Pengaruh Sikap Kerja Terhadap Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pekerja Batubata Di Desa Sigaol Marbun Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir Tahun 2015

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ergonomi
2.1.1. Penerapan Ergonomi
Pedoman dalam penerapan ergonomi sebagai berikut :
a. Sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, ukuran,
susunan, dan penempatan mesin dan peralatan serta perlengkapan kerja; juga
bentuk, ukuran dan penempatan alat kendali serta alat petunjuk, cara kerja
mengoperasikan mesin dan peralatan yang merinci macam gerak, arah dan
kekuatannya yang harus dilakukan.
b. Untuk standarisasi bentuk dan ukuran mesin dan peralatan kerja, harus diambil
ukuran terbesar (misal rerata +2 deviasi standar) sebagai dasar serta diatur suatu
cara, sehingga dengan ukuran tersebut mesin dan peralatan kerja dapat
dioperasikan oleh tenaga kerja yang ukuran antropometrisnya kurang dari ukuran
standar. Sebagai contoh adalah kursi yang tinginya dapat dinaikturunkan sesuai
dengan ukuran antropometris tenaga kerja yang duduk pada kursi tersebut, atau
tempat duduk yang disetel (diatur posisinya) mundur ke belakang atau maju ke
depan untuk menyesuaikannya terhadap ukuran jarak ujung lutut ke garis belakang
punggung.
c. Ukuran antropometris statis terpenting sebagai dasar desain dan pengoperasian

mesin atau peralatan kerja antara lain :

10

11

Berdiri :

Duduk :

-

Tinggi badan berdiri

-

Tinggi bahu

-


Tinggi siku

-

Tinggi pinggul

-

Panjang depa

-

Panjang lengan

-

Tinggi duduk

-


Panjang lengan atas

-

Panjang lengan bawah dan tangan

-

Jarak lekuk lutut-garis punggung

-

Jarak lekuk lutut-telapak kaki

d. Standar ukuran meja kerja bagi pekerjaan yang dilakukan dengan berdiri :


Pada pekerjaan tangan (manual) yang dilakukan dengan cara berdiri, tinggi
meja kerja sebaiknya 5-10 cm di bawah tinggi siku




Apabila bekerja dilakukan dengan berdiri dan pekerjaan dikerjakan di atas
meja dan jika dataran tinggi siku dinyatakan sebagai dataran 0 maka bidang
kerja :
-

Untuk pekerjaan memerlukan ketelitian 0+ (5-10) cm

-

Untuk pekerjaan ringan 0- (5-10) cm

-

Untuk bekerja berat yang perlu mengangkat barang berat dan memerlukan
bekerjanya otot punggung 0-(10-20) cm

12


e. Dari segi otot, posisi duduk yang paling baik adalah sedikit membungkuk,
sedangkan dari aspek tulang, terbaik adalah duduk yang tegak, agar pinggang tidak
bungkuk dan otot perut tidak berada pada keadaan yang lemas. Sebagai jalan
keluar dianjurkan agar digunakan posisi duduk yang tegak dengan diselingi
istirahat dalam bentuk sedikit membungkuk.
f. Tempat duduk yang baik memenuhi persyaratan sebagai berikut :


Tinggi dataran duduk dapat diatur dengan papan injakan kaki sehingga sesuai
dengan tinggi lutut, sedangkan paha berada dalam keadaan datar;



Tinggi papan sandaran punggung dapat diatur dan menekan dengan baik
kepada punggung;



Lebar alas duduk tidak kurang dari lebar terbesar ukuran antropometris
pinggul misalnya lebih dari 40 cm.


g. Pekerjaan berdiri sedapat mungkin dirubah menjadi pekerjaan yang dilakukan
dengan posisi duduk. Untuk pekerjaan yang dilakukan sambil berdiri, bagi tenaga
kerja disediakan tempat duduk dan diberi kesempatan untuk duduk.
h. Pembebanan kerja sebaiknya dipilih yang optimal yaitu beban kerja yang dapat
dikerjakan dengan pengerahan tenaga yang paling efisien. Beban fisik maksimum
menurut standar ILO sebesar 50 kg (untuk Indonesia beban demikian terlalu besar
dan 35 kg adalah realistis); cara mengangkat dan menolak serta menarik
memperhatikan kaidah ilmu gaya mekanika dan dihindarkan penggunaan tenaga
yang tidak perlu. Gaya dari beban diupayakan berada pada pusat penyangga beban

13

yaitu pinggul dan ditopang oleh sistem otot-tulang dengan pemanfaatan secara
tepat potensi kekuatannya.
i. Waktu istirahat didasarkan kepada keperluan atas pertimbangan ergonomi. Harus
dihindari istirahat sekehendak tenaga kerja atau istirahat curian diluar sistem kerja,
yaitu istirahat oleh karena turunnya kemampuan dan keanggupan tubuh untuk
melakukan pekerjaan atau tenaga kerja sebenarnya telah menjadi lelah dan tidak
kuat lagi bekerja (Jeyaratnam dan Koh, 2010) .

2.1.2. Sakit dan Cacat Akibat Cara Kerja yang tidak Ergonomis
Cara kerja harus dilakukan dengan benar, karenanya sangat perlu
mendapatkan perhatian yang layak, sebab cara kerja yang tidak benar dari segi faal
kerja atau ergonomi dapat menyebabkan risiko gangguan kesehatan, penyakit bahkan
juga kecacatan. Cara mengetik yang tidak mengindahkan norma tingginya meja
pengetikan akan berakibat keluhan sakit dada pada tenaga kerja administratif juru
ketik yang bersangkutan. Mengoperasikan komputer tanpa memperhatikan norma
kerja yang benar dapat mengakibatkan aneka keluhan seperti sakit kepala, iritasi dan
kelelahan mata, nyeri otot dan pegal bahu, lengan dan tangan. Mengangkat barang
yang tidak mengikuti standar prosedur kerja, yang merupakan pedoman bagaimana
pekerjaan tersebut semestinya dilakukan, seringkali berakibat terjadinya trauma pada
sistem otot lengan atau punggung atau pinggang tenaga kerja.
Pekerjaan yang dapat menyebabkan nyeri punggung bawah adalah pekerjaan
mengangkat, membawa, menarik atau mendorong beban berat atau yang dilakukan
dengan posisi tubuh yang tidak alami/dipaksakan. Posisi tubuh dalam bekerja atau

14

cara kerja yang salah dapat berakibat cacat pada tubuh. Contoh yang paling terkenal
adalah dada tukang sepatu sebagai akibat tekanan terus-menerus kepala pisau

pemotong kulit atau bahan sol sepatu kepada dada pengrajin sepatu. Kerja sambil
berdiri dapat menyebabkan varices (melebar dan bekelok-keloknya vena) pada kaki
atau juga dapat mengakibatkan datarnya telapak kaki (plat voet). Memikul dengan
tekanan gaya yang sangat kuat ke punggung adalah salah satu penyebab dari hernia
akibat kerja baik bantalan tulang belakang maupun hernia ingunalis yang pada
kelainan ini sangat meningkatnya tekanan dalam rongga perut merupakan
penyebabnya. Kecacatan dapat pula terjadi pada sidrom pemakaian berlebihan akibat
kerja atau juga nyeri punggung bawah (Suma’mur, 2009).

