Upacara Mengket Rumah Mbaru Etnik Karo Kabupaten Langkat: Kajian Semiotik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan
Kajian pustaka sangat diperlukan dalam penulisan karya ilmiah. Dalam
penulisan proposal skripsi ini juga tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang
relevan dengan judul proposal skripsi ini.
Penulisan proposal skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung
yang relevan dengan judul proposal skripsi ini, buku-buku yang digunakan dalam
pengkajian ini adalah buku-buku tentang semiotik, salah satunya pendapat Pierce.
Selain itu digunakan sumber bacaan lainnya. Adapun buku-buku sumber bacaan
lain yang digunakan dalam memahami dan mendukung penulisan proposal skripsi
adalah :
1. Hoed, Benny (2011) yang berjudul Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya,
dalam buku ini dijelaskan tentang pengertian semiotika dan cakupan-cakupan
ilmu semiotika menurut pendapat beberapa ahli/tokoh, salah satunya
Ferdinand de Seasure, Roland Barthes, Julia Kristeva, Jacques Derida,
Charles Sanders Pierce, Marcel Danesi & Paul Perron. Penulis menggunakan
buku ini karena dalam buku tersebut berisi tentang semiotik dan penulis
merasa buku itu penting untuk pengerjaan skripsi ini.
2.


Zoest, Aart Van (1993) yang berjudul semiotika tentang tanda, cara
kerjanya dan apa yang kita lakukan dengannya. Dari buku ini penulis
mengutip beberapa pengertian dasar semiotika dan bidang penerapannya.

8
Universitas Sumatera Utara

4.

Ginting Suka Sada Kata yang berjudul Ranan Adat, Orat Nggeluh, Rikut
Bicara Kalak, Ope Tubuh Seh Idilo Dibata, buku ini menjelaskan tentang
upacara adat yang ada di Etnik Karo. Salah satunya Upacara Mengket rumah
Mbaru. Buku yang menggunakan bahasa daerah ini sangat penting bagi
penulis yaitu sebagai pedoman untuk membuat daftar pertanyaan saat
penelitian.

5.

Tarigan Sarjani yang berjudul Mutiara Hijau Budaya Karo (Sastra Klasik,

Seni & Adat, Serta Pemerintahannya), yang menjelaskan tentang Upacara
adat etnik Karo, perumpamaan Karo, Ose-Ose, Merga Silima, Tutur Siwaluh,
Rakut Sitelu, dan lain sebagainya. Adapun kontribusi yang penulis kutip dari
buku ini ialah penjelasan tentang tutur siwaluh pada masyarakat Karo.

6.

Sempa Sitepu dkk yang berjudul Pilar Budaya Karo, berisi tentang upacara
adat etnik karo dan sistem kekerabatan etnik karo, dan lain sebagainya. Oleh
karena itu adapun kontribusi buku ini terhadap skripsi peneliti adalah
bagaimana sistem kekerabatan etnik Karo.

7.

Sitepu Anton menulis tesis yang berjudul Nyanyian Katoneng-Katoneng
Dalam Konteks Kerja Mengket Rumah : Kajian Semiotik Dan Musikologi.
Dalam tesis ini Anton Sitepu sebenarnya lebih cenderung menjelaskan
bangunan melodi nyanyian katoneng-katoneng dalam kerja mengket rumah,
karena Anton Sitepu adalah lulusan dari Penciptaan dan Pengkajian Seni
pada tahun 2015. Dengan membaca tesis ini, penulis sedikit memahami

bagaimana upaca mengket rumah mbaru itu. Karena dalam tesis ini sedikit
dibahas mengenai mengket rumah mbaru.

9
Universitas Sumatera Utara

8.

Naibaho Tumbur (2012) dalam skripsinya yang berjudul Upacara SulangSulang Pahompu Pada Etnik Batak Toba : Kajian Semiotika Sosial. Alasan
penulis menggunakan skripsi ini dalam kepustakaan yang relevan karena
skripsi ini membahas tentang semiotik juga.

9.

