3 ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL GENDUK KARYA SUNDARI MARDJUKI

  

ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL GENDUK

KARYA SUNDARI MARDJUKI

Putri Juniarti, Christanto Syam, Sesilia Seli

  

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak

Email: putri.juniarti110695@gmail.com

  Abstrack The general problem of this research was the analysis of psychological prominent characters in novel genduk work by Sundari Mardjuki . It was delimited into four sub issues related to (1) id on the main character, (2) ego on the main character, (3) superego on the main character, and (4) the implementation plan at school. The aim of this research was to describe the id, ego, superego values associated with the God, others, own self, the nature and the implementation plan at school. This research used the descriptive method in the form of qualitative research. The data source was the collection of novel Genduk work by Sundari Mardjuki. The technique used in this research was documenter study, and the tool of data collection was the researcher herself as the key instrument. Based on the results of the data analysis, it was found that there were 32 data related to id on the main character, 40 data related to ego on the main character, and 39 data related to superego on the main character.

  Keywords: psychological, novel PENDAHULUAN

  Karya sastra merupakan hasil dari penciptaan atau imajinasi pengarang yang memiliki nilai estetika atau keindahan baik dari segi tulisan maupun dari segi lisan. Damono (2014:1) menyatakan bahwa sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medianya, sastra menampilkan gambaran kehidupan yang tak lain adalah suatu kejadian sosial. Hasil imajinasi pengarang tersebut kemudian diungkapkan ke dalam karya untuk dihidangkan kepada masyarakat pembaca agar dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan. Karya sastra bukanlah suatu karangan kosong atau khayalan yang sifatnya tidak sekedar menghibur saja tetapi melalui karya sastra pembaca akan lebih memahami masalah kehidupan. Berbicara tentang sastra tidak terlepas dari persoalan tokoh-tokoh yang menjadi sentral utama dalam sebuah penceritaan.

  Sastra pada hakikatnya adalah citra kehidupan, gambaran kehidupan, tentang berbagai persoalan hidup manusia, tentang tokoh-tokoh manusia yang hidup di dalam karya sastra maupun tokoh manusia di luar karya sastra. Andre Hardjana (dalam Sehandi, 2016:9

  —10) menyatakan bahwa yang mendorong lahirnya sebuah karya sastra adalah keinginan dasar manusia itu sendiri untuk mengungkapkan dirinya, untuk menunjukkan minat dan perhatian pada sesamanya, pada dunia realitas tempat hidupnya, dan keinginan dasar manusia untuk mencintai bentuk sebagai bentuk. Seperti halnya novel yang dapat mengungkapkan seluruh perjalanan hidup tokoh-tokoh ceritanya. Oleh sebab itu, novel dapat dibagi ke dalam sejumlah bab atau bagian, namun masih dalam satu-kesatuan cerita yang utuh dan lengkap.

  Kegiatan memahami karya sastra khusunya novel bukanlah perkara yang mudah. Oleh sebab itu, perlu dilakukan analisis terhadap novel khususnya pada tokoh-tokoh yang ada di dalam novel. Tokoh menurut Aminuddin (2014:79) adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjali suatu cerita. tokoh yang ada di dalam novel juga memiliki perasaan, perwatakan, ide, dan kehidupan seperti manusia nyata. Jadi, itulah sebabnya novel layak dijadikan bahan kajian khususnya pada tokoh-tokoh yang ada di dalamnya.

  Bertalian dengan penjelasan tersebut yang mengatakan bahwa tokoh juga memiliki perasaan dan pemikiran atau singkatnya disebut kepribadian maka hendaknya kepribadian tokoh dalam novel dapat dianalisis menggunakan pendekatan psikologi sastra. Pendekatan ini dirasa sangat tepat untuk menganalisis karya sastra dari segi kepribadian dan tingkah laku yang dimilikinya karena psikologi sendiri merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku dan mental manusia beserta hubungannya dengan lingkungan sekitar. Endraswara (dalam Minderop 2013: 59) menyatakan bahwa psikologi sastra adalah sebuah iterdisiplin antara psikologi dan dan sastra. Mempelajari psikologi sastra sebenarnya sama halnya dengan mempelajari manusia dari sisi dalam.

  Psikologi pada umumnya memiliki tiga aliran pemikiran yang berbeda pendapat.

