Analisis Kebijakan Mobil Murah Dalam Eko

BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Mobil bagi sebagian masyarakat merupakan suatu kebutuhan pokok,
karena mobil dianggap dapat memenuhi kebutuhan mobilitas bagi kalangan
menengah keatas. Selain itu, kepemilikan mobil bagi kalangan tertentu merupakan
suatu pemenuhan kepuasan syahwat yang tidak didasari atas suatu kebutuhan.
Terkait dengan itu semua pemerintah Indonesia telah mengeluarkan suatu
program atas pemenuhan kebutuhan salah satu kebutuhan tersebut, yaitu program
mobil murah (Low Cost Green Car/LCGC). Seperti yang kita ketahui bahwa
mobil bagi kalangan menengah kebawah merupakan suatu kebutuhan tersier.
Pemerintah dalam hal ini bertujuan ‫ص‬untuk mendukung terciptanya pencapaian
skala ekonomis da la m kegia ta n pr oduksi kenda r a a n ber motor r oda empat
pemerintah perlu mengembangkan kemandirian industri kenda r a a n ber motor
r oda empa t da la m pembua ta n motor penggerak, transmisi/ transax/e (transmisi
dan axle) yang berdaya saing” (PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 33/M- IND/PER/7/2013). Terlebih lagi

presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatkan bahwa mobil murah
diperuntukan untuk masyarakat pedesaan. Adapun alasan lain menurut Menteri
Perindustrian, bahwa mobil murah diperuntukan untuk meningkatkan ekspor

negara kita. Dengan target produksi produksi 30-40 ribu unit untuk tahun 2013
dan 100 unit untuk tahun 2014 serta target ekspor 15 ribu unit untuk ekspor
(GAKINDO).

Alasan

tersebutlah,

PERATURAN

MENTERI

maka

PERINDUSTRIAN

pemerintah
REPUBLIK

mengeluarkan

INDONESIA

NOMOR: 33/M- IND/PER/7/2013.
Terdapat beberapa spekulasi tentang bagaimana cara penurunan cost
untuk mobil murah bisa didapat, yaitu:

1

1. Spesifikasi jenis mobil yang berbeda dengan yang ada di pasar saat ini.
Masuk celah pasar dengan spesifikasi berbeda. Jenis mobil berbeda
dengan struktur biaya dan segmen harga berbeda juga.
2. Penggunaan off shelf parts yang tersedia di pasar, sekiranya masih lebih
murah dari pada bila harus mengembangkan komponen baru sendiri.
Pemilihan part yang sudah ada belum tentu ideal, karena belum tentu
sesuai dengan kriteria design secara teknis yang ditetapkan pada rencana
awalnya. Umumnya pemakaian replacement part lebih mahal, karena
strategi harga spare part dari pemegang merk. Penggunaan part secara
common use tidak semudah yang dibayangkan. karena banyak aspek
teknis dan komersial harus dipertimbangkan. Pemilik property design akan
memanfaatkan peluang ini untuk cari untung. Pemerintah bisa berperan

dengan mengambil porsi pengembangan. Design dan development
komponen utama dibiayai dan dikoordinasikan oleh pemerintah. Termasuk
distribusi siapa yang berhak menggunakan komponen utama tersebut bagi
aplikasi sesuai design mobil masing masing.
3. Kecerdasan designer total kendaraan dan designer masing masing
komponen dalam pemilihan bahan, proses dan penyiapan alat bantu
produksinya

tanpa

mengorbankan

kualitas,

unjuk

kerja

fungsi,


kenyamanan, kehandalan dan kekuatan. Kompromi antara investasi dan
biaya produksi per piece. Pemilihan material menjadi penentu keuntungan
karena harga jual sudah ditentukan pasar.
4. Pembebasan bea masuk. Keringan pajak bagi industri yang melakukan R
& D. Menyediakan pembebasan pajak bagi pengembangan komponen
strategis. Menyediakan bantuan finansial untuk penyediaan raw material
strategis secara murah. Mengkonsolidasikan pembelian agar mencapai
kuantitas yang ekonomis, menanggung beban inventory dan sebagainya.
5. mengatur tata niaga penjualan kendaraan khusus mobil murah sehingga
distribution cost bisa ditekan lebih kecil dari 10 persen dari harga jual
pabrik.
Ironis memang dengan dikeluarkannya peraturan tersebut. Di satu sisi
pemerintah sedang gencar-gencarnya agar masyarakat menghemat dalam
2

penggunaan BBM, namun di sisi lain pemerintah mengeluarkan peraturan mobil
murah. Banyak pihak yang menentang kebijakan tersebut, mulai dari pejabat
daerah hingga ahli ekonomi. Pemerintah daerah menentang kebijakan tersebut,
karena dengan dikeluarkannya peraturan tersebut, maka akan memperburuk
kemacetan dan lebih khusus lagi di DKI Jakarta, kota Bandung dan di beberapa

kota besar. Sementara menurut ahli ekonomi, kebijakan tersebut akan
mengurangi pendapatan pajak atas barang mewah bagi negara. Selain itu juga
kebijakan tersebut dianggap akan mematikan transportasi umum.

