BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - PENGUKURAN KOEFISIEN EKSPANSI LINEAR LOGAM BESI DAN BESI TUANG DENGAN MENGGUNAKAN FIBER COUPLER Repository - UNAIR REPOSITORY

  dilakukan beserta analisa pembahasannya. Hasil penelitian ini nantinya akan dipaparkan olahan data berupa grafik karakterisasi tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin untuk menentukan faktor konversi, dan grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam yang akan dikonversi menjadi grafik panjang logam (L) terhadap temperatur logam (T) untuk tiap logam yang memiliki panjang bervariasi dari 80 mm, 100 mm dan 120 mm. Selain itu juga nantinya akan didapatkan grafik hubungan ∆L (perubahan panjang logam besi) terhadap

  ∆T (selisih perubahan temperatur pada rongga logam besi) untuk tiap logam yang memiliki variasi panjang dari 80 mm, 100 mm dan 120 mm. Dari grafik inilah nilai ekspansi linear untuk masing-masing logam dapat ditentukan. Penjelasan mengenai hasil uji

  X-Ray Flourescent (XRF) logam juga akan diulas pada akhir bab keempat ini.

  Hasil penelitian dari pengukuran koefisien ekspansi linear logam besi dan besi tuang dengan menggunakan

  fiber coupl er, yaitu berupa data

  karakterisasi tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin dan data tegangan keluaran detektor terhadap perubahan temperatur logam besi dan besi tuang. Data karakterisasi tegangan keluaran detektor (V) terhadap pergeseran cermin (L) dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Gambar 4.1 berikut merupakan plot grafik karakterisasi tegangan keluaran detektor (V) terhadap pergeseran cermin (L).

  • -4

  12 (10

  10 tor ek

  8 et d an

  6 uar el

  4 k gan

  2 egan T

  1

  2

  3

  4

  5

  6 Pergeseran cermin (mm)

Gambar 4.1. Grafik karakterisasi tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin

  Data tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 80 mm dapat dilihat pada Lampiran 2 dan plot grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 80 mm dapat dilihat pada Gambar 4.2.

T egan gan k el uar an d et ek tor (10 -4 V) Temperatur logam (ºC)

  1

  60 80 100 120 T egan gan k el uar an d et ek tor (10 -4 V) Temperatur logam (ºC)

  40

  20

  7

  6

  5

  4

  3

  2

Gambar 4.2. Grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 80 mm.

  Data tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 100 mm dapat dilihat pada Lampiran 3 dan plot grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 100 mm dapat dilihat pada Gambar 4.3.

  40

  20

  7

  6

  5

  4

  3

  2

  1

Gambar 4.3. Grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 100 mm

  60 80 100 120

  Data tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 120 mm dapat dilihat pada Lampiran 4 dan plot grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 120 mm dapat dilihat pada Gambar 4.4.

  7,6

V) -4

  7,4 (10

  7,2 tor ek et

  7 d an

  6,8 uar el k

  6,6 gan

  6,4 egan T

  6,2

  20

  40

  60 80 100 120 140

Temperatur logam (ºC)

Gambar 4.4. Grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 120 mm

  Data tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi 80 mm dapat dilihat pada Lampiran 5 dan plot grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi 80 mm dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Te gan gan k el uar an d et ek tor (10 -4 V) Temperatur Logam (ºC)

Gambar 4.5. Grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi 80 mm.

  Data tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi 100 mm dapat dilihat pada Lampiran 6 dan plot grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi 100 mm dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6. Grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi 100 mm

  7,1 7,2 7,3 7,4 7,5 7,6 7,7 7,8

  20

  40

  60 80 100 120

  8 8,2 8,4 8,6 8,8

  9 9,2 9,4 9,6

  20

  40

  60 80 100 120 T egan gan k el uar an d et ek tor (10 -4 V) Temperatur logam (ºC)

  Data tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi 120 mm dapat dilihat pada Lampiran 7 dan plot grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi 120 mm dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7. Grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi 120 mm.

