ANALISIS TENTANG HAK-HAK TENAGA KERJA SETELAH PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG RI NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN -
ANALISIS
PEMUTUSAN
TENTANG HAK-HAK TENAGA KERJA
SETELAH
HUBUNGAN K E R J A MENURUT UNDANG-UNDANG R I
N O M O R 13 T A H U N 2 0 0 3 T E N T A N G K E T E N A G A K E R J A A N
SKRIPSI
DUjnkjui Guna Mcmenubi Salah Satu Syarat
Untuk Mcmperoleli G«Ur Serjana Hukum
Program Studi Urau Hukum
Oleh:
NILAWATI
N I M . 502013061
FAKULTAS
HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
2017
PALEMBANG
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAUaMBANG
FAKULTAS HUKUM
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN
JUDULSKRIPSI :
ANAUSIS
TENTANG HAK-HAK TENAGA
KERJA SETELAH PEMUTUSAN HUBUNGAN
KERJA MENURUT
UNDANG-UNDANG RI
NOMOR
13
TAHUN
2003
TENTANG
KETENAGAKERJAAN
Nilawati
502013061
Ilmu Hukum
Hukum Perdata
Nama
NIM
Program Studi
Program Kekhusan
Pembimbing:
Hendri S, SH., MHum
Palembang,
Persetujuan oleh Tim Penguji:
Ketua
. Dr. H. Erli Salia, SR.MH
Anggota
: 1. Khalisah Hayatuddin, SR,M.Hum
2. Rosmawati, S R J 4 H
(
(
i
Maret 2017
PERSETUJUAN PEMBIMBING
NAMA
: NILAWATI
NIM
;502013061
PROGRAM STUDI
:ILMU
J U D U L SKRIPSI
HUKUM
: ANALISIS
SETELAH
TENTANG HAK-HAK TENEGA
KKRJA
PEMUTUSAN
KERJA
MENURUT
HUBUNGAN
UNDANG-UNDANG
RI
NOMOR
T A H U N 2003 T E N T A N G K E T E N A G A K E R J A A N
Disetujui Untuk Disampaikan Kepada
Panitia Ujian
Palembang,
Februari 2017
Dosen Pembimbinc-
13
PENDAFTARAN UJIAN SKRIPSI
Pendaftaran Skripsi Sarjana Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Palembang Strata I bagi :
NAMA
: NILAWATI
NIM
: 502013061
PRODI
: ILMU HUKUM
JUDUL SKRIPSI
; ANALISIS TENTANG HAK-HAK TENEGA KERJA
SETELAH
MENURUT
PEMUTUSAN
HUBUNGAN
UNDANG-UNDANG
KERJA
RI N 6 M O R
13
TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
Dengan diterimanya skripsi ini, sesudah lulus dari Ujian Komprehensif, penulis
berhak metnakai gelar:
SARJANA
HUKUM
SURAT
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Nilawati
NIM
:502013061
Program Studi
: Ilmu Hukum
Program Kekhususan
: Hukum Perdata
Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
ANALISIS
TENTANG
PEMUTUSAN
HAK-HAK
TENEGA
HUBUNGAN KERJA
MENURUT
KERJA
SETELAH
UNDANG-UNDANG RI
N O M O R 13 T A H U N 2 0 0 3 T E N T A N G K E T E N A G A K E R J A A N
Adalah bukan merupakan karya tulis orang lain, kecuali dalam bentuk kutipan
yang telah saya sebutkan sumbemya. Apabila pemyataan ini tidak benar, maka
saya bersedia mendapatkan sanksi akademik.
Demikianlah surat pemyataan ini saya buat dengan sebenar-benamya.
Palembang,
Maret 2017
Yang menyatakan,
IV
MOTTO;
9famun fifiiffyaan (yang kak^adatak katiyang uSaki merasa cufyp'
* JXgama^ ^!kmgsa,dhn Tftgam
V
ABSTRAK
ANALISIS
TENTANG
HAK-HAK
TENAGA
KERJA
SETELAH
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG RI
NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
Nilawati
Hak dan kewajiban yang melekat pada individu kemudian berkembang
menjadi hak dan kewajiban secara kolektif. Umumnya pekerja atau buruh dalam
posisi lebih lemah dibandingakan dengan pemberi pekerja atau pengusaha. Oleh
karena itu sifat kolektivitas ini kemudian digunakan sebagai sarana untuk
membenkan perlindungan bagi pekerja atau buruh agar mendapatkan perlakuan
yang baik dan memperoleh hak-haknya secara wajar.