1.2 Latar Belakang Masalah
Berdasarkan hal diatas, maka ada beberapa hal yang perlu dijelaskan,
diantaranya:
1. Bagaimana pandangan Ekonomi Islam terhadap kebijakan PERATURAN
MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 33/MIND/PER/7/2013?

1.3 Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah menganalisis kebijakan
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR: 33/M- IND/PER/7/2013 dengan teori-teori Ekonomi Islam serta
mengetahuai apakah kebijakan tersebut telah sesuai dengan subsidi dalam
Ekonomi Islam.

3

BAB II

PEMBAHASAN
2.1

Penentuan Harga Menurut Islam

Harga memainkan peranan penting dalam menentukan keuntungan
kepada penjual. Semakin tinggi harga barang, maka semakin tinggi keuntungan
yang diraih oleh entitas yang mengeluarkan, menjual dan memasarkan
barangan tersebut. Namun, ramai yang tidak memahami bahawa setiap kali
mereka menaikkan harga barang, maka semakin meningkat bebanan yang
terpaksa ditanggung oleh pengguna. Mereka hanya mementingkan diri sendiri
untuk meraih keuntungan berlipat-kali ganda tanpa memikirkan kesusahan yang
akan dialami oleh orang lain.
Islam amat menitikberatkan keadilan dan kesaksamaan kepada manusia.
Ia selaras dengan salah satu sifat Allah, yaitu Maha Adil. Sekiranya
diperhatikan dan diselidiki secara mendalam terhadap hukum-hakam Allah, kita
akan mendapati bahawa di sana terdapat banyak nilai-nilai Islam yang
dipaparkan secara tersurat dan tersirat. Allah SWT berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang-orang yang benarbenar menegakkan keadilan, menjadi saksi kerana Allah, biarpun terhadap
dirimu sendiri ataupun ibu bapamu dan kaum keluargamu. Jika ia kaya ataupun

miskin, Allah lebih mengetahui keadaan keduanya, maka janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu, sehingga kamu tidak berlaku adil. Jika kamu memutar
belitkan, atau enggan menjadi saksi,

sesungguhn ya

All ah

Maha

Mengetahui segala apa yang kamu kerj akan."
Sejajar dengan itu, Islam juga mengharamkan kezaliman dari dilakukan oleh
manusia. Bahkan, Allah SWT mencegah daripada kecenderungan perbuatan zalim
walaupun ia dilakukan oleh orang lain. Firman Allah SWT:
‫ص‬Danْ janganlahْ kamuْ cenderungْ kepadaْ orang-orang yang zalim yang
menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai
4

seorang penolong pun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi
pertolongan.‫ض‬

Dalam membicarakan kaedah penentuan harga, sebenarnya tiada dalil
dari nas Al-Quran dan Hadis secara jelas yang khusus menyentuh tentangnya.
Namun, kita boleh menggunakan garis panduan umum berdasarkan prinsip
menegakkan keadilan dan menolak kezaliman sebagaimana yang telah dijelaskan
dalam ayat-ayat sebelum ini.
Justru, dalam proses menetapkan harga, maka kaidah yang paling tepat
untuk mengukurnya adalah jangan sampai menyebabkan ada pihak yang
dizalimi. Harga yang diletakkan kepada sesuatu barang atau produk yang ingin
dikeluarkan

jangan

sampai

menindas

para

pengguna


dan

jangan

mengabaikan hak penjual untuk mendapatkan keuntungan. Dengan kata yang
lain, harga yang diletakkan tidak boleh terlalu tinggi sehingga menganiayai para
pembeli. Pada waktu yang sama, harga juga tidak boleh terlalu rendah sehingga
menzalimi diri sendiri. Sebaliknya, ia mestilah berada di pertengahan dan
sedang-sedang. Ini sejajar dengan sifat „ibadurrahman (hamba Allah) yang
bersifat pertengahan dalam melakukan perbelanjaan sebagaimana yang dicatatkan
dalam al-Quran;
‫ص‬Danْ (hamba-hamba itu) apabila berbelanja tidak boros dan tidak kedekut, dan
adalah perbelanjaan itu di tengah-tengahْantaraْyangْdemikianْ‫ض‬
Di samping itu, penetapan harga juga perlulah berdasarkan kualiti dan
kuantiti sesuatu produk itu. Di sinilah pentingnya kejujuran dan ketelusan di pihak
peniaga atau penjual. Kadang-kadang ada di antara kita yang sanggup meniru atau
menciplak produk lain sehingga seakan-akan sama. Lalu diletakkan harga yang
sama untuk mengaburi pandangan para pengguna. Ini menyebabkan pengguna
produk tersebut menganggap ia adalah produk yang sebenar kerana luarannya
termasuklah jenama, saiz dan harga adalah sama. Namun, di luar pengetahuan