  Sebelum melakukan eksperimen “pengukuran koefisien ekspansi linear logam besi dan besi tuang”, terlebih dahulu melakukan “karakterisasi tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin”. Tujuan dari eksperimen karakterisasi tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin adalah untuk mencari daerah linier tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin serta menentukan faktor konversi tegangan ke panjang logam. Faktor konversi tersebut berfungsi sebagai faktor pembagi terhadap tegangan keluaran detektor yang didapat dari eksperimen pengukuran nilai koefisien ekspansi linear logam besi dan besi tuang.

  7,3 7,4 7,5 7,6 7,7 7,8 7,9

  20

  40

  60 80 100 120 T egan gan k el uar an d et ek tor (

  10 -4 V) Temperatur logam (ºC)

  V Linear (V)

  4

  1 T egan gan k el uar an d et ek tor (10 -4 V) Pergeseran cermin (mm)

  14

0,2 0,4 0,6 0,8

  12

  10

  8

  6

  2

  Hasil dari pengolahan data karakterisasi tegangan keluaran detektor (V) terhadap pergeseran cermin (L) diperoleh daerah linier tegangan keluaran detektor (V) terhadap pergeseran cermin (L). Data karakterisasi dari daerah linier tersebut dapat dilihat pada Lampiran 8, sedangkan plot grafik daerah linier karakterisasi tegangan keluaran detektor (V) terhadap pergeseran cermin (L) serta hasil dari regresi liniernya dapat dilihat pada Gambar 4.8.

  V = -8,144L + 0,995 R² = 0,9982

  slop) grafik sebesar 8,144 mm/mV adalah faktor konversi tegangan keluaran detektor ke pergeseran.

  2 ) mendekati 1, artinya hubungan antara tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin linier. Nilai kemiringan (

  = 0,9982. Hasil regresi linier pada Gambar 4.8 menunjukkan nilai koefisien korelasi (R

  2

  Pada plot grafik daerah linier karakterisasi tegangan keluaran detektor (V) terhadap pergeseran cermin (L), diperoleh persamaan regresi linier V =

Gambar 4.8. Grafik daerah linier karakterisasi tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin.

  • 8,144 L + 0,995 dan R

  Karena hasil dari grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap perubahan temperatur logam (T) tidak sesuai dengan yang diinginkan, yaitu nilai b pada persamaan linear V=aL+b, tidak sama dengan 0. Maka pada analisis yang dilakukan adalah dengan mengkonversi tegangan menjadi panjang logam, dengan menggunakan Persamaan 3.1. yaitu L=(V-b)/a, dengan , , berturut-turut adalah tegangan keluaran detektor, faktor konversi tegangan ke pergeseran data karakterisasi, pertambahan panjang logam dan adalah konstanta data karakterisasi. Berikut akan ditampilkan data dan grafik panjang logam terhadap temperatur logam dengan mengambil daerah linear dari data tegangan keluaran detektor terhadap temperatur logam. Panjang logam yang dimaksud merupakan panjang mula-mula logam yang ditambahkan dengan skala pergeseran pada mikrometer. Data panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 80 mm dapat dilihat pada Lampiran 9 dan plot grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 80 mm dapat dilihat pada Gambar 4.9.

  80,62 80,6 ) m

  80,58 (m

  80,56 ogam

  80,54 g l jan

  80,52

Pan

  80,5 80,48

  20

  

40

  60 80 100 120 Temperatur logam (ºC)

Gambar 4.9. Grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 80 mm. Data panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 100 mm dapat dilihat pada Lampiran 10 dan plot grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 100 mm dapat dilihat pada Gambar 4.10.

Gambar 4.10. Grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 100 mm.

  Data panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 120 mm dapat dilihat pada Lampiran 11 dan plot grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 120 mm dapat dilihat pada Gambar 4.11.