2.2. Sikap Kerja
Posisi netral (duduk dan berdiri secara normal) merupakan kondisi yang
paling alamiah untuk bekerja, dengan usaha otot dan tekanan pada sendi, tendon, dan
ligamen yang paling minimum. Banyak pekerjaan yang memaksa pekerjanya dengan
posisi bungkuk, jongkok, atau sikap kerja dengan pergelangan tangan menekuk, leher
mendongak, dll. Sikap-sikap kerja yang melelahkan inilah yang sering menjadi
keluhan pekerja. Dalam jangka panjang, sikap kerja tersebut sangat berisiko
berdampak pada gangguan sistem otot-rangka. Kerja yang menggunakan kekuatan
otot secara berlebih (forceful exertions) akan mengakibatkan penekanan yang
berlebihan pada tendon, ligamen, dan sendi. Nyeri atau cedera pada punggung bawah


15

biasanya diakibatkan oleh kerja angkat dan angkut yang berlebihan (Iridiastadi dan
Yassierli, 2014).
Semua sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja, misalnya sikap
menjangkau barang yang melebihi jangkauan tangannya harus dihindarkan. Apabila
hal ini tidak memungkinkan maka harus diupayakan agar beban statiknya diperkecil.
Penggunaan meja dan kursi kerja ukuran baku oleh orang yang mempunyai ukuran
tubuh yang lebih tinggi atau sikap duduk yang terlalu tinggi sedikit banyak akan
berpengaruh terhadap hasil kerjanya. Tanpa disadari tenaga kerja tersebut akan
sedikit membungkuk saat melakukan pekerjaannya. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya kelelahan lokal di daerah pinggang dan bahu, yang pada akhirnya akan
menimbulkan nyeri pinggang dan nyeri bahu. Dalam sistem kerja angkat dan angkut,
sering dijumpai nyeri pinggang sebagai akibat kesalahan dalam mengangkut maupun
mengangkat, baik itu mengenai teknik maupun berat/ukuran beban. Nyeri pinggang
dapat pula terjadi sebagai sikap paksa yang disebabkan karena penggunaan sarana
kerja yang tidak sesuai dengan ukuran tubuhnya. Kondisi demikian menggambarkan
tidak adanya keserasian antara ukuran tubuh pekerja dengan bentuk dan ukuran
sarana kerja, sehingga terjadi pembebanan setempat yang berlebihan di daerah
pinggang dan inilah yang menyebabkan nyeri pinggang akibat kerja (Budiono, 2009).

2.2.1. Kerja Posisi Duduk
Duduk memerlukan lebih sedikit energi daripada berdiri, karena hal itu dapat
mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Namun sikap duduk yang keliru
akan merupakan penyebab adanya masalah-masalah punggung. Operator dengan

16

sikap duduk yang salah akan menderita pada bagian punggungnya. Tekanan pada
bagian tulang belakang akan meningkat pada saat duduk, dibandingkan dengan pada
saat berdiri atau berbaring. Jika diasumsikan tekanan tersebut 100%, maka cara
duduk yang tegang atau kaku (erect posture) dapat menyebabkan tekanan tersebut
mencapai 140% dan cara duduk yang dilakukan dengan membungkuk ke depan
menyebabkan tekanan tersebut sampai 190%. Sikap duduk yang tegang lebih banyak
memerlukan aktivitas otot atau urat saraf belakang daripada sikap duduk yang
condong ke depan. Kenaikan tekanan tersebut dapat meningkat dari suatu perubahan
dalam lekukan tulang belakang yang terjadi pada saat duduk. Suatu keletihan pada
pinggul sekitar 90º tidak dapat dicapai hanya dengan rotasi dari tulang pada
sambungan paha (persendian tulang paha) (Nurmianto, 2008).

Gambar 2.1 Sikap Kerja Duduk

Posisi duduk pada otot rangka (muscolusskeletal) dan tulang belakang
(vertebral) terutama pada pinggang (sacrum, lumbar dan thoracic) harus dapat

17

ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari nyeri (back pain) dan terhindar cepat
lelah. Ketika duduk, kaki harus berada pada alas kaki dan dalam sikap duduk dapat
bergerak dengan relaksasi. Pada posisi duduk tekanan tulang belakang akan
meningkat dibandingkan berdiri atau berbaring, bila posisi duduk tidak benar
(Santoso, 2004).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam posisi kerja duduk, yaitu:
a. Duduk bergantian dengan berdiri dan berjalan
b. Ketinggian kursi dan sandaran kursi harus disesuaikan
c. Batasi jumlah kemungkinan penyesuaian
d. Memberikan petunjuk posisi duduk yang benar
e. Karakteristik kursi secara spesifik ditentukan oleh jenis tugas
f. Ketinggian bekerja bergantung pada tugas
g. Ketinggian permukaan kerja, tempat duduk, dan kaki harus kompatibel
h. Gunakan sandaran kaki jika tinggi pekerjaan tetap
i. Hindari jangkauan berlebihan
j. Pilih permukaan kerja miring untuk membaca tugas
k. Biarkan ruang untuk kaki yang memadai (Kuswana, 2014).
2.2.2. Kerja Posisi Berdiri
Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan terjadi
penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki, hal ini akan bertambah bila
berbagai bentuk dan ukuran sepatu yang tidak sesuai. Seperti pembersih, dokter gigi,
penjaga tiket, tukang cukur pasti memerlukan sepatu ketika bekerja, apabila sepatu

18

tidak pas (tidak sesuai) maka sangat mungkin akan sobek (bengkak) pada jari kaki,
mata kaki dan bagian sekitar telapak kaki. Desain sepatu untuk kerja berdiri, ukuran
sepatu harus lebih longgar dari ukuran telapak kaki, apabila bagian sepatu di kaki
terjadi penahanan yang kuat pada tali sendi (ligaments) pergelangan kaki, dan terjadi
pada jangka waktu yang lama, maka otot rangka akan mudah mengalami kelelahan
(Santoso, 2004).

