Izin Lingkungan dalam Kaitannya dengan Penegakan Administrasi Lingkungan dan Pidana Lingkungan Berdasarkan UUPPLH

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Merosotnya kualitas lingkungan yang dibarengi dengan semakin menipisnya
persediaan sumber daya alam serta timbulnya berbagai permasalahan lingkungan,
telah menyadarkan manusia betapa pentingnya daya dukungan lingkungan dan peran
sumber daya alam terhadap kehidupan manusia di alam semesta. Lingkungan tidak
dapat mendukung jumlah kehidupan manusia dan makhluk hidup yang tanpa batas.
Apabila bumi ini sudah tidak mampu lagi menyangga ledakan jumlah manusia
beserta aktivitasnya, maka manusia akan mengalami berbagai kesulitan. Pertumbuhan
jumlah penduduk bumi mutlak harus dikendalikan dan aktivitas manusianya pun
harus memperhatikan pelestarian fungsi lingkungan hidup. 5
Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara
kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup 6. Daya dukung
lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung
perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya 7.
Sementara daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup

5


Pramudya Sunu, Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001, PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2001, hal. 7.
6
Pasal 1 angka 6 UUPPLH.
7
Pasal 1 angka 7 UUPPLH.

Universitas Sumatera Utara

untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke
dalamnya 8.
Pelestarian fungsi lingkungan hidup ini dimaknai sebagai upaya mewujudkan
lingkungan hidup terhindar dari resiko pencemaran atau perusakan akibat
kecerobohan atau kelalaian pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan yang
dilakukannya.
Hal tersebut diatas dapat dijadikan sebagai suatu latar belakang dalam tujuan
dan sasaran utama dari ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat dengan
UUPPLH).
UUPPLH yang merupakan “ketentuan” bagi perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup, maka undang-undang sektoral bidang lingkungan hidup yang
diantaranya, kehutanan, perkebunan, dan pertambangan, harus memenuhi beberapa
kondisi. Antara lain, Pertama, UU tersebut harus tunduk pada UUPPLH. Kedua,
pelaksanaan UU sektoral bidang lingkungan hidup tidak boleh bertentangan dengan
UUPPLH. Ketiga, segala penegakan hukum yang berkaitan dengan lingkungan hidup
harus berpedoman kepada UUPPLH.
Semua pengaturan tentang lingkungan hidup pada dasarnya dimaksudkan agar
alam dapat dimanfaatkan bagi kepentingan kesejahteraan umat manusia pada saat ini
dan juga yang tidak kalah pentingnya yaitu untuk kepentingan kesejahteraan umat
yang akan datang (sustainable development), dengan kata lain pembuatan UUPPLH
8

Pasal 1 angka 8 UUPPLH.

Universitas Sumatera Utara

serta aturan sektoral lainnya dimaksudkan atau dijiwai untuk menyelamatkan
lingkungan. Sebagaimana diketahui bahwa lingkungan hidup Indonesia telah
mengalami berbagai kerusakan yang sangat mengkhawatirkan dan untuk itu
diperlukan pengaturan yang memadai.

UUPPLH berfungsi sebagai Umbrella act atau umbrella provision atau dalam
ilmu hukum disebut kadarwet atau raamwet yang utama terhadap masalah
lingkungan hidup. UUPPLH ini menjadikan ketentuan pokok bagi peraturanperaturan lingkungan hidup yang sudah ada (lex lata) maupun bagi peraturan lebih
lanjut dibawahnya (lex ferandai atau ketentuan organik) atas lingkungan hidup.
Ketentuan Pasal 36 UUPPLH, menetapkan bahwa setiap usaha dan/atau
kegiatan yang wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(UPL) wajib memiliki izin lingkungan. Izin lingkungan diterbitkan berdasarkan
keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
UUPPLH atau rekomendasi UKL-UPL. Ketentuan Pasal 2 ayat (2) PP 27/2012
tentang Izin Lingkungan juga menetapkan tahapan-tahapan kegiatan memperoleh izin
lingkungan yang meliputi: penyusunan Amdal dan UKL-UPL; penilaian Amdal dan
pemeriksaan UKL-UPL dan permohonan dan penerbitan izin lingkungan. Izin
lingkungan wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan
kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL. Izin lingkungan
diterbitkan

oleh

Menteri,


gubernur,

atau

bupati/walikota

sesuai

dengan

kewenangannya wajib diintegrasikan ke dalam izin lingkungan paling lama 1 (satu)

Universitas Sumatera Utara

tahun sejak undang-undang ini ditetapkan. Dan berdasarkan Pasal 39 UUPPLH,
permohonan izin lingkungan dan izin lingkungan wajib diumumkan, dan dilakukan
dengan cara yang mudah diketahui oleh masyarakat.
Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin
usaha dan/atau kegiatan 9. Izin lingkungan yang merupakan instrumen pencegahan
kerusakan

dan/atau

pencemaran

lingkungan

hidup

hakikatnya

merupakan

pengendalian aktivitas pengelolaan lingkungan hidup.
Dalam hukum lingkungan hidup, pencemaran merupakan kemasukan bahan
pencemar seperti bahan kimia kedalam alam sekitar yang mengakibatkan kesan yang
memusnahkan sehingga membahayakan kesehatan manusia, mengancam sumber

alam dan ekosistem10.
Pada Pasal 1 angka 7 UU No. 4 Tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup
(selanjutnya disingkat dengan UULH) menjelaskan bahwa pencemaran lingkungan
hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau
komponen lain kedalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh
kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai
ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat
berfungsi bagi sesuai dengan peruntukannya.
9

Pasal 1 angka 1 PP No. 27/2012 tentang Izin Lingkungan.
http://www.ecoconsult.ch/uploads/1144-IEL_Slide4_Pollution-hazwastes.pdf diakses pada
tanggal 3 Juli 2013.
10

Universitas Sumatera Utara

Pasal 1 angka 12 UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (selanjutnya disingkat dengan UUPLH) menerangkan bahwa pencemaran
lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,

dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga
kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup
tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
Sementara menurut Pasal 1 angka 14 UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat dengan
UUPPLH) menyebutkan bahwa pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan
hidup yang telah ditetapkan. Adapun unsur-unsur pencemaran lingkungan meliputi11:
1.
2.
3.
4.
5.