para pengguna, sebenarnya kualitas produk tersebut adalah tidak sama dengan
produk asal. Apabila pengguna membelinya, dan digunakan beberapa hari, sudah
kelihatan kelemahan dan keburukan pada produk tersebut. Maka berlakulah
5

suasana yang tidak harmoni di antara pihak penjual dan pembeli. Justeru,
letakkanlah harga berdasarkan kualiti sebenar barangan tersebut. Janganlah
disebabkan kegairahan meraih keuntungan yang berlipat ganda, kita sanggup
menipu para pengguna.
Firman Allah SWT:
‫ص‬Danْ janganlahْ kamuْ makanْ harta-harta sesama kamu dengan jalan yang batil
dan janganlah kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim-hakim dengan
tujuan supaya kamu dapat memakan sebahagian dari harta orang lain dengan
cara yang berdosa, sedangkan kamu mengetahui.‫ض‬
Namun begitu, kita perlu menyedari bahawa turun-naik harga berlaku akibat
dari aktiviti permintaan dan penawaran (demand and supply) dalam pasaran. Salah
seorangْ ulama’ْ tersohorْ dalamْ bidangْ fiqhْ danْ siasahْ syar’iyyahْ iaituْ
Ibn Taimiah (1263‫ س‬1328) mempunyai gagasan yang jelas tentang
persoalan menetapkan harga. Ibn Taimiah atau nama sebenarnya TaqT adDTn Abu 'l-Abbas Ahmad ibn Abd a -alTm ibn Abd as-Salam Ibn Taymiya
al-arranT menekankan bahawa sesiapa sahaja termasuk kerajaan tidak boleh

terlibat dalam mengaturkan harga. Ia perlu diserahkan kepada proses normal yang
bersandarkan aktiviti pasaran semasa. Teori yang sama juga dikemukakan oleh
Adam Smith (1723-1790)ْ melaluiْ karyanyaْ ‫ص‬Wealth of Nation‫ ْض‬iaitu
menyerahkan penentuan harga kepada pasaran bebas. Beliau mengkritik pihak
kerajaan yang cuba untuk masuk campur dalam proses penetapan harga.
Kita perlu meraikan harga pasaran dalam menetapkan harga produk
yang ingin dijual sekiranya produk-produk sama atau hampir sama
spesifikasinya sudah wujud di pasaran. Namun, kadang-kala pihak kerajaan juga
perlu untuk campur tangan dalam meletakkan harga contohnya harga
siling sesuatu barangan keperluan harian untuk menyeimbangkan keperluan
pengguna dan kehendak peniaga-peniaga. Tanpa kawalan ini, maka peniaga
yang tamak pastinya akan menaikkan harga barang sewenang-wenangnya tanpa
mempedulikan perasaan dan bebanan pengguna.

6

Namun begitu, penjual diharuskan untuk menaikkan sedikit harga
melebihi harga pasaran sekiranya produk tersebut mempunyai nilai tambah
(value added ). Ini menyebabkan produk berkenaan mempunyai perbezaan dan
keistimewaan berbanding dengan produk-produk yang sama di pasaran. Sebagai
contoh, harga sebuah rumah di sebuah lokasi adalah RM150,000. Namun, oleh
kerana pemilik rumah tersebut mahu menjualnya bersama dengan perabot beserta
reka bentuk dan dekorasi yang sangat cantik, maka beliau diharuskan untuk
menjualnya dengan harga RM200,000 atau lebih sebagai contohnya.
Islam tidak menghadkan nisbah untung yang boleh diambil oleh pihak
penjual. Sebagai contoh, sekiranya rumah yang dibeli dengan harga RM50,000
pada 10 tahun dahulu, mungkin dapat dijual dengan harga RM1 juta pada masa
sekarang. Banyak faktor yang boleh menyebabkan aplikasi tersebut diharuskan.
Antaranya, pembangunan yang pesat di kawasan tersebut atau lokasi yang strategik
seperti adanya pasaraya, pengangkutan awam, sekolah dan kemudahan hospital.
Oleh itu, permintaan terhadap rumah di kawasan tersebut meningkat.
Rasulullah SAW pernah membenarkan peniaga meningkatkan keuntungan
sehingga melebihi 100% dari harga asal. Ini dapat dilihat melalui Hadis Urwah
Al-Bariqi;
“Sesungguhnya Nabi SAW memberi 'Urwah satu dinar untuk membeli seekor
kambing, maka (atas kebijaksanaannya) dapat dibelinya dua ekor kambing, lalu
dijualnya seekor dengan harga satu dinar, lalu ia datang bertemu Nabi membawa
satu dinar dan seekor kambing, maka Nabi terus mendoakannya dalam jualannya,
yang jika ia membeli tanah sekalipun pasti ia akan mendapat untung"