  Pertama, psikoloanalisis murni yang

  menghadirkan kepribadian manusia dari bentukan-bentukan naluri dan konflik struktur kepribadian. Konflik kepribadian ini lahir dari pergumulan antara id, ego, dan superego. Kedua, psikologi behavioristik yang menekankan kajiannya pada perilaku manusia. Ketiga, psikologi humanistik adalah sebuah “gerakan” yang muncul dan menampilkan manusia berbeda dengan gambaran psikoanalisis dan behavioristik. Adapun psikologi yang akan digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah teori psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud (bapak psikoanalisis). Sigmund Freud membagi teori psikologinya ke dalam tiga struktur kepribadian yaitu id, ego, dan superego.

  Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang dicetuskan oleh sigmund Freud berupa id, ego, dan superego. Konsep psikologi sastra digunakan dalam penelitian ini karena didasarkan pada keadaan hidup yang serba kekurangan, kesedihan dan kepiluan karena tidak pernah mengenali ayahnya, dan keadaan takut serta perasaan tidak nyaman karena perlakuan buruk yang diterimanya dari salah seorang warga yang terus ia rasakan.

  Hingga ketidakberdayaan dirinya dan ibunya, Genduk berpikir panjang dan memutuskan untuk pergi dari rumah dan mencari ayahnya dengan harapan ia dapat membawa ayahnya pulang dan memperbaiki kehidupan mereka.

  Namun, ia mendapati kenyataan bahwa ayahnya sudah meninggal dunia.

  Hasil penelitian ini dapat diimplementasikan pada pembelajaran sastra dalam upaya meningkatkan apresiasi siswa terhadap sastra. Tepatnya pada kurikulum 2013 tingkat SMA kelas XII dengan Kompetensi Inti (KI) 3. Memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi pengetahuan factual, konseptual, procedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. Kompetensi Dasar (KD) 1.2 Mengidentifikasi teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel baik melalui lisan maupun tulisan.

METODE PENELITIAN

  Metode dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Zuldafrial dan Lahir (2012:5) berpendapat bahwa penelitian bersifat deskripsi berarti data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka.

  Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Bentuk kualitatif digunakan karena data dalam penelitian ini berupa kutipan kata-kata, frasa, kalimat, dan tidak mengutamakan pada angka-angka. Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut sebagai pendekatan investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di tempat penelitian (Mc Millan dan Schumacer, 2003 dalam Syamsudin, 2015:73).

  Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini merupakan penelitian yang datanya berupa kutipan kata-kata, frasa, dan hal yang mengandung id, ego, dan superego yang terdapat dalam novel Genduk karya Sundari Mardjuki. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Ratna (2015:343) menyatakan bahwa ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi dengan sastra yaitu: 1) memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis; 2) memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra; 3) memahami unsur- unsur kejiwaan pembaca.

  Sumber data adalah asal diperolehnya data tersebut. Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Genduk karya Sundari Mardjuki. Novel Genduk karya Sundari Mardjuki menceritakan tentang kehidupan seorang anak petani tembakau bernama Genduk. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik studi dokumentasi. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai instrumen utama. Walaupun manusia sebagai instrumen utama, tetapi tetap dikembangkan alat bantu yang sederhana yang sesuai dengan objek penelitian yaitu, pulpen atau pensil, kartu pencatat, buku, dan laptop. Alat-alat ini mempermudah peneliti untuk mengumpulkan data.

  Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisis analisis interaktif dari Milles dan Huberman. Model ini memiliki empat komponen analisis yaitu: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Menurut Miles dan Huberman (dalam Palwito 2007: 105

  —106) menyatakan bahwa pada tahap penyajian data, ada beberapa tahap yang harus dilakukan yaitu, mengorganisasikan, mendeskripsikan, menganalisis, dan penarikan kesimpulan.

  HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

  Penelitian ini dapat dilakukan di mana saja baik di rumah atau ditempat lain. Masalah yang di teliti yaitu, kepribadian yang dipengaruhi id, kepribadian yang dipengaruhi ego, dan kepribadian yang dipengaruhi oleh superego pada tokoh Genduk dalam novel Genduk karya Sundari Mardjuki. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data ditemukan 111 kepribadian yang dipengaruhi id, ego, dan superego dalam novel Genduk . Berdasarkan klasifikasi jenis kepribadian yang dipengaruhi terdapat

  32 data pada kepribadian yang dipengaruhi id, 40 data pada kepribadian yang dipengaruhi ego dan, 39 data pada kepribadian yang dipengaruhi oleh superego.