Gambar 2.2 Sikap Kerja Berdiri
Beberapa penelitian yang lalu berusaha untuk mengurangi kelelahan pada
tenaga kerja posisi berdiri, seperti Granjean (1988) dikutip Santoso (2004)
merekomendasikan bahwa untuk jenis pekerjaan teliti (precision) letak tinggi meja
kerja diatur 10cm diatas tinggi siku, untuk jenis pekerjaan ringan letak tinggi meja

19

diatur sejajar dengan tinggi siku, dan untuk jenis pekerjaan berat letak tinggi meja
kerja diatur 10cm di bawah tinggi siku.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kerja berdiri yaitu:
a. Berdiri bergantian dengan duduk dan berjalan
b. Ketinggian pekerja bergantung pada tugas
c. Ketinggian meja kerja harus disesuaikan
d. Jangan gunakan bentuk plat
e. Menyediakan cukup ruang untuk kaki
f. Hindari jangkauan berlebihan
g. Perubahan postur
h. Menawarkan variasi dalam tugas dan kegiatan
i. Perkenalkan duduk-berdiri stasiun kerja
j. Postur duduk alternatif
k. Postur tangan dan lengan
l. Pilih model alat yang tepat
m. Hindari melaksanakan tugas diatas bahu (Kuswana, 2014).
2.2.3. Kerja Berdiri Setengah Duduk
Berdasarkan hasil penelitian Santoso (2004) bahwa tenaga kerja bubut yang
telah terbiasa bekerja dengan posisi berdiri tegak diubah menjadi posisi berdiri
setengah duduk tanpa sandaran dan setengah duduk pakai sandaran menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan tingkat kelelahan otot biomekanik antar kelompok. Kerja
bubut posisi berdiri tegak lebih melelahkan dibanding setengah duduk tanpa sandaran

20

dan setengah duduk pakai sandaran. Posisi kerja berdiri tegak, setengah duduk tanpa
sandaran dan setengah duduk pakai sandaran berpengaruh terhadap perubahan sudut
tubuh. Suatu tempat kerja untuk jenis kerja posisi berdiri diubah maka akan
mengakibatkan perubahan pula pada performen tubuh. Oleh karena itu, apabila
bekerja dalam waktu yang relatif lama dengan performen posisi berdiri yang berbeda
maka berdampak pada besar performen perubahan sudut tubuh. Posisi berdiri pada
awal kerja sampai dengan akhir kerja, tubuh semakin condong ke depan, akibatnya
perubahan sudut tubuh semakin besar juga.
2.2.4. Pertimbangan Ergonomis dalam Sikap Kerja
Beberapa jenis pekerjaan memerlukan sikap dan posisi tertentu yang kadangkadang cenderung untuk tidak mengenakkan. Kondisi kerja seperti ini memaksa
pekerja selalu berada pada sikap dan posisi kerja yang aneh dan kadang-kadang juga
harus berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini tentu saja akan
mengakibatkan pekerja cepat lelah, membuat banyak kesalahan atau menderita cacat
tubuh. Untuk menghindari sikap dan posisi kerja yang kurang mengenakkan ini,
pertimbangan ergonomis antara lain:


Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi
membungkuk dengan frekwensi kegiatan yang sering atau jangka waktu lama.
Untuk mengatasi problem kerja ini maka stasiun kerja harus dirancang
terutama sekali dengan memperlihatkan fasilitas kerjanya seperti meja kerja,

21

kursi, dll. Ketentuan ini ditekankan bilamana pekerjaan-pekerjaan harus
dilaksanakan dengan posisi berdiri


Operator tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum yang
bisa dilakukan. Pengaturan posisi kerja dalam hal ini dilakukan dalam jarak
jangkauan normal. Disamping pengaturan ini bisa memberikan sikap dan
posisi yang nyaman juga akan mempengaruhi aspek-aspek ekonomi gerakan.
Untuk hal-hal tertentu operator harus mampu dan cukup leluasa mengatur
tubuhnya

agar

memperoleh

sikap

dan

posisi

kerja

yang

lebih

mengenakkannya.


Operator tidak seharusnya duduk dan berdiri pada saat bekerja untuk waktu
yang lama dengan kepala, leher, dada atau kaki berada dalam sikap atau posisi
miring. Demikian pula sedapat mungkin menghindari cara kerja yang
memaksa operator harus bekerja dengan posisi terlentang atau tengkurap.



Operator tidak seharusnya dipaksa bekerja dalam frekwensi atau periode
waktu yang lama dengan tangan atau lengan berada dalam posisi diatas level
siku yang normal (Wignjosoebroto, 2008).
Sikap tubuh dalam bekerja yang dikatakan secara ergonomik adalah yang

memberikan rasa nyaman, aman, sehat dan selamat dalam bekerja, yang dapat
dilakukan antara lain dengan cara :
a. Menghindari sikap yang tidak alamiah dalam bekerja.
b. Diusahakan beban statis menjadi sekecil-kecilnya.

22

c. Perlu dibuat dan ditentukan kriteria dan ukuran baku tentang peralatan kerja
yang sesuai dengan ukuran antropometri tenaga kerja penggunanya.
d. Agar diupayakan bekerja dengan sikap duduk dan berdiri secara bergantian
(Budiono, 2009).
2.2.5. Analisis Sikap Kerja
2.2.5.1. Analisis Metode OWAS
OWAS (Ovako Work Posture Analysis System) merupakan metode analisis
sikap kerja yang mendefinisikan pergerakan bagian tubuh punggung, lengan, kaki,
dan

beban

berat

yang

diangkat.

Masing-masing

anggota

tubuh

tersebut

diklasifikasikan menjadi sikap kerja.
Menurut Karhu (1981) yang dikutip oleh Astuti, dkk (2007) diperoleh
klasifikasi sikap bagian tubuh yang diamati untuk dianalisa dan dievaluasi:
A. Sikap punggung
1. Lurus
2. Membungkuk
3. Memutar atau miring ke samping
4. Membungkuk dan memutar atau membungkuk ke depan dan menyamping.
B. Sikap lengan
1. Kedua lengan berada di bawah bahu
2. Satu lengan berada pada atau diatas bahu
3. Kedua lengan pada atau diatas bahu
C. Sikap kaki

23

1. Duduk
2. Berdiri bertumpu pada kedua kaki lurus
3. Berdiri bertumpu pada satu kaki lurus
4. Berdiri bertumpu pada kedua kaki dengan lutut ditekuk
5. Berdiri bertumpu pada satu kaki dengan lutut ditekuk.
6. Berlutut pada satu atau kedua lutut
7. Berjalan
D. Berat beban
1. Berat beban adalah kurang dari 10 Kg (W ≤ 10 Kg )
2. Berat beban adalah 10 Kg – 20 Kg (10 Kg ≤ W ≤ 20 Kg )
3. Berat beban adalah lebih besar dari 20 Kg (W ≥ 20 Kg )
Hasil dari analisa sikap kerja OWAS terdiri dari empat level skala sikap kerja
yang berbahaya bagi para pekerja.
Kategori 1

:

Pada sikap ini tidak masalah pada sistem muskuloskeletal. Tidak
perlu perbaikan.