Tarigan Girson (2008) dalam skripsinya yang berjudul Upacara Cawir Metua
pada Masyarakat Batak Karo di Kabupaten Langkat. Hasil penelitian ini
menunjukkan banyaknya makna tersirat dari setiap simbol yang digunakan
pada upacara adat kematian cawir metua pada masyarakat Karo di Kabupaten
Langkat. Sehingga penulis membuat skripsi ini dalam kepustakaan yang
relevan. Selain membahas tentang simbol atau semiotik, lokasi dan etnik yang

dikaji juga sama, sehingga penulis merasa ini sangat penting untuk
penyelesaian skripsi ini.

10. Sinaga Roniuli (2012) dalam skripsi Upacara Adat Sulang-Sulang Pahompu
Simalungun : Kajian Semiotik. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa setiap simbol yang digunakan dalam upacara Sulang-Sulang Pahompu
Simalungun memiliki sumbangsih makna yang memang yang berbeda dengan
makna simbol yang sebenarnya dan setiap simbol yang dipakai memiliki nilai
budaya yang dianggap luhur dan sudah menjadi salah satu status kebudayaan
milik Simalungun.

2.1.1 Upacara Mengket Rumah Mbaru
Dalam etnik Karo, ada beberapa pesta budaya/pesta adat yang disebut
Kerja Adat. Salah satu di antara pesta budaya yang sifatnya meriah (sukacita)

10
Universitas Sumatera Utara

adalah Pesta Memasuki Rumah Baru, yang dikenal dengan sebutan Mengket
Rumah baru. Pesta ini tergolong sebagai pesta sukacita dan mulia karena pesta ini

menggambarkan kesuksesan tuan rumah (penyelenggara pesta).
Setiap etnik Karo (keluarga Karo), hanya satu kali saja menyelenggarakan
upacara Mengket Rumah Mbaru. Walaupun mereka sanggup mendirikan lebih
dari satu rumah, namun pesta memasuki rumah baru yang disebut hanya sekali
dilaksanakan, sedangkan untuk rumah-rumah yang lainnya, dilaksanakan pesta
yang disebut Sumalin jabu, (salah satu bentuk pesta memasuki rumah baru tanpa
pelaksanaan tata cara peradatan lengkap) ataupun mungkin hanya dalam bentuk
syukuran saja.

2.1.2 Sistem Kekerabatan pada Etnik Karo
Dalam kesempatan ini penulis akan membicarakan tentang sistem
kekerabatan pada Etnik Karo. Sistem kekerabatan Etnik Karo bertumpu pada
Rakut Sitelu. Rakut Sitelu merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
dalam setiap upacara, dan merupakan suatu hal yang mendasari kehidupan
bermasyarakat etnik Karo.
Rakut sitelu tersebut adalah kunci dari segala kegiatan adat-istiadat dan
mewadahi musyawarah dalam setiap upacara adat termasuk upacara Mengket
Rumah Mbaru. Ketiga unsur tersebut juga sering disebut rakut sitelu atau sangkep
nggeluh yang terdiri dari :
1.


Senina adalah saudara sedarah ataupun teman semarga.

11
Universitas Sumatera Utara

Fungsi senina/sembuyak dalam kesatuan sangkep nggeluh tugasnya
disesuaikan dengan tugas-tugas sangkep nggeluh yaitu ikut bertanggung jawab
atas pelaksanaan kegiatan sebagai unsur sangkep baik dalam musyawarah maupun
dalam kegiatan atau pelaksanaan suatu pekerjaan berat atau ringan.
Sedang tugas khusus dalam kelompoknya ialah sebagai berikut :
1. Saling

menyintai,

mengasihi,

tolong-menolong,

asuh-asuh


antara

sesamanya.
2. Menciptakan kerukunan, kekompakan, dan keakraban antara sesamanya.
3. Berupaya selalu kompak dalam setiap kegiatan adat dari pihak
kalimbubunya.
4. Berusaha menjaga nama baik kelompoknya, menghormati kelompok
kalimbubu dan anak beru termasuk masyarakat lainnya.
5. Mengadakan pembagian harta warisan atas dasar adat kekeluargaan
melalui pertimbangan yang cukup matang dan penuh keadilan.
2.

Kalimbubu adalah pihak yang anak perempuannya dikawini oleh pihak lakilaki.

Fungsi dan tugas kalimbubu
1.

Fungsi kalimbubu dalam kesatuan sangkep nggeluh tugasnya disesuaikan
dengan tugas-tugas sangkep nggeluh, dalam hal ini terutama sebagai

penasehat, memberi arahan, menjaga keserasian, menunjukkan rasa cinta
kasih, menggugah semangat dan kepeloporan.