Tujuan penelitian ini untuk mengakaji peraturan hukum tentang hak-hak
tenaga kerja setelah pemutusan hubungan kerja dan untuk mengetahui upaya
hukum yang dapat diambil setelah pemutusan hubungan kerja.Penelitian yang
dilakukan adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif yaitu
pendekatan terhadap masalah segi peraturan perundangan yang berlaku khususnya
tentang ketenagakerjaan. Tehnik pengumpulan data dilakukan melalui penelitian
kepustakaan yaitu mengumpuikan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier
seianjutnya diolah kualitatif yang hasilnya secara deskripsi, pada tahap akhir akan
dilakukan penarikan kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian, hak-hak tenaga kerja setelah pemutusan
hubungan kerja telah dinyatakan dalam Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun
2003 Berdasarkan Pasal 156-157 Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003
meliputi: Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, Uang Penggantian
Hak, misalnya hak cuti dan lainnya. Bagi pekerja atau buruh yang hubungan
kerjanya diakhiri dalam masa percobaan atau hubungan kerja didasarkan pada
Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT) maka PHK tersebut tidak
mendapat kompensasi dan cara penyelesian perselisihan hubungan industrial
melalui
jalur pengadilan: pengajuan gugatan, pemeriksaan di pengadilan
hubungan industrial, putusan hakim dan diluar jalur pengadilan hubungan
industrial melalui bipartit, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase.
Kata Kunci: Hak, Kewajiban, Pekerja atau Buruh, Kompensasi.
vi
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum Wr Wb
Puji dan syiikur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudu! "Analisis Tentang Hak-Hak
Tenaga Kerja Setelah Pemutusan Hubungan Kerja Menurut llndang-Undang Ri
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan". Skripsi ini adalah untuk
memenulii salah satu syarat kelulusan dalam meraih gelar Sarjana Hukum
Program Strata Satu (S-1) Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Palembang.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat sederhana dan masih
jauh dari kesempumaan, karena tidaklah mudah imtuk menyvisun suatu bentuk
tulisan yang lengkap serta berkadar ilmiah, untuk itu kiranya pembaca dapat
memaklumi kekurangan dan kelemahan yang ditemui dalam skripsi ini. Selama
penelitian skripsi ini, penulis tidak Input dari berbagai kendala. Kendala tersebut
dapat diatasi karena bantuan, bimbingan, dan dukungan berbagai pihak, oleh
karena itu penulis ingin menyampaiakan rasa terima kasih yang mendalam
kepada:
1. Bapak Abid Djazuli, S.E., M M . , selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Palembang
vii
2. Ibu Dr.Hj.Sn
Suatmiati,SH.,M.Hum, selaku Dekan
Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang
3. Bapak dan Ibu Wakil Dekan I,II,III dan IV Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Palembang
4. Bapak Hendri S,SR.,M.Hum, selaku Pembimbing Skripsi yang
telah sabar memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis,
untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini
5. Bapak Dr. Muhammad Yahya Selma,SH.,MH, selaku Pembimbing
Akademik yang telah membimbing selama kuliah
6. Bapak Mulyadi Tanzili,SH.,MH, selaku Ketua Bagian Keperdataan
Ilmu
Hukum Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah
Palembnag
7. Seluruh staf Dosen dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Palembang
8. Kedua orangtua ku tercinta ( ayahanda Rebo dan ibunda saaMa).
Dan ayunda ku tercinta (Rodiah) dan adikku tercinta (Rini
Antika,Saryanto, Risa Amelya, dan Chacha Rifka) yang telah
memberikan
dukungan
moril
dan
materil, yang senantiasa
mendo'akan ku, memotivasi dan mengharapkan kesuksesanku.
Tenmakasih atas kasih sayang yang kalian curahkan kepadakku
selama penulis
menuntut
ilmu
pengetahuan di
Universitas
Muhammadiyah Palembang sampai dengan selesainya skripsi.
viii
9. Sahabat-Sahabat seperjuanganku
(Fiiia, Oea, Yuk Megawati
Siregar, mbak Nur. Ycni.dan Sri) Yang selalau menemaniku dan
seialu memberi semangat dalam bcrjuang demi cita-citaku..
Semoga semua bantuan, dukungan dan amai baik yang telah diberikan
mendapat imbalan sebagaimana mcstinya dari Allah SWT. Dan skripsi ini dapat
bermaanfaat bagi saya maupun yang mcinbacanya.
Palembang,
Penulis
Nilawati
iX
Febuari 20 i 7
DAFTAR ISI
Uala man
HALAMAN P E R S E T U J U A N DAN PENGESAHAN
i
HALAMAN P E R S E T U J U A N PEMBIMBING
ii
L E M B A R PENDAFTARAN UJIAN S K R I P S I
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
iv
HALAMAN M O T O DAN P E R S E M B A H A N
v
ABSTRAK
vi
K A T A PENGANTAR
vii
D A F T A R ISI
X
BAB I P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang
1
B.
8
Rumusan Masalah
C. Ruang Lingkup dan Tujuan
8
D. Kerangka Konseptual
9
E.