Gambar 4.11. Grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 120 mm

  100,52 100,54 100,56 100,58

  100,6 100,62 100,64 100,66 100,68 100,7

Pan jan g l ogam (m m ) Temperatur logam (ºC)

  20

  

40

  60 80 100 120

  120,64 120,66 120,68 120,7 120,72 120,74 120,76 120,78

  120,8

  20

  40

  60 80 100 120 140 Pan jan g l ogam (m m ) Temperatur logam (ºC)

  Data panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi 80 mm dapat dilihat pada Lampiran 12 dan plot grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi 80 mm dapat dilihat pada Gambar 4.12.

Gambar 4.12. Grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi 80 mm.

  Data panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi 100 mm dapat dilihat pada Lampiran 13 dan plot grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi 100 mm dapat dilihat pada Gambar 4.13.

Gambar 4.13. Grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi 100 mm

  80,76 80,765 80,77 80,775 80,78 80,785 80,79 80,795

  80,8 80,805 80,81

Pan jan g l ogam (m m ) Temperatur logam (ºC)

  20

  

40

  60 80 100 120

  100,88 100,9 100,92 100,94 100,96 100,98

  101 101,02 101,04 101,06

  20

  

40

  60 80 100 120 Pan jan g l ogam (m m ) Temperatur logam (ºC)

  Data panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi 120 mm dapat dilihat pada Lampiran 14 dan plot grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi 120 mm dapat dilihat pada Gambar 4.14.

  120,845 120,84 )

  120,835 m

  120,83 (m

  120,825 ogam

  120,82 g l jan

  120,815

Pan

  120,81 120,805

  20

  40

  60 80 100 120

Temperatur logam (ºC)

Gambar 4.14. Grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi 120 mm.

  Pergeseran cermin diakibatkan oleh perubahan temperatur di dalam rongga logam besi. Pergeseran cermin ini tidak lain adalah pertambahan panjang dari logam besi ( ∆L) yang diakibatkan oleh perubahan temperatur ( ΔT) di dalam rongga logam besi.

  Langkah berikutnya adalah mencari hubungan ∆L (perubahan panjang logam besi) terhadap ∆T (selisih perubahan temperatur pada rongga logam besi). Data dari perubahan panjang logam besi (

  ∆L) terhadap selisih perubahan temperatur pemanasan pada rongga besi ( ∆T) untuk logam besi tuang 80 mm dapat dilihat pada Lampiran 15 .Dan Gambar 4.15 merupakan plot grafik pertambahan panjang ( ∆L) logam besi terhadap selisih perubahan temperatur ( ∆T) logam besi tuang 80mm, dapat diketahui bahwa pertambahan panjang ( ∆L) logam besi terhadap selisih perubahan temperatur ( ∆T) logam besi berbanding lurus. Pernyataan ini sesuai dengan perumusan yang terdapat pada teori ekspansi linier logam yaitu ∆L = L

  α ∆T, pertambahan panjang suatu logam berbanding lurus dengan perubahan temperatur pada logam tersebut.

  0,12 0,1 ΔL = 0,0013ΔT + 0,0192 R² = 0,9762

  0,08 0,06 ΔL

  (mm) Linear (

  ΔL ΔL) 0,04

  0,02

  20

  40

  60

  80 ΔT (ºC)

Gambar 4.15 Grafik pertambahan panjang (ΔL) logam besi terhadap selisih

  perubahan temperatur ( ΔT) logam besi tuang 80 mm. Pada grafik pertambahan panjang logam besi tuang terhadap perubahan temperatur logam besi tuang 80 mm diatas, diperoleh persamaan regresi linier

  ΔL = 0,0013 ΔT + 0,0192, sedangkan di dalam perumusan yang terdapat pada teori ekspansi linier logam yaitu ∆L = L α ∆T. Hal ini berarti nilai =80mm, maka diperoleh nilai

  ∆L/∆T =c=0,0013. Dengan L

  • 5 -1 (°C ).