Kategori 2

:

Pada sikap ini berbahaya pada sistem muskuloskeletal (sikap kerja
mengakibatkan pengaruh ketegangan yang signifikan). Perlu
perbaikan dimasa yang akan datang.

Kategori 3

:

Pada sikap ini berbahaya bagi sistem muskuloskeletal (sikap kerja
mengakibatkan pengaruh ketegangan yang sangat signifikan). Perlu
perbaikan segera mungkin.

24

Kategori 4

:

Pada sikap ini berbahaya bagi sistem muskuloskeletal (sikap kerja
ini mengakibatkan resiko yang jelas). Perlu perbaikan secara
langsung/saat ini.

2.2.5.2. Analisis Metode NIOSH
Metode ini untuk mengetahui gaya yang terjadi di punggung (L5S1). Ada 2
metode dalam NIOSH dalam Budiman dan Setyaningrum (2006) yaitu :
a.

Metode MPL (Maximum Permissible Limit)
Pada metode MPL, input berupa rentang postur (posisi aktivitas), ukuran

beban dan ukuran manusia yang dievaluasi. Proses analisis dimulai dengan
penghitungan gaya yang terjadi pada telapak tangan, lengan bawah, lengan atas, dan
punggung. Output yang dihasilkan berupa gaya depan/kompresi (Fc) pada lumbar ke
5 sacrum pertama (L5S1). Standar yang diberikan metode MPL adalah besar gaya
tekan dibawah 6500N pada L5S1 sedangkan batasan gaya angkat normal (The Action
Limit) sebesar 3500 pada L5S1, sehingga didapat standar sebagai berikut:






b.

Apabila Fc< AL (aman)
Apabila AL 1, maka aktivitas
tersebut mengandung resiko cidera tulang belakang. Kelemahan metode ini adalah
postur kerja tidak diperhatikan secara detail hanya gaya dan beban yang dianalisa,
untuk penggunaan tenaga otot (statis/repetitif) dan postur leher belum dianalisa.
2.2.5.3. Analisis Metode REBA
Hignett dan McAtamney memperkenalkan metode Rapid Entery Body
Assesment (REBA). Input metode REBA yaitu pengambilan data postur pekerja
menggunakan handycam, penentuan sudut pada batang tubuh, leher, kaki, lengan
atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Output REBA berupa pengelompokan
action level sebagai berikut :
Tabel 2.1 Action Level Metode REBA
Action level
REBA score
0
1
1
2-3
2
4-7
3
8-10
4
11-15
Sumber : Hignett dan McAtamney, 2000

Risk level
Negligible
Low
Medium
High
Very High

Action
non necessary
maybe necessary
necessary
necessary soon
necessary now

26

Metode REBA tepat untuk menganalisa aktivitas MMH yang dominan
menggunakan tubuh bagian atas karena tubuh bagian atas dianalisa secara detail.
2.2.5.4. Analisis Metode RULA
Menurut McAtamney dan Corlett (1993) bahwa dalam penilaian postur tubuh,
maka tubuh dibagi atas 2 segmen grup yaitu grup A dan grup B.
A.

Grup A

A.1. Lengan atas (upper arm)
Penilaian terhadap lengan atas adalah penilaian yang dilakukan terhadap sudut
yang dibentuk lengan atas pada saat melakukan aktivitas kerja.

Gambar 2.3 Posisi Lengan Atas
Skor bagian lengan atas adalah :
• 1 jika pergerakan 20° pergerakan ke depan maupun ke belakang dari tubuh

• 2 jika pergerakan >20° ke belakang atau 20° - 45°
• 3 jika pergerakan 45° - 90°

• 4 jika pergerakan >90°

Skor pergerakan tersebut +1 jika bahu naik, jika lengan berputar/bengkok
skor +1.

27

A.2. Lengan bawah (Lower Arm)
Penilaian terhadap lengan bawah adalah penilaian yang terhadap sudut yang
dibentuk lengan bawah pada saat melakukan aktivitas kerja. Sudut yang dibentuk
oleh lengan bawah diukur menurut posisi batang tubuh.

Gambar 2.4 Posisi Lengan Bawah
Skor bagian lengan bawah adalah:
• 1 jika pergerakan 60° - 100°

• 2 jika pergerakan 100°
Ketika melakukan pergerakan tersebut jika lengan bawah bekerja melewati
garis tengah atau keluar dari sisi tubuh skor +1.
A.3. Pergelangan Tangan (Wrist)
Penilaian terhadap pergelangan tangan adalah penilaian yang dilakukan
terhadap sudut yang dibentuk oleh pergelangan tangan pada saat melakukan aktivitas
kerj. Sudut yang dibentuk oleh pergelangan tangan diukur menurut posisi lengan
bawah.

28

Gambar 2.5 Posisi Pergelangan Tangan
Skor bagian pergelangan tangan adalah:
• 1 jika posisi netral

• 2 jika 0-15° (ke atas maupun ke bawah)

• 3 jika >15° (ke atas maupun ke bawah)

Ketika melakukan pergerakan tersebut, skor +1 jika pergelangan tangan putaran
menjauhi sisi tengah.
A.4. Putaran Pergelangan Tangan (Wrist Twist)
Untuk putaran pergelangan tangan postur netral diberi skor:
1 = Posisi tengah dari putaran
2 = Pada atau dekat dari putaran
Nilai dari postur tubuh lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan
putaran pergelangan tangan dimasukkan ke dalam tabel postur grup A untuk
memperoleh skor seperti pada tabel berikut:

29

Tabel 2.2 Skor Grup A
Wrist posture score
1
2
3
Upper
Lower
arm
arm
Wrist twist
Wrist twist
Wrist twist
1
2
1
2
1
2
1
1
2
2
2
2
3
1
2
2
2
2
2
3
3
3
2
3
2
3
3
3
1
2
2
2
3
3
3
2
2
2
2
2
3
3
3
3
2
3
3
3
3
4
1
2
3
3
3
4
4
3
2
2
3
3
3
4
4
3
2
3
3
4
4
4
1
3
4
4
4
4
4
4
2
3
4
4
4
4
4
3
3
4
4
5
5
5
1
5
5
5
5
5
6
5
2
5
6
6
6
6
7
3
6
6
6
7
7
7
1
7
7
7
7
7
8
6
2
7
8
8
8
8
9
3
9
9
9
9
9
9
Sumber : McAtamney dan Corlett (1993)

4
Wrist twist
1
2
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
4
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
6
6
6
7
7
7
7
8
8
9
9
9
9
9

A.5. Penambahan Skor Aktivitas
Setelah diperoleh hasil skor untuk postur tubuh grup A, maka hasil skor
tersebut ditambahkan dengan skor aktivitas. Skor aktivitas adalah:




+1 jika postur statik dimana satu/lebih bagian tubuh statis/diam
+1 jika ada pengulangan dimana tindakan dilakukan berulang-ulang lebih dari 4
kali per menit.

30

A.6. Penambahan Skor Beban
Setelah diperoleh hasil penambahan dengan skor aktivitas untuk postur tubuh
Grup A, maka hasil skor tersebut ditambahkan dengan skor beban.
Skor beban adalah:
• 0 jika beban < 2 kg

• 1 jika beban 2 kg – 10 kg

• 3 jika beban > 10 kg

Skor beban tersebut +1 jika postur statis dan dilakukan berulang-ulang.
B.

Grup B
Penilaian postur grup B terdiri atas leher (neck), batang tubuh (trunk), dan kaki

(legs).
B.1. Leher (Neck)
Penilaian terhadap leher adalah penilaian yang dilakukan terhadap posisi leher
pada saat melakukan aktivitas kerja.

Gambar 2.6 Postur Tubuh Bagian Leher

31

Skor bagian leher adalah:
• 1 jika pergerakan 0 - 10°

• 2 jika pergerakan 10° - 20°
• 3 jika pergerakan > 20°

• 4 jika pergerakan ke belakang
Skor tersebut +1 jika leher berputar/bengkok dan +1 jika batang tubuh
bengkok.
B.2. Batang Tubuh (Trunk)
Penilaian terhadap batang tubuh merupakan penilaian terhadap sudut yang
dibentuk tulang belakang tubuh saat melakukan aktivitas kerja dengan kemiringan
yang sudah diklasifikasikan.

Gambar 2.7 Postur Bagian Batang Tubuh
Skor bagian batang tubuh adalah:
• 1 jikaposisi normal

• 2 jika posisi 0 - 20°

• 3 jika posisi 20° - 60°

32

• 4 jika posisi >60°
Skor tersebut +1 jika leher berputar/bengkok dan +1 batang tubuh bungkuk.
B.3. Kaki
Penilaian terhadap kaki adalah penilaian yang dilakukan terhadap posisi kaki
pada saat melakukan aktivitas kerja dimana operator bekerja dengan posisi
normal/seimbang diberi skor 1 atau bertumpu pada satu kaki lurus diberi skor 2.
Nilai dari skor postur tubuh leher, batang tubuh, dan kaki dimasukkan ke tabel
postur Grup B sebagai berikut:
Tabel 2.3 Skor Grup B
Trunk Postur Score
Neck
1

1

2

3

4

5

6

Legs

Legs

Legs

Legs

Legs

Legs

2

1

2

1

1
3
2
3
3
1
2
3
2
3
4
2
3
3
3
4
4
3
5
5
5
6
6
4
7
7
7
7
7
5
8
8
8
8
8
6
Sumber : McAtamney dan Corlett (1993)

2

1

2

1

2

1

2

4
5
5
7
8
8

5
5
5
7
8
8

5
5
6
7
8
9

6
6
6
7
8
9

6
7
7
7
8
9

7
7
7
8
8
9

7
7
7
8
8
9

B.4. Penambahan skor aktivitas
Setelah diperoleh hasil skor untuk postur tubuh grup B, maka hasil skor tersebut
ditambahkan dengan skor aktivitas. Skor aktivitas adalah:


+1 jika postur statik dimana satu/lebih bagian tubuh statis/diam

33



+1 jika ada pengulangan dimana tindakan dilakukan berulang-ulang lebih dari 4
kali per menit.

B.5. Penambahan skor beban
Setelah diperoleh hasil penambahan dengan skor aktivitas untuk postur tubuh
grup B, maka hasil skor tersebut ditambahkan dengan skor beban.
Skor beban adalah:
• 0 jika beban < 2 kg

• 1 jika beban 2 kg – 10 kg

• 3 jika beban > 10 kg

Skor beban tersebut +1 jika postur statis dan dilakukan berulang-ulang.
Untuk memperoleh skor akhir (grand score), skor yang diperoleh untuk postur
tubuh grup A dan grup B dikombinasikan seperti tabel berikut:
Tabel 2.4 Grand Total Score Table
Score Group
A

Score Group B
1

2

3

4

5

6

7+

1
2
3
1
2
2
3
2
3
3
3
3
3
3
3
4
4
4
4
5
4
4
5
6
5
5
6
7
5
5
6
8+
Sumber : McAtamney dan Corlett (1993)

3
4
4
4
5
6
6
7

4
4
4
5
6
6
7
7

5
5
5
6
7
7
7
7

5
5
6
6
7
7
7
7

34

Hasil skor Tabel 2.4 tersebut diklarifikasikan ke dalam beberapa kategori level
resiko seperti berikut:
Hasil kategori tindakan RULA diperoleh menjadi 4 level tingkatan, yaitu:
Tindakan level 1 : skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur diterima jika tidak
dipelihara atau berulang-ulang untuk waktu yang lama.
Tindakan level 2 : skor 3 atau 4 menunjukkan bahwa penyelidikan lebih lanjut
diperlukan dan perubahan mungkin diperlukan.
Tindakan level 3 : skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa penyelidikan dan perubahan
yang diperlukan segera.
Tindakan level 4 : skor 7 menunjukkan bahwa penyelidikan dan perubahan yang
diperlukan sekarang juga.

2.3. Nyeri Pungung Bawah
Memahami mekanisme bagian tubuh yang terlibat dalam kegiatan
mengangkat atau membawa beban merupakan dasar dari teknik-teknik dan praktikpraktik pengembangan untuk memastikan otot-otot tidak bekerja melampaui batas
(Ridley, 2004).