Adanya mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain yang masuk atau
dimasukannya ke media lingkungan yang menyebabkan lingkungan tercemar;
Adanya baku mutu yang dilanggar berdasarkan hasil uji laboratorium;
Kejelasan siapa yang melakukan atau subyek hukum pelaku;
Kegiatan tersebut dilakukan karena ”kelalaian” atau”sengaja” (masuk atau

dimasukannya);
Sifat dampak yang ditimbulkan.

Dengan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diperlukan suatu pengawasan
lingkungan hidup. Pengawasan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut
Pengawasan adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara langsung atau
tidak langsung oleh Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) dan Pejabat
11

Sugeng Priyanto, Aspek Sanksi Pengawasan dan Sanksi Administrasi berdasarkan UU No.
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2012.

Universitas Sumatera Utara

Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) untuk mengetahui, memastikan, dan
menetapkan tingkat ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan atas
ketentuan yang ditetapkan dalam izin lingkungan dan peraturan perundang-undangan
di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup 12.
Dasar hukum pengawasan yaitu Bab XII tentang Pengawasan dan Sanksi
Administratif pada Pasal 71 sampai dengan Pasal 75 UUPPLH. Tujuan dilakukan

Pengawasan Lingkungan Hidup tersebut adalah untuk memantau, mengevaluasi dan
menetapkan status ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap 13:
a.

kewajiban yang tercantum dalam Peraturan Perundang-Undangan bidang
pencemaran dan/atau kerusakan LH;

b.

Kewajiban untuk melakukan pengelolaan LH dan pemantauan LH sebagaimana
tercantum dalam dokumen Amdal atau UKL-UPL atau persyaratan lingkungan
yang tercantum dalam izin yg terkait.
Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat PPLH dan

Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah yang selanjutnya juga disingkat dengan
PPLHD 14 merupakan Pegawai Negeri Sipil maupun Pegawai Negeri Sipil di daerah
yang diberi tugas, wewenang, kewajiban dan tanggungjawab untuk melaksanakan
kegiatan pengawasan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-

12


Lihat Pasal 1 angka 4 Permen LH No. 02 Tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan Sanksi
Administratif di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
13
Sugeng Priyanto, Presentasi Sosialisasi tentang Aspek Sanksi Pengawasan dan Sanksi
Administratif Berdasarkan UUPPLH, Tangerang, 2012.
14
Pasal 1 angka 6 Permen LH No. 02 Tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan Sanksi
Administratif di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Universitas Sumatera Utara

undangan 15. Dan PPLH tersebut berada pada instansi yang bertanggungjawab yang
memenuhi persyaratan tertentu yang diangkat oleh Menteri, Gubernur dan
Bupati/Walikota. Adapun tugas Menteri, gubernur, atau bupati/walikota yaitu:
1. Terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap UU
LH dan terhadap izin lingkungan serta yang izin lingkungannya diterbitkan
oleh pemerintah daerah jika Pemerintah menganggap terjadi pelanggaran
yang serius di bidang LH 16;
2. Dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan

kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup 17;
3. Dapat menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan
pejabat fungsional 18.
Kewenangan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) 19 yang merupakan
pejabat fungsional, yaitu:
a. melakukan pemantauan;
b. meminta keterangan;
c. membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang
diperlukan;
d. memasuki tempat tertentu;
e. memotret;
f. membuat rekaman audio visual;
g. mengambil sampel;
h. memeriksa peralatan;
i. memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi; dan/atau
j. menghentikan pelanggaran tertentu.

15

Pasal 1 angka 5 Permen LH No. 02 Tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan Sanksi
Administratif di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
16
Pasal 71 ayat (1), Pasal 72 dan Pasal 73 UUPPLH.
17
Lihat Pasal 71 ayat (2) UUPPLH.
18
Lihat Pasal 71 ayat (3) UUPPLH.
19
Pasal 74 ayat (1) UUPPLH.

Universitas Sumatera Utara

Dalam menjalankan kewenangan dan tugasnya tersebut Pejabat Pengawas
Lingkungan Hidup dapat melakukan koordinasi dengan pejabat penyidik pegawai
PNS 20 dan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan dilarang menghalanginya 21.
Pengawasan yang dilakukan terhadap kegiatan yang memiliki izin lingkungan
sebagai upaya pemantauan penataan persyaratan perizinan oleh instansi yang
berwenang memberi izin lingkungan. 22 Hasil pengawasan tersebut ditujukan untuk
mengembangkan penegakan hukum. 23
Mas Achmad Santoso 24 mengatakan bahwa, penegakan hukum lingkungan
(environmental enforcement) harus dilihat sebagai sebuah alat (an end). Tujuan
penegakan hukum lingkungan yaitu penataan (compliance) terhadap nilai-nilai
perlindungan daya dukung ekosistem dan fungsi lingkungan hidup yang pada
umumnya diformalkan kedalam peraturan perundang-undangan.
Penegakan hukum lingkungan dapat dimaknai sebagai penggunaan atau
penerapan instrumen-instrumen dan sanksi-sanksi dalam hukum administrasi, hukum
perdata dan hukum pidana dengan tujuan memaksa subjek hukum yang menjadi
sasaran mematuhi peraturan perundang-undangan lingkungan hidup. Penegakan
hukum lingkungan yang berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan
warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku adalah penegakan administrasi
20

Pasal 74 ayat (2) UUPPLH.
Pasal 74 ayat (3) UUPPLH.
22
Siti Sundari Rangkuti, Izin Lingkungan sebagai Instrumen Pencegahan Pencemaran
Lingkungan, Universitas Airlangga, Surabaya, 2000, hal. 488.
23
Suparto Wijoyo, Refleksi Mata Rantai Pengaturan Sanksi Pengelolaan Lingkungan Seacra
Terpadu, Airlangga University Press, hal. 494.
24
Mas Achmad Santoso, Good Governance & Sanksi Lingkungan, ICEL, Jakarta, 2001, hal.
234.
21