Hadis ini jelas memaparkan bahawa Urwah al-Bariqi telah membeli dua
ekor kambing tersebut dengan harga setengah dinar. Namun, beliau menjualnya
pula dengan harga satu dinar iaitu 100% nilai untung yang diambil. Rasulullah
SAW telah mengiktiraf perbuatan tersebut dan mendoakan Urwah al-Bariqi.
Kesimpulannya, penetapan harga banyak bergantung kepada kejujuran dan
ketelusan penjual di samping melihat harga pasaran semasa. Maka janganlah kita

7

terlalu tamak untuk mendapatkan keuntungan berlebihan sehingga sanggup untuk
menaikkan harga barang secara melampau-lampau. Ingatlah, rezeki itu datang
daripada Allah. Mustahil Allah SWT menyekat rezeki orang-orang yang jujur dan
telus semata-mata kerana Allah SWT.
Sabda Nabi SAW:
‫ص‬Peniaga yang benar dan beramanah akan ditempatkan bersama-sama para
Nabi, golongan orang-orang yang benar dan para Syuhada‟‫ض‬.

(Riwayat Tirmidzi)
2.2 Teori harga dan Hukum Supply and Demand menurut Ibnu Kholdun
Ibnu Khaldun ternyata telah merumuskan teori harga jauh sebelum ekonom
Barat modern merumsukannya. Sebagaimana disebut di awal Ibnu Khaldun telah
mendahului Adam Smith, Keyneys, Ricardo dan Malthus. Inilah fakta sejarah
yang tak terbantahkan.Ibnu Khaldun, dalam bukunya Al-Muqaddimah menulis
secaraْkhususْsatuْbabْbabْyangْberjudulْ‫ص‬Harga-hargaْdiْKota‫ض‬. Menurutnya bila
suatu kota berkembang dan populasinya bertambah banyak, rakyatnya semakin
makmur, maka permintaan (supply) terhadap barang-barang semakin meningkat,
akibatnya harga menjadi naik. Dalam hal ini Ibnu Khaldun menulis:
ْ

‫ف ْ واف‬
‫ح ين‬

ْ

‫ي ةْ حال‬
‫ا‬
‫ا‬

‫ْب ح‬

‫ْال ع ان ْك ث ي‬

‫ ْك‬.ْ ‫ْم ن ا‬

ْ ‫انْل اْو‬

ْ‫ف ي‬

‫ال غ اء‬

‫ْحاجة ْال‬

‫دحم ْأ ْاأغ ا‬

‫ك ثا‬

‫ح ا ْموف و‬

‫ْوال‬

‫و اْب ال غاْوي ك ث ال‬
‫ف ف‬

‫اف‬

‫ك ْال‬

ْ‫ْال حاجة‬

‫ْأ ْال ف ْوال‬

‫ْمن ْغ ي م ْف ي ع ْف ي ا ْال غ اء‬

‫ْا ا ْك ان ْم‬
ْ

‫ْع‬

‫ال واع‬

‫ْال وجودْم ن اْع‬

‫ف ي‬

‫اف وي‬

ْ

‫اان ْال‬

‫ف يْ أث ا ا ْب ا‬

‫ل حاجا م ْال ي ا ْأك ث‬

ْ‫ك ا‬

.

Artinya : Sesungguhnya apabila sebuah kota telah makmur dan berkembang serta
penuh dengan kemewahan, maka di situ akan timbul permintaan (demand) yang
besar terhadap barang-barang. Tiap orang membeli barang-barang mewah itu
menurut kesanggupannya. Maka barang-barang menjadi kurang. Jumlah pembeli
meningkat, sementara persediaan menjadi sedikit. Sedangkan orang kaya berani
8

membayar dengan harga tinggi untuk barang itu, sebab kebutuhan mereka makin
besar. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya harga sebagaimana anda lihat.
Franz Rosenthal yang menerjemahkan buku Muqadddimah Ibnu Khaldun menjadi
The Muqaddimah: An Introduction to History, menerjemahkan kalimat di atas

sebagai berikut :
When a city has a highly developed, abundant civilization and is full of luxuries,
there is a very large demand for those conviniences and for having as many of
them as a person can expect in view of his situation . This results in a very great
shortage of such things. Many will bit for them , but they will be in short supply.
They will be needed for many purposes and prosperous people used to
luxuries will pay exorbitant prices for them, because they needed them more
than others. Thus, as one can see , prices some to be high.
Di sini Ibnu Khaldun telah menganalisa secara empiris tentang teori
supply and demand dalam masyarakat. Dalam kalimat di atas Ibnu Khaldun secara
ekspilisit memformulasikan tentang hukum supply dan kaitannya dengan harga.
Menurutnya apabila sebuah kota berkembang pesat, mengalami kemajuan
dan penduduknya padat, maka persediaan bahan makanan pokok melimpah. Hal
ini dapat diartikan penawaran meningkat yang berakibat pada murahnya harga
barang pokok tersebut. Inilah makna tulisan Ibnu Khaldun.
‫ْوك ث ْ اك ن‬