35

Sumber : Bull and Archard, 2007
Gambar 2.8 Anatomi Tulang Belakang
Punggung

merupakan

bagian

penting

dari

diri

kita.

Punggung

menggambarkan batang tubuh mulai dari bawah leher, terus ke bawah sampai ke
tulang ekor. Punggung bagian atas disebut punggung bagian toraks (dada) dan
punggung bagian bawah merupakan punggung bagian lumbal (pinggang). Punggung
disusun oleh tulang, otot dan jaringan lainnya. Tiga puluh tiga tulang kecil yang
disebut vertebra (berbentuk seperti cincin iregular, satu tulang tertumpuk diatas
tulang yang lain untuk membentuk punggung yang menyangga berat badan, dan
melingkupi serta melindungi sumsum tulang belakang. Rongga sumsum tulang

36

belakang (kolumna spinalis) terletak di dalam mangkuk tulang yang besar yang
disebut pelvis (panggul), dan di bagian atasnya ditutup oleh tengkorak. Tulang ekor
adalah koksigis (coccyx) yang merupakan seperangkat vertebra yang menyatu di
bagian bawah punggung dan tidak memiliki fungsi yang nyata. Vertebra, yang
memberikan fleksibilitas pada punggung, yang satu tertumpuk di atas yang lain dan
dihubungkan oleh diskus (cakram) pada bagian depan dan sendi faset pada bagian
belakang. Diskus yang memisahkan vertebra memberikan bantalan dan bekerja
sebagai peredam kejut. Sendi faset (hanya terdapat pada punggung bagian bawah)
merupakan permukaan berbentuk cekungan yang membentuk sendi yang dapat
bergerak dengan panggul kita. Pada setiap vertebra, terdapat cabang-cabang saraf
yang keluar menuju ke seluruh tubuh. Selain itu, ligamen yang kuat membantu
menyatukan vertebra dan memperkuat punggung (Bull dan Archard, 2007).
Salah satu penyebab nyeri punggung adalah bergesernya bantalan tulang
belakang sehingga menekan saraf belakang. Sendi atau ruas tulang belakang memiliki
komponen inti yang disebut nucleus yang berbentuk seperti agar-agar dan berfungsi
sebagai bantalan dan peredam kejut. Akibat pembebanan terus menerus, misalnya
pada buruh angkut, nucleus tertekan atau pecah dan menekan ujung saraf atau
sumsum tulang belakang. Kondisi ini menimbulkan sakit yang luar biasa. Penyebab
lain nyeri punggung adalah spondilosis, yakni kerusakan pada sendi tulang belakang
(intervetebral disc) akibat aus atau terkikisnya tulang rawan yang melindungi ruas
tulang belakang. Hasil studi menunjukkan bahwa banyak sopir alat berat tambang

37

yang mengalami gangguan ini yang diakibatkan oleh paparan getar saat mengemudi
(Iridiastadi dan Yassierli, 2014).
Nyeri punggung dapat berkaitan dengan penjalaran ke bawah pada satu atau
kedua tungkai. Nyeri tersebut dapat merupakan nyeri alih yang berasal dari diskus
intervertrebralis atau dari daerah datar sendi tulang belakang atau radikular akibat
terkenanya akar saraf tulang belakang oleh diskus intervetrebalis yang mengalami
prolaps. Nyeri alih secara khas menjalar dari bagian belakang paha ke bagian
belakang lutut sedangkan gejala radikular terasa pada daerah dermatom akar saraf
yang terkena, menjalar melampaui lutut ke kaki dan dapat terjadi bersamaan dengan
parestesia pada daerah dermatom akar saraf yang terkena. Penting untuk menanyakan
pengendalian kandung kencing untuk menyingkirkan adanya tekanan pada kauda
ekuina akibat prolaps diskus sentralis yang masif.
Saat terdapat keluhan nyeri di daerah spinal, pada pemeriksaan fisik
umumnya diperiksa adanya spasme otot paraspinal, kemiringan batang tubuh,
keterbatasan derajat dan arah gerakan tulang belakang, namun hal ini tidak spesifik
untuk diagnosis tertentu. Adanya deformis tulang belakang dicatat. Ketegangan akar
saraf tulang belakang diperiksa dengan test mengangkat tungkai yang diluruskan.
Lakukan pemeriksaan neurologis yang lengkap pada tungkai bawah termasuk
pemeriksaan sensorik daerah perianal. Sendi paha dan sakroiliaka rutin diperiksa
pada pemeriksaan tulang belakang. Sakroilitis dan osteoartritis paha dan kondisi
patologis sendi lain sering disalahartikan sebagai nyeri tulang belakang. Pemeriksaan
gerakan tulang belakang dan test mengangkat tungkai yang diluruskan dapat

38

menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien yang mengalami nyeri punggung akut.
Bila pasien tidak bisa bekerja sama dalam pemeriksaan lengkap tulang belakang pada
tahap ini, maka diperbolehkan beristirahat dan pemeriksaan dilakukan kembali bila
nyeri membaik (Jeyaratnam dan Koh, 2010).

2.3.1. Faktor Risiko Nyeri Punggung Bawah
2.3.1.1. Faktor Individu
1. Usia
Terdapat kenaikan angka kejadian dan prevalensi nyeri punggung dengan
bertambahnya usia yang tidak dipengaruhi kondisi kerja. Namun, masalah punggung
mungkin secara tidak langsung berhubungan dengan proses menua vertebra lumbal.
Dalam suatu penelitian yang dilakukan di suatu pabrik industri yang besar di Amerika
Serikat menemukan risiko cedera punggung yang lebih tinggi secara bermakna pada
pegawai yang berusia kurang dari 25 tahun. Hal ini mencerminkan waktu dan
pengalaman yang diperlukan untuk mempelajari metode penggunaan punggung yang
aman dan efisien. Walaupun angka cedera lebih tinggi pada kelompok usia muda,
biaya klaim cenderung lebih lebih rendah yang mungkin mencerminkan potensi
pegawai usia muda untuk mengalami pemulihan gejala yang lebih cepat. Data mereka
juga menunjukkan bahwa kelompok yang rentan terhadap cedera punggung dengan
biaya tinggi cenderung pada kelompok usia 31-40 tahun (Jeyaratnam dan Koh, 2010).

