Hubungan skor pufa, deft dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada anak usia 3-5 tahun di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Johor

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karies Gigi
Karies gigi adalah penyakit infeksi, secara global menjadi masalah kesehatan
masyarakat pada semua usia.17 Menurut The Centre for Disease Control and
Prevention (CDC) karies gigi paling sering terjadi pada anak-anak. Karies gigi
merupakan kerusakan patologis pada jaringan keras gigi yang bersifat progresif.
Berawal dari kerusakan enamel, apabila tidak dilakukan perawatan maka proses
karies akan terus berlanjut ke dentin dan pulpa. Karies gigi yang tidak dirawat dapat
memengaruhi kesehatan umum.18

2.2 Etiologi Karies Gigi
Karies gigi merupakan hasil interaksi dari beberapa faktor yaitu plak dental,
host, makanan atau substrat dan waktu (Gambar 1).19,20 Plak dental merupakan
lapisan lunak yang tidak berwarna dan melekat pada permukaan gigi.17,21 Permukaan
gigi yang rentan terhadap karies adalah pit dan fisur di oklusal, bagian aproksimal,
dan daerah margin gingiva, pada bagian ini komposisi plak dental menunjukkan
lingkungan yang asam.19,20 Bakteri yang dijumpai pada permukaan ini umunya adalah

Streptococcus mutans, Streptococcus sorbinus, Streptococcus oralis, Streptococcus
intermedius, Streptococcus anginosus, Lactobacillus, dan Actinomyces.20 Orland dan
Fitzgerald melaporkan S.mutans merupakan bakteri yang paling virulen terhadap
terjadinya karies gigi.19,22 Begzati dkk menemukan prevalensi S. mutans pada anakanak 90%.18
Karbohidrat yang umumnya terdapat pada makanan adalah sukrosa, laktosa,
glukosa, glukosa atau maltosa.21 Penelitian laboratorium melaporkan sukrosa
merupakan makanan yang paling kariogenik. Enzim ekstraseluler yang dihasilkan
S.mutans adalah Glucosyltransferase (GTF) dan Fruktosyltransferase (FTF) di
permukaan gigi membantu sintesa glukan dari sukrosa pada makanan.18-21 Glukan

Universitas Sumatera Utara

6

berfungsi sebagai perekat antara bakteri dengan permukaan gigi dan antar sesama
bakteri yang memicu terjadinya proses karies.19

HOST

WAKTU


KARIES

SUBSTRAT

PLAK
DENTAL

Gambar 1. Etiologi karies gigi21

Hasil sintesa intraseluler sukrosa, maltosa, laktosa, fruktosa dan glukosa
digunakan bakteri untuk pembentukan dinding sel dan asam.21 Kemampuan bakteri
menghasilkan asam dalam jumlah dan waktu tertentu, membentuk kondisi lingkungan
yang mendukung untuk larutnya kalsium dan fosfat dari enamel gigi. Derajat
keasaman (pH) kritis untuk larutnya mineral pada gigi adalah 5,5.19
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Stephan pada plak dental setelah
berkumur larutan sukrosa 10%, terjadi penurunan pH plak menjadi 4,5-5,0 dalam
waktu dua sampai lima menit setelah berkumur, dan kembali kepada pH awal setelah
satu sampai dua jam.21 Karies gigi merupakan suatu proses dengan rentang waktu
antara kolonisasi S.mutan dan terbentuknya lesi karies kira-kira 6-24 bulan.11 Bayi

berisiko tinggi, seperti bayi lahir dengat berat badan rendah, bayi lahir prematur,
rentang waktu tersebut akan menjadi semakin singkat.11

Universitas Sumatera Utara

7

2.3 Prevalensi dan Pengalaman Karies Gigi
Hasil penelitian melaporkan karies gigi masih menjadi masalah yang serius.
Aspek yang penting dalam perbedaan prevalensi karies gigi adalah pengaruh sosial.
Peningkatan karies gigi terjadi pada kelompok masyarakat sosial ekonomi rendah,
imigran dan anak-anak. Penyebab peningkatan prevalensi karies gigi diperkirakan
karena kelompok ini tidak merasakan manfaat dari tindakan pencegahan.23
Survei yang dilakukan pada anak usia prasekolah di China pada tahun 2007,
dari 2014 anak usia 3-5 tahun 55% anak memiliki karies.23 Menurut penelitian
Kanchanakamol di Thailand prevalensi karies pada anak usia 13-24 bulan 9,4%
dengan skor rerata dmft 0,3 usia 25-36 bulan 36,5% dengan skor rerata dmft 1,4 dan
usia 37-48 bulan 50,4% dengan skor rerata dmft 1,7. Prevalensi karies di Afrika
Selatan pada anak usia 3 tahun 47%, usia 4 tahun 58% dan usia 5 tahun 63%.24
Ferreira melaporkan 40,4% anak usia 0-6 tahun di Rio Grande do Sul State