Metode Penelitian
10
F.
Sistematika Penulisan
12
BAB H TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Tenaga Kerja
13
B. Hak dan Kewaj iban Tenaga Kerj a
16
X
C. Hak dan Kewajiban Pemberi Kerja
19
D. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
22
E. Prosedur Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
36
BAB m PEMBAHASAN
A. Hak-Hak yang diperoleh setelah Pemutusan Hubungan Kerja
menurut Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerj aan
44
B. Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial apabila
terdapat perselisihan diantara Pekerja dan Pengusaha
56
BAB rv PENUTUP
A. Kesimpulan
66
B. Saran-Saran
67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap orang seialu membutuhkan biaya untuk memenuhi kebutuhannya.
Untuk mendapatkan biaya seseorang perlu bekerja. Bekerja dapat dilakukan
secara mandiri atau bekerja pada orang lain. Bekerja kepada orang Iain dapat
dilakukan dengan bekerja pada negara yang disebut dengan pegawai atau
karyawan atau bekerja dengan orang lain disebut dengan pekerja atau buruh.
Seseorang yang bekerja untuk orang lain mengandung unsur adanya
perintah, upah dan waktu, di sana ada hubungan kerja. Hubungan kerja ini
terjadi antara pekerja atau buruh dengan pemberi kerja dan sifatnya individual.
Dalam proses pelaksanaan pekerjaan ini, kedua belah pihak masing-masing
mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi sebagai akibat adanya
hubungan kerja.
Hak dan kewajiban yang melekat pada individu kemudian berkembang
menjadi hak dan kewajiban secara kolektif. Umumnya pekerja atau buruh
dalam posisi lebih lemah dibandingakan dengan pemberi pekerja
atau
pengusaha. Oleh karena itu sifat kolektivitas ini kemudian digunakan sebagai
sarana untuk memberikan perlindungan bagi pekerja
atau buruh agar
mendapatkan perlakuan yang baik dan memperoleh hak-haknya secara wajar. ^
' Andrian Sutedi. 2009. Hukum perburuan, Jakarta. Sinar Grafika Halaman 28
1
2
Pada hakekatnya pekerja atau buruh adalah pihak yang lemah di banding
pengusaha atau majikan sehingga perlu mendapatkan perlindungan atas hakhaknya yang sangat rentan untuk di langgar atau tidak dipenuhi, misalnya hak
cuti tahunan dan hak untuk mendapatkan konpensasi akibat pemutusan kerja
secara sepihak oleh pengusaha.
Pekerja atau buruh melakukan pekerjaan dibawah perintah orang yang
membayar gajinya. Hak pekerja tersebut muncul secara bersamaan ketika
pekerja atau buruh
mengikat
dirinya pada pengusaha atau majikan untuk
melakukan suatu pekerjaan, contoh yang langsung dapat di lihat adalah hak
atas upah. Hak pekerja ini hanya ada sewaktu seseorang menjadi pekerja, hak
ini melekat hanya pada mereka yang bekerja, ketika seseorang itu sudah tidak
menjadi pekerja lagi, hak-hak yang pernah ada padanya secara otomatis akan
hilang. ^
Berbicara mengenai hak pekerja atau buruh berarti kita membicarakan
hak-hak asasi, maupun hak yang bukan asasi. Hak asasi adalah hak yang
melekat pada diri pekerja alau buruh itu sendiri yang dibawa sejak lahir dan
jika hak tersebut terlepas atau terpisah dari diri pekerja itu akan menjadi turun
derajat dan harkatnya sebagai manusia. Sedangkan hak yang bukan asasi
berupa hak pekerja atau buruh yang telah diatur dalam peraturan perundangundangan yang sifatnya non asasi.
Hak asasi sebagai konsep moral dalam bemiasyarakat dan bernegara
bukanlah suatu konsep yang lahir seketika dan bersifat menyeluruh. Hak asasi
Http://e-jomal.uajy,co.id/7620/2/HK I09172.pdf .Di Akses Tanggai 20 Oktober 2016
3
iahir setahap demi setahap melalui periode-periode tertentu didalam sejarah
perkembangan masyrakat. Sebagai suatu konsep moral, hak asasi dibangun dan
dikembangakan berdasarkan pengalaman
kemasyrakatan manusia itu sendiri.
Pengalaman dari kelompok-kelompok sosial didalam masyrakat bernegara
ilulah yang mewamai konsep hak asasi.