  Pembahasan Kepribadian tokoh utama Genduk 1. Id (aspek biologis)

  Naluri-naluri yang ada dalam sistem id merupakan faktor bawaan diri. Id bekerja pada prinsip kesenangan dan pemenuhan kebutuhan yang segera. Prinsip kesenangan merujuk pada pencapaian kepuasan yang segera dari dorongan-dorongan biologis tersebut. Apabila dorongan tersebut terpenuhi dengan segera maka akan menimbulkan rasa senang, puas, dan gembira.

  Id merupakan sistem kepribadian yang

  paling mendasar yang memengaruhi cara berpikir seseorang dan berlandaskan dorongan-dorongan dari naluri bawaan (biologis) yang harus segera dipenuhi. Jika tidak, maka akan timbulah perasaan sedih.

  a. Mengakhayal

  Keinginan yang kuat diperlihatkan oleh Genduk yang menginginkan tempat bermain khusus untuk dirinya dan gangsir-gangsir kesayangannya itu. Sehingga ibunya tidak dapat mengganggu permainan mereka.

  Data : Bunyi gemeretuk terdegar dari

  dalam kaleng karena ulah gangsir yang mencoba keluar. Mataku kupejamkan. Dan tiba-tiba aku sudah berada di istana indah. Aku adalah ratu kerajaan gangsir. Ratusan, bahkan ribuan mahkluk cokelat, bersayap, dan berantena itu akan bergerak dalam formasi yang indah, mengikuti perintahku. Jauh di dalam lubang tanah yang hangat, aku punya singgasana besar. Aku bisa bermain sepuasnya bersama gangsir-gangsir itu tanpa kena omelan Yung.

  ” (Mardjuki, 2016:12) Khayalan atau berkhayal merupakan suatu angan-angan yang tanpa sadar muncul pada diri seseorang. Pada kutipan ini terlihat bahwa Genduk sedang berkhayal bahwa dirinya sedang berada di istana indah dan ia adalah ratu di kerajaan tersebut. Selain itu ia juga berkhayal bahwa di kerajaan tersebut terdapat gangsir-gangsir yang sangat banyak dan gangsir-gangsir tersebut mengikuti semua yang diperintahkan oleh Genduk.

  Khayalan ini terjadi di rumah Genduk saat ia hendak tidur pada malam hari. Namun, sebelum tidur ia terlebih dahulu bermain bersama gangsir-gangsirnya. Khayalan Genduk itu disebabkan oleh sikap ibunya yang tidak menyukai Genduk yang memelihara gangsir. Menurut ibunya gangsir adalah makanan dan bukan hewan peliharaan. Tetapi, lain dengan ibunya, Genduk hanya berpikir bahwa gangsir adalah teman yang memenuhi hari-harinya disaat ia merasa kesepian. Ketidaksenangan Genduk terhadap pemikiran ibunya itu memicu naluri bawaan atau id-nya untuk memunculkan hal yang membuatnya senang seperti berkhayal memiliki singgasana di dalam tanah dan ia sebagai ratunya. Berdasarkan pemaparan tersebut id pada diri Genduk sangat menginginkan kalau tidak ada yang mengganggunya untuk selalu bermain bersama gangsir-gangsir kesayangannya. Akan tetapi, hal ini membuat ibunya tidak senang hingga pada akhirnya Genduk mencoba memenuhi id- nya dengan cara berkhayal dan Genduk pun berhasil memenuhi id-nya itu.

  b. Menangis sedih

  Ketika hasil buruan gangsir melimpah, paman Genduk selalu membawakan hasil buruannya untuk diberikan kepada ibu Genduk agar dimasak. Namun, bukannya senang Genduk malah merasa sedih dan menangis.

  Data :

  “Ketika hasil buruan gangsir melimpah, Lik Ngadun, kerabat Yung yang tinggal satu kampung dengan kami, suka memberikan sekantong gangsir pada Yung. Mata Yung pun berbinar-binar. Diberikannya uang seperak padaku untuk belanja ke warung. Kelapa muda, telur, dan ketumbar. Yung memasak. Dari bilik bambu aku intip aksi Yung. Gangsir itu dicabuti sayapnya, diulek bersama bumbu dan kelapa muda di atas cobek besar. Dicampur dengan telur kemudian digoreng bulat-bulat. Rempah namanya. Aku menitikkan air mata dan segera berlari ke luar rumah.