  α=1,625x10 Data dari perubahan panjang logam besi (

  ∆L) terhadap selisih perubahan temperatur pemanasan pada rongga besi ( ∆T) untuk logam besi tuang 100mm dapat dilihat pada Lampiran 16 .Dan Gambar 4.16 merupakan plot grafik pertambahan panjang ( ∆L) logam besi tuang 100mm terhadap selisih perubahan temperatur ( ∆T) logam besi tuang 100mm.

  0,16 0,14 ΔL = 0,0023ΔT - 0,003 0,12

  R² = 0,9928 0,1 (mm)

  0,08 ΔL

  ΔL 0,06

Linear ( ΔL)

  0,04 0,02

  20

  40

  60

  80

  • 0,02

  ΔT (ºC)

Gambar 4.16 Grafik pertambahan panjang (ΔL) logam besi terhadap selisih

  perubahan temperatur ( ΔT) logam besi tuang 100 mm. Pada grafik pertambahan panjang logam besi tuang terhadap perubahan temperatur logam besi tuang 100 mm diatas, diperoleh persamaan regresi linier

  ΔL = 0,0023 ΔT + 0,003. Sedangkan di dalam perumusan yang terdapat pada teori ekspansi linier logam yaitu ∆L = L α ∆T. Hal ini berarti nilai =100 mm, maka diperoleh nilai

  ∆L/∆T =c=0,0023. Dengan L

  • 5 -1 (°C ).

  α=2,3x10 Data dari perubahan panjang logam besi (

  ∆L) terhadap selisih perubahan temperatur pemanasan pada rongga besi ( ∆T) untuk logam besi tuang 120mm dapat dilihat pada Lampiran 17 .Dan Gambar 4.17 merupakan plot grafik pertambahan panjang ( ∆L) logam besi tuang 120mm terhadap selisih perubahan temperatur ( ∆T) logam besi tuang 120mm.

  0,14 0,12 ΔL = 0,0014ΔT + 0,0106 R² = 0,9963

  0,1 0,08 0,06

  (mm) ΔL

  ΔL 0,04

  Linear ( ΔL) 0,02

  20

  

40

  60 80 100 ΔT (ºC)

Gambar 4.17 Grafik pertambahan panjang (ΔL) logam besi terhadap selisih

  perubahan temperatur ( ΔT) logam besi tuang 120 mm. Pada grafik pertambahan panjang logam besi tuang terhadap perubahan temperatur logam besi tuang 120 mm diatas, diperoleh persamaan regresi linier

  ΔL = 0,0014 ΔT + 0,0106. Sedangkan di dalam perumusan yang terdapat pada teori ekspansi linier logam yaitu ∆L = L α ∆T. Hal ini berarti nilai =120 mm, maka diperoleh nilai

  ∆L/∆T =c=0,0014. Dengan L

  • 5 -1 (°C ).

  α=1,167x10 Data dari perubahan panjang logam besi (

  ∆L) terhadap selisih perubahan temperatur pemanasan pada rongga besi ( ∆T) untuk logam besi 80mm dapat dilihat pada Lampiran 18 .Dan Gambar 4.18 merupakan plot grafik pertambahan panjang ( ∆L) logam besi 80mm terhadap selisih perubahan temperatur ( ∆T) logam besi 80mm.

  0,045 0,04 0,035

  ΔL = 0,0006ΔT + 0,001 R² = 0,9871 0,03

  (mm) 0,025

  ΔL 0,02

  ΔL 0,015

Linear ( ΔL)

  0,01 0,005

  20

  40

  60

  80 ΔT (ºC)

Gambar 4.18 Grafik pertambahan panjang (ΔL) logam besi terhadap selisih

  perubahan temperatur ( ΔT) logam besi 80 mm. Pada grafik pertambahan panjang logam besi tuang terhadap perubahan temperatur logam besi 80 mm diatas, diperoleh persamaan regresi linier