‫ح ْال‬

‫ف ا اْا‬

‫و‬

‫ْأ عا ْال‬

‫خ‬

‫منْال و‬

Artinya : Apabila sebuah kota berkembang pesat, penduduknya padat, maka
harga-harga kebutuhan pokok (berupa makanan) menjadi murah.
Analisa supply and demand Ibnu Khaldun tersebut dalam ilmu ekonomi
modern, diteorikan sebagai terjadinya peningkatan disposable income dari
penduduk kota. Naiknya

disposible income (kelebihan pendapatan) dapat

menaikkan marginal propersity to consume (kecendrungan marginal untuk
mengkonsumsi) terhadap barang-barang mewah dari setiap penduduk kota
tersebut. Hal ini menciptakan demand baru atau peningkatan permintaan terhadap

9

barang-barang mewah. Akibatnya harga barang-barang mewah akan meningkat
pula. Adanya kecendrungan tersebut karena terjadi disposable income penduduk
seiring dengan berkembangnya kota.
Teori supply and demand Ibnu Khaldun. Menurutnya, supply bahan pokok
di kota besar jauh lebih besar dari pada supply bahan pokok penduduk desa (kota
kecil). Penduduk kota besar memiliki supply bahan pokok yang berlimpah yang
melebihi kebutuhannya sehingga harga bahan pokok di kota besar relatif lebih
murah. Sementara itu, supply bahan pokok di desa relatif sedikit, karena itu orangorang khawatir kehabisan makanan, sehingga harganya relatif lebih mahal.
Dalam hal ini Ibnu Khaldun menulis dalam Al-Muqaddimah :
‫ْو يْاأ وا‬

‫و‬

‫ن اْال‬

‫ْحاجةْال نا ْف‬

‫ْع‬

‫منْال ح نطةْ اع مْأنْاأ وا ْك اْ ش‬

‫ْوال ثو ْوأ ش ا ْوم ن ا ْال حاجي ْوال ك ال ي ْم ث ْو‬
‫اأد‬

‫اك‬

‫ْوال‬

‫وك ث ْ اك ن‬
‫عا‬

‫واك ْوماْي‬

‫واك ْوال اب‬
‫و‬

‫ْ وال‬

‫ْأ عا ْال‬
‫وا ا منْاأد ْوال‬

‫خ‬

‫ح ْال‬

‫ما ْف ي ْمع نا ا ْك اال ا اء ْوال‬
‫ا يْف ا اْا‬

ْ‫ْأ عا ْال ك ال ي‬
‫ْ اك نْال‬

‫نائ عْوال‬

‫و ائ ْال‬

‫منْال و ْوماْف يْمع نا ْوغ‬

‫و ض عفْع ا ْك انْاأم ْب اْال ع ك‬

Artinya : Ketahuilah bahwa sesungguhnya semua pasar menyediakan kebutuhan
manusia, di antaranya kebutuhan dharuriy (primier), yaitu makanan pokok seperti
gandum dan segala jenis makanan pokok lainnya seperti sayur buncis, bawang
merah, bawang putih dan sejenisnya. Ada pula kebutuhan yang bersifat hajiy
(sekunder) dan kamaly (tertier) yang merupakan kebutuhan pelengkap seperti
bumbu makanan, buah-buahan, pakaian, perabot rumah tangga, kenderaan, dan
seluruh produk hasil industri. Apabila sebuah kota berkembang maju dan
penduduknya padat (banyak), maka murahlah harga barang kebutuhan dharuriy
seperti makanan pokok dan menjadi mahal harga-harga barang kebutuhan
pelengkap, Apabila penduduk suatu daerah sedikit (seperti desa) dan lemah
peradabannya, maka terhadi sebaliknya.(terjadi harga mahal)
Analisa Ibnu Khaldun tentang harga dengan menggunakan hukum
kekuatan supply and demand adalah suatu rumusan yang sangat luar biasa, karena
jauh sebelum kelahiran ekonom modern, ia secara cerdas telah merumuskannya.
Dari kalimat pertama Ibnu Khaldun di atas, jelas, bahwa pasar menurutnya
10

merupakan tempat yang menyediakan kebutuhan manusia, baik kebutuhan primer
maupun sekunder dan tertier. Pada kalimat selanjutnya ia mengkategorikan segala
macam biji-bijian merupakan bagian dari bahan makanan pokok. Supply
makanan pokok di kota besar berlebih dari kebutuhan penduduk kota, sehingga
harganya menjadi murah.
Yang menarik dan penting untuk digaris bawahi adalah pernyataan Ibnu
Khaldun yang digaris bawahi di atas. Secara jelas ia menyatakan,

bahwa

apabila sebuah kota berkembang maju dan penduduknya padat (banyak), maka
murahlah harga barang kebutuhan dharuriy seperti makanan pokok. Apabila
penduduk suatu daerah sedikit (seperti desa) maka harga menjadi mahal. Dasar
pemikirannya ialah bahwa di desa (kota kecil) yang sedikit penduduknya, supply
bahan makanan sedikit, karena mereka memiliki supply kerja yang sedikit dan
kecil, sehingga mereka khawatir akan kehabisan persediaan makanan pokok.
Merekapun menyimpan makanan yang mereka miliki. Persediaan itu sangat
berharga bagi mereka dan orang-orang yang membelinya haruslah membayar
dengan harga yang tinggi.
Selanjutnya Ibnu Khaldun mengatakan :
‫ي ة‬
‫م‬