Di Indonesia konsep hak asasi manusia telah secara tegas dan jelas diakui
keberadaanya di dalam
UUD 1945 dan diiaksanakan oleh negara di dalam
masyarakat. Hak asasi pekerja atau buruh adalah hak untuk memperoleh
pekerjaan yang layak bagi kemanusian yang telah diakui keberadaanya dalam
UUD 1945 merupakan hak konsitusional. Itu berarti bahwa negara tidak
diperkenankan mengeluarkan kebijakan-kcbijakan baik berupa undang-undang
maupun peraturan-peraturan pelaksanaan. ^
Tetapi tidak jarang dapat kita temukan banyak pekerja atau buruh setelah
mereka terkena PHFC, pekerja atau buruh kadang meminta kepada pihak
pengusaha atau perusahaan untuk dibayarkan hak-hak mereka melibihi apa
yang diatur dalam ketentuan yang berlaku. Dengan kondisi inilah yang
membuat persoalan penyelesaian perselisihan PHK sulit diselesaikan.
Masalah mengenai pemutusan hubungan kerja seialu menarik untuk
dikaji dan di telaah lebih mendalam. Tenaga kerja seialu menjadi pihak yang
lemah apabila dihadapkan pada pemberi kerja yang merupakan pihak yang
memiliki kekuatan. Sebagai pihak yang seialu dianggap lemah, tidak jarang
.Andrian Sutedi. Op.,Cit. Halaman 14
4
para tenaga kerja seialu mengalami ketidak adilan apabila bcrhadapan dengan
kepentingan pemsahaan.
Kedudukan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh adalah tidak
sama. Secara yuridis kedudukan pekerja atau buruh adalah bebas, tetapi secara
sosial ekonomis kedudukan pekerja atau buruh adalah tidak bebas. Kedudukan
yang tidak sederajat ini menginggat pekerja atau bumh hanya mengandalkan
tenaga yang melekat pada dirinya untuk melaksanakan pekerjaan. Selain itu
majikan seialu menggangap pekerja atau buruh sebagai objek dalam hubungan
kerja. ^
Pekerja atau burLih
sebagai faktor ckstem dalam proses produksi dan
bahkan ada yang beranggapan majikan sebagai heer im hems (ibacatnya adalah
mmahku terserah akan aku gunakan untuk apa). Maksudnya majikan adalah
pemilik dari pemsahaan itu. sehingga setiap kcgiatan apapun tergantung dari
kehendak majikan. Keadaan ini menimbulkan adanya kecendcrungan majikan
untuk berbuat sewenanag-wenang kepada pekerja atau bumhnya.^
Hubungan kerja antara pengusaha alau majikan dengan pekerja atau
bumh cepat atau lambat pasti akan berakhir. Adakalanya pengakhiran
hubungan kerja tersebut muncul atas inisiatif pengusaha, namun bisa juga atas
keinginan sadar pekerja atau buruh itu sendiri.
* Abdul khakim. 2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia berdasarkan
Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2WB.Bandung iCitra Aditya Bakti.Halaman 3
Asri Wijayanti. 2009.Hukum ketenagakerjaan pasca rejbrma.si. Jakarta: Sinar
Grafika. Hal am an 8
5
Peristiwa
pengakhiran
hubungan
kerja
seringkali
menimbulkan
permasalahan yang tidak mudah terselesaikan, baik mengenai pengakhiran
hubungan itu sendiri maupun utamanya akibat hukum dari pengakhiran
hubungan kerja. Adakalanya pekerja atau bumh dapat menerima pengakhiran
hubungan kerja yang dilakukan oich pengusaha, namun tidak setuju terhadap
kompensasi yang ditawarkan atau bisa juga terhadap keduanya.
Seperti telah kita ketahui bahwa kasus pemutusan hubungan kerja yang
melibatkan pengusaha dengan pihak
pekerja atau buruh banyak terjadi
diberbagai perusahaan. Apabila pemutusan hubungan kerja sesuai dengan
atulan-aluran yang berlaku maka hal Itu bukan mempakan suatu masalah,
misalnya saja pada awal krisis moneter terjadi perampingan tenaga kerja pada
perusahaan sehingga banyak tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan
kerja.
Hal ini dimaksudkan agar pengeluaran perusahaan tidak terlalu besar
karena harga kebutuhan mengalami kenaikan akibat krisis moneter itu. Yang
menjadi masalah adalah apabila terjadi pemutusan hubungan kerja secara
sepihak oleh pumsahaan terhadap pekerja atau buruhnya.
Maka tindakan pemutusan
hubungan kerja harus dilakukan sesuai
pemndang-undangan, menumt pasal 151 Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan mensyaratkan bahwa pemutusan hubungan kerja
wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja atau buruh atau dengan
pekerja atau buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja
atau buruh.