Universitas Sumatera Utara

lingkungan. Penegakan administratif lingkungan bersifat preventif (pengawasan) dan
represif (sanksi administrasi).
Instrumen bagi penegakan administratif lingkungan yang bersifat preventif
adalah penyulihan, pemantauan, dan penggunaan kewenangan yang sifatnya
pengawasan. Preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup perlu
dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan
dengan memperhatikan syarat-syarat yang tercantum dalam perizinan. Dalam hal
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya
represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi. Sehingga perlu
dikembangkan satu sistem hukum perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum sebagai landasan
bagi perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam serta kegiatan pembangunan
lain.
Sementara penegakan administratif lingkungan yang bersifat represif yang
dilakukan dalam hal perbuatan yang melanggar peraturan dan bertujuan untuk
mengakhiri secara langsung perbuatan terlarang (pencemaran).
Penegakan administratif lingkungan memiliki beberapa manfaat strategis bila
dibandingkan dengan penegakan perdata maupun pidana. Dan manfaat strategis 25
tersebut, yaitu:

25

Mas Achmad Santosa, Good Governance & Sanksi Lingkungan, ICEL, Jakarta, 2003, hal.

248.

Universitas Sumatera Utara

a.
b.

c.

Penegakan administrasi dibidang lingkungan hidup dapat dioptimalkan sebagai
perangkat pencegahan (preventive).
Penegakan administrasi (yang bersifat pencegahan) dapat lebih efisien dari sudut
pembiayaan dibandingkan penegakan pidana dan perdata. Pembiayaan untuk
penegakan administrasi lingkungan meliputi biaya pengawasan lapangan yang
dilakukan secara rutin dan pengujian laboratorium lebih murah dibandingkan
dengan upaya pengumpulan bukti, investigasi lapangan, memperkerjakan saksi
ahli untuk membuktikan aspek kausalitas (sebab akibat) dalam kasus pidana dan
perdata.
Penegakan administrasi lingkungan lebih memiliki kemampuan mengundang
partisipasi masyarakat. Partispasi masyarakat dilakukan mulai dari proses
perizinan, pemantauan penataan/pengawasan, dan partisipasi dalam mengajukan
keberatan dan meminta pejabat tata usaha negara untuk memberlakukan sanksi
administrasi.
Penegakan administratif lingkungan dalam sebuah sistem hukum dan

pemerintahan minimal mempunyai 5 (lima)

prasyarat awal dari efektivitas

penegakannya 26, yaitu:
a.
b.
c.
d.

Izin yang didayagunakan sebagai perangkat pengawasan dan pengendalian;
Persyaratan dalam izin dengan merujuk pada AMDAL;
Standar baku mutu lingkungan;
Peraturan perundang-undangan, mekanisme pengawasan penataan, keberadaan
pejabat pengawas (inspektur) dengan kuantitas dan kualitas yang memadai, dan
sanksi administrasi.
Upaya penegakan administrasi lingkungan oleh pemerintah secara konsisten

sesuai dengan kewenangan yang ada akan berdampak bagi penegakan hukum, dalam
rangka menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. Sehubungan dengan hal ini,
penegakan administrasi lingkungan merupakan garda terdepan dalam penegakan
hukum lingkungan (primum remedium).
Mendayagunakan berbagai ketentuan hukum, baik hukum administrasi, hukum
perdata, maupun hukum pidana, diharapkan selain akan menimbulkan efek jera juga
26

ibid.

Universitas Sumatera Utara

akan meningkatkan kesadaran seluruh pemangku kepentingan tentang betapa
pentingnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup demi kehidupan generasi
masa kini dan masa depan, sebagaimana diatur pada Pasal 3 UUPPLH yang berbunyi
sebagai berikut:
1. Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
2. Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;
3. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;
4. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
5. Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;
6. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;
7. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai
bagian dari hak asasi manusia;
8. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;
9. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
10. Mengantisipasi isu lingkungan global.

Adapun contoh kasus penegakan administrasi lingkungan yaitu kasus lumpur
Lapindo di Porong Jatim. Bagaimana bisa Amdal terakhir baru dibuat sebelum izin
lain atau izin IUP (Izin Usaha Pertambangan) yang ada di Kota Samarinda yang
tumbuh pesat sejak UU Otonomi digulirkan, IUP yang dikeluarkan disinyalir banyak
mengabaikan izin lingkungan, dalam membuat Amdal/UKL-UPL. Hal-hal ini yang
membuat tata lingkungan di sekitar hancur dan mengganggu keseimbangan daya
dukung dan daya tampung lingkungan. Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota
Samarinda, sebagai pejabat pengawas lingkungan hidup berwenang antara lain:
a. melakukan pemantauan;
b. meminta keterangan;
c. membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan;
d. memasuki tempat tertentu;
e. memotret;

Universitas Sumatera Utara

f. membuat rekaman audio visual;
g. mengambil sampel;
h. memeriksa peralatan;
i. memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi; dan/atau
j. menghentikan pelanggaran tertentu.

Dalam paparan BLH Kota Samarinda, mereka sudah melakukan 31 kali surat teguran
kepada pemilik IUP di Kota Samarinda, 8 IUP yang dihentikan sementara, (PT Buana
Rizki Armia, PT Graha Benua Etam, PT Panca Bara Sejahtera, CV Bismillahi Res
Kaltim, CV Prima Coal Mining, CV Tunggal Firdaus, CV UtiaIlma Jaya, serta
KOPTAM Bara Sumber Makmur) dan 2 IUP (Izin CV Prima Coal Mining maupun
CV Bumi Batuah) dicabut. Ini memberi peringatan dalam kontek penegakan
adminitrasi lingkungan, BLH sudah dijalankan, hal ini sesuai dengan fungsi
pengawasan yang diatur dalam Pasal 71 UUPPLH bahwa Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan
terhadap ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Kemudian menteri, gubernur, atau bupati/walikota
dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada
pejabat/instansi teknis yang bertanggungjawab di bidang perlindungan dan jawab di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Sanksi Administratif yang
diterapkan terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan IUP Kota samarinda,
juga sudah dilakukan dengan beberapa bentuk yang diatur dalam adminitrasi berupa:
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;

Universitas Sumatera Utara

c. pembekuan izin lingkungan; atau
d. pencabutan izin lingkungan.