memiliki karies gigi dengan rerata skor dmft 1,6.24 Menurut hasil pemeriksaan rongga
mulut yang dilakukan Tang pada 5171 anak usia prasekolah di Arizona, prevalensi
karies pada anak usia 1 tahun 6,4% pada anak usia 2 tahun 20%, pada anak usia 3
tahun 49% dan pada anak usia 4 tahun 35%.24

2.4 Faktor Risiko Karies Gigi
Faktor-faktor yang memengaruhi risiko terjadinya karies gigi yaitu
pengalaman karies, penggunaan fluor, saliva, usia, jenis kelamin, sosioekonomi,
jumlah bakteri, faktor makanan dan oral higiene.25
Jenis Kelamin
Penelitian klinis dan epidemiologi menunjukkan bahwa perempuan memiliki
prevalensi karies yang lebih tinggi dibanding laki-laki. Kontribusi gen pada
perempuan diduga memengaruhi risiko terjadinya karies. Gen amelogenin pada
kromosom X (AMELX)

dan produk

protein yang dihasilkan

berperan dalam


pembentukan enamel. Protein amelogenin terdiri dari 90% matriks enamel, jika
terjadi gangguan pada gen atau berkurangnya produksi protein amelogenin, maka

Universitas Sumatera Utara

8

pembentukan enamel akan terganggu sehingga kerentanan gigi terhadap karies akan
meningkat.26
Gen Amelogenin kromosom Y (AMELY) pada laki-laki memberikan
mekanisme kompensasi terhadap gangguan yang terjadi pada kromosom X. Peran
AMELY dalam melakukan kompensasi melalui produksi protein amelogenin,
AMELY membentuk 10% protein amelogenin yang sama dengan AMELX, akan
tetapi jika terjadi gangguan pada kromosom X, protein ini tidak dijumpai pada
perempuan. Kerentanan karies pada laki-laki cendrung lebih rendah dibandingkan
dengan perempuan.26
Berdasarkan pola erupsi gigi, perempuan cendrung lebih dulu terjadi erupsi
gigi dibandingkan laki-laki, sehingga gigi lebih lama terpapar dengan lingkungan
rongga mulut, bakteri dan substrat.21,26,27 Hasil penelitian yang dilakukan pada 544

anak usia 18-60 bulan prevalensi karies gigi 23,5% pada anak perempuan dan 16,5%
pada anak lak-laki. Hasil penelitian Parera PJ di Srilanka pada anak usia 2-5 tahun,
perempuan signifikan lebih tinggi memiliki karies gigi (43.6%) dibandingkan dengan
laki-laki (33,7%).10

2.5 Dampak Karies Tidak Dirawat
Karies gigi yang tidak dirawat dapat merusak seluruh mahkota gigi dan
jaringan pulpa. Bagian radiks atau fragmen gigi yang tajam akan mengiritasi mukosa
di dekatnya

sehingga menimbulkan ulser traumatikus.18 Bakteri yang mencapai

pulpa memicu terjadinya respon inflamasi akut yang menimbulkan rasa nyeri. Respon
inflamasi berlanjut pada proses pembentukan abses, setelah mencapai fase

kronis,

umumnya gejala akan berkurang dan terbentuk sinus tract yang menghubungkan
abses dengan permukaan mukosa untuk drainase pus.20
a. Keterlibatan Pulpa

Pulpitis merupakan peradangan pada pulpa yang umumnya disebabkan oleh
proses karies yang berlanjut mencapai pulpa. Berdasarkan gambaran histopatologis
dan temuan klinis pulpitis diklasifikasikan menjadi reversibel dan ireversibel. Pulpitis
reversibel merupakan keadaan inflamasi pada jaringan pulpa yang dapat kembali