  ΔL = 0,0006 ΔT + 0,001. Sedangkan di dalam perumusan yang terdapat pada teori ekspansi linier logam yaitu

  ∆L = L α ∆T. Hal ini berarti nilai ∆L/∆T

  • 6 -1 =c=0,0006. Dengan L =80mm, (°C ).

  maka diperoleh nilai α=7,5x10 Data dari perubahan panjang logam besi (

  ∆L) terhadap selisih perubahan temperatur pemanasan pada rongga besi ( ∆T) untuk logam besi 100mm dapat dilihat pada Lampiran 19 .Dan Gambar 4.19 merupakan plot grafik pertambahan panjang ( ∆L) logam besi 100mm terhadap selisih perubahan temperatur ( ∆T) logam besi 100mm.

  0,16 0,14 0,12

  ΔL = 0,002ΔT - 0,0039 R² = 0,994 0,1 0,08

   (mm) 0,06

  ΔL ΔL 0,04

Linear ( ΔL)

  0,02

  20

  40

  60

  80

  • 0,02

  ΔT (ºC)

Gambar 4.19 Grafik pertambahan panjang (ΔL) logam besi terhadap selisih

  perubahan temperatur ( ΔT) logam besi 100 mm. Pada grafik pertambahan panjang logam besi tuang terhadap perubahan temperatur logam besi 100 mm diatas, diperoleh persamaan regresi linier

  ΔL = 0,002 ΔT + 0,0039. Sedangkan di dalam perumusan yang terdapat pada teori ekspansi linier logam yaitu

  ∆L = L α ∆T. Hal ini berarti nilai ∆L/∆T

  • 5 -1 =c=0,002. Dengan L =100 mm, (°C ).

  maka diperoleh nilai α=2x10 Data dari perubahan panjang logam besi (

  ∆L) terhadap selisih perubahan temperatur pemanasan pada rongga besi ( ∆T) untuk logam besi 120mm dapat dilihat pada Lampiran 20 .Dan Gambar 4.20 merupakan plot grafik pertambahan panjang ( ∆L) logam besi 120mm terhadap selisih perubahan temperatur ( ∆T) logam besi 120mm.

  0,04 0,035 ΔL = 0,0008ΔT+ 1E-05 R² = 0,9604

  0,03 0,025 0,02

  ΔL (mm)

  0,015 Linear ( ΔL)

  ΔL 0,01 0,005

  10

  20

  30

  40

  50 ΔT (ºC)

Gambar 4.20 Grafik pertambahan panjang (ΔL) logam besi terhadap selisih

  perubahan temperatur ( ΔT) logam besi 120 mm. Pada grafik pertambahan panjang logam besi tuang terhadap perubahan temperatur logam besi 120 mm diatas, diperoleh persamaan regresi linier ΔL = 0,0008 ΔT + 1E-05, sedangkan di dalam perumusan yang terdapat pada teori ekspansi linier logam yaitu ∆L = L

  α ∆T. Hal ini berarti nilai

  • 6

  =120 mm, ∆L/∆T =c=0,0008. Dengan L maka diperoleh nilai α=6,67x10

  • 1 (°C ).

  Untuk mempermudah membandingkan hasil perhitungan nilai ekspansi linear dari logam besi dan besi tuang dengan panjang masing- masing logamnya, maka dapat dilihat pada Tabel 4.1. berikut :

  Panjang Jenis

  Nilai α Nilai α Logam

  • 1 -1

  Logam (ºC ) Rata-rata(ºC ) (mm)

  • 5

  80 1,625.10 Besi

  • 5 -5

  100 2,3.10 1,697.10 Tuang

  • 5

  120 1,167.10

  • 6

  80 7,5.10

  • 5 -5

  Besi 100 2.10 1,139.10

  • 6

  120 6,67.10

Tabel 4.1 Tabel nilai ekspansi linear logam besi dan besi tuang hasil

  eksperimen Sedangkan n ilai α besi dan besi tuang pada literatur masing-masing adalah

  • -6 -1 -6 -1

    besi =11,8.10 (ºC ) besi tuang =9.10 (ºC ). Bila temperaturnya

  α dan α dinaikkan, maka akan terjadi peningkatan energi yang disebabkan oleh atom-atom pada logam besi dan besi tuang mengalami peristiwa vibrasi atomik sehingga membuat jarak antar atom semakin melebar, hal ini mengakibatkan logam mengalami pemuaian karena jarak rata-rata antar atom membesar.