39

2. Jenis Kelamin
Masalah punggung dilaporkan mengenai baik pria maupun wanita dalam
perbandingan yang sama banyak. Berdasarkan data kompensasi pekerja oleh Klein
dkk, 1984); Snook, (1978) dalam Jeyaratnam dan Koh (2010), pria dilaporkan
melakukan 76% dan 80% semua klaim kompensasi punggung. Secara keseluruhan,
wanita lebih sedikit mengalami cedera dibandingkan pria tapi wanita cenderung
mempunyai peluang yang bertambah untuk mengajukan klaim dan menjadi penagih
kompensasi cedera yang mahal.
3. Kebugaran Jasmani
Pekerja dengan kebugaran jasmani yang lemah mungkin beresiko mengalami
cedera punggung. Cady, dkk., (1979) yang dikutip Jeyaratnam dan Koh (2010) dalam
sebuah penelitian prospektif terhadap 1.652 orang pemadam kebakaran melaporkan
frekuensi cedera yang dialami kelompok pekerja yang kurang bugar sebanyak
sepuluh kali lipat lebih tinggi dibandingkan kelompok pekerja yang sebagian paling
bugar. Mereka mengambil kesimpulan bahwa kebugaran jasmani dan penyesuaian
berperan dalam mencegah terjadinya cedera punggung
4. Faktor Psikososial
Berbagai penelitian menunjukkan pentingnya tingkat pendidikan sebagai
faktor prognostik nyeri punggung dan penyakit muskuloskeletal lain. Korelasi ini
kuat hanya untuk kaum pria. Pria yang memiliki tingkat pendidikan yang terbatas dan
pekerjaan dengan bayaran yang rendah lebih mungkin melakukan pekerjaan yang
berat atau pekerjaan yang melibatkan getaran atau beban lain terhadap tulang

40

belakang. Penelitian Bergenudd dan Nilsson (1988) yang dikutip oleh Jeyaratnam dan
Koh (2009) mengenai prevalensi nyeri punggung terhadap 575 sampel penduduk di
Malmo berusia paruh baya, individu dengan nyeri punggung kurang berhasil saat
melakukan test inteligensia pada masa kanak-kanak, memiliki jangka waktu
pendidikan lebih pendek dan mengerjakan pekerjaan fisik yang berat.
5. Perubahan Radiografis
Nyeri punggung bawah berhubungan dengan abnormalitas struktur vertebrata
lumbosakral hanya pada 3% pasien. Pada pekerja muda, manifestasi degenerasi
diskus pada gambaran radiologi jarang ditemukan. Abnormalitas radiologi seperti
vertebra lumbal berjumlah 4 atau 6, adanya vertebra transisional, pertambahan sudut
lumbosakral, perbedaan panjang tungkai, spina bifida occulta, tropisme, spondilosis,
dan spondilosistesis ditemukan dalam frekuensi yang sama banyak pada pasien
dengan keluhan nyeri punggung maupun kelompok kontrol. Pada pasien yang lebih
tua, bukti radiologi berupa degenerasi diskus dapat ditemukan dan mungkin penting
secara klinis. Perubahan degeneratif diskus ditemukan pada 80% pasien yang telah
kehilangan waktu kerja karena nyeri punggung dan hanya 20% kelompok kontrol
yang ditemukan perubahan degeneratif pada diskus tanpa mengalami masalah
punggung (Jeyaratnam dan Koh, 2010).
2.3.1.2. Faktor Tempat Kerja
1. Jenis Pekerjaan
Mengangkat dan memutar adalah gerakan spesifik yang paling berhubungan
dengan nyeri punggung. Penanganan material dengan cara yang paling umum dan

41

cara mengangkat yang tidak tepat merupakan penyebab cedera tersering di
perusahaan Boeing, terjatuh hanya meliputi 10% cedera punggung. Klein, dkk.,
(1984) dalam Jeyaratnam dan Koh (2010) dengan menggunakan data kompensasi
pekerja menemukan bahwa penggunaan tenaga yang berlebihan termasuk
mengangkat barang, menarik dan melempar menghasilkan 72% klaim kompensasi.
Sering mengangkat benda dengan berat lebih dari 10 kg, mengerahkan tenaga
maksimal secara mendadak dan tidak terduga, mengangkat benda berat jauh di atas
badan, dan gagal membengkokkan lutut sewaktu mengangkat benda adalah gerakan
spesifik lain yang dihubungkan dengan bertambahnya risiko nyeri punggung bawah.
Faktor pekerjaan selain beban mekanis tulang belakang juga penting.
Ketegangan fisik yang lebih ringan tapi membosankan dan repetitif (pekerjaan ban
berjalan) dan pekerjaan yang melibatkan getaran (mengendarai kendaraan dan
mengoperasikan alat bertenaga) dikaitkan dengan meningkatkan pelaporan nyeri
punggung.
2. Kepuasan Kerja
Pekerja yang tidak puas dengan pekerjaan sekarang, tempat bekerja atau
situasi sosial mempunyai angka kejadian nyeri punggung bawah yang lebih tinggi.
Pada penelitian prospektif longitudinal terhadap 3.020 pegawai pesawat terbang,
faktor yang paling dapat diramalkan yang didapatkan dari laporan mengenai masalah
punggung adalah pemahaman pekerjaan, reaksi psikososial tertentu yang ditemukan
pada MMPI. Pekerja yang menyatakan bahwa mereka nyaris tidak pernah menikmati
tugas pekerjaan mereka 2,5 kali lebih mungkin melaporkan cedera punggung

42

daripada pekerja yang hampir selalu menikmati tugas pekerjaan mereka. Menurut
Migos, dkk. (1986) dalam Jeyaratnam dan Koh (2010) melaporkan satu korelasi yang
menarik antara cedera punggung dan pemberian nilai pengkajian pegawai setiap
enam bulan sekali. Pegawai dengan hasil evaluasi buruk dari atasan langsung tampak
mempunyai risiko lebih besar terhadap cedera punggung dengan biaya tinggi.