2.

Tugas khusus (intern) sama dengan tugas sembuyak/senina yang telah
dijelaskan di atas.

12
Universitas Sumatera Utara

3.

Anak beru adalah pihak laki-laki yang menikahi putri pihak kalimbubu.

Fungsi dan tugas Anak Beru
1.

Fungsi anak beru dalam sangkep nggeluh tugasnya disesuaikan dengan tugas
sangkep, yaitu memberi saran, memberi usul, menganalisa dan melaksanakan

seluruh volume tugas berdasarkan hasil musyawarah sangkep nggeluh di
dalam berbagai kegiatan adat.

2.

Tugas khusus (intern) sama dengan tugas sembuyak/senina.
Tapi ketiga unsur di atas masih dapat diperinci fungsinya yang disebut dengan

tutur siwaluh atau delapan sistem kekerabatan sehingga membuat kedudukan
seseorang menjadi lebih jelas. Tarigan (2012 : 46) mengatakan bahwa Tutur
siwaluh ialah perkenalan. Siwaluh artinya ialah hubungan perkenalan itu
mempunyai dasar sebanyak delapan macam. Jadi tutur siwaluh ialah dasar
hubungan kepamilian ada delapan macam, yaitu :
1.

Sembuyak, ialah saudara kandung, satu ayah dan satu ibu
Ialah bila ayah bersaudara kandung
Ialah bila keturunan dari dua ibu satu ayah

2.


Senina, ialah bila keturunan dari nenek saudara kandung

3.

Senina sipemeren, ialah keturunan dari ibu saudara kandung

4.

Senina siparibanen, istri saudara kandung

5.

Anak beru, ialah anak sidiberu artinya bahwa seluruh anak.
Anak beru ialah anak perempuan dari satu keluarga tapi pengertiannya dalam
istilah adat ialah akibat hubungan kekeluargaan dari seluruh anak perempuan,

13
Universitas Sumatera Utara


yang diturunkan oleh pihak sembuyak, senina, senina siparibanen, senina
sipemeren.
6.

Anak beru menteri ialah hubungan kekeluargaan dari seluruh anak perempuan
dari pihak beru sukut, sembuyak, senina, senina siparibanen, senina
sipemeren.

7.

Kalimbubu, ialah hubungan kekeluargaan dari istri sukut, sembuyak, senina,
senina sipemeren, senina siparibanen

8.

Puang kalimbubu, ialah hubugan kekeluargaan dari yang diakibatkan oleh
kalimbubu kita, (pihak istri).

2.1.3 Pengertian Semiotika
Kata semiotika berasal dari kata Yunani semion, yang berarti tanda. Maka
semiotika berarti ilmu tanda. Semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan
pengkajian anda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda seperti
sistem tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda (Zoest 1993: 1).
Pokok perhatian semiotik adalah tanda. Tanda itu sendiri diartikan sebagai
sesuatu yang memiliki ciri khusus yang penting. Pertama tanda harus dapat
diamati, dalam arti tanda itu harus dapat ditangkap. Kedua, tanda harus menunjuk
pada sesuatu yang lain. Artinya bisa menggantikan, mewakili, dan menyajikan.
Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda yang ada dalam
kehidupan masyarakat. Semiotik memiliki dua aspek, yaitu penanda (signfier) dan
petanda (signified). Penanda adalah bentuk formalnya yang menandai sesuatu

14
Universitas Sumatera Utara

yang disebut petanda, sedangkan petanda adalah sesuatu yang ditandai oleh
penanda itu sendiri yaitu artinya.
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
tanda.Tanda-tanda adalah perangkat yang dipakai dalam upaya berusaha mencari
jalan di kehidupan ini, di tengah-tengah manusia dan bersama dengan manusia.
Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi pada dasarnya hendak
mempelajari

bagaimana

kemanusiaan

(humanity)

memaknai

hal-hal

(things).Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan
mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa obyek-obyek
tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana obyek-obyek itu hendak
berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem berstruktur dari tanda. (Barthes,
1988:179)
Haliday (1992:16), mengatakan semiotik mulanya muncul dari konsep
tanda yang berhubungan dengan istilah semaion (penanda) dan semianomenon
(petanda) yang digunakan dalam ilmu Yunani kuno.
Sudjiman (1996:3) mengatakan semiotika mulanya dari konsep tanda,
istilah tersebut berasal dari bahasa yunani semion yang berarati tanda-tanda
terdapat di mana-mana, kata adalah tanda, demikian juga gerak, isyarat, bendera
dan sebagainya.
De Saussure