  ” (Mardjuki, 2016:13)

  Kutipan tersebut terjadi pada saat Lik Ngadun, paman Genduk datang membawakan gangsir buruannya yang melimpah untuk diberikan kepada ibu Genduk. Dengan cekatan ibunya pun langsung membersihkan gangsir itu dan kemudian memasaknya. Genduk hanya bisa menyaksikan dari dalam kamar binatang kesayangannya itu dimasak oleh ibunya. Setelah dimasak gangsir tersebut langsung dimakan oleh paman dan ibunya. Genduk yang sangat menyanyangi binatang gangsir, harus merasakan kesedihan hingga menangis karena tidak tahan melihat binatang kesayangannya dibunuh dan dimasak untuk kemudian disantap oleh ibu dan pamannya. Genduk yang sedih sekaligus merasa mual segera berlari keluar dan memuntahkan seluruh isi perutnya.

  Berdasarkan kutipan tersebut terlihat bahwa

  id sangat memengaruhi kepribadian

  Genduk. id dalam diri Genduk sangat menginginkan ibunya tidak memasak gangsir kesayangannya akan tetapi id tersebut tidak dapat terlaksana sehingga menimbulkan rasa sedih disertai tangis dan rasa mual.

c. Refleks tersenyum

  Keinginan ini terwujud karena Pak Yai menceritakan hal yang ingin didengarnya dan Genduk pun merasa sangat senang dengan hal itu.

  Kutipan tersebut terjadi ketika Genduk sedang merasa sangat rindu dengan ayahnya. Setiap kali ia merasa rindu dengan ayahnya ia selalu pergi ke rumah Kaji Bawon untuk diceritakan segala kisah mengenai kehidupan ayahnya. Setiap kali Genduk berkunjung ke rumah Kaji Bawon ia pasti bertanya apa pun tentang ayahnya yang tidak pernah ia kenali sejak lahir. Hanya Kaji Bawonlah satu-satunya orang yang selalu dengan sabar menjawab semua pertanyaan Genduk mengenai ayahnya. Pada kutipan tersebut terlihat bahwa ego dalam diri Genduk berpikir bahwa Kaji Bawon akan menjawab pertanyaannya. Hal itu memang benar bahwa pertanyaan Genduk tidak sia- sia karena Kaji Bawon menjawab semua pertanyaan Genduk dengan sabar. Kaji bawon memberitahu bahwa ayahnya bertubuh tinggi dan orangnya kemah lembut. Jawaban Kaji Bawon tersebut berhasil meredam ego Genduk yang merasa amat penasaran tentang ayahnya. Berdasarkan pemaparan analisis tersebut

  Genduk merasa sangat sangat malu ketika Sapto ingin mendekat dan duduk di dampingnya.

  ego dalam diri Genduk. Ego dalam diri

  Tindakan-tindakan yang selalu berhubungan dengan tuntutan realita merupakan ego dalam diri Genduk. Berdasarkan kutipan tersebut menunjukkan dengan jelas adanya

  b. Malu melihat keadaannya sendiri

  penasaran tentang perawakan ayahnya membuat ia berpikir untuk menanyakan hal tersebut kepada Kaji Bawon karena ia tahu bahwa hanya Kaji Bawon yang bersedia menjawab pertanyaannya. Genduk pun langsung menanyakan hal tersebut kepada Kaji Bawon.

  ego dalam diri Genduk yang merasa

  “Tingginya seberapa, Kajine?” “Wajahnya?” (Mardjuki, 2016:30)

  Data:

  Data :

  Setiap kali Genduk merasa rindu dengan ayahnya yang tidak pernah ia lihat, ia pun berlari ke rumah Kaji Bawon untuk minta diceritakan hal apa pun tentang ayahnya.

  a. Penasaran dengan masakan ibunya

  Endraswara (2003:101) berpendapat bahwa ego merupakan kepribadian implementatif yaitu berupa konta dengan dunia luar. Hal ini sejalan dengan pemikiran Freud bahwa, ego terbentuk pada struktur kepribadian individu sebagai hasil kontak dengan dunia luar. Adapun proses yang dimiliki dan dijadikan ego sehubungan dengan upaya memasukan kebutuhan atau mengurangi tegangan oleh individu adalah proses sekunder. Dengan proses sekunder ini, ego meformulasikan rencana bagi pemuasan kebutuhan dan menguji apakah rencana tersebut dilaksanakan dengan baik atau tidak. Proses sekunder adalah berpikir realistik yang bersifat rasional, realistik, dan berorientasi pada pemecahan masalah.