  Selain itu, sampel logam besi dan besi tuang tersebut juga diuji

  X-Ray Flourescent (XRF) untuk diketahui komposisi unsur-unsur apa saja yang

  terkandung didalamnya. Tabel 4.2 berikut merupakan hasil uji XRF untuk logam besi dan besi tuang :

  Persen Berat (%) Unsur

  Besi Besi Tuang Al (Aluminium) - 0,9

  Si (Silicon) 0,48 0,35 P (Phosporus) 0,14 0,35

  Ca (Calcium) 0,5 0,27 Cr (Chromium) 0,037 0,11

  Mn (Manganese) 0,815 0,25 Fe (Ferrum) 90,09 98,25

  Cu (Cuprum) 0,093 0,21

  • Br (Bromine) 6,9 K (Kalium) - 0,1
  • Ni (Nickel) 0,11

Tabel 4.2 Tabel persen berat komposisi unsur penyusun logam besi dan besi

  tuang Berdasarkan hasil uji XRF (Lampiran 21), dapat dilihat bahwa unsur

  Si besi > Si besi tuang selisih 0,13%, unsur P besi < P besi tuang selisih 0,21%, unsur Ca > Ca selisih 0,23%, unsur Cr < Cr selisih 0,073%,

  

besi besi tuang besi besi tuang

  unsur Mn besi > Mn besi tuang selisih 0,565%, Fe besi < Fe besi tuang selisih 8,16%, unsur Cu besi > Cu besi tuang selisih 0,117%. Dari data di atas diketahui bahwa sampel yang digunakan bukan logam besi murni. Dari tabel diatas juga bisa dilihat adanya perbedaan komposisi unsur penyusun dari logam besi dan besi tuang. Pada logam besi terdapat unsur Al (Aluminium) dan Br (Bromine), sedangkan pada logam besi tuang tidak terdapat kedua unsur itu.

  Tetapi pada logam besi tuang ini terdapat unsur K (Kalium) dan Ni (Nickel), sedangkan pada logam besi tidak terdapat kedua unsur itu.

  Masing-masing komposisi unsur yang terkandung di dalam logam besi dan besi tuang yang digunakan dalam penelitian ini memiliki sifat-sifat mekanik, antara lain :

  1. Fe (

  Ferrum)

  Unsur Fe (Besi) merupakan silver white metal yang mempunyai sifat mekanik dapat ditempa, ulet, dapat menerima polish yang tinggi, dan memungkinkan berkarat di udara lembab.

  2. Si (

  Silicon)

  Silicon adalah logam yang berkilau dan berwarna ke abu-abuan. Silicon merupakan semikonduktor yang baik.

  3. Mn (

  Mangan)

  Mangan mempunyai sifat mekanik keras, rapuh (getas), dan dapat menerima polish yang brilian. Mangan merupakan silver white metal.

  4. Cr (

  Crome)

  Crome adalah logam yang berwarna agak ke abu-abuan, dengan sifat mekanik keras, sangat tidak ulet, dan dapat dipoles.

  5. Ni (

  Nickel)

  Unsur Ni (nikel) merupakan silver white metal yang bersifat mekanik lebih keras dibandingkan dengan besi (Fe), dapat ditempa, ulet, penghantar panas dan penghantar listrik yang hampir bagus.

  6. Cu (

  Cuprum)

  Cuprum adalah logam yang berwarna merah kekuning-kuningan dan bersifat mekanik sangat mudah di tempa, penghantar panas yang baik, penghantar listrik yang baik, serta tidak dapat bereaksi dengan udara kering.