Penegakan administratif lingkungan merupakan pilihan yang dapat dilakukan
secara bertahap, bebas, dan/atau alternatif/kumulatif 27. Penegakan administratif
lingkungan secara bertahap yaitu penerapan sanksi yang didahului dengan sanksi
adminstratif yang ringan hingga sanksi yang terberat, dimulai dengan teguran tertulis
sampai dengan pencabutan izin.
Sementara penegakan administrasi lingkungan secara bebas yaitu adanya
keleluasaan bagi pejabat yang berwenang mengenakan sanksi untuk menentukan
pilihan jenis sanksi yang didasarkan pada tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Sedangkan penegakan administrasi lingkungan secara kumulatif terdiri atas
kumulatif internal dan kumulatif eksternal. Yang dimaksud dengan kumulatif internal
yaitu penerapan sanksi yang dilakukan dengan menggabungkan beberapa jenis sanksi
administratif pada satu pelanggaran. Dan yang dimaksud dengan kumulatif eksternal
yaitu penerapan sanksi yang dilakukan dengan menggabungkan penerapan salah satu
jenis sanksi administratif dengan penerapan sanksi lainnya, misalnya yaitu sanksi
pidana.
Keterjalinan antara hukum pidana dengan hukum administrasi dalam hukum
lingkungan kepidanaan, delege lata, merupakan suatu fakta yang harus diterima

27

Lihat Pasal 5 ayat (2) PermenLH No. 02 Tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan Sanksi
Administratif di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Universitas Sumatera Utara

keberadaannya dan akan menjadikan penegakan hukum lingkungan lebih baik jika
berjalan dengan bersinergi, atau menjadi kendala jika tidak bersinergi 28.
Suatu perbuatan yang diatur dalam hukum pidana lingkungan untuk dapat
dinyatakan sebagai tindak pidana selalu dikaitkan dengan pengaturan lebih lanjut
dalam hukum administrasi, oleh karena dalam rumusan tindak pidana lingkungan,
suatu perbuatan dinyatakan sebagai suatu tindak pidana jika dilakukan bertentangan
dengan izin lingkungan.
Pandangan hukum pidana dapat dipergunakan sebagai instrumen dalam
rangka perlindungan terhadap lingkungan hidup, membawa konsekuensi
terhadap keterjalinan hukum pidana dengan hukum administrasi. Keterjalinan
upaya penyidikan hukum pidana dengan sarana hukum administrasi (yang lebih
cenderung melaksanakan tugasnya dalam rangka prevensi atau memandang
pelanggaran masalah lingkungan sebagai yang harus dipecahkan, diberi
nasehat dan/atau perbaikan keadaan) akan menjadikan penegakan hukum
lingkungan lebih baik jika berjalan dengan bersinergi, atau menjadi kendala jika
tidak bersinergi.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diangkat berbagai permasalahan yang
timbul dari latar belakang diatas menjadi sebuah karya ilmiah berbentuk tesis dengan
judul: “Izin Lingkungan dalam kaitannya dengan Penegakan Administrasi

28

Alvi Syahrin, Ketentuan Dalam UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Cetakan PT. Sofmedia, Jakarta, 2011, hal. 23.

Universitas Sumatera Utara

Lingkungan dan Pidana Lingkungan Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH)”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka yang menjadi pokok
permasalahan adalah sebagai berikut:
1.

Bagaimana Konsep Perizinan berdasarkan UUPPLH?

2.

Bagaimana Gugatan Administratif dan Penegakan Administrasi Lingkungan
terhadap Izin Usaha dan/atau Kegiatan yang Dimiliki Suatu Usaha dan/atau
Kegiatan dikarenakan Tidak Melaksanakan Pasal 121 UUPPLH Jo. PermenLH
No. 14 Tahun 20110?

3.

Bagaimana Ketentuan Pidana terkait dengan Izin Lingkungan Berdasarkan
UUPPLH?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang
ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1.

Mengetahui dan menganalisa konsep perizinan berdasarkan UUPPLH;

2.

Mengetahui dan menganalisa gugatan administratif dan penegakan administrasi
lingkungan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berkaitan dengan izin
lingkungan;

Universitas Sumatera Utara

3.

Mengetahui dan menganalisa tentang ketentuan pidana terkait dengan izin
lingkungan berdasarkan UUPPLH.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis, sebagai berikut:
1.

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
masukan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya izin lingkungan
dan penegakan sanksi administratif lingkungan dan sanksi pidana lingkungan
berdasarkan UUPPLH.

2.

Manfaat Praktis, yaitu terjawabnya permasalahan dalam penelitian ini, sehingga
dapat:
a. Diketahuinya Konsep Perizinan berdasarkan UUPPLH;
b. Diketahuinya Gugatan Administratif dan Penegakan Administrasi Lingkungan
terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang Berkaitan dengan Izin Lingkungan;
c. Diketahuinya Ketentuan Pidana terkait dengan Izin Lingkungan Berdasarkan
UUPPLH.

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pemeriksaan dan penelusuran kepustakaan dari hasil penelitian
yang telah dilakukan khususnya di Universitas Sumatera Utara maka penulis
menerangkan bahwa penelitian mengenai “Izin Lingkungan dalam kaitannya dengan

Universitas Sumatera Utara

Penegakan Administrasi Lingkungan dan Pidana Lingkungan Berdasarkan UU No.
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPPLH)” belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama oleh
peneliti yang lainnya. Kalaupun ada pendapat atau kutipan yang sama dalam
penelitian ini semata-mata adalah sebagai faktor pendukung dan pelengkap dalam
penelitian yang memang sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan penelitian ini.

F. Kerangka Teori dan Konseptual
1. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat
yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa 29. Peristiwa
sebagaimana dimaksud didalam penelitian tersebut adalah Izin Lingkungan dan
Penegakan Administrasi Lingkungan dan Pidana Lingkungan dalam UUPPLH.
Dalam penelitian hukum kerangka teori diperlukan untuk membuat jelas nilai-nilai
oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya yang tertinggi. 30
Teori hukum sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dari mempelajari hukum
positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita merekonstruksikan
kehadiran teori hukum secara jelas. 31
Defenisi landasan teori pada suatu penelitian merupakan dasar-dasar
operasional penelitian. Landasan teori dalam suatu penelitian bersifat strategis artinya
29

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, (Jakarta; Balai Pustaka, 1995), hal. 520
Satjipto Rahardjo, Ilmu Sanksi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 254.
31
Ibid, hal. 253.
30

Universitas Sumatera Utara

memberikan realisasi pelaksanaan penelitian 32. Landasan teori yang digunakan untuk
membahas permasalahan dalam penelitian ini adalah Teori Izin Lingkungan.
Berdasarkan tujuan negara pada Alinea Keempat UUD 1945, Indonesia
termasuk negara hukum kesejahteraan. Tujuan negara tersebut dilaksanakan salah
satunya di bidang lingkungan hidup yang dituangkan dalam peraturan perundangundangan. Dan peraturan perundang-undangan tersebut yaitu UU No. 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat
dengan UUPPLH) yang merupakan suatu pengaturan mengenai lingkungan hidup
yang mengatur pokok-pokok pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. Dan dalam
rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, maka salah satu
otoritas pemerintah yaitu menerapkan izin lingkungan (environmental licence).
Izin merupakan

salah

satu

wujud

tindakan pemerintahan.

Tindakan

pemerintahan tersebut berdasarkan kewenangan publik yaitu membolehkan atau
memperkenankan menurut hukum bagi seseorang atau badan hukum untuk
melakukan sesuatu kegiatan 33.
Menurut Philipus M. Hadjon, tindakan pemerintahan berarti tindakan atau
perbuatan

yang

dilakukan

oleh

administrasi

negara

dalam

melaksanakan

pemerintahan yang bersifat izin (vergunning). 34

32

Kaelan M.S., Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat (Paradigma bagi Pengembangan
Penelitian Interdisipliner Bidang Filsafat, Budaya, Sosial, Semiotika, Sastra, Sanksi dan Seni),
Yogyakarta: Paradigma, 2005), hal. 239.
33
Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, Tata Perizinan Pada Era Otonomi Daerah,
Makalah, Surabaya, November, 2001, hal. 1.
34
Philipus M. Hadjon, Pengertian-Pengertian Dasar Tentang Tindak Pemerintahan
(Bestuurshandelling), Djumali, Surabaya, 1985, hal. 1.

Universitas Sumatera Utara

N.M.Spelt dan JBJM. Ten Berge membedakan penggunaan istilah perizinan
dan izin, dimana perizinan merupakan pengertian izin dalam arti luas, sedangkan
istilah izin digunakan untuk pengertian izin dalam arti sempit. Pengertian perizinan
(izin dalam arti luas) adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undangundang atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari
ketentuan-ketentuan larangan perundangan. Dengan memberi izin, penguasa
memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan
tertentu yang sebenarnya dilarang. 35 Sedangkan yang pokok dari izin dalam arti
sempit (izin) ialah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan, dengan
tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan perkenaan dapat
dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap-tiap kasus. Jadi persoalannya
bukanlah untuk hanya memberi perkenan dalam keadaan-keadaan khusus, tetapi agar
tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakukan dengan cara-cara tertentu
(dicantumkan berbagai persyaratan dalam ketentuan-ketentuan yang bersangkutan).
Ridwan HR 36 mengatakan bahwa izin merupakan instrumen yuridis yang
digunakan oleh pemerintah, oleh karena itu, izin berfungsi selaku ujung tombak
instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa dan perancang masyarakat adil dan
makmur tersebut dijelmakan. Hal ini berarti, melalui izin dapat diketahui bagaimana

35

NM Spelt, dan JBJM Ten Berge, 1993, Pengantar Sanksi Perizinan, disunting oleh Philipus
M.Hadjon, Yuridika, Surabaya, hal.2.
36
Ridwan, H. R., Sanksi Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2007, hal. 217.

Universitas Sumatera Utara

gambaran masyarakat yang adil dan makmur itu terwujud. Adapun unsur-unsur dalam
perizinan tersebut, yaitu 37:
a. Instrumen Yuridis;
b. Peraturan Perundang-undangan;
c. Organ Pemerintah;
d. Peristiwa Konkret; dan
e. Prosedur dan Persyaratan.

Selanjutnya, pengertian lain dari izin adalah suatu persetujuan dari penguasa
berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu
menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundang-undangan 38 atau dapat
diartikan sebagai dispensasi atau pelepasan/pembebasan dari suatu larangan izin.
Ketentuan tentang perizinan mempunyai beberapa fungsi, antara lain fungsi
penertib dan fungsi pengatur. Sebagai fungsi penertib yang bersifat pengendalian,
yang dimiliki oleh Pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat, dimaksudkan agar izin atau setiap izin atau tempat-tempat usaha,
bangunan dan bentuk kegiatan masyarakat lainnya tidak bertentangan satu sama lain,
sehingga ketertiban dalam setiap segi kehidupan masyarakat dapat terwujud. Dengan
memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan
tindakan-tindakan

tertentu

yang

sebenarnya

dilarang

demi

memperhatikan

kepentingan umum yang mengharuskan adanya pengawasan. 39 Dan sebagai fungsi
pengatur dimaksudkan agar izin yang ada dapat dilaksanakan sesuai dengan
37

Ibid, hal. 217.
N.M.Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, Ibid., hal. 2.
39
Adrian Sutedi, Sanksi Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, hal. 168,
38

2010.

Universitas Sumatera Utara

peruntukkannya, sehingga terdapat penyalahgunaan izin yang telah diberikan, dengan
kata lain, fungsi pengaturan ini dapat disebut sebagai fungsi yang dimiliki oleh
pemerintah. 40 Dan fungsi yang lain, antara lain:
1. Sebagai instrumen rekayasa pembangunan 41. Pemerintah dapat membuat regulasi
dan keputusan yang memberikan insentif bagi pertumbuhan sosial ekonomi.
Demikian juga sebaliknya, regulasi dan keputusan tersebut dapat pula jadi
penghambat (sekaligus sumber korupsi) bagi pembangunan.
2. Sebagai instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi
masyarakat agar mau mengikuti cara yang dianjurkannya guna mencapai suatu
tujuan konkret 42.
3. Sebagai fungsi keuangan (budgetering), yaitu sumber pendapatan bagi negara 43.
4. Sebagai fungsi pengaturan (reguleren), yaitu menjadi instrumen pengaturan
tindakan dan prilaku masyarakat 44.

Dalam perizinan, yang

berwenang mengeluarkan izin adalah pejabat

pemerintah atau pejabat administratif, yang kaitannya adalah dengan tugas
pemerintah dalam hal memberikan pelayanan umum kepada masyarakat. Dalam hal
pelayanan publik, izin merupakan bentuk pelayanan yang harus diberikan kepada
masyarakat

dalam

bentuk

pelayanan

administratif,

yaitu

pelayanan

yang

menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik. Izin
dapat berbentuk tertulis dan atau tidak tertulis, namun dalam Hukum Administrasi
Negara, izin harus tertulis, kaitannya apabila terjadi sesuatu hal yang tidak diingikan,

40

Adrian Sutedi, Sanksi Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Poublik, Sinar Grafika, Jakarta,
2010, hal. 193.
41
Adrian Sutedi, Sanksi Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta,
2010, hlm. 193.
42
Philipus Hadjon, M. et al. Pengantar Sanksi Administrasi Indonesia, Gajah Mada University
Press, Yogjakarta, 2005.
43
Adrian Sutedi, Sanksi Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta,
2010, hlm. 199.
44
Ibid, hlm. 200.

Universitas Sumatera Utara

maka izin yang berbentuk suatu keputusan adminstrasi negara (beschicking) dapat
dijadikan sebagai alat bukti dalam pengadilan. Izin yang berbentuk beschiking, sudah
tentu mempunyai sifat konkrit (objeknya tidak abstrak, melainkan berwujud, tertentu
dan ditentukan), individual (siapa yang diberikan izin), final (seseorang yang telah
mempunyai hak untuk melakukan suatu perbuatan hukum sesuai dengan isinya yang
secara definitif dapat menimbulkan akibat hukum tertentu).
Hal pokok dalam perizinan yaitu bahwa sesuatu tindakan dilarang kecuali
diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang bersangkutan
dilakukan dengan cara-cara tertentu. Penolakan izin, pencabutan izin maupun
pembekuan izin juga dengan penerapan sanksi pidana dapat terjadi bila kriteriakriteria yang telah ditetapkan oleh penguasa tidak dipenuhi maupun dilanggar.
Misalnya, tentang hal izin lingkungan yang merupakan syarat untuk mendapatkan
izin usaha dan/atau kegiatan. Apabila pejabat, pengusaha atau siapapun yang
melakukan pelanggaran atas izin lingkungan sehingga terjadi pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan.
Sebagai suatu instrumen, izin lingkungan berfungsi selaku ujung tombak
instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang pelaku usaha
dan/atau kegiatan untuk mencapai tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dan untuk menanggulangi masalah lingkungan disebabkan aktivitas manusia
yang melekat dengan dasar izin dan juga dapat berfungsi sebagai sarana yuridis untuk
mencegah serta menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Universitas Sumatera Utara

Jika ditelaah lebih mendalam, makna izin lingkungan sebagaimana diatur dalam
UUPPLH, berisikan suatu keputusan tentang kelayakan lingkungan atas suatu usaha
dan/atau kegiatan. Hal tersebut juga sejalan dengan ketentuan Pasal 1 Peraturan
Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan yang memberikan batasan
izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan
usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin
usaha dan/atau kegiatan.
Dari beberapa pengertian izin lingkungan diatas, dapat diambil 2 (dua) konsep
perizinan dalam UUPPLH, yaitu:
1.

Pasal 1 angka 35 UUPPLH bahwa izin lingkungan adalah izin yang diberikan
kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal
atau UKL/UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.

2.

Pasal 1 angka 36 UUPPLH bahwa izin usaha dan/atau kegiatan yakni izin yang
diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan.
Kemudian akan dilanjutkan dengan Teori Penegakan Hukum. Penegakan

hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya normanorma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku

dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara.

Universitas Sumatera Utara

Oemar Seno Adji mengatakan bahwa “perubahan atau pembaharuan dalam
perundang-undangan di dunia adalah sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang diberikan
untuk mengadakan...... kriminalisasi perbuatan....... dekriminalisasi 45”.
Sementara RTM Sutamihardja mengatakan bahwa yang dijadikan masalah di
dalam lingkungan hidup ini adalah ”hal-hal yang langsung atau tidak langsung
mempengaruhi kesejahteraan hidup manusia” 46.
P. Joko Subagyo 47 menegaskan bahwa penegakan hukum berkaitan erat dengan
ketaatan bagi pemakai dan pelaksana peraturan perundang-undangan, dalam hal ini
baik masyarakat maupun penyelenggara negara yaitu penegak hukum. Penegakan
hukum lingkungan hidup terkait berbagai segi kehidupan yang cukup rumit dengan
tujuan tetap mempertahankan dan menciptakan lingkungan yang dapat dinikmati oleh
setiap manusia dalam pengertian luas dengan tidak mengganggu lingkungan itu
sendiri.
Daud Silalahi 48 mengatakan bahwa penegakan hukum lingkungan di Indonesia
ini mencakup penataan dan penindakan (compliance and enforcement). Dan program
penegakan hukum lingkungan tersebut juga mencakup:
a) penegakan sistem hukum;
b) penentuan kasus-kasus prioritas yang perlu diselesaikan secara hukum;
c) peningkatan kemampuan aparat penegak hukum;
d) peninjauan kembali Undang-Undang Gangguan.
45

Oemar Seno Adji, Herzeining, Ganti Rugi,Suap, Perkembangan Delik, Erlangga, Jakarta,
1981, hal 266.
46
RTM Sutamihardja, Kualitas dan Pencemaran Lingkungan, Pascasarjana IPB, Bogor, 1978,
hal.1.
47
Syachrul Machmud, Op.Cit.,hal. 84-85.
48
Syachrul Machmud, Op. Cit.

Universitas Sumatera Utara

Sementara itu penegakan hukum dalam arti luas (law enforcement policy)
terkandung didalamnya makna politik kriminal (criminal policy), yaitu upaya yang
rasional untuk menanggulangi kejahatan.
Penanganan masalah lingkungan melalui perangkat hukum administrasi
merupakan bagian dari penegakan hukum non penal. Tujuan dari penegakan hukum
lingkungan

essensinya

adalah

penataan

(compliance)

terhadap

nilai-nilai

perlindungan daya dukung ekosistem dan fungsi lingkungan hidup.
Berkaitan dengan penegakan hukum lingkungan, Ninik Suparni 49 menandaskan
bahwa, penegakan hukum lingkungan hidup merupakan upaya untuk mencapai
ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku
secara umum dan individual, melalui pengawasan dan penerapan secara administrasi,
keperdataan dan kepidanaan. Untuk itu penegakan hukum dapat dilakukan secara
preventif, yaitu upaya penegak hukum mencegah terjadinya pencemaran lingkungan
hidup. Dan dapat juga dilakukan secara represif, yaitu upaya penegak hukum
melakukan tindakan hukum kepada siapa yang melanggar ketentuan-ketentuan
perundangan-undangan yang berlaku 50.
Menjaga agar lingkungan tidak rusak semakin parah, maka perlu dilakukan
tindakan pencegahan secara dini. Salah satu bentuk pencegahan dini berupa
pengawasan secara intensif terhadap usaha atau kegiatan yang melanggar ketentuan

49

Ninik Suparni, Pelestarian, Pengelolaan dan Penegakan Sanksi Lingkungan Hidup, PT.
Sinar Ghalia, Jakarta, 1992, hal. 160-161.
50
Syahrul Machmud, Penegakan Sanksi Lingkungan Indonesia, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2012,
hal. 163.

Universitas Sumatera Utara

hukum administrasi. Segera dilakukan penindakan terhadap pelanggar hukum
administrasi tersebut. Penindakan hukum administrasi jika dilakukan secara optimal,
maka dapat dipastikan bahwa lingkungan tidak akan sempat tercemar apalagi rusak.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam rangka penegakan administrasi lingkungan
yaitu didasarkan pada:
a. Kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan;
b. Prosedur yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau
Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) yang antara lain meliputi
asas persamaan, asas kepercayaan, asas kepastian hukum, asas kecermatan,
asas larangan penyalahgunaan wewenang, dan asas sewenang-wenang;
c. Fakta pelanggaran sebagaimana tertuang dalam hasil pengawasan yang
dilaporkan oleh PPLH/PPLHD. Disamping itu, sanksi administratif juga dapat
dikenakan berdasarkan hasil pemeriksaan badan peradilan;
d. Kesesuaian dan proporsi berat ringannya pelanggaran, dampaknya terhadap
lingkungan hidup, serta dapat juga karena perintah pengadilan;
e. Kepastian tiadanya cacat yuridis dalam penerapan sanksi; dan
f. Asas kelestarian dan keberlanjutan 51.
Dan jenis-jenis sanksi hukum administrasi, yaitu terdiri atas 52:
1. Teguran tertulis;
2. Paksaan pemerintahan;
3. Pembekuan izin lingkungan dan/atau izin perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup; dan
4. Pencabutan izin lingkungan dan/atau izin perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.

Selain 4 (empat) jenis sanksi administratif tersebut diatas terdapat pula jenis
sanksi administratif lain yaitu denda administratif dan pembatalan izin. 53
51

Pasal 5 ayat (1) PermenLH No. 02 Tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan Sanksi
Adminstratif di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
52
Pasal 76 ayat (2) dan Pasal 4 ayat (1) PermenLH No. 02 Tahun 2013 tentang Pedoman
Penerapan Sanksi Administratif di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
53
Deputi V MENLH Bidang Penataan Sanksi Lingkungan KLH, Buku Saku Penerapan Sanksi
Administratif di Bidang Lingkungan Hidup, 2012, hal. 3.

Universitas Sumatera Utara

Kriteria penerapan sanksi-sanksi administratif tersebut merupakan pilihan yang
dapat dilakukan secara bertahap, bebas, dan/atau alternatif/kumulatif54 untuk
mewujudkan penegakan administrasi lingkungan. Jika upaya tersebut tidak atau
kurang berhasil, maka barulah penindakan secara pidana didayagunakan.
Pada UUPPLH pengertian tindak pidana lingkungan hidup diatur dalam Pasal
97 UUPPLH bahwa tindak pidana merupakan kejahatan. Tindak pidana didalam
hukum lingkungan mencakup dua kegiatan, yakni perbuatan mencemari lingkungan
dan perbuatan merusak lingkungan. Dan Pasal yang mengatur ketentuan Pidana yaitu
Pasal 98 UUPPLH sampai dengan Pasal 115 UUPPLH melalui metode konstruksi
hukum dapat diperoleh pengertian bahwa inti dari tindak pidana lingkungan
(perbuatan yang dilarang) adalah “mencemarkan atau merusak lingkungan”.
Rumusan ini dikatakan sebagai rumusan umum (genus) dan selanjutnya dijadikan
dasar untuk menjelaskan perbuatan pidana lainnya yang bersifat khusus (species),
baik dalam ketentuan dalam UUPPLH maupun dalam ketentuan undang-undang lain
(ketentuan sektoral di luar UUPPLH) yang mengatur perlindungan hukum pidana
bagi lingkungan hidup.

2. Konseptual
Konsep merupakan bagian terpenting dari pada teori. Peranan konsep dalam
penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi

54

Lihat Pasal 5 ayat (2) PermenLH No. 02 Tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan Sanksi
Administratif di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Universitas Sumatera Utara

dan realita. 55 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi
operasional. 56 Konsep dapat dilihat dari segi subyektif dan obyektif. Dari segi
subyektif konsep merupakan suatu kegiatan intelek untuk menangkap sesuatu.
Sedangkan dari segi obyektif, konsep merupakan suatu yang ditangkap oleh kegiatan
intelek tersebut. Hasil dari tangkapan akal manusia itulah yang dinamakan konsep. 57
Konsep merupakan:
“alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain, seperti asas dan standar.
Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari
hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum. Konsep adalah suatu
konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang
berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis”. 58

Dalam kerangka konseptional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian
yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum. 59 Selanjutnya konsep atau
pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau masalah dan kerangka
konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejalagejala yang menjadi pokok perhatian dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi
secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala itu. Maka konsep merupakan definisi

55

Masri Singarimbun dkk., Metode Penelitian Survey, (Jakarta : LP3ES, 1989), hlm. 34.
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : RajaGrafindo, 1998), hlm. 307.
57
Komaruddin, Yooke Tjuparmah S, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, (Jakarta : Bumi
Aksara, 2006), hlm. 122.
58
Satjipto Rahardjo, Ilmu Sanksi, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hlm. 70.
59
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Sanksi Normatif: Suatu Tinjauan Singkat
(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 7.
56

Universitas Sumatera Utara

dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara variable-variable yang ingin
menentukan adanya gejala empiris. 60
Beranjak dari judul tesis ini, yaitu: “Izin Lingkungan dalam kaitannya dengan
Penegakan Administrasi Lingkungan dan Pidana Lingkungan berdasarkan UUPPLH”
maka dapatlah dijelaskan konsepsi ataupun pengertian dari kata demi kata dalam
judul tersebut, yaitu sebagai berikut :
a. Izin Lingkungan
Izin lingkungan merupakan syarat untuk mendapatkan izin lingkungan dengan
izin usaha dan/atau kegiatan serta ditujukan untuk memelihara kelestarian fungsi
lingkungan hidup dan mencegah serta menanggulangi pencemaran/perusakan
lingkungan hidup.

b. Penegakan Administrasi Lingkungan
Penegakan hukum lingkungan merupakan upaya untuk mencapai ketaatan
terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang beralaku secara
umum dan individual, melalui pengawasan dan penerapan (ancaman sarana
administratif, keperdataan, dan kepidaan) 61. Penegakan administrasi lingkungan
lingkungan merupakan kegiatan yang ditujukan untuk mencegah dan menanggulangi
pencemaran

dan/atau

perusakan

lingkungan

hidup

melalui

pendayagunaan

kewenangan administrasi sesuai dengan mandat yang diberikan oleh Undang-Undang
60

Koentjoro Ningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama, 1997), hlm. 21.
61
Suparni, Pelestarian, Pengelolaan, dan Penegakan Sanksi Lingkungan, Jakarta, 1994,
hlm.160.

Universitas Sumatera Utara

dan merupakan garda terdepan dalam penegakan hukum lingkungan (primum
remedium).

c. Pidana Lingkungan
Penegakan pidana lingkungan merupakan sanksi hukum yang bersifat
antisipatif bukan reaktif, terhadap pelaku tindak pidana yang berbasis pada filsafat
determinisme 62 dalam ragam bentuk sanksi yang dinamis dan spesifikasi, bukan
penderitaan fisik atau perampasan kemerdekaan, dengan tujuan untuk memulihkan
keadaan tertentu bagi pelaku maupun korban 63 dan merupakan suatu penjatuhan
hukuman terhadap orang yang melakukan tindak pidana lingkungan.

d. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya sistematis
dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan
mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan
hukum 64.

62

Filsafat determinisme menyatakan pemidanaan menekankan nilai-nilai kemanusiaan dan
pendidikan, searah dengan hakikat sanksi tindakan yang menekankan nilai-nilai kemanusiaan dan
pendidikan, searah dengan hakikat sanksi tindakan yang menekankan tidak boleh adanya pencelaan
terhadap perbuatan yang dilanggar oleh pelaku. Tujuan pemidanaan bersifat mendidik untuk
mengubah tingkah laku pelakuu tindak pidana dan orang lain yang cenderung melakukan tindak
pidana.
63
Alvi Syahrin, Ketentuan Pidana Dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, PT. Sofmedia, Jakarta, 2011, hal. 1.
64
Pasal 1 angka (2) UUPPLH No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.

Universitas Sumatera Utara

G. Metode Penelitian
Penelitian merupakan salah satu cara yang tepat untuk memecahkan masalah.
Selain itu, penelitian juga dapat digunakan untuk menentukan, mengembangkan dan
menguji kebenaran. Dilaksanakan untuk mengumpulkan data guna memperoleh
pemecahan masalah atau mendapat jawaban atas pokok-pokok permasalahan yang
dirumuskan, sehingga diperlukan rencana yang sistematis, metodologi yang
merupakan suatu logika yang menjadi dasar suatu penelitian ilmiah. Oleh karenanya
pada saat melakukan penelitian seseorang harus memperhatikan ilmu pengetahuan
yang menjadi induknya. 65 Pada penelitian hukum ini, jelas bahwa bidang ilmu hukum
yang menjadi landasan ilmu pengetahuan induknya. Oleh karena itu, maka penelitian
yang digunakan adalah penelitian hukum.
Menurut Soerjono Soekanto yang dimaksud dengan penelitian hukum adalah
kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu
yang bertujuan untuk mempelajari suatu atau gejala hukum tertentu dengan jelas
menganalisanya. 66 Agar mendapat hasil yang lebih maksimal maka dilakukan
penelitian hukum dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut:
1. Spesifikasi Penelitian dan Sifat Penelitian
Sesuai dengan rumusan penelitian maka penelitian ini dilakukan dengan yuridis
normatif dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian analisis terhadap peraturan

65

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Sanksi dan Jurimetri, (Jakarta : Ghalia
Indonesia, 1988), hlm. 9.
66
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Sanksi, (Jakarta : Universitas Indonesia Press,
2006), hlm. 43.

Universitas Sumatera Utara

perundang-undangan yang mengatur tentang perizinan lingkungan.
Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis, merupakan metode yang dipakai
untuk menggambarkan suatu kondisi atau keadaan yang sedang berlangsung yang
tujuannya agar dapat memberikan data mengenai objek penelitian sehingga mampu
menggali hal-hal yang bersifat ideal, kemudian dianalisis berdasarkan teori hukum
atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. 67 Dalam penelitian ini metode
deskriptif analisis diguna