6
Perlindungan tersebut dimaksudkan agar tindakan pemutusan hubungan
kerja apabila PHK dimaksud sudah tidak dapat dihindarkan memiliki ligitimasi
yang kuat dapat diterima oleh pihak-pihak, baik menyangkut alasan PHK itu
sendiri maupun akibat hukum yang ditimbulkannya. Perlu diketahui bahwa
setiap pengakhiran hubungan kerja seialu memiliki konsekuensi atau akibat
hukum. baik terhadap pekerja atau buruh maupun pengusaha.^
Dalam kenyataanya, usaha yang dilakukan dalam rangka perlindungan
itu belum berjalan seperti yang diharapkan. Hal ini terbukti dengan banyaknya
kasus unjuk rasa, pemogokan yang dilakukan pekerja atau buruh yang
bertujuan untuk mcningkatkan kesejahtraan, namun ada kasus unjuk rasa,
pemogokan tersebut yang berakhir dengan pemutusan hubungan kerja yang
berakibat memperpanjang barisan pengangguran.
Pengakhiran alau pemutusan hubungan kerja adalah merupakan salah
satu jenis perselisahan hubungan industrial. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
yakni :
1. Perselisihan Hak
2. Perselisihan Kepentingan
3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK
4. Perselisihan Antara Serikat Pekerja atau Buruh hanya dalam satu
perusahaan.
Whimbo piloyo.20\Q.panduan praktis hukum keienagakerjaan.i-dka.na: visimedia
Halaman 71
7
Perselisihan
hak
adalah
perselisihan
yang
timbul
karena
tidak
dipenuhinya hak. akibat ada perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap
ketentuan perundang-undang,
perjanjian kerja. peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.
Perselisihan
kepentingan
adalah
perselisihan
yang timbul
daiam
hubungan kerja tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan atau
perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja sama.
Perselisihan serikat pekerja atau serikat buruh adalalt perselisihan antara
serikat pekerja atau serikat buruh dengan pekerja atau serikat buruh lainnya
dalam
satu
perusahaan,
karena
tidak
adanya
pemahaman
mengenai
keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikataan pekerjaan.
Sedangkan perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan
yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran
hubungan kerja yang dilakukan oich salah satu pihak. ^
Dari berbagai persoalan yang dikemukakan diatas, masih berat tugas
yang dihadapkan, untuk dapat lebih memperhatikan dan mengupayakan
kepentingan pekerja atau buruh dalam meningkatkan kesejahteraanya.
Keinginan untuk mengetahui dan memahami lebih jauh terutama yang
berhubungan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan hal tersebut
' Rahmat trijono.2014. pengantar hukum ke(enagakerjaan.Depok:Papas Sinar
Sinanti.Ha[amanl30
9
1. Untuk mengetahui
hak-hak
tenaga kerja
setelah
pemutusan
hubungan kerja.
2. Untuk mengetahui
upaya hukum yang dapat diambil setelah
pemutusan hubungan kerja.
D.
Kerangka Konseptual
1. Analisis Yuridis adalah Kegiatan merangkum sejumiah data besar
yang masih mentah kemudian mengelompokan atau memisahkan
komponen-komponen
kemudian mengaitkan
serta bagian-bagian
yang relavan untuk
data yang dihimpun untuk
menjawab
permasalahan. Analisis merupakan usaha untuk menggambarkan
poia-pola secara konsisten dalam data sehingga hasil analisis dapat
'
•
8
dipelajan dan diteijemahkan dan memiliki arti . Sedangkan yuridis
adalah hal yang diakui oleh hukum, didasarkan oleh hukum dan hal
yang
membentuk
pelanggaran,
keteraturan
yuridis merupakan
serta memiliki
efek
terhadap
suatu kaidah yang dianggap
hukum atau dimata hukum dibenarkan keberlakuannya, baik yang
berupa peraturan-peraturan, kebiasaan, etika bahkan moral yang
menjadi besar penilainnya.^
2. Hak adalah Segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap orang
yang
telah ada sejak lahir bahkan sebelum lahir.
Surayin .200l.kamu.s umiim Bahasa Indonesia (analisis) .Bandung : Yrama widya.
Halaman 10
^ Informasi media. Pengeriian definisiyuridis . Di akses dari: httD://media
tnformasi.com/2012/04. Pengertian- definisi-yuridis.html. Pada Tanggai 20 oktober 2016
10
3. Tenaga Kerja
adalah
Setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna mengahasiikan barang atau jasa untuk memenuhi
kebutuhan sendiri atau masyrakat.
4. Pekerja atau buruh
menerima
upah
adalah
atau
Setiap orang yang bekerja dengan
imbalan
dalam
bentuk
lain,
guna
menghasilkan barang atau jasa.
5. PHK adalah Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu
yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja
atau buruh dan pengusaha.
Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif
yang bersifat deskriptif yaitu pendekatan terhadap masalah segi
peraturan
perundangan
ketenagakerjaan.
yang
Sedangkan
berlaku
pendekatan
khususnya
tentang
normatif
adalah
pendakatan yang hanya menggunakan data sekunder dengan
penyusunan kerangka secara konsepsionil.