  Kutipan tersebut terjadi ketika Genduk sedang berada di pesantren Pak Kyai Ikhsan yang merupakan guru dari ayahnya. Pada saat itu Genduk sedang mencari keberadaan ayahnya di pesantren tersebut. Namun, ayahnya tidak berada di sana. Ia kemudian bertanya kemana ayahnya tapi, sebelum menjawab pertanyaan Genduk, Pak Kyai terlebih dahulu bercerita tentang ayah Genduk kepadanya. Hal yang membuat Genduk senang hingga refleks menyungginggkan senyum dibibirnya ialah saat Pak Kyai menceritakan tentang kebahagiaan ayahnya saat tahu bahwa ibunya mengandung Genduk dan akan segera melahirkan. Mendengar cerita di bagian tersebut perasaan Genduk seakan berbunga-bunga karena bahagia. Jadi, id yang terlihat dalam diri Genduk adalah keinginan mendengar cerita ayahnya yang ia tunjukkan dengan gerakan tersenyum yang terjadi secara refleks karena efek bahagia yang sangat.

  ” (Mardjuki, 2016:139)

  “Pada bagian ini entah kenapa aku merasa hatiku diliputi perasaan sejuk. Aku menarik napas panjang. Refleks bibirku menyunggingkan senyum.

2. Ego (aspek psikologis)

  Data:

  “Mati aku! Dalam jarak satu langkah lagi, pasti dia mencium bau pesing dari rokku!” “Tak ada yang bisa aku lakukan selain mengambil langkah seribu.

  Aku sudah risi dengan rokku yang basah. Juga ketakutanku pada Kaduk.

  ” (Mardjuki, 2016:44)

  Kutipan tersebut terjadi pada waktu malam hari saat Genduk dan teman-teman lainnya sedang asyik bermain di pelataran rumah. Genduk sedang duduk sendirian di bangku kayu dan tiba-tiba datanglah Sapto menghampirinya, hendak duduk disampingnya. Genduk yang menyadari hal itu dengan cepat menyuruh Sapto agar tidak duduk disampingnya, akan tetapi Sapto sudah terlanjur mendekat dan hendak duduk. Akhirnya Genduk pun dengan cekatan berdiri dan berlari pulang ke rumah. Ego dalam diri Genduk merasa malu dengan keadaan roknya yang bau pesing terkena cipratan air seninya sewaktu ia buang air kecil. Ego dalam diri Genduk juga merasa takut jika Sapto sampai mencium bau pesing tersebut, ia juga takut kalau-kalau ia bertemu kembali dengan Kaduk, seperti pada saat ia sedang buang air kecil di bawah rimbunan pohon bambu yang membuatnya takut setengah mati.

  Superego merupakan komponen moral kepribadian yang terkait dengan standar atau norma yang berlaku dalam masyarakat mengenai baik dan buruk, ataupun benar dan salah. Melalui pengalaman, individu pastinya telah mengalamai secara langsung maupun mendapatkan informasi tentang tingkah laku yang baik dan buruk. Individu menginternalisasi berbagai norma sosial tersebut. Artinya, individu menerima norma dan prinsip moral tertentu, kemudian menuntut individu yang bersangkutan untuk hidup sesuai dengan norma yang berlaku.

  3. Superego (aspek sosiologis)

  Ketidaktahuan inilah yang membuat ibu Genduk selalu bersikap dingin karena ibu Genduk berpikir bahwa ayah Genduk sengaja pergi untuk meninggalkan mereka berdua dalam kesulitan. Ego dalam diri Genduk yang merasa sangat marah sampai berkata ‘Biarkan Mbah Sidorejo mati sebagai PKI’. Namun, kemarahannya perlahan-lahan mereda setelah mendapat nasihat dari Kaji Bawon.

c. Marah

  Kaji Bawon tidak memberikan kartu anggota tersebut maka Mbah Sidorejo pasti sudah mati dan hal itu memang pantas untuknya. Genduk merasa sangat marah dan penasaran akan hal tersebut hingga ia berani menanyakan hal tersebut kepada Kajine dengan berteriak kencang.

  Ego dalam diri Genduk berpikir jika saja

  kartu itu? Biarkan Mbah Sidorejo mati sebagai PKI!” Teriakku lantang.” (Mardjuki, 2016:153) Kutipan tersebut terjadi pada saat Genduk berada di rumah Kaji Bawon untuk menceritakan bahwa ayahnya sudah meninggal dunia. Ego dalam diri Genduk merasa sangat kecewa dan marah saat mengetahui Kaji Bawon memberi kartu anggota kepada Mbah Sidorejo agar ia tidak diciduk oleh PKI beberapa belas tahun yang lalu. Kemarahan Genduk ini disebabkan oleh perlakuan Mbah Sidorejo yang tidak memberitahu kepada Genduk dan ibunya bahwa ayahnya sudah meninggal dunia.