‫ْوال‬
‫غ ْم‬

‫غي‬

‫ا ْال‬

‫و عو ْل‬

‫وأما ْاأم‬
‫ي‬

‫ْم ن منْع ْال و‬

‫ن ف ي ع ْوجود ْل ي م ي ح ك و‬
‫اك ن‬

‫ةْال‬

‫اْحاجةْب‬

‫ْف ي ا ْوماْا‬

‫ال ي اْأي‬

‫ة ْال ع‬

‫ي ة ْل‬

‫كونْب اْي ح‬

‫ام وي غ و ْث‬

‫ْم‬

‫ْل ي م و ض عفْاأح وا‬

‫عوْ ع‬
‫اْ ن‬

ْ ‫اك ن ْف أ وا م‬
‫ف يْأي ي مْوْ ف ي‬
ْ ‫م ْف ا‬
‫ص‬

‫وأما ْم اف‬

‫و ْف ي‬

ْ‫ا‬

‫ال خصْف يْ ع‬
Artinya : Kota-kota kecil (desa) yang sedikit penduduknya, membutuhkan
makanan yang sedikit, karena sedikitnya pekerjaan di dalamnya. Hal ini disebaban
karena kota itu kecil, di mana persediaan makanan pokok, kurang. Oleh karena itu
mereka memadakan

(makanan) apa

adanya dan menyimpannya. Maka

makanan menjadi berharga bagi mereka, sehingga harganya naik (mahal) bagi
mereka
(demand)

yang

ingin

membelinya.

Mereka

juga

tidak

ada

permintaan

terhadap barang-barang hajiyat (sekunder), karena sedikitnya

penduduk yang mampu dan lemahnya keadaan (ekonomi) mereka. Sedikit bisnis
11

yang

bisa

mereka

lakukan,

sehingga

konsekuensinya

harga

barang sekunder/tertier menjadi murah.
Foodstuffs in small cities that have few inhabitants are few, because they have a
small (supply) of labour and because , in view of the small size of the city , the
people fear food shortages. Therefore they hold on to (the food) that comes in to
their hands and store it. It thus becomes something precious to them and those
who want to buy it have to pay higher prices. They also have no demand for
conveniences, because the inhabitants are few and their condition is weak. Little
business is done by them , and the price there , consequently become particularly
low.

Hukum supply and demand Ibnu Khaldun di atas dapat diillustrasikan sebagai
berikut :

Keterangan Gambar : Supply bahan pokok penduduk kota besar (QS2), jauh lebih
besar daripada supply bahan pokok penduduk kota kecil Qs1. Menutut Ibnu
Khaldun, penduduk kota besar memiliki supply bahan pokok yang melebihi
kebutuhannya sehingga harga bahan pokok di kota besar realtif lebih murah (P2).
Sementara itu supply bahan pokok di kota kecil, realtif kecil, karena itu orangorang khawatir kehabisan makanan sehingga harganya lebih mahal (P1)
Ibnu Khaldun juga menjelaskan pengaruh meningkatnya biaya produksi
karena pajak dan pungutan-pungutan lain di kota tersebut pada sisi penawaran.

12

Dalam konteks ini Ibnu Khaldun mengatakan bahwa bea cukai yang dipungut atas
bahan-makanan di pintu-pintu kota dan pasar-pasar untuk raja juga para petugas
pajak menarik keuntungan dari transaskis bisnis untuk kepentingan mereka
sendiri. Oleh sebab itulah, maka harga di kota-kota lebih tinggi dari di desa. Di
sini Ibnu Khaldun ingin menjelaskan bahwa pajak berpengaruh terhadap hargaharga.
Selanjutnya Ibnu Khaldun juga membahas masalah

profit

(ribh),.

Menurutnya keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya perdagangan.
Keuntungan yang rendah akan membuat lesu perdagangan karena para pedagang