2. Sumber Data
Sumber Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah :
a. Bahan
hukum
primer
seperti
peraturan
perundang-
undangan seperti Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun
2003
tentang ketenagakerjaan, KUHPerdata dan peraturan
lainnya yang berhubungan dengan permasalahan.
11
b. Bahan hukum sekunder yaitu: literatur, pendapat-pendapat
para
ahli
yang termuat
dalam
berbagai
media
dan
penelitian.
c. Bahan hukum
tersier
seperti
Kamus Besar Bahasa
Indonesia, bahan dari internet, dan lain sebagainya.
Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka yaitu
dengan cara membaca mempelajari buku dan literatur lainnya
diolah dan dirumuskan secara sistematis sesuai dengan masingmasing pokok bahasannya.
Analisis Data
Analisis data dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan
metode analisis kualitatif, dalam hal ini mengkaji secara mendalam
bahan hukum yang ada kemudian digabungkan dengan bahan
hukum yang Iain, lain di padukan
dengan
mendukung dan seianjutnya ditarik kesimpulan.
teori-teori yang
12
F. Sistematika Penulisan
Rencana penulisan skripsi ini disusun secara keseluruhan daiam 4 (empat)
bab dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, ruang lingkup dan
tujuan. kerangka konseptual, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi materi tentang pengertian tenaga kerja, hak dan kewajiban
tenaga kerja, hak dan kewajiban pemberi kerja, pengertian pemutusan
hubungan kerja, dan prosedur terjadinya pemutusan hubungan kerja.
BAB III : PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang uraian dan kajian yang bersangkut paut dengan
permasalahan
yang ada, yaitu tentang hak-hak tenaga kerja setelah
pemutusan hubungan kerja menurut Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan dan upaya hukum yang dapat diambil
setelah pemutusan hubungan kerja.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini berisi tentang penutup pada bagian ini merupakan akhir
pembahasan skripsi ini diformat dalam penulisan kesimpulan dan saran.
BABH
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Tenaga Kerja
Menurut Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 pasal 1 ayat 2
disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan
guna mengahasiikan
barang dan jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyrakat. Penduduk yang tergolong tenaga
kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja, setiap orang yang
mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Sedangkan ketentuan Pasal 1 ayat
(3) Undang-Undang R I Nomor 13 Tahun 2003, pekerja atau buruh adalah
setiap orang yang bekerja dengan meminta upah atau imbalan dalam bentuk
lain,
Pengertian tenaga kerja tersebut telah menyempurnakan pengertian
tentang tenaga kerja dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 Tentang
Ketentuan Pokok Ketenagakerjaan.
Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan/atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat dapat meliputi setiap orang yang bekerja dengan menerima upah
Sendjun H.M'dm\mg.200\.Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia.
Jakarta : Rineka Ciptz. Halaman 3
13
14
atau imbalan dalam bentuk lain atau setiap orang yang bekerja sendiri dengan
tidak menerima upah atau imbalan.
Pengertian tenaga kerja menurut Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan juga sejaian dengan pengertian tenaga kerja
menurut konsep ketenagakerjaan pada umumnya yaitu bahwa tenaga kerja atau
menpower adalah mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang
sedang mencari kerja dan yang melakukan pekerjaan lain dan mengurus rumah
tangga.
Pengertian tenaga kerja disini mencakup tenaga kerja atau buruh yang
terkait dalam suatu hubungan kerja dan tenaga kerja yang belum bekerja.
Sedangkan pengertian dari pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Dengan kata lain,
pekerja atau buruh adalah tenaga kerja yang sedang dalam ikatan hubungan
kerja.''
Pekerja merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam suatu
perusahaan. Hal ini dikarenakan peran peran dan Ilingsi pekerja dalam
menghasilkan barang dan atau jasa untuk perkembangan suatu perusahaan
sewajarnya
apabila
hak-hak
pekerja
diberikan secara
memadai
demi
terciptanya hubungan kerja yang seimbang antara pekerja dan pengusaha
daiam
perusahaan.
Terutama
pekerja
melakukan
pekerjaannya
secara
bersungguh dan maksimal.
Asri Wijayanli. 2009. Hukum ketenagakerjaan pasca reformasi. Jakarta: Sinar
Grafika. Halaman 1
12
Hardijan Rusli.2003. Hukum Ketenagakerjaan.Jakmtd: Ghalia Indonesia. Halaman 12
15
Secara garis besar Penduduk Suatu Negara dibedakan menjadi 2 (dua)
kelompok yaitu
1. Angkatan tenaga kerja terdiri dari :
a. Golongan yang bekerja
b. Golongan yang mengangur
atau yang sedang mencari
pekerjaan
2. Bukan angkatan tenaga kerja terdiri dari :
a. Golongan yang bersekolah
b. Golongan yang mengurus rumah tangga dan
c. Golongan Iain-lain atau penerima pendapatan
Golongan yang bersekolah adalah mereka yang kegiatannya hanya
bersekolah.