(dalam Hoed 2011:3) mengatakan bahwa, menggunakan

istilah signifiant (signifier, ing,; penanda ,ind.) untuk segi bentuk tanda, dan
signifie (signified, ing,; petanda, ind.) untuk segi maknanya. Semiotik memiliki

15
Universitas Sumatera Utara

dua aspek, yaitu penanda (signfier) dan petanda (signified). Penanda adalah
bentuk formalnya yang menandai sesuatu yang disebut petanda, sedangkan
petanda adalah sesuatu yang ditandai oleh penanda itu sendiri yaitu artinya.
Dari beberapa pendapat di atas yang menjelaskan tentang pengertian
semiotik penulis mengambil kesimpulan bahwa semiotik adalah ilmu yang
mempelajari tentang tanda-tanda dan mengkaji tentang makna yang terkandung
dalam sebuah tanda di mana tanda-tanda ini dianggap sebagai fenomena sosial
dan hubungan antara masyarakat dan kebudayaan.

2.2 Teori yang Digunakan
Teori merupakan landasan fundamental sebagai argumentasi dasar untuk
menjelaskan atau memberi jawaban terhadap masalah yang digarap, dengan
landasan teori ini maka segala masalah yang timbul dalam proposal skripsi ini
akan terjawab.
Secara etimologi, teori berasal dari bahasa yunani theoria yang berarti
kebetulan alam atau realita. Teori diartikan sebagai kumpulan konsep yang telah
teruji keterandalannya, yaitu melalui kompetensi ilmiah yang dilakukan dalam
penelitian.
Subagyo (1991:20), mendefinisikan bahwa teori adalah sarana pokok untuk
menyatakan hubungan sistematika dalam gejala sosial maupun nature yang ingin
diteliti. Teori merupakan abstraks dari pengertian tau hubungan dari proposisi
atau dalil. Ada pendapat lain, FN Kerlinger dalam bukunya

Foundations of

16
Universitas Sumatera Utara

Behavioral Research (1993) teori adalah sebuah set konsep atau contruct yang
hubungan satu dengan yang lainnya, suatu set dari proposisi yang mengandung
suatu pandangan sistematis dari fenomena.
Saussure (1916:2), mengatakan kita dapat menerima suatu ilmu yang
mempelajari tanda-tanda dalam kehidupan sosial. Kehidupan sosial tersebut
merupakan bagian dari psikologi sosial dan sebagai akibat dari psikologi umum,
yang kemudian kita sebut sebagai semiologi. Semiologi mengajarkan kita suatu
tanda terdiri dari apa saja dan kaidah-kaidah apa yang mengaturnya.
Menurut Danesi dan Perron (dalam Hoed 2011 : 23) penelitian semiotik
mencakup tiga ranah yang berkaitan dengan apa yang diserap manusia dari
lingkungannya (the world), yakni yang bersangkutan dengan “tubuh”-nya,
“pikiran”-nya, dan “kebudayaan”-nya. Semiosis pada dasarnya menyangkut segi
“tubuh” (fisik), setidak tidaknya pada tahap awal. Kemudian melalui representasi
berkembang kegiatan di dalam “pikiran” dan selanjutnya, bila dilakukan dalam
rangka kehidupan sosial, menjadi sesuatu yang hidup dalam “kebudayaan”
sebagai signifying order. Dari sini, kita akan memahami bahwa ada hubungan
yang erat antara “semiosis”, “representasi”, dan “signifying order”, yakni antara
kemampuan sejak lahir manusia untuk memproduksi dan memahami tanda
(semiosis), kegiatan dalam kognisi manusia untuk mengaitkan representamen
dengan pengetahuan dan pengalamannya(representasi), serta sistem tanda yang
hidup dan diketahui bersama kebudayaan masyarakatnya (signifying order).
Ketiga ranah tersebut sejajar dengan teori Peirce tentang proses
representasi dan representamen. Representasi tanda menyangkut hubungan antara