kehilangan motivasi. Sebaliknya, jika pedagang mengambil keuntungan yang
sangat tinggi, juga akan menimbulkan kelesuan perdagangan karena permintaan
konsumen melemah. Hal yang patut juga dicatat dari pemikiran Ibnu Khaldun
ialah penjelasannya yang detail dan eksplisit tentang elemen-elemen persaingan.
Selanjutnya Ibnu Khaldun mengamati fenomena tinggi rendahnya harga
diberbagai negara, tanpa mengajukan konsep apapun tentang kebijakan kontrol
harga. Inilah perbedaan Ibnu Khaldun dengan Ibnu Taymiyah. Ibnu Khaldun lebih
fokus pada penjelasan fenomena aktual yang terjadi, sedangkan Ibnu Taymiyah
lebih fokus pada solusi kebijakan untuk menyikapi fenomena yang terjadi.
Dalam mengkaji masalah demand, Ibnu Khaldun membahas faktorfaktor penentu yang menaikkan dan menurunkan permintaan. Menurutnya,
setidaknya ada lima faktor, 1. Harga, 2. Pendapatan, 3. Jumlah penduduk, 4.
kebiasaan masyarakat dan 5. Pembangunan kesejahteraan umum.
Sedangkan dalam konteks supply, faktor-faktor penentunya ada enam, 1. Harga,
2. permintaan, 2. Laju keuntungan, 4. Buruh, 5. Keamanan, 6 Tingkat
kesejahteraan masyarakat.
Ibnu Khaldun merumuskan bahwa peningkatan supply akan menurunkan
harga. Sebaliknya, jika terjadi penurunan penawaran akan menaikkan harga. Ibnu
Khaldun sebagaimana dijelaskan Umer Chapra menyatakan bahwa harga-harga
yang terlalu rendah akan merugikan pengrajin dan pedagang, sehingga akan
mendorong mereka keluar dari pasar, sebaliknya, harga-harga yang tinggi akan
13

merugikan konsumen. Oleh karena itu, harga-harga yang moderat antara kedua
ekstrim tersebut merupakan titik harga keseimbangan yang diinginkan, karena hal
itu tidak saja memberikan tingkat keuntungan yang secara sosial dapat diterima
oleh pedagang, melainkan juga akan membersihkan pasar dengan mendorong
penjualan dan pada gilirannya akan menimbulkan keuntungan dan kemakmuran
besar.
Di sisi lain, harga-harga yang rendah jelas tetap diinginkan terhadap
barang-barang kebutuhan pokok, karena hal ini akan meringankan beban orang
miskin yang merupakan mayoritas penduduk. Dari pemikiran Ibnu Khaldun,
terlihat bahwa ia sangat menginginkan terciptanya harga yang stabil dengan
ongkos (biaya) hidup yang relatif rendah.
Meningkatnya permintaan sangat mempengaruhi penawaran. Kondisi ini
akan menaikkan harga-harga barang. Realita ini secara panjang lebar telah
dipaparkan Ibnu Khaldun sebagaimana telah dikemukakan di atas secara ringkas.
2.3

Subsidi dalam Islam

Islam berbeda dengan Kapitalisme. Jika Kapitalisme memandang subsidi
dari perspekstif intervensi pemerintah atau mekanisme pasar, Islam memandang
subsidi dari perspektif syariah, yaitu kapan subsidi boleh dan kapan subsidi wajib
dilakukan oleh negara.
Jika subsidi diartikan sebagai bantuan keuangan yang dibayar oleh negara
maka Islam mengakui adanya subsidi dalam pengertian ini. Subsidi dapat
dianggap salah satu cara (uslub) yang boleh dilakukan negara (Khilafah), karena
termasuk pemberian harta milik negara kepada individu rakyat (i‟tha‟u ad-dawlah
min amwaliha li ar-ra‟iyah) yang menjadi hak Khalifah. Khalifah Umar bin al-

Khaththab pernah memberikan harta dari Baitul Mal (Kas Negara) kepada para
petani di Irak agar mereka dapat mengolah lahan petanian mereka. (An-Nabhani,
2004: 119).

14

Atas dasar itu, boleh negara memberikan subsidi kepada individu rakyat
yang bertindak sebagai produsen, seperti subsidi pupuk dan benih bagi petani,
atau subsidi bahan baku kedelai bagi perajin tahu dan tempe, dan sebagainya.
Boleh juga negara memberikan subsidi kepada individu rakyat yang bertindak
sebagai konsumen, seperti subsidi pangan (sembako murah), atau subsidi minyak
goreng, dan sebagainya.
Subsidi boleh juga diberikan negara untuk sektor pelayanan publik (almarafiq al-‟ammah) yang dilaksanakan oleh negara, misalnya: (1) jasa

