya yang dari APBN maupun hutang
dari lembaga donor seperti Bank Dunia.
Komitmen Pemerintah Kota untuk mengembangkan ekonomi rakyat tidak diragukan lagi.
Setiap masyarakat dibentuk kelompok, diberi modal, motivasi berwirausaha, kapasitas
manajerialnya ditingkatkan, aktivitasnya didampingi, serta dikontrol kinerjanya. masyarakat
yang berkuasa dan disisi lain manusia dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan
dikuasai, maka harus dilakukan pembebesan melalui proses pemberdayaan bagi yang
dikuasai (empowerment of the powerless).

B.

SARAN

Tidak lepas dari urusan pemerintah daerah adalah memberikan perhatian pada para buruh.
Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari komponen masyarakat, pemerintah perlu
memberikan penghargaan berupa dukungan bagi peningkatan kualitas hidup dan
kesejahteraan sosial para buruh dan keluarganya agar dapat mengambil peran dan
berkontribusi dalam pembangunan.

Analisi Tentang Perkotaan (Masalah Masyarakat Kota)
Seperti yang kita tahu daya tarik perkotaan memang memliki magnet tersendiri dimana,
banyak orang beramai-ramai mencoba pergi ke kota untuk sekedar mencoba atau dengan
tekad yang kuat untuk mencari nafkah dikota, dengan banyaknya arus urbanisasi dari desa
kekota ini yang mengakibatkan masalah dimana saat sampai banyak masyarakat yang tidak
memiliki tempat tinggal sehingga membuat rumah-rumah semi permanen dibawah
jembatan,dipinggir rell, atau dipinggir sungai yang menjadikannya lingkungan kumuh
sehingga. Selain itu, sistem sosial masyarakat perkotaan yang bersifat lebih terbuka terhadap
budaya luar mengakibatkan “anomi” atau cultural shock di kalangan masyarakat. Hal tersebut
biasanya berujung pada tingkah laku penyimpangan sosial yang pada umumnya sering
dilakukan oleh generasi muda. Dengan social masyarakat yang lebih terbuka terjadinya
kemerosotan moral yang terjadi pada masyarakat kota, dan menurut saya ini lah masalah
yang selalu timbul dalam masyarakat perkotaan :
1.

Urbanisasi dan Krisis Lingkungan Hidup

Urbanisasi adalah proses perpindahan penduduk dari desa ke kota. Kota merupakan pusat
kegiatan politik, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat dimana kota memiliki berbagai
fasilitas yang memungkinkan kegiatan tersebut berjalan dengan lancar efisien. Di lain pihak,
desa yang notabene dihuni oleh masyrakat tradisional mempunyai kondisi sosial yang
berbanding 180 derajat dengan kondisi sosial perkotaan. Fasilitas umum yang tidak lengkap,
wilayah pertanian yang terus menyempit, sistem sosial yang cenderung tertutup, dan
gemerlapnya dunia perkotaan membuat sebagian dari mereka berkeinginan untuk melakukan
mobilitas sosial vertikal dengan mengadu nasib di perkotaan. Pertambahan jumlah penduduk
dalam jumlah besar yang berlangsung secara terus-menerus mengakibatkan munculnya
sejumlah permasalahan di perkotaan. Salah satunya adalah krisis lingkungan hidup. Populasi
manusai yang terlalu banyak mengakibatkan terjadinya alih fungsi daerah resapan air menjadi
wilayah pemukiman. Akibatnya muncul krisis lingkungan hidup di perkotaan. Mereka yang
tidak mampu membeli lahan-lahan perumahan yang mahal terpaksa harus membuat
pemukiman di bantaran sungai.

2. Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang sangat kompleks. Kemiskinan sendiri terjadi
akibat adanya ketidakmampuan bersaing dalam usahanya memenuhi kebutuhan
ekonomisnya. Kemiskinan juga bisa terjadi akibat tidak adanya peluang untuk melakukan
mobilisasi sosial. Kemiskinan sendiri terbagi kedalam dua macam, yaitu kemiskinan
struktural dan kemiskinan budaya. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang
diakibatkan oleh buruknya struktur sosial yang berlaku dimasyarakat sehingga ada sebagian
kalangan yang tidak mendapat kesempatan untuk memperbaiki nasibnya. Sementara
kemiskinan budaya adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh kebiasaan mereka sendiri yang
malas bekerja, tidak punya keinginan yang tinggi dan berfikir pesimis.
Kota memiliki jumlah penduduk yang banyak, sehingga tentu saja persaingan dalam melakukan
mobilitas sosialnya pun ketat. Mereka yang tidak mempunyai social capital (modal sosial) yang tinggi
akan tersingkirkan dari arena pergulatan ekonomi kota yang sangat ketat. Akhirnya bagi mereka

yang tersingkir harus rela hati menerima kehidupan dalam naungan kemiskinan.

3.

Kriminalitas

Semakin banyak orang dengan latar belakang budaya dan kepentingan yang berbeda yang
disatukan dalam kehidupan sosial masyarakat kota, maka semakin banyak pula persaingan,
pertentangan serta perbenturan kentingan diantara mereka. Tak jarang, mereka yang kalah
bersaing terpaksa harus melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum dan norma
sosial yang berlaku. Kriminalitas merupakan sebuah bentuk tindakan yang tidak selaras
dengan aturan hukum dan norma sosial yang berlaku.

4.

Kemacetan dan Sektor Ekonomi Informal Kota

Masalah kemacetan merupakan masalah sosial yang sudah tidak asing lagi di wilayah
perkotaan, khususnya dikota-kota besar yang berada di Indonesia. Kemacetan merupakan
sebuah fenomena antrian panjang kendaraan di ruas jalan raya yang diakibatkan oleh volume
kendaraan yang terlalu banyak dan tidak diimbangi dengan luas badan jalan. Masalah
kemacetan biasanya sering dikait-kaitkan dengan keberadaan sektor ekonomi informal kota
yang dianggap liar, kumuh dan menyebabkan kemacetan. Keberadaan Pedagang Kaki Lima
(PKL) yang selalu menjajakan dangangannya dibadan ruas jalan mengakibatkan terjadinya
penyempitan jalan raya.

Dan dari masalah masalah yang ada dalam masyarakat kota harusnya pemerintah berperan
aktif dan cepat sehingga masalah-masalah yang ada dapat kita tanggulangi dengan cepat,
sebenarnya pengontrolan arus urbanisasi menurut saya adalah masalah yang utama yang
harus kita selesaikan. Jika pemerintah dapat dengan cepat saya yakin masalah masyarakat
kota dapat kita hadapi dan perekonomian di perkotaan dapat berjalan dengan lancer tanpa
adanya masalah-masalah yang menghalangi.

Makalah Kebijakan Impor Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar belakang

Kebijakan Perdagangan internasional adalah suatu aturan yang dibentuk oleh
badan badantertentu dalam melakukan perdagangan dunia yang dilakukan oleh penduduk
suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang
dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan
pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di
banyak negara, perdagangan Internasionalmenjadi salah satu faktor utama untuk
meningkatkan GDP. Di Indonesia perdagangan Internasional juga terjalin dengan
negara negara luar termasuk yang satu kawasan dengan Indonesia.
1.2 Rumusan masalah
1.

Apa yang dimaksud dengan impor ?

2.

Apa yang dimaksud dengan kebijakan impor ?

3.

Apa saja produk impor?

4.

Kondisi impor beras di Indonesia?

1.3 Tujuan
1.

Mengetahui pengertian impor

2.

Mengetahui kebijakan-kebijakan impor

3.

Mengetahui apa saja produk-produk impor

4.