Golongan yang mengurus rumah tangga adalah mereka yang mengurus
rumah tangga tanpa memperoleh upah.
Golongan Iain-lain ada 2 (dua) macam yaitu :
1. Golongan penerima
melakukan
suatu
pendapatan,
kegiatan
yaitu
ekonomi,
mereka
yang tidak
tetapi
memperoleh
pendapatan seperti tunjangan pensiun, bunga atas simpanan, dan
uang sewa atas milik.
2. Meraka yang hidupnya tergantung dari orang lain, misalnya
karena lanjut usia (jompo), cacat atau sakit kronis.
http//id.Wikipedia.org/mkiA"enaga Kerja. Di Akses Tanggai 11 November 2016
16
Ketiga golongan dalam kelompok bukan angkatan kerja ini kecuali
mereka yang hidupnya tergantung dari orang lain, sewaktu-waktu dapat
menawarkan jasanya untuk bekerja. Jadi tenaga kerja mencakup siapa saja
yang dikategorikan sebagai angkatan kerja dan juga mereka yang bukan
angkatan
kerja,
sedangkan
mereka
yang
bekerja
dan
tidak
bekerja
(penganguran),''*
B. Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja
Setiap tenaga kerja atau pekerja akan menimbulkan hubungan hak dan
kewajiban para pihak yaitu hak dan kewajiban yang dinamakan dengan
hubungan perjanjian timbai balik yang menimbulkan kewajiban pokok bagi
kedua belah pihak. Dengan adanya perjanjian kerja, antara pekerja atau buruh
dengan pengusaha atau majikan mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban
tertentu antara lain :
a. Hak Tenaga Kerja
1. Hak untuk mendapatkan upah
2. Hak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi
kemanusian
3. Hak untuk bebas memilih dan pindah pekerjaan sesuai
dengan bakat dan kemampuannya
4. Hak atas pembinaan keahlian, kejujuran, untuk memperoleh
serta menambah keahlian dan ketrampilan
" Agusmidah.2010. Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta:Pradnya Pramita, Halaman 7
17
5. Hak untuk mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan kerja
serta perlakuan
yang
sesuai
dengan
martabat manusia dan moral agama
6. Hak atas istirahat (cuti) serta hak atas upah penuh selama
menjalani istirahat
7. Hak untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja
dan
8. Hak untuk mendapat jaminan sosial.'^
b. Kewajiban Tenaga kerja
1. Melakukan pekerjaan
Menurut pasal 1603 KUHPerdata, pekerja atau buruh wajib
melakukan
pekerjaan
yang
dijanjikan
menurut
kemampuannya yang sebaik-baiknya. Sekedar tentang sifat
serta luasnya pekerjaan yang harus dilakukan tidak dijelaskan
perjanjian atau reglemen. Maka hal itu ditentukan oleh
kebiasaan.
2. Menaati tata tertib perusahaan
Pekerja atau buruh wajib menaati peraturan-peraturan yang
diberikan oleh pengusaha atau majikan. Peraturan-peraturan
bertujuan untuk meningkatkan tata tertib perusahaan. Dan
pekerja atau buruh wajib menaati perintah-perintah yang
diberikan oleh pengusah atau majikan sepanjang yang telah
Soedarjadi.2009./7flA' dan Kewajiban pekerj a-pengusaha. Jakarta :Pustaka Yutisia.
Halaman 23
18
diatur dalam perjanjian kerja. Peraturan yang dibuat secara
tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan
tata tertib perusahaan. Dengan demikian, kewajiban pekerja
atau buruh adalah menaati peraturan-peraturan perusahaan,'^
3. Wajib membayar denda atau ganti rugi
Pekerja atau
dalam melakukan pekerjaan,
dalam suatu
perusahaan melakukan kesengajaan atau karena kelalaian
sehingga
dapat
menimbulkan
kerugian,
kerusakaan,
kehilangan atau sifatnya yang tidak menguntungkan atau
merugikan perusahaan. Maka atas kejadian tersebut, yang
menaggung resiko yang timbul harus menjadi tanggung
jawab dari pekerja atau buruh. Akan tetapi jika kejadian
tersebut benar-benar adanya unsur dari kesengajaan atau
kelalaian dari pekerja, ada suatu asas yang
mengatakan
"demmim in iura datum " yang artinya perbuatan meianggar
hukum dapat menimbulkan ganti rugi. Sebaliknya jika suatu
kejadian tersebut dikarenakan bukan akibat keselahan pekerja
atau buruh atau diluar dari batas kemampuan pekerja atau
buruh, maka kejadian tersebut bukan menjadi tanggung
jawab dari pekerja atau buruh."
http//cnergiayatkursi.blogspot.com./2013/06/pedanjian-keda-hakKlan-kewajiban.htiiiI,
Di Akses Tanggai 11 November 2016
" Djumadi-2008.//w/:ifm Perhuruhan Perjanjian Kerja. Jakarta :PT Raja
Grafindo. Halaman 14
19
4. Bertindak sebagai pekerja yang baik
Daiam Pasal
1603 KUHPerdata bahwa pada umumnya
pekerja atau buruh wajib melakukan segala sesutu yang
sehamsnya dilakukan oleh pekerja atau buruh yang baik.