2.3.2. Strategi Pencegahan di Tempat Kerja
Strategi pencegahan yang umumnya digunakan dalam kelainan punggung
akibat kerja meliputi seleksi pegawai baru yang tepat, pelatihan teknik penanganan
secara manual dan modifikasi ergonomi pada tempat kerja dan melakukan tugas.
Pelamar pekerjaan disaring dengan harapan untuk dapat mengidentifikasi dan
menghidari pekerja yang mungkin mempunyai risiko mengalami nyeri punggung
bawah. Prosedur yang biasanya dipakai adalah riwayat sebelum bekerja dan
pemeriksaan fisik. Diperkirakan bahwa 10% pekerja yang diduga akan mengalami
nyeri punggung bawah dapat dikenali melalui riwayat kesehatan dan pemeriksaan
fisik sebelum diterima sebagai pegawai. Hal yang dapat memberikan perkiraan yang
tepat adalah adanya riwayat masalah punggung tapi calon pegawai yang mengalami
hal ini tidak akan mau menyampaikan informasi tersebut secara sukarela. Secara
medis rontgen punggung bawah calon pegawai yang dilakukan secara rutin tidak
mempunyai nilai prediksi.
Pendidikan dan latihan mengenai metode pengangkatan telah dipakai untuk
mengurangi kejadian nyeri punggung dan cedera. Pengetahuan ergonomi penting

43

untuk mengurangi kadar ketegangan tulang belakang sehingga suatu pekerjaan dapat
dilakukan dengan aman tanpa memicu atau menyebabkan gejala punggung. Hal ini
juga memungkinkan pekerjaan diteruskan atau langsung kembali bekerja bagi mereka
yang mengalami gejala punggung. Kewaspadaan terus-menerus untuk menggunakan
teknik yang aman dalam menangani bahan adalah penting. Petunjuk dapat diberikan
pada pekerja dalam bentuk instruksi kelompok kerja sebagai bagian dari pembahasan
kesehatan secara teratur atau dengan peran serta “Sekolah Punggung”.
Tempat kerja harus dirubah untuk menyesuaikan kemampuan para pekerja.
Merubah tinggi bangku kerja, mengurangi berat dan ukuran benda, serta merubah
posisi dan mekanisme mesin atau alat adalah berupa tindakan untuk menghasilkan
tempat kerja yang lebih ramah punggung. Pendekatan lain yang mungkin dilakukan
meliputi eliminasi tugas penanganan secara manual, pemakaian alat pembantu
mekanis, dan reorganisasi jadwal kerja untuk menjamin pembagian kegiatan
berbahaya yang lebih merata diantara para pegawai (Jeyaratnam & Koh, 2010).
2.3.3. Penilaian Menggunakan Kuesioner Nordic Body Map Questionaire
Kuesioner ini digunakan untuk mengetahui keluhan yang dialami oleh pekerja
batu bata. Kuesioner ini secara lengkap menggambarkan bagian-bagian tubuh yang
mungkin dikeluhkan oleh pekerja mulai dari leher hingga pergelangan kaki, yang
dibagi atas 9 area, yaitu leher, bahu, punggung atas, punggung bawah, siku,
tangan/pergelangan tangan, paha, lutut dan telapak kaki/pergelangan kaki. Kuesioner
ini juga mampu menggambarkan persepsi pekerja apa keluhan yang dirasakan
berhubungan dengan pekerjaan atau tidak (Iridiastadi dan Yassierli, 2014).

44

Sumber : Santoso, 2004
Gambar 2.9 Nordic Body Map

2.4. Landasan Teori
Nyeri punggung merupakan salah satu bentuk gangguan jaringan saraf yang
paling sering dialami pekerja di industri terutama bagian bawah punggung yang
dikenal dengan nyeri punggung bawah. Nyeri punggung merupakan satu alasan
paling umum yang membuat orang tidak dapat bekerja, terutama pada industri berat.
Para pekerja pabrik, pekerja bangunan dan perawat juga berisiko menderita sakit

45

punggung, karena mereka sering mengangkat benda-benda berat dengan sikap badan
yang kurang tepat. Nyeri punggung secara khas muncul saat seseorang duduk atau
bediri selama beberapa waktu, saat mengangkat atau menarik, atau saat mengambil
posisi tertentu yang tidak lazim pada pekerjaannya
Pekerjaan yang dapat menyebabkan nyeri punggung bawah adalah pekerjaan
mengangkat, membawa, menarik atau mendorong beban berat atau yang dilakukan
dengan posisi tubuh yang tidak alami/dipaksakan. Posisi tubuh dalam bekerja atau
cara kerja yang salah dapat berakibat cacat pada tubuh.
Mengangkat dan memutar adalah gerakan spesifik yang paling berhubungan
dengan nyeri punggung. Bigos, dkk., menemukan penanganan material dengan cara
yang paling umum dan cara mengangkat yang tidak tepat merupakan penyebab
cedera tersering di perusahaan Boeing, terjatuh hanya meliputi 10% cedera
punggung.
Pekerja yang ada di pabrik batu bata banyak melakukan sikap dan posisi kerja
yang kurang ergonomis. Hal ini akan berpengaruh terhadap adanya keluhan kesehatan
yang akan dialami seperti nyeri punggung bawah.
2.5. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :
Sikap Kerja

Keluhan Nyeri
Punggung Bawah

Gambar 2.10 Kerangka Konsep Penelitian

Dokumen yang terkait

EKSISTENSI INDUSTRI KECIL BATU BATA DI DESA SIGAOL MARBUN KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR.

1 13 23

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN SIKAP KERJA BERDIRI DENGAN KELUHAN NYERI PUNGGUNG BAWAH PADA PEKERJA Hubungan Lama Kerja Dan Sikap Kerja Berdiri Dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Pekerja Batik Cap Di Kampung Batik Laweyan Surakarta.

1 5 16

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN SIKAP KERJA BERDIRI DENGAN KELUHAN NYERI PUNGGUNG BAWAH Hubungan Lama Kerja Dan Sikap Kerja Berdiri Dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Pekerja Batik Cap Di Kampung Batik Laweyan Surakarta.

0 2 17

HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN TERJADINYA NYERI PUNGGUNG BAWAH PADA HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN TERJADINYA NYERI PUNGGUNG BAWAH PADA PENGRAJIN MEBEL DI TRUCUK.

0 1 16

PENGARUH SIKAP KERJA DUDUK TERHADAP KELUHAN NYERI PUNGGUNG BAWAH PADA PEKERJA BAGIAN PELINTINGAN Pengaruh Sikap Kerja Duduk Terhadap Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Pekerja Bagian Pelintingan Rokok Di Pt. Djitoe Indonesia Tobacco.

0 0 16

Pengaruh Sikap Kerja Terhadap Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pekerja Batubata Di Desa Sigaol Marbun Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir Tahun 2015

0 0 18

Pengaruh Sikap Kerja Terhadap Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pekerja Batubata Di Desa Sigaol Marbun Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir Tahun 2015

0 0 2

Pengaruh Sikap Kerja Terhadap Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pekerja Batubata Di Desa Sigaol Marbun Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir Tahun 2015

0 0 9

Pengaruh Sikap Kerja Terhadap Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pekerja Batubata Di Desa Sigaol Marbun Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir Tahun 2015

0 1 3

Pengaruh Sikap Kerja Terhadap Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pekerja Batubata Di Desa Sigaol Marbun Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir Tahun 2015

0 0 23