  Genduk merasa penasaran dengan tindakan Kaji Bawon yang memberi kartu anggota pada Mbah Sidorejo.

  ego dalam diri Genduk. Ego dalam diri

  Tindakan-tindakan yang selalu berhubungan dengan tuntutan realita merupakan ego dalam diri Genduk. Berdasarkan kutipan tersebut menunjukkan dengan jelas adanya

  a. Memberi nasehat

  Tindakan-tindakan yang menuntut kesempurnaan yang menjadi batasan terhadap nilai-nilai baik dan nilai-nilai buruk merupakan superego dalam diri Genduk. Berdasarkan kutipan tersebut superego dalam diri Genduk menunjukkan tindakan yang benar dengan mencoba menasihati ibunya agar percaya kepada Allah dan meminta sesuatu hanya kepada Allah.

  Data:

  “Yung selalu bilang bahwa dalam kehidupan, kita selalu dilindungi oleh

  Data: “ Kenapa Kajine harus memberikan saudara-saudara yang tidak terlihat yaitu Kakang Kawah dan Adi Ari-Ari. Mereka melindungi kita sejak dari kandungan.

  Ketika kita ditimpa kesusahan, mereka akan segera membantu. Suatu kali, aku pernah bilang kenapa tidak minta saja langsung sama Allah. Mata Yung langsung melotot. Katanya kita harus mengikuti ajaran orang tua zaman dahulu.

  ” (Mardjuki, 2016:94) Kutipan tersebut terjadi saat malam hari saat Genduk dan ibunya sedang berada diluar rumah dalam keadaan basah karena hujan yang cukup deras. Genduk yang tertidur pulas tiba-tiba dibangunkan dan diteriaki supaya keluar oleh ibunya. Mereka berdua berdiri di tengah halaman rumah dan ibunya lalu bersedekap samba mulutnya komat-kamit merapalkan doa. Genduk hanya bisa terdiam dan mengikuti gerak- gerik ibunya. Mereka terbiasa melakukan hal itu jikalau sedang masa tumbuh tembakau dan hujan tiba-tiba turun ditengah malam karena tembakau yang sedang berkembang tidak boleh tersiram hujan deras. Ia teringat perkataan ibunya bahwa dalam kehidupan kita selalu dilindungi oleh saudara-saudara yang tidak terlihat yaitu Kakang Kawah dan Adi Ari-ari dan merekalah yang bisa menolong dalam kesusahan. Sesekali ia pernah mencoba menasihati ibunya agar meminta sesuatu hanya kepada Allah. Namun, diluar dugaan ibunya malam memelototi Genduk dan berkata bahwa kita harus mengikuti ajaran orang tua zaman dahulu. Bukan kebahagiaan malah amarah dari sang ibu yang didapat oleh Genduk. Hal tersebut menunjukkan

  superego dalam diri Genduk yang mengajak

  serta mengarahkan ibunya ke jalan yang benar. Superego dalam diri Genduk peduli dengan keadaan ibunya sehingga ia mencoba menasihati ibunya. walau pun usahanya tidak berhasil tetapi niat baik Genduk sudah mencerminkan superego di dalam dirinya.

  Tindakan-tindakan yang menuntut kesempurnaan yang menjadi batasan terhadap nilai-nilai baik dan nilai-nilai buruk merupakan superego dalam diri Genduk. Berdasarkan kutipan tersebut superego dalam diri Genduk terhadap Tuhan diperlihatkannya dengan kata-kata yang penuh keyakinan dengan pertolongan yang akan Allah beri kepada mereka. Superego dalam diri Genduk merasa bahwa mereka tidak perlu terlalu khawatir dan takut dengan kemungkinan yang akan terjadi, oleh sebab itu Genduk mencoba untuk menenangkan pamannya yang merasa khawatir. Karena ada Allah yang senantiasa akan menolong mereka.

   Data :

  “Tenang, Lik. Aku percaya Gusti Allah akan membantu kita,” kataku mantap.