Universitas Sumatera Utara

9

pada keadaan normal dengan menghilangkan faktor iritan. Gigi akan sensitif dan
menimbulkan rasa nyeri terhadap stimulus, seperti perubahan suhu, rasa nyeri akan
hilang jika stimulus dihilangkan. Pulpitis irreversibel merupakan proses inflamasi
yang menetap pada pulpa. Perubahan suhu dan posisi tubuh dapat menimbulkan rasa
nyeri pada gigi, umumnya rasa nyeri yang ditimbulkan menetap setelah beberapa
menit sampai beberapa jam setelah stimulus dihilangkan.21
b. Ulser Traumatikus
Ulser dapat dipicu karena adanya kontak antara mukosa dengan fragmen gigi
yang tanjam akibat proses karies. Lokasi yang sering mengalami ulser traumatikus
adalah mukosa labial, bukal, dan tepi lidah. Gambaran ulser traumatikus yang
disebabkan oleh faktor mekanis bervariasi sesuai dengan intensitas dan ukuran agen

penyebab. Ulser biasanya berbentuk oval dan terlihat sedikit depresi. Bagian tengah
ulser berwarna abu-abu kuning, zona eritema awalnya terlihat dibagian tepi ulser dan
warnanya semakin muda seiring penyembuhan ulser.28
c. Abses
Kematian pulpa yang disebabkan oleh invasi bakteri akan terus berlanjut ke
jaringan apikal. Melalui foramen apikal sel-sel nekrotik dan bakteri akan menuju ke
jaringan tulang pendukung. Akumulasi dari sel- sel nekrotik, dan bakteri akan
menimbulkan kerusakan jaringan sekitar dan pembentukan

pus. Gigi umumnya

sangat sensitif terhadap perkusi dan gigitan, karena adanya peningkatan tekanan pada
daerah periapikal akibat proses inflamasi. Gambaran klinis yang abses yaitu adanya
pembengkakan pada daerah di sekitar gigi dengan konsistensi lunak.20
d. Fistula
Abses yang berkelanjutan akan merusak tulang pendukung gigi sampai ke
jaringan lunak di dekatnya, setelah mencapai jaringan lunak umumnya abses
memasuki fase kronis dan gejala akan berkurang. Sinus atau fistula akan terbentuk
pada fase ini, menghubungkan rongga abses dengan permukaan kulit atau mukosa
sebagai jalan keluar untuk drainase pus.20


Universitas Sumatera Utara

10

2.6 Indeks Karies
Penelitian baru-baru ini, menunjukkan bahwa karies merupakan penyakit yang
dapat dicegah dan di kontrol. Untuk mengukur tingkat karies yang dapat dicegah,
harus ada gambaran yang konsisten. Gambaran tersebut dapat diperoleh jika memiliki
sistem penilaian karies yang dapat dipercaya (indeks).29

2.6.1 Indeks Karies deft
Indeks ini diperkenalkan oleh Klein yang digunakan untuk mengukur
pengalaman karies pada gigi sulung. Kriteria pemberian skor pada indeks deft:25
d (decayed) :
1. Semua gigi susu yang mengalami karies.
2. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen.
3. Gigi dengan tumpatan sementara.
e (extracted) :
Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies.

f (filling) :
Semua gigi dengan tumpatan permanen.
Pada penghitungan indeks deft jumlah skor maksimum adalah 20 untuk satu orang
anak (gigi sulung terdiri dari 20 gigi).25

2.6.2 Index pufa
Indeks pufa diperkenalkan oleh Monse B pada tahun 2010, yang digunakan
untuk mendeteksi keadaan klinis yang akibat karies gigi yang tidak dirawat.8,30
Indeks pufa dengan huruf

kecil digunakan untuk gigi sulung.1-3 Pemeriksaan

dilakukan secara visual tanpa menggunakan instrumen. Hanya satu skor yang
diberikan untuk satu gigi.2 Kriteria pemberian kode untuk indeks pufa:2
p : Keterlibatan pulpa dicatat saat terbukanya pulpa atau ketika struktur
mahkota gigi hancur karena proses karies dan hanya fragmen akar yang tertinggal.
(Gambar 2 a dan b)

Universitas Sumatera Utara


11

u: Ulserasi dicatat ketika bagian yang tajam dari gigi dengan karies mencapai
pulpa atau fragmen akar yang telah menyebabkan ulser traumatikus pada jaringan
lunak di dekatnya. (Gambar 2 c dan d)
f : Fistula dicatat ketika adanya sinus tract yang berhubungan dengan gigi
karies mencapai pulpa. (Gambar 2 e dan f)
a : Abses dicatat ketika adanya pus dan pembengkakan yang berhubungan
dengan gigi dengan karies mencapai pulpa. (Gambar 2 g dan h)
Penghitungan skor pufa untuk satu orang dengan cara penjumlahan yang
menunjukkan banyaknya gigi yang dihitung dalam kriteria pufa. Rentang skor pufa
untuk setiap individu pada gigi sulung adalah 0-20.2