telekomunikasi (al-khidmat al-baridiyah) seperti telepon, pos, fax, internet; (2)
jasa perbankan syariah (al-khidmat al-mashrifiyah) seperti transfer, simpanan, dan
penukaran valuta asing; dan (3) jasa transportasi umum (al-muwashalat al‟ammah) seperti kereta api, kapal laut, dan pesawat terbang. (Zallum, 2004: 104)
Subsidi untuk sektor energi (seperti BBM dan listrik) dapat juga diberikan
negara kepada rakyat. Namun perlu dicatat, bahwa BBM dan listrik dalam Islam
termasuk barang milik umum (milkiyah „ammah). Dalam distribusinya kepada
rakyat, Khalifah tidak terikat dengan satu cara tertentu. Khalifah dapat
memberikannya secara gratis, atau menjual kepada rakyat dengan harga sesuai
ongkos produksi, atau sesuai harga pasar, atau memberikan kepada rakyat dalam
bentuk uang tunai sebagai keuntungan penjualannya, dan sebagainya. Di sinilah
subsidi dapat juga diberikan agar BBM dan listrik yang didistribusikan itu
harganya semakin murah dan bahkan gratis jika memungkinkan. (Zallum, 2004:
83).
Semua subsidi yang dicontohkan di atas hukum asalnya boleh, karena
hukum asal negara memberikan hartanya kepada individu rakyat adalah boleh.
Pemberian ini merupakan hak Khalifah dalam mengelola harta milik negara
(milkiyah al-dawlah). Khalifah boleh memberikan harta kepada satu golongan dan
tidak kepada yang lain; boleh pula Khalifah mengkhususkan pemberian untuk satu
sektor (misal pertanian), dan tidak untuk sektor lainnya. Semua ini adalah hak
Khalifah berdasarkan pertimbangan syariah sesuai dengan pendapat dan
ijtihadnya demi kemaslahatan rakyat. (An-Nabhani, 2004: 224).

15

Namun, dalam kondisi terjadinya ketimpangan ekonomi, pemberian
subsidi yang asalnya boleh ini menjadi wajib hukumnya, karena mengikuti
kewajiban syariah untuk mewujudkan keseimbangan ekonomi (at-tawazun aliqtishadi) (Thabib, 2004:318; Syauman, t.t.: 73). Hal ini karena Islam telah

mewajibkan beredarnya harta di antara seluruh individu dan mencegah beredarnya
harta hanya pada golongan tertentu:
ْ‫نْاأغنياءْْمنكم‬
ْ ‫كيْْلْْيكونْْدولةْْبي‬
Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di
antara kalian. (QS al-Hasyr [59] : 7).

Nabi saw. telah membagikan fai„ Bani Nadhir (harta milik negara) hanya
kepada kaum Muhajirin, tidak kepada kaum Anshar, karena Nabi saw. melihat
ketimpangan ekonomi antara Muhajirin dan Anshar. (An-Nabhani, 2004: 249).
Karenanya, di tengah naiknya harga minyak mentah dunia sekarang, subsidi BBM
tidak sekadar boleh, tetapi sudah wajib hukumnya, agar ketimpangan di
masyarakat antara kaya dan miskin tidak semakin lebar.
Khusus untuk sektor pendidikan, keamanan dan kesehatan, Islam telah
mewajibkan negara menyelenggarakan pelayanan ketiga sektor tersebut secara
cuma-cuma bagi rakyat (Abdul Ghani, 2004). Karena itu, jika pembiayaan negara
untuk ketiga sektor tersebut dapat disebut subsidi maka subsidi menyeluruh untuk
ketiga sektor itu adalah wajib hukumnya secara syar‟i.

16

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat kita simpulkan bahwa pemberian
subsidi bagi mobil merupakan suatu hal yang kurang tepat, karena subsidi di
dalam pandangan Islam hanyalah diberikan kepada barang-barang pokok atau
primer. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Sayyidina Umar RA.,
Sayyidina Umar RA. memberikan subsidi kepada produsen yang menghasilkan
kebutuhan pokok dan Sayyidina Umar RA. pun memberikan subsidi kepada
rakyat untuk membeli kebutuhan pokok. Hal ini dilakukan oleh Sayyidina Umar
RA. karena subsidi haruslah dapat membantu masyarakat menengah kebawah
untuk membeli kebutuhan pokoknya. Hal ini pun dapat dibuktikan dengan kurva
berikut:

:

Dimana gambar 1 menjelaskan apabila barang mewah (termasuk mobil)
mendapatkan subsidi, maka subsidi yang didapatkan oleh konsumen lebih kecil
dari pada subsidi yang diterima oleh produsen. Berbeda dengan gambar 2 yang
menjelaskan apabila barang kebutuhan pokok mendapatkan subsidi, subsidi yang
diterima oleh konsumen lebih besar dari pada yang diterima produsen. Hal ini
pula menjelaskan apabila pemerintah memberikan subsidi kepada produsen mobil

17

melalui kebijakan LCGC, maka sebenarnya yang paling banyak menerima subsidi
tersebut adalah produsen mobil, bukan konsumen.
Terlepas dari itu dengan mekanisme pengurangan pajak atas barang
mewah yang pemerintah terapkan dalam LCGC, sebenarnya negara akan
mengurangi pendapatannya.

18

DAFTAR PUSTAKA
279_Permenperind_No.33_2013
Academia.edu
http://bkm-pii.blogspot.com/2013/03/analisis-kebijakan-mobil-murah-lcgc-di.html

http://shariaeconomics.wordpress.com/2011/02/26/pemikiran-ekonomi-ibnukhaldun/
KH. M. Shiddiq Al-Jawi, PANDANGAN ISLAM TENTANG SUBSIDI
Kompas.com
Tempo.com
Tribun.com

19