Kajian Performansi Mesin Diesel Satu Silinder Menggunakan Supercharger Dengan Campuran Bahan Bakar Solar Murni Dan Minyak Jagung

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biodiesel
2.1.1 Sejarah Penggunaan Biodiesel
Rudolf Diesel (Gambar 2.1) mendemonstrasikan sebuah mesin diesel yang
berjalan dengan bahan bakar minyak kacang tanah (atas permintaan
pemerintah Perancis) dibangun oleh French Otto Company pada saat
pameran dunia di Paris, Perancis pada tahun 1900. Mesin ini mendapatkan
harga tertinggi. Mesin ini dijadikan prototipe Diesel's vision karena
menggunakan tenaga minyak kacang tanah. Sebuah bahan bakar yang bukan
termasuk biodiesel, karena tidak diproses secara transesterifikasi. Dia
percaya bahwa penggunaan bahan bakar dengan biomassa merupakan mesin
masa depan. Pada tahun 1912 pidato Diesel mengatakan, "penggunaan
minyak nabati untuk bahan bakar mesin terlihat tidak menarik pada saat ini,
akan tetapi menjadi hal yang sangat penting setara dengan petroleum dan
produk batubara di masa depan."

Gambar 2.1 Rudolf Christian Karl Diesel

Minyak yang didapatkan langsung dari pemerahan atau pengempaan biji

sumber minyak (oilseed), yang kemudian disaring dan dikeringkan (untuk
mengurangi kadar air), disebut sebagai minyak lemak mentah. Minyak lemak
mentah yang diproses lanjut guna menghilangkan kadar fosfor (degumming)
dan asam-asam lemak bebas (dengan netralisasi dan steam refining) disebut

Universitas Sumatera Utara

dengan refined fatty oil atau straight vegetable oil (SVO). SVO didominasi
oleh trigliserida sehingga memiliki viskositas dinamik yang sangat tinggi
dibandingkan dengan solar (bisa mencapai 100 kali lipat, misalkan pada
Castor Oil). Oleh karena itu, penggunaan SVO secara langsung di dalam
mesin diesel umumnya memerlukan modifikasi/tambahan peralatan khusus
pada mesin, misalnya penambahan pemanas bahan bakar sebelum sistem
pompa dan injektor bahan bakar untuk menurunkan harga viskositas.
Viskositas (atau kekentalan) bahan bakar yang sangat tinggi akan menyulitkan
pompa bahan bakar dalam mengalirkan bahan bakar ke ruang bakar. Aliran
bahan bakar yang rendah akan menyulitkan terjadinya atomisasi bahan bakar
yang baik. Buruknya atomisasi berkorelasi langsung dengan kualitas
pembakaran, daya mesin, dan emisi gas buang.
Pada tahun 1920an, perusahaan mesin diesel mengutamakan pembuatan

mesin dengan petrodiesel sebagai bahan bakar utama dimana memiliki
nilai viskositas rendah (berbahan bakar fosil), dibandingkan mesin untuk
bahan bakar nabati. Industri petroleum dapat menentukan harga di pasar bahan
bakar karena bahan bakar fosil lebih murah dari bahan bakar alternatif. Pada
akhirnya, persaingan ini hampir menyebabkan infrastruktur produksi bahan
bakar nabati hancur. Namun akhir akhir ini, karena terkait dampak lingkungan
serta menurunnya harga bahan bakar nabati, bahan bakar nabati semakin
diminati. Disamping itu, ketertarikan pengguna minyak nabati sebagai bahan
bakar dalam pembakaran internal mesin dilaporkan oleh beberapa Negara
pada tahun 1920an dan 1930an serta pada akhir perang dunia ke-II. Belgia,
Perancis, Itali, Inggris, Portugal, Jerman, Brazil, Argentina, Jepang dan Cina
telah

melaporkan

pengujian

serta

penggunaan


minyak

nabati

sebagai bahan bahan bakar diesel pada masa ini. Beberapa masalah terjadi
karena tingkat viskositas minyak nabati yang tinggi dibandingkan dengan
petroleum, yang mana menghasilkan kekurangan dalam atomisasi bahan bakar
saat penyemprotan bahan bakar serta sering meninggalkan kerak pada
injektor, ruang pembakaran dan katup. Untuk mengatasi masalah ini dilakukan
pemanasan minyak nabati, pencampuran dengan petroleum, pirolisis serta
pemecahan minyak.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2.