Gambar 2. (a dan b) keterlibatan pulpa (P/p), (c dan d) ulserasi (U/u),
(e dan f) fistula (F/f), (g dan h) abses (A/a)2

Universitas Sumatera Utara

12

2.7. Dampak Karies yang Tidak Dirawat terhadap Pertumbuhan Anak
Karies gigi merupakan masalah yang sering dikeluhkan pasien anak yang
dapat mengganggu kualitas hidup. Dampak negatif dari karies adalah gangguan
fungsional seperti mastikasi, bicara, gangguan terhadap kesehatan umum dan
aktivitas sehari-hari.5,7 Dampak yang sering terjadi adalah rasa nyeri, sulit
mengunyah makanan, gangguan saat tidur dan gangguan beraktivitas.3,6,30,31 Hasil
interview yang dilakukan oleh Shepherd pada 589 anak usia 8 tahun, 50% di
antaranya pernah mengalami rasa nyeri, 73% dari mereka tidak bisa makan, 31%
tidak bisa tidur, 27% berhenti bermain, dan 11% tidak bisa hadir di sekolah.31
Dua teori menjelaskan hubungan gangguan pertumbuhan dengan karies gigi.
Teori pertama yaitu efek langsung dari karies yang tidak dirawat. Berhubungan
dengan rasa nyeri dan inflamasi yang mengakibatkan menurunnya kemampuan anak
untuk makan, memicu terjadinya malnutrisi dan gangguan pertumbuhan.4,30,32 Teori
kedua efek tidak langsung terhadap karies yang tidak dirawat berupa respon tubuh
yang berbeda terhadap infeksi kronis. Respon tubuh terhadap infeksi dijelaskan
melalui tiga mekanisme.32
Mekanisme pertama berhubungan dengan respon sistem imun. Infeksi pada
pulpa dapat memengaruhi imunitas dan eritropoesis, dan memicu terjadinya anemia,
memengaruhi remodeling tulang, pola tidur, dan asupan makanan. Mekanisme kedua
berkaitan dengan respon endokrin. Gangguan tidur pada anak karena rasa nyeri dan
inflamasi dapat mengganggu sekeresi hormon pertumbuhan. Mekanisme ketiga yaitu
respon metabolik karena adanya inflamasi yang berhubungan dengan infeksi
meningkatkan pengeluaran energi dan kebutuhan metabolik.32 Anak-anak yang
memiliki minimal satu karies gigi mencapai pulpa dilaporkan memiliki berat badan
sa1 kg lebih ringan dibandingkan dengan anak yang sehat.31

Penelitian yang

dilakukan oleh Ahyan pada 126 anak, menemukan anak-anak dengan karies gigi
memiliki IMT pada interval 25-50 persentil dan pada anak tanpa karies memilik
interval IMT 50-70 persentil.31

Universitas Sumatera Utara

13

2.7.1 Indeks Masa Tubuh (IMT)
Indeks masa tubuh merupakan metode sederhana yang digunakan untuk
menyimpulkan komposisi tubuh anak-anak dan dewasa.33,34 Cara pengukurannya
yaitu berat badan dalam kilogram (kg) dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam
meter (m2).34
IMT =
Keterangan : IMT

BB (kg )
TBx TB (�2 )

= Indeks Masa Tubuh.

BB

= Berat Badan.

TB

= Tinggi Badan.

Perhitungan IMT pada anak-anak dan dewasa menggunakan metode yang
sama, untuk orang dewasa interpretasi tidak berdasarkan usia dan jenis kelamin.33
Berdasarkan

Keputusan

No.1995/MENKES/SKXII/2010,

Menteri

Kesehatan

pengukuran

IMT

Republik
mengacu

Indonesia

pada

standar

antropometri World Health Organization (WHO) tahun 2005, setelah dilakukan
perhitungan IMT, sesuaikan dengan tabel usia dan jenis kelamin dalam Z-score
(Lampiran 4).35
Tabel 1. Kategori IMT menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia35
Ambang batas (Z-score)

Kategori IMT

Indeks Massa Tubuh

5

Indeks Massa Tubuh
(IMT)
• Kurus
• Normal
• Gemuk

Kelompok III :
pufa ≥ 1
dan
deft ≥ 1

Universitas Sumatera Utara