Ketentuan
ini merupakan
kewajiban timbai
balik
dan
pengusaha wajib bertindak juga sebagai pengusaha atau
majikan yang baik. Dengan demikian pekerja atau buruh
wajib melaksanakan kewajibannya dengan baik seperti apa
yang tercantum dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan
maupun dalam perjanjian kerja sama, Disamping itu, pekerja
atau
buruh wajib
melaksanakan
apa
yang sehamsnya
dilakukan atau tidak dilakukan menumt peraturan perundangundangan, kepatutan maupun kebiasaan.
C. Hak daii Kewajiban Pemberi kerja
Dengan adanya pemberi kerja atau pengusaha maka tercipta hubungan
kerja antara pengusaha atau majikan dengan pekerja atau bumh. Ada yang
diperintah dan ada yang menjalankan perintah. Pemberi kerja mempakan orang
perseorangan, pengusaha, badan hukum
atau badan-badan lainnya yang
mempekerjakan tenaga kerja. Adapun kewajiban pengusaha atau pemberi kerja
harus sebagai pengusaha atau pemberi kerja yang baik, antara pemberi kerja
atau pengusaha mempunyai hak dan kewajiban terentu antara lain :
20
a. Hak pemberi kerja
1. Membayar upah bagi pekerja atau buruh menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Memberitahukan dan menjelaskan isi serta memberikan naskah
peraturan perusahaan atau perubahannya
kepada pekerja atau
buruh.
3. Setiap Pengusaha harus melaksanakan ketentuan waktu kerja.
4. Memberikan waktu istirahat dan cuti kepada pekerja atau buruh
5. Dalam hal terjadi pemutusan kerja pemberi kerja atau pengusaha
diharuskan membayar uang pesangon, uang penghargaan masa
kerja dan uang penggantian hak yang sehamsnya diterima.
b- Kewajiban pemberi kerja
1. Bertindak sebagai pengusaha yang baik
Meskipun kewajiban ini tidak tertulis dalam perjanjian kerja,
namun
menurut
kepatuan
pemndang-undangan,
atau
sehamsnya
kebiasaan
serta
pengusaha
peraturan
wajib
untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Dalam kewajiban ini
pengusaha
atau
majikan
hams
bertindak
sebijak
mungkin,
berdasarkan ketentuan hukum hams dilakukan dan dibiasakan
untuk dilakkukan sebaik-baiknya.
2. Kewajiban untuk memberikan istirahat tahunan.
http://elfi-indra.blogsopt.coni/20 ll/06/kewaiiban-penRusalia-daIam-hukum.ht^
Akses Tanggai 13 November 2016
21
Dalam pasal I602v KUHPerdata, pemberi kerja atau pengusaha
wajib mengatur pekerjaan sedemikian rupa agar dapat memberikan
hak cuti atau hak istirahat diberikan secara teratur dan dipihak lain
produksi dari suatu perusahaan tidak tidak terganggu. Sehingga
semua pihak bisa melakukan kewajibannya dengan tenang tanpa
bertentangan dengan isi perjanjian kerja dan peraturan undangundang yang berlaku.
Kewajiban mengurus perawatan dan pengobatan
Menurut pasal 1602x KUHPerdata bahwa pengusaha atau majikan
wajib mengurus perawatan dan pengobatan jika pekerja atau buruh
yang bekerja mengalami penderita sakit atau kecelakaan pada saat
bekerja. Akan menjadi tanggung jawab dari pengusaha atau
majikan untuk perawatan dan pengobatan si pekerja atau buruh
tersebut.
Kewajiban memberikan surat keterangan
Dalam ketentuan pasal 1602a ayat 1 dan 2 ditentukan bahwa
pengusaha atau majiakan wajib memberikan surat keterangan, yang
berisi tanggai dan tanda tangan si pengusaha.
Dalam surat
keterangan tersebut haruslah berisikan tentang sifat pekerja yang
dilakukan lamanya hubungan
kerja antara pekerja atau buruh
dengan pengusaha atau majikan. Surat keterangan tersebut akan
diberikan jika hubungan kerja tersebut diakhiri atas permintaan
22
sendiri dari si pekerja atau buruh dapat membuktikan atas
pengalaman kerjanya.