  ” (Mardjuki. 2016:168) Kutipan tersebut terjadi pada waktu pagi hari saat Genduk dan pamannnya sedang berada di depan rumah Mbah Djan. Kepergian mereka ke sana untuk meminta bantuan mengenai tembakau mereka yang kabarnya berada di tempat penampungan tembakau milik Mbah Djan, juragan tembakau di kota Parakan. Sesampainya di depan rumah Mbah Djan, paman Genduk merasa ketakutan dan khawatir dengan keputusan yang mereka buat untuk pergi ke rumah Mbah Djan. Tetapi, berbeda halnya dengan Genduk yang merasa sangat yakin dengan keputusan mereka. Genduk pun mengatakan kepada pamannya untuk tetap tenang karena ia yakin Allah akan membantu mereka. Tindakan Genduk ini merupakan bentuk superego Genduk terhadap Tuhan yaitu Genduk meyakini dan memercayai bahwa Tuhan akan senantiasa membantu mereka berdua. Genduk mencoba meyakinkan pamannya untuk melanjutkan langkah mereka yang tinggal sedikit lagi.

  Akhirnya mereka pun melanjutkan langkah mereka untuk ke rumah Mbah Djan.

  c. Menepati janji pada ibunya

  Janji merupakan suatu perkataan yang harus ditepati. Tindakan-tindakan yang menuntut kesempurnaan yang menjadi batasan terhadap nilai-nilai baik dan nilai-nilai buruk merupakan superego dalam diri Genduk. Berdasarkan kutipan tersebut superego dalam diri Genduk terlihat dari cara ia berjuang untuk menepati janjinya kepada sang ibu untuk membantu sang ibu yang sendirian memanen tembakau di ladang.

b. Percaya kepada Allah

  Data:

  “Kuayunkan kaki kuat-kuat untuk mengarungi terjal tanah pegunungan. Hari ini aku janji menemui Yung di tegalan untuk membantunya mengangkat sisa panen terakhir.

  ” (Mardjuki, 2016:211) Kutipan tersebut terjadi pada waktu siang hari saat Genduk sedang berada dalam perjalanan menuju ladang tembakau ibunya. Ladang tembakau ibunya yang terletak paling atas membuat Genduk megayunkan lebih kuat langkah kakinya untuk melewati tanah terjal di pegunungan tersebut. Semua itu Genduk lakukan karena ia karena sebelumnya Genduk sudah berjanji dengan ibunya untuk membantu beliau di ladang tembakau sehingga ia harus menepati janji kepada ibunya yang sudah lebih dulu pergi ke ladang. Ia menyadari bahwa ibunya pasti menunggu kedatangan Genduk di sana. Hal ini menunjukkan superego dalam diri Genduk yang tepat janji dan bersedia menolong ibunya di ladang tembakau untuk memanen. Ia tidak berusaha memberi alasan atau menolak membantu ibunya. Semua ia lakukan dengan usaha dan hati yang tulus semata-mata untuk lebih meringankan beban sang ibu di ladang tembakau walau pun ia harus kelelahan.

  Rencana Implementasi Hasil Penelitian dalam Pembelajaran di SMA/MA/SMK Kelas XII Semester Ganjil

  Pembelajaran sastra di sekolah tentunya mengarah pada apresiasi karya sastra. Pembelajaran apresiasi sastra merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mencari dan menemukan makna maupun amanat yang terkandung di dalam karya sastra yang memberi pengaruh terhadap pengetahuan, pembentukan karakter, dan watak pada siswa. Selain itu, pembelajaran apresiasi sastra juga dapat membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan berbahasa mengingatkan pemikiran kreatif, meningkatkan emosi dan perasaan, meningkatkan pengetahuan budaya serta pemahaman dalam pergaulan di masyarakat.

  SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

  Berdasarkan analisis yang telah dilakukan mengenai kondisi psikologis tokoh utama dalam novel Genduk karya Sundari Mardjuki, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Id adalah sistem kepribadian yang paling mendasar, sistem yang di dalamnya terdapat naluri-naluri bawaan yang ada di dalam diri tokoh utama yaitu Genduk. Adapun id yang memengaruhi kepribadian tokoh Genduk dibedakan berdasarkan tiga aspek yaitu aspek id yang terpenuhi, id yang tidak terpenuhi, dan id yang direalisasikan dengan tindakan spontan. Data-data keseluruhan mengenai id yang didapat dan dianalisis oleh peneliti sebanyak 32 data penelitian. Aspek

  id yang terpenuhi sebanyak 12 data, id yang

  tidak terpenuhi sebanyak 15 data, dan id yang terealisasikan dengan tindakan spontan sebanyak 5 data. Ego merupakan perkembangan dari id karena kontaknya dengan dunia luar. Ego merupakan struktur kepribadian yang mengontrol kesadaran dan juga mengambil keputusan atas tindakan- tindakan yang dilakukan oleh tokoh utama yaitu Genduk. Adapun data keseluruhan mengenai ego yang didapat dan dianalisis oleh peneliti sebanyak 40 data penelitian. Aspek ego yang berbentuk pertanyaan sebanyak 18 data, dan ego yang tidak berbentuk pertanyaan sebanyak 22 data.