17
Universitas Sumatera Utara

representamen dan objeknya. Dalam teori semiotik Peirce, representasi tanda tidak
sama kadarnya. Pada tahap awal, tanda baru hanya dilihat sifatnya saja-yakni
bahwa itu adalah tanda-dan disebut “qualisign”. Pandangan Danesi dan Perron ini
bersangkutan dengan “tubuh” atau “semiosis dasar”. Kemudian pada tahap yang
lebih lanjut, representasi tanda sudah berlaku untuk tempat dan waktu tertentu,
misalnya, menunjukkan sesuatu dengan jari: disini, disana) yang disebut
“sin(gular) sign”. Dalam pandangan Danesi dan Perron ini sudah berkaitan
dengan “pikiran” manusia. Akhirnya sejumlah tanda berfungsi berdasarkan
konvensi dalam suatu masyarakat yang disebut dengan “legisign”. Yang terakhir
ini disebut oleh Danesi dan Perron sebagai “the signifiying order”. Proses
pemaknaan standa sudah berlaku secara sosial.
Dalam melihat kebudayaan sebagai signifiying order, kita dapat
membedakan empat faktor yang berkaitan satu sama lain dan perlu diperhatikan,
yaitu :
1. Jenis tanda (ikon, indeks, dan lambang);
2. Jenis sistem tanda (bahasa, musik, gerakan tubuh, dan lukisan);
3. Jenis teks (percakapan, grafik, lagu/lirik, komik, dan lukisan), dan
4. Jenis konteks/situasi yang mempengaruhi makna tanda (psikologis, sosial,
historis, dan kultural).
Jenis- jenis Tanda
Ditinjau dari relasinya, Pierce (dalam Hoed, 2011:24) membedakan tanda
sebagai berikut :

18
Universitas Sumatera Utara

1.

Ikon (icon), adalah tanda yang ada sedemikian rupa sebagai kemungkinan,
tanpa tergantung pada adanya sebuah denotatum (penanda), tetapi dapat
dikaitkan dengannya atas dasar suatu persamaan yang secara potensial
dimilikinya. Definisi ini mengimplikasikan bahwa segala sesuatu merupakan
ikon, karena semua yang ada dalam kenyataan dapat dikaitkan dengan suatu
yang lain. Sehinga dapat dipahami ikon juga merupakan tanda yang
menyerupai objek (benda) yang diwakilinya atau tanda yang menggunakan
kesamaan ciri-ciri yang sama dengan yang dimaksudkan.

2.

Indeks (index), adalah sebuah tanda yang dalam hal corak tandanya
tergantung dari adanya sebuah denotatum (penanda). Dengan kata lain tanda
yang sifatnya tergantung pada keberadaan suatu penanda. Tanda ini memiliki
kaitan sebab-akibat dengan apa yang diwakilinya.

3.

Simbol/ Lambang (symbol), adalah tanda di mana hubungan antara tanda
dengan denotatum (penanda) ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku
umum atau kesepakatan bersama (konvensi). Tanda bahasa dan matematika
merupakan contoh simbol. Simbol juga dapat menggambarkan suatu ide
abstrak di mana tidak ada kemiripan antara bentuk tanda dan arti. Kajian ini
dilihat berdasarkan penandaan dan pemaknaan di mana penandaan (konsep
Pierce) dikaji lewat jenis ikon, indeks, dan simbol. Sedangkan berdasarkan
konsep Roland Barthes, pemaknaan tanda yang dikaji dengan menggunakan :

1. Makna Denotatif
Kata denotatif berasal dari kata denotasi (denostation) yang berarti tanda,
petunjuk atau menunjukkan ataupun arti/makna yang langsung dari suatu tanda,