  7. Al (

  Alluminium)

  Silver white metal merupakan salah satu sifat yang dimiliki oleh alluminium. Alluminium memiliki sifat mekanik yaitu tidak berkilau, tidak magnit, dan mempunyai ketahanan korosi yang baik.

  8. P (

Phosphorus / fosfor)

  Fosfor adalah padatan yang berwarna putih dan larut dalam karbon disulfida. Unsur ini juga sangat beracun.

  9. Ca (Calcium) Unsur ini tergolong dalam logam alkali tanah yang berwarna keperakan. Bila Calsium ini dibakar maka logam ini akan mengeluarkan warna oranye-merah (merah bata) dengan intensitas cahaya tinggi. Dalam bentuk bubuk calsium ini dapat bereaksi dengan air sangat cepat. Karena kepadatan dalam logam ini sangat rendah maka calsium ini merupakan konduktor yang lebih baik dari yang baik.

  10. Br (Bromine) Unsur dari

  Dalam bentuk cairan, zat ini bersifat

  11. K (Kalium) Kalium berbentuk logam lunak berwarna putih. Secara alami, kalium ditemukan sebagai atau lainnya. Unsur ini sangat reaktif dan yang paling elektropositif di antara logam-logam. Kecuali litium, kalium juga logam yang sangat ringan. Elemen ini cepat sekali teroksida dengan udara dan harus disimpan dalam (minyak tanah). Seperti halnya dengan

  kerosene

  logam-logam lain dalam grup alkali, kalium mendekomposisi air dan menghasilkan gas hidrogen. Unsur ini juga mudah terbakar pada air.

  Kalium dan garam-garamnya memberikan warna ungu pada lidah api.

  Hubungan komposisi penyusun unsur-unsur kedua logam tersebut dengan hasil n ilai α yang diperoleh dari penelitian ini, terkait pada tingkat homogenitas dan kemurnian dari logam yang digunakan. Tingkat kehomogenitasan dan kemurnian kedua logam yang digunakan berpengaruh pada saat logam dipanaskan untuk diukur nilai

  α-nya. Hal ini terkait konduksi panas yang terjadi pada logam saat logam dipanaskan.

Dokumen yang terkait

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAKROSKOPIK NANO-KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT/KITOSAN (n-HAp/CS) UNTUK APLIKASI IMPLAN TULANG Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 10

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL - PENGARUH PEMBERIAN KONSORSIUM MIKROBA BIOFERTILIZER TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH (Pleorotus ostreatus) Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil - APLIKASI PUPUK HAYATI UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus) Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 14

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - UJI RESISTENSI DAN UJI BIODEGRADASI LOGAM BERAT (Pb, Zn, dan Hg) OLEH ISOLAT BAKTERI LUMPUR PANTAI KENJERAN Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - KELARUTAN OIL SLUDGE DENGAN BIOSURFAKTAN Acinetobacter sp. P2(1) DAN VARIASI VOLUME CRUDE ENZIM LIPASE Bacillus sp. LII63B Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - PERBAIKAN TINGKAT PERMUKAAN BAJA KARBON RENDAH P22 DAN S22 DENGAN METODE HOT DIP GALVANIZING Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 16

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Analisis Elektrohidrodinamik - PENGARUH MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA BAKTERI Staphylococcus aureus Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 14

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perancangan - PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK AUDIOMETER NADA MURNI DAN TUTUR UNTUK DIAGNOSIS PENDENGARAN Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - PENGUKURAN KOEFISIEN EKSPANSI LINEAR LOGAM BESI DAN BESI TUANG DENGAN MENGGUNAKAN FIBER COUPLER Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 17

BAB III METODE PENELITIAN - PENGUKURAN KOEFISIEN EKSPANSI LINEAR LOGAM BESI DAN BESI TUANG DENGAN MENGGUNAKAN FIBER COUPLER Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 10