Menjelaskan kondisi impor beras di indonesia

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Pengertian Impor

Kegiatan menjual barang atau jasa ke negara lain disebut ekspor, sedangkan kegiatan
membeli barang atau jasa dari negara lain disebut impor, kegiatan demikian itu akan
menghasilkan devisa bagi negara. Devisa merupakan masuknya uang asing kenegara kita
yang dapat digunakan untuk membayar pembelian atas impor dan jasa dari luar negeri.
Kegiatan impor dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Produk impor merupakan
barang-barang yang tidak dapat dihasilkan atau negara yang sudah dapat dihasilkan,tetapi
tidak dapat mencukupi kebutuhan rakyat.
2.2

Kebijakan Impor

Untuk melindungi produksi dalam negerinya dari ancaman produk sejenis yang diproduksi di
luar negeri, maka pemerintah suatu negara biasanya akan menerapkan atau mangeluarkan
suatu kebijakan perdagangan internasional di bidang impor . kebijhakan ini, secara langsung
maupun tidak langsung pasti akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha
untuk mendorong / melindungi pertumbuhan industri dalam negeri (domestik) dan
penghematan devisa negara.
Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor dapat dikelompokkan menjadi dua
macam, yaitu kebijakan hambatan tarif (tariff barrier) dan kebijakan hambatan non-tarif (nontariff barrier).
2.2.1

Hambatan Tarif (Tariff Barrier)

Hambatan tarif (tariff barrier) adalah suatu kebijakan proteksionis terhadap barang – barang
produksi dalam negeri dari ancaman membanjirnya barang – barang sejenis yang diimpor
dari luar negeri, dengan cara menarik / mengenakan pungutan bea masuk kepada setiap
barang impor yang masuk untuk dipakai /dikomsumsi habis di dalam negeri.
2.2.2

Hambatan Non-Tarif (Non-Tariff Barrier)

Hambatan non-tarif (non-tarif barrier) adalah berbagai kebijakan perdagangan selain bea
masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan
internasional (Dr. Hamdy Hady).

A.M. Rugman dan R.M. Hodgetts mengelompokkan hambatan non-tarif (non-tariff barrier)
sebagai berikut :
1. Pembatasan spesifik (specific limitation) :
a. Larangan impor secara mutlak
b. Pembatasan impor (quota system)
Kuota adalah pembatasan fisik secara kuantitatif yang dilakukan atas pemasukan barang
(kuota impor) dan pengeluaran barang (kuota ekspor) dari / ke suatu negara untuk melindungi
kepentingan industri dan konsumen.
c. Peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu
d. Peraturan kesehatan / karantina
e. Peraturan pertahanan dan keamanan negara
f. Peraturan kebudayaan
g. Perizinan impor (import licence)
h. Embargo
i. Hambatan pemasaran / marketing

2. Peraturan bea cukai (customs administration rules)
a. Tatalaksana impor tertentu (procedure)
b. Penetapan harga pabean
c. Penetapan forex rate (kurs valas) dan pengawasan devisa (forex control)
d. Consulat formalities
e. Packaging / labelling regulations
f. Documentation needed
g. Quality and testing standard
h. Pungutan administasi (fees)
i. Tariff classification

3. Partisipasi pemerintah (government participation)
a. Kebijakan pengadaan pemerintah
b. Subsidi dan insentif ekspor
Subsidi adalah kebijakan pemerintah untuk memberikan perlindungan atau bantuan kepada
indusrti dalam negeri dalam bentuk keringanan pajak, pengembalian pajak, fasilitas kredit,
subsidi harga, dan lain – lain.
c. Countervaling duties
d. Domestic assistance programs
e. Trade-diverting
4. Import charges
a. Import deposits
b. Supplementary duties
c. Variable levies

2.3

Produk Impor

Indonesia mengimpor barang-barang konsumsi bahan baku dan bahan penolong serta bahan
modal. Barang-barang konsumsi merupakan barang-barang yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari,seperti makanan, minuman, susu, mentega, beras, dan daging. Bahan
baku dan bahan penolong merupakan barang- barang yang diperlukan untuk kegiatan industri
baik sebagai bahan baku maupun bahan pendukung, seperti kertas, bahan-bahan kimia, obatobatan dan kendaraan bermotor.
Barang modal adalah barang yang digunakan untuk modal usaha seperti mesin, suku cadang,
komputer, pesawat terbang, dan alat-alat berat. Produk impor Indonesia yang berupa hasil
pertanian, antara lain, beras, terigu, kacang kedelai dan buah-buahan. Produk impor Indonesia
yang berupa hasil peternakan antara lain daging dan susu.
Produk impor Indonesia yang berupa hasil pertambangan antara lain adalah minyak bumi dan
gas, produk impor Indonesia yang berupa barng industri antara lain adalah barang-barang
elektronik, bahan kimia, kendaraan. dalam bidang jasa indonesia mendatangkan tenaga ahli
dari luar negeri.

2.4

Kondisi Impor Beras Di Indonesia

Indonesia merupakan Negara yang sebagian besar masyarakatnya bertopang pada sektor
pertanian sebagai mata pencaharian. Akan tetapi, petani Indonesia bukanlah merupakan
mereka yang tingkat kesejahteraannya tinggi. Mereka merupakan orang-orang yang masih
miskin dan terpinggirkan. Mereka sering dirugikan oleh masalah kebijakan perberasan yang
dilakukan oleh pemerintah. Belum lagi masalah sosial ekonomi lain yang mereka hadapi
sebagai petani. Permasalahan beras dan petani menjadi sebuah ironi bagi negeri ini. Sebuah
ironi karena negara ini merupakan negara peghasil beras, akan tetapi melakukan impor beras
dalam jumlah yang tidak sedikit. Pada umumnya sebagian masyarakat menganggap bahwa
impor beras dipicu oleh produksi atau suplai beras dalam negeri yang tidak mencukupi. Akan
tetapi, pada kenyataannya impor beras dilakukan ketika data statistik menunjukkan bahwa
Indonesia sedang mengalami surplus beras. Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Angka
Ramalan II (ARAM II) memperkirakan produksi padi pada tahun 2011 mencapai 68,06 juta
ton gabah kering giling (GKG), naik 2,4 persen dibandingkan tahun 2010. Jika dikonversi ke
beras, artinya pada tahun ini produksi beras nasional sebesar 38,2 juta ton. Apabila
dibandingkan dengan konsumsi beras Indonesia sebanyak 34 juta ton per tahun, Indonesia
sedang mengalami surplus beras sebanyak kurang lebih 4 juta ton beras. Jadi, mengapa
pemerintah masih melakukan impor beras pada tahun ini ?
Kebijakan usaha pertanian di Indonesia
Menurut Surono (2001), berbagai kebijakan dalam usaha pertanian (beras) yang telah
ditempuh pemerintah pada dasarnya kurang berpihak kepada kepentingan petani. Pertama,
terdapat kebijakan tariff impor yang sangat rendah sehingga mendorong semakin mudahnya
beras impor masuk dan melebihi kebutuhan dalam negeri. Kedua, penghapuan subsidi pupuk
yang merupakan sarana produksi utama petani dapat mengurangi produktifitas petani.
Selajutnya, teknologi yang dimiliki petani Indonesia juga sudah jauh tertinggal sehingga
kualitas beras yang dihasilkan pada umumnya kalah dengan kualitas beras impor.

Kebijakan impor beras dari tahun ke tahun
Tahun 1998
Pada tahun 1998, terdapat kebijakan tarif impor nol persen. Kebijakan ini dilakukan karena
kondisi krisis ekonomi yang menyebabkan terjadinya kenaikan harga barang dan keadaan
iklim yang tidak mendukung produksi gabah.
Tahun 2000
Pada tahun 2000, pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan poteksi terhadap pertanian
padi nasional. Kebijakan tariff nol persen pun dihapuskan. Hal ini dikarenakan impor beras
dari Negara asing makin membanjiri pasar domestik Indonesia semenjak diberlakukannya
Perjanjian Pertanian Organisasi Perdagangan Dunia (Agreemet of Agriculture, World Trade
Organization) pada tahun 1995. Akhirnya kebijakan proteksi berupa tariff ad-valorem sebesar
30 persen ditetapkan. Selain kebijakan tariff, terdapat juga kebijakan proteksi non-tarrif. Pada
saat itu, kedua kebijakan proteksi, yaitu tariff dan non tariff berjalan sangat efektif. Petani
lokal sangat terlindungi serta harga beras cenderung stabil. Akan tetapi, kebijakan proteksi
seperti ini sudah tidak relevan lagi jika diterapkan sekarang. Saat ini kebijakan tersebut
memang sudah tidak populer dan sudah sangat jarang dipakai oleh Negara-negara di dunia.
Hal ini dikarenakan globalisasi yang semakin memaksa Negara-negara untuk terbuka
terhadap Negara lain. Kalaupun Negara Indonesia menerapkan tariff terhadap impor beras,
tariff itu sangatlah rendah sehingga harga beras impor menjadi lebih murah dari beras
lokal. Dengan kualitas beras impor yang berada di atas kualitas beras lokal, beras lokal pun
menjadi kalah saing dengan beras impor.
Tahun 2011
Berdasarkan data BPS, sejak tahun 2008 produksi beras nasional selalu surplus. Tetapi sejak
tahun 2008 hingga kini, Impor beras terus dilakukan. Sampai Juli 2011, Pemerintah telah
melakukan pengadaan beras melalui impor sebanyak 1,57 juta ton.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), beras impor tersebut paling banyak berasal
dari Vietnam yaitu 892,9 ribu ton dengan nilai US$ 452,2 juta. Sementara beras impor
Thailand, telah masuk sebanyak 665,8 ribu ton dengan nilai US$ 364,1 juta hingga Juli.
Selain dari Vietnam dan Thailand, pemerintah juga mengimpor beras dari Cina, India,
Pakistan, dan beberapa negara lainnya.

Mengapa Impor
Pertama, bulog mengklaim bahwa mereka mengimpor dengan tujuan mengamankan stok
beras dalam negeri. Bulog berargumen bahwa data produksi oleh BPS tidak bisa dijadikan
pijakan sepenuhnya. Perhitungan produksi beras yang merupakan kerjasama antara BPS dan
Kementrian Pertanian ini masih diragukan keakuratannya, terutama metode perhitungan luas
panen yang dilakukan oleh Dinas Pertanian yang megandalkan metode pandangan mata.
Selanjutnya, data konsumsi beras juga diperkirakan kurang akurat. Data ini kemungkinan
besar merupakan data yang underestimate atau overestimate. Angka konsumsi beras sebesar
139 kg/kapita/tahun sebenarnya bukan angka resmi dari BPS. Jika merujuk pada data BPS
yang didasarkan pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), konsumsi beras pada
tahun ini mencapai 102 kg/kapita/tahun. Angka iniunderestimate, karena SUSENAS memang
tidak dirancang untuk menghitung nilai konsumsi beras nasional.
Sebenarnya kebijakan impor beras ini juga bisa menjadi tantangan tersendiri bagi petani
untuk meningkatkan produksi dan kualitas beras. Para petani dituntut untuk berproduksi
bukan hanya mengandalkan kuantitas tetapi juga kualitas. Tentunya hal ini sedikit sulit terjadi
tanpa adanya dukungan dari pemerintah. Hal ini dikarenakan petani lokal relatif tertinggal
dari petani luar negeri terutama dalam bidang teknologi. Pemerintah harus memberi kepastian
jaminan pasar sebagai peluang mengajak petani bergiat menanam komoditas tanaman
pangan.
Mengapa Tidak Impor
Kebijakan yang dipilih pemerintah untuk membuka kran Impor juga mendatangkan kontra.
Pada satu sisi, keputusan importasi beras tersebut berlangsung ketika terjadi kenaikan harga
beras saat ini. Selain itu, produksi padi dalam negeri dinyatakan cukup, dan masa panen
masih berlangsung di banyak tempat. Bahkan berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) II yang
dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi nasional tahun ini diperkirakan
mencapai 68,06 juta ton gabah kering giling, meningkat 1,59 juta ton (2,40%) dibandingkan
tahun 2010 lalu. Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan luas panen
seluas 313,15 ribu hektar (2,36%), dan produktivitas sebesar 0,02 kuintal per hektar
(0,04%). Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Pertanian, terdapat tiga provinsi yang
mencatat surplus padi, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Surplus yang
tejadi pada beberapa daerah ini tentunya dapat dijadikan cadangan oleh Bulog dan untuk
didistribusikan ke daerah lain yang mengalami defisit. Selanjutnya, impor beras yang terjadi
di tengah produksi berlebih menurut data BPS sekarang ini memiliki dampak negatif yang
panjang, seperti berkurangnya devisa negara, disinsentif terhadap petani, serta hilangnya
sumber daya yang telah terpakai dan beras yang tidak dikonsumsi dan terserap oleh bulog.

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan

Impor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara
lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses impor umumnya adalah
tindakan memasukan barang atau komoditas dari negara lain ke dalam negeri. Impor barang
secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim
maupun penerima.
Kebijakan membuka kran impor yang dilakukan oleh pemerintah ketika data menunjukkan
bahwa Indonesia sedang mengalami surplus beras memang mendatangkan pro dan kontra.
Untuk mengamankan stok beras, seharusnya Bulog melakukan manajemen stok yang lebih
baik, bulog harus memaksimalkan penyerapan beras dari para petani lokal. Hal ini selain
dapat mengamankan stok beras juga dapat menghasilkan pendapatan bagi petani sehingga
kesejahteraan petani dapat naik. Bulog harus lebih agresif menyerap gabah dari petani agar
mereka tidak dirugikan.

3.2

Saran

Pemerintah diharapkan dapat menggelar operasi pasar untuk menstabilkan harga.
Hal ini tentunya harus diimbangi dengan manajemen stok yang baik. Pemerintah harus
berkomitmen kuat mengatasi segala persoalan perberasan nasional secara komprehensif dari
hulu ke hilir agar tidak harus selalu bergantung pada impor.

Analisis Kebijakan Impor Indonesia
Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang sangat luas yang jumlah penduduknya
mencapai 220 juta jiwa. Luas lahan untuk pertanian sekitar 107 juta hektar dari total luas
daratan Indonesia sekitar 192 juta hektar, tidak termasuk Maluku dan Papua, sekitar 43,19
juta hektar telah digunakan untuk lahan sawah, perkebunan, pekarangan, tambak dan ladang,
sekitar 2,4 juta hektar untuk padang rumput, sekitar 8,9 juta hektar untuk tanaman kayukayuan, dan lahan yang tidak diusahakan seluas 10,3 juta ha. Pemerintah dalam kaitannya
dengan program RPPK (Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan), telah bersedia
menyediakan 15 juta hektar untuk lahan pertanian abadi. Karena keberadaaanya sebagai
makanan pokok bagi hampir seluruh masyarakat Indonesia, beras memiliki sejarah panjang
dalam kebijakan ekonomi politik Indonesia. Pada masa sebelum kemerdekaan, campur
tangan pemerintah kolonial Belanda untuk menjamin keberadaan beras dengan harga yang
terjangkau selalu dilakukan. Pemerintah kolonial Belanda mengintervesi kecukupan pasokan
beras dengan harga terjangkau bagi komoditi ini melalui berbagai cara. Pada sisi stabilitas
harga, pemerintah kolonial dari waktu ke waktu membuka keran impor bila dibutuhkan dan
mentransportasikannya lebih lanjut pada daerah kepulauan yang membutuhkan, serta
mendirikan satu lembaga yang berperan menstabilisasi harga beras pada tahun 1939, yang
sesungguhnya cikal bakal dari BULOG saat ini. Setelah kemerdekaan dan sampai saat ini pun
beras terus menjadi komoditi sosial politik strategis bangsa Indonesia. (M Ikhsan Modjo,
Kajian Monash Indonesian Islamic Student Westall: 2006) Namun, kenyataannya hal tersebut
sulit terjadi di Indonesia. Setiap panen justru yang terdengar adalah keluhan petani soal harga
gabah yang selalu murah. Jangankan untung, bisa mengembalikan biaya penggarapan sawah
saja sudah bersyukur. Hal ini terjadi karena pemerintah tidak mampu menjaga berlakunya
harga dasar yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) No 32/1998, sehingga
petani menerima harga gabah jauh di bawah harga dasar. Tujuan dari kebijakan harga
pembelian pemerintah (HPP) adalah agar petani padi menerima harga gabah yang layak,
sehingga mereka menerima insentif untuk meningkatkan produktivitasnya. Namun ternyata
hal itu tidak dijalankan dengan baik oleh pemerintah.
Dengan keberadaan tengkulak, seharusnya bisa membantu para petani. Karena petani tidak
perlu susah-susah memasarkan padinya. Para tengkulak akan mendatangi mereka dan
membeli hasil panenannya. Dengan begitu para petani bisa terbantu masalah penjualan,
karena dengan hasil panen yang tidak terlalu besar tidak mungkin bagi para petani untuk
memasarkan sendiri hasil panennya. Selain itu tengkulak juga sangat mengutungkan para
pengusaha padi mitra BULOG dan BULOG itu sendiri, karena sistem distribusi padi menjadi
lebih efisien. Namun walaupun demikian, ternyata para tengkulak ini bisa dan sering
menciptakan harga sendiri sesuai keinginan mereka. Mereka membeli gabah para petani
dengan harga yang sangat rendah dibawah HPP yang telah ditetapkan pemerintah. Sehingga
yang terjadi, bukannya membantu para petani tetapi malah semakin memperburuk kondisi
perekonomian para petani.

Dalam hal ini, BULOG yang seharusnya bertugas dalam pembelian gabah hasil panen dari
petani ternyata kurang menjalankan fungsinya. Selama ini, pemerintah melalui BULOG
membeli gabah dan beras bukan dari petani. Akan tetapi dari pedagang beras, yang
terkonsentrasi di tangan beberapa distributor besar (atau tengkulak), yang bertindak sebagai
oligopolis pasar. Jumlah penjual yang sangat terkonsentrasi ini menyebabkan setiap kenaikan
harga gabah/beras, yang merupakan peningkatan defisit APBN, akan lebih banyak jatuh
bukan pada petani akan tetapi sekedar dinikmati segelintir pedagang. Masalah besar muncul
kembali ketika harga pasar naik, konsumen kebingungan, tetapi petani pun ikut bingung
karena kenaikan harga tidak berimbas pada kenaikan harga gabah. Dan menurut saya dengan
adanya oligopoly yang dilakukan tidak efektif impor yang terjadi pun harusnya bisa
meminimalkan dengan cara membeli gabah ke petani kita sendiri dengan harga yang pantas
jika kita menghargai gabah tersebut dapat meninggkatkan kesejateraaan petani tersebut dan
dapat pula dia melebarkan lahan/sawahnya sehingga menambah produksi beras Negara
sehingga meminimalkan impor beras kita.