19
Universitas Sumatera Utara

yang telah disepakati bersama atau sudah menjadi pengertian yang sama. Dalam
kaitannya dengan penelitian ini, tanda yang dimaksud adalah tanda-tanda visual,
baik yang non-verbal (garis, bidang, warna, tekstur, dan lain-lain), maupun
bersifat verbal atau sudah berwujud (menggambarkan manusia, binatang, dan
bentuk representatif lainnya).
2. Makna Konotatif
Kata konotatif berasal dari kata konotasi (connotation) yang berarti
pengertian tambahan atau arti kedua yang tersirat diluar arti denotatif tadi. Serta
konotasi adalah merupakan istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan
signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika
tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca (subjek) serta nilai-nilai
dari kebudayaannya. (http//googleweblight.2014.arifbudi.lecture.ub.ac.id)
Berdasarkan judul skripsi ini, maka teori yang digunakan untuk mengkaji
Upacara Mengket Rumah Mbaru pada masyarakat Karo adalah teori semiotika.
Saussure (1974:1) mengatakan bahwa tanda memiliki tiga aspek yaitu :
1. Aspek itu sendiri;
2. Aspek material dan tanda. Aspek material ini dapat berupa bunyi, tautan huruf
menjadi kata, gambar warna dan atribut-atribut lainnya ini disebut dengan
signifier;
3. Konsep, konsep ini sangat berperan dalam mengkontruksikan makna suatu
denotataum atau objek yang disebut dengan signified.
Tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi seseorang. Sesuatu itu dapat
berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan lain-lain. Yang dapat menjadi

20
Universitas Sumatera Utara

tanda bukan hanya bahasa, melainkan berbagai hal yang dapat melingkupi
kehidupan sehari-hari kita. Tanda dapat berupa bentuk tulisan, karya seni, sastra,
lukisan dan patung.
Berdasarkan objeknya, Pierce merumuskan suatu tanda selalu merujuk
pada suatu acuan. Setiap tanda selalu memiliki fungsi dan memiliki makna yang
sesuai dengan tanda itu sendiri.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta (1976)
disebutkan, simbol atau lambang adalah semacam tanda, lukisan, perkataan,
lencana, dan sebagainya yang menyatakan sesuatau hal, atau mengandung maksud
tertentu. Misalnya, warna putih melambangkan kesucian, warna merah
melambangkan keberanian, dan padi melambangkan kemakmuran.
Dengan demikian, dalam konsep Pierce simbol diartikan sebagai tanda
yang mengacu pada objek tertentu di luar tanda itu sendiri. Hubungan antara
simbol sebagai penanda dengan sesuatu yang ditandakan (petanda) yang sifatnya
konvensional. Berdasarkan konvensi itu pula masyarakat pemakainya dapat
menafsirkan ciri dan hubungan antara simbol dengan objek yang diacu dan
menafsirkan maknanya.
Pierce juga membagi klasifikasi simbol menjadi tiga jenis yaitu:
1.

Rhematic symbol atau symbolik rheme

2.

Dicent symbol atau proposition (proposisi)

3.

Argument

1. Rhematic symbol atau symbolic rheme, yakni tanda yang dihubungkan dengan
objeknya melalui asosiasi nilai umum. Misalnya, di jalan kita melihat lampu

21
Universitas Sumatera Utara

merah lantas kita katakan berhenti. Mengapa kita katakan demikian, ini terjadi
karena adanya asosiasi dengan benda yang kita lihat.
2. Dicent symbol atau proposition (proposisi) adalah tanda yang langsung
menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak. Kalau seseorang
mengatakan “Pergi!” penafsiran kita langsung berasosiasi pada otak dan serta
merta kita pergi. Padahal dari ungkapan tersebut yang kita kenal hanya kata.
Kata-kata yang kita gunakan membentuk kalimat, semuanya adalah proposisi
yang mengandung makna yang berasosiasi dalam otak. Otak secara otomatis
dan cepat menafsirkan proposisi itu dan seseorang segera dapat menitipkan
pilihan atau sikap.
3. Argument yakni tanda yang merupakan kesamaan seseorang terhadap sesuatu
berdasarkan alasan tertentu. (http//googleweblight.2014 klasifikasi symbol
blog shop.com)
Dalam penulisan proposal skripsi ini, penulis menggunakan teori semiotik
yang dikemukakan oleh Peirce. Di mana setiap tanda memiliki makna yang
bersifat arbitrer atau mana suka.
Sesuai dengan teori di atas etnik Karo juga memberi makna pada setiap
tanda bersiat arbitrer. Mereka menentukan makna dari sebuah tanda sesuai dengan
situasi dan apa yang ingin meraka utarakan yang sesuai dengan adat istiadatnya.
Etnik Karo menyesuaikannya dengan bentuk dan kebiasaan mereka sehari-hari.

22
Universitas Sumatera Utara