Penjelasan Biodiesel
Biodiesel terdiri dari asam lemak alkil ester dalam rantai lurus panjang


yang diperoleh melalui reaksi transesterifikasi minyak nabati dan lemak hewani
dengan alkohol beserta kehadiran katalis yang cocok (Rezaei R., M. Mohadesi
G.R. Moradi, 2013). Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar alternatif ramah
lingkungan, tidak mempunyai efek terhadap kesehatan dan dapat dipakai sebagai
bahan bakar kendaraan bermotor serta dapat lebih menurunkan emisi bila
dibandingkan dengan minyak diesel. Biodiesel mempunyai sifat pembakaran yang
serupa dengan minyak solar, sehingga dapat dipergunakan langsung pada mesin
berbahan bakar minyak solar tanpa mengubah mesin. Reaksinya membutuhkan
katalis yang umumnya merupakan basa kuat, sehingga akan memproduksi
senyawa kimia baru yang disebut metil ester (Gerpen, J.V,2005).
Biodiesel juga merupakan energi terbarukan yang dapat diperbaharui,
bersifat biodegradable, ramah lingkungan karena hampir tidak ada membuang gas
karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), sulfur dioksida (SO2),
hidrokarbon (HC) dan partikel-partikel lain yang mengganggu pernafasan
(Bowman, M., D. Hilligoss dan S. Rasmussen, 2006). Karakteristik biodiesel itu
berbeda-beda tergantung dari sumbernya apakah nabati atau hewani. Hal ini pun
berhubungan dengan struktur kimianya, seperti jumlah karbon dan jumlah ikatan
karbon rangkap (Conley, Shawn P, 2012).
Biodiesel bisa digunakan dengan mudah karena dapat bercampur dengan
segala komposisi dengan minyak solar, mempunyai sifat fisik yang hampir sama

dengan solar biasa sehingga dapat diaplikasikan langsung untuk mesin-mesin
diesel yang telah ada hampir tanpa modifikasi, dapat terdegradasi dengan mudah
(biodegradable), memiliki angka cetana yang lebih baik dari minyak solar biasa,
asap buangan biodiesel tidak hitam, tidak mengandung sulfur dan senyawa
aromatik sehingga emisi pembakaran yang dihasilkan ramah lingkungan. Angka
cetana adalah bilangan yang menunjukkan ukuran baik tidaknya kualitas solar
berdasarkan sifat kecepatan bakar dalam ruang bakar mesin. Semakin tinggi
bilangan cetana, semakin cepat pembakaran dan semakin baik efisiensi
termodinamisnya. Biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel
(solar) dari minyak bumi, dan dapat menggantikannya dalam banyak kasus.

Universitas Sumatera Utara

Namun, biodiesel lebih sering digunakan sebagai penambah untuk diesel
petroleum, meningkatkan bahan bakar diesel petrol murni ultra rendah belerang
yang rendah pelumas( Luque, Rafael dkk, 2011).
Penggunaan dan produksi biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di
Eropa, Amerika Serikat, dan Asia, meskipun dalam pasar masih sebagian kecil
saja dari penjualan bahan bakar. Pertumbuhan SPBU membuat semakin
banyaknya penyediaan biodiesel kepada konsumen dan juga pertumbuhan

kendaraan yang menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar. Jumlah kendaraan
yang beroperasi semakin meningkat dan juga jumlah perindustrian yang semakin
bertambah menjadikan biodiesel manjadi bahan bakar yang sangat dibutuhkan
dalam jumlah yang semakin bertambah. Di jaman sekarang ini banyak yang
melakukan berbagai riset mengenai perkembangan biodiesel itu sendiri, baik
dalam hal penemuan biodiesel baru maupun modifikasi atau penelitian dalam hal
penggabungan dari berbagai biodiesel untuk mendapatkan biodiesel yang lebih
baik lagi.
Biodiesel adalah Bahan Bakar Nabati mesin/motor diesel berupa ester
metil asam lemak yang terbuat dari minyak nabati/hewani yang memenuhi standar
mutu yang disyaratkan. Di Indonesia Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar
Nabati (Biofuel) Jenis Biodiesel ditetapkan dan diatur dalam Keputusan Direktur
Jenderal energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Nomor : 723
K/10/DJE/2013, yang mengacu pada SNI 7182:2012 Biodiesel (Direktorat
Jenderal Energi Baru Terbarukan, 2013).
Tabel 2.1. Standarisasi Karakteristik Biodiesel
Parameter

Satuan


Standar Nasional

Biodiesel

Indonesia

Standard
in ASTM

Angka Asam

Mg

Maks 0.8

Maks 0.5

KOH/g

Universitas Sumatera Utara


Air dan

%vol

Maks 0.05

Maks

Sedimen
Korosi

0.05
%wt

Maks 0. 3

Maks 0.

Lempeng


3

Tembaga
Residu

%wt

Maks 0.05

Maks

Karbon
Abu

0.05
%wt

Maks 0.02


Maks

Tersulfatkan

0.02

Belerang

mg/kg

Maks 100

Maks 50

Fosfor

mg/kg

Maks 10


Maks 1

Gliserol

%wt

Maks 0.02

Maks

Bebas
Gliserol

0.02
%wt

Maks 0.24

Maks

Total
Kadar Ester

0.24
%wt

Min 96.5

Alkil
Uji halphen

Negatif

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2013)
Dengan berbagai riset yang dilakukan dapat mencari solusi untuk
mengurangi krisis bahan bakar yang terjadi saat ini. Biodiesel juga memiliki
kelebihan dibandingkan dengan solar pada umumnya dalam segi pembakaran
maupun ketersediaannya. Hal ini yang menjadi acuan untuk memproduksi
biodiesel dalam jumlah yang lebih banyak. Dibandingkan dengan solar, biodiesel
memiliki kelebihan diantaranya (Hambali, 2007) :
1. Dapat terurai (biodegradable)
2. Tidak memerlukan modifikasi mesin diesel yang telah ada.
3. Tidak memperparah efek rumah kaca karena siklus karbon yang
terlibat pendek.
4. Kandungan energi yang hampir sama dengan kandungan energi
petroleum diesel.