  Superego merupakan struktur kepribadian

  yang menuntut kesempurnaan di mata Tuhan dan di mata orang lain dari setiap tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Adapun

  superego yang memengaruhi kepribadian

  tokoh Genduk dibedakan berdasarkan dua aspek yaitu aspek superego terhadap diri sendiri dan orang lain, dan superego terhadap Tuhan. Data-data keseluruhan mengenai superego yang didapat dan dianalisis oleh peneliti sebanyak 39 data penelitian. Aspek superego terhadap diri sendiri dan orang lain sebanyak 30 data, dan

  superego terhadap Tuhan sebanyak 9 data.

  Adapun hasil penelitian ini nantinya akan dapat diimplementasikan ke dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang terdapat di Perguruan Tinggi DAFTAR RUJUKAN khususnya pada mata kuliah Kajian Prosa. Aminuddin. 2014. Pengantar Apresiasi Untuk itu, peneliti sudah menyiapkan Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Rencana Pembelajaran Semester pada bab Algesindo Offset Bandung. sebelumnya agar memudahkan dosen untuk Damono, Sapardi Djoko. 2014. Sosiologi menyampaikan materi serta memberikan Sastra: Pengantar Ringkas. Jakarta: tugas kepada para mahasiswa yang Pusat Pembinaan dan Pengembangan mengambil mata kuliah tersebut. Bahasa.

  Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi

  Saran Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Berdasarkan proses dan hasil analisis Widyatama.

  nilai moral dalam cerita rakyat Kabupaten Mardjuki, Sundari. 2016. Genduk. Jakarta: Melawi, peneliti ingin menyampaikan Gramedia Pustaka Utama. beberapa saran sebagai berikut: 1) Bagi Minderop, Albertine. 2010. Psikologi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia, Guru Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori, dan hendaklah dapat memaksimalkan Contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka penggunakan bahan pembelajaran sastra, Obor Indonesia. dalam hal ini adalah karya sastra. Oleh Palwito. 2007. Penelitian Komunikasi karena itu, hasil dari penelitian ini dapat Kualitatif. Yogyakarta: LKIS Pelangi dijadikan sebagai bahan ajar dalam Aksara Yogyakarta. mengajarkan apresiasi sastra di SMA, Ratna, Nyoman Khuta. 2015. Teori, Metode, khususnya mengenai psikologi tokoh utama. dan Teknik Penelitian Sastra. Denpasar: 2) Bagi Siswa, hasil dari penelitian ini dapat Pustaka Pelajar. dijadikan sebagai bahan bacaan siswa untuk Sehandi, Yohanes. 2016. Mengenal 25 Teori menambah wawasannya serta Sastra. Yogyakarta: Ombak menumbuhkan sikap apresiasi terhadap Syamsudin dan Vismaia S. Damaianti. 2015. karya sastra. Selain itu, siswa juga dapat Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. mengambil pelajaran dari setiap kepribadian Bandung: PT Remaja Rosdakarya. yang ada pada diri Genduk. Agar dapat Zuldafrial dan Lahir Muhammad. 2012. diimplementasikan juga di dalam Penelitian Kualitatif. Jilid 2. Surakarta: kehidupan. 3) Bagi Peneliti, Bagi peneliti Yuma Pustaka. selanjutnya, alangkah lebih baik jika peneliti selanjutnya juga dapat menerapkan teori yang sama yaitu kajian psikologi Sigmund Freud terhadap objek sastra yang berbeda dari objek yang sudah peneliti gunakan saat ini. Jika peneliti selanjutnya hendak menjadikan novel yang sama yaitu novel

  Genduk sebagai bahan penelitian maka,

  peneliti selanjutnya bisa mengkaji novel tersebut dengan bidang kajian yang lain, selain psikologi sastra. Misalnya, seperti kajian latar pada novel Genduk karena novel ini penceritaan latarnya dikemas sangat apik sehingga membuat pembaca seolah-olah masuk kedalam tempat yang diceritakan.