Universitas Sumatera Utara

5. Penggunaan biodiesel dapat memperpanjang usia mesin diesel karena
memberikan lubrikasi lebih daripada bahan bakar petroleum.
6. Memiliki flashpoint yang tinggi, yaitu sekitar2000 C, sedangkan bahan
bakar petroleum diesel flash pointnya hanya 700 C.
7. Bilangan setana(cetane number) yang lebih tinggi daripada petroleum
diesel.
2.1.3. Pembuatan Biodiesel
Hampir seluruh minyak nabati dapat diolah menjadi biodiesel. Minyak
nabati yang dapat diolah menjadi biodiesel dapat dihasilkan oleh berbagai macam
jenis tumbuhan seperti kedelai, kanola, inti sawit, kelapa, jarak pagar, bunga
matahari, biji kapuk, jagung dan ratusan tanaman penghasil minyak lainnya.
Namun bahan utama pembuatan biodiesel yang sering digunakan adalah minyak
jarak pagar karena minyak ini bukan merupakan minyak untuk pangan karena
minyak jarak ini memiliki sifat sangat beracun. Jarak pagar (Jatropha curcas)
seringkali salah diidentifikasikan dengan tanaman jarak kepyar (Ricinus
communis) atau “Castor Bean”. Keduanya tanaman ini dapat diperoleh ekstrak
minyak dari bijinya. Hanya saja tanaman jarak Ricinus communis seringkali
terkait dengan produksi “ricin” yaitu racun yang berbahaya dan banyak digunakan
untuk penelitian terapi penyakit kanker, sedangkan tanaman Jatropha curcas
menghasilkan racun “krusin” tetapi lebih banyak terkait dengan informasi
“biodiesel” atau “biofuel”. Kedua tanaman ini berbeda baik dalam bentuk
morfologi tanaman maupun minyak yang dihasilkannya(Charloq, 2008)
Pada Pembuatan biodiesel skala kecil dapat dilakukan dengan bahan
minyak goreng 1 liter yang baru atau bekas. Metanol sebanyak 200 ml atau 0.2
liter. Soda api atau NaOH 3,5 gram untuk minyak goreng bersih, jika minyak
bekas diperlukan 4,5 gram atau mungkin lebih. Kelebihan ini diperlukan untuk
menetralkan asam lemak bebas atau FFA yang banyak pada minyak goreng
bekas. Dapat pula mempergunakan KOH namun mempunyai harga lebih
mahal dan diperlukan 1,4 kali lebih banyak dari soda. Proses pembuatan; Soda api
dilarutkan dalam Metanol dan kemudian dimasukan kedalam minyak dipanaskan
sekitar 55 oC, diaduk dengan cepat selama 15-20 menit kemudian dibiarkan

Universitas Sumatera Utara

dalam keadaan dingin semalam. Maka akan diperoleh biodiesel pada bagian
atas

dengan

warna

jernih kekuningan dan sedikit bagian bawah campuran

antara sabun dari FFA, sisa metanol yang tidak bereaksi dan gliserin sekitar 79
ml.
Biodiesel merupakan cairan kekuningan pada bagian atas dipisahkan
dengan mudah dengan menuang dan menyingkirkan bagian bawah dari cairan.
Untuk skala besar produk bagian bawah dapat dimurnikan untuk memperoleh
gliserin yang berharga mahal, juga sabun dan sisa metanol yang tidak bereaksi.
Diagram alir pembuatan biodisel di tunjukkan pada Gambar 2.2 dibawah.

Gambar 2.2 Diagram Alir Biodiesel (Fauzi Odi dan Niamul Huda. 2014)
Pembuatan biodiesel dapat dilakukan dengan cara berikut ini:
1. Proses reaksi kimia
Reaksi kimia dalam pembuatan biodiesel bisa dilakukan dengan 2 cara,
yaitu :
1.a. Reaksi Trans-esterifikasi
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap
konversi daritrigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi
dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara
alkohol-alkohol monohidrik yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus
alkil, methanol adalah yang paling umum digunakan, karena harganya

Universitas Sumatera Utara

murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi disebut metanolisis).
Jadi, di sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis identik dengan ester metil
asam-asam lemak (Fatty Acids Metil Ester, FAME). Reaksi transesterifikasi di tunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Reaksi Trans-esterifikasi(Gerhard Knothe, Jon Van Gerpen, Jurgen
Krahl, 2005)
Tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu menginginkan
agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa
kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui
transesterifikasi adalah sebagai berikut (Freedman, B., dan E. H. Pryde, 1982):
a. Pengaruh air dan asam lemak bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam
yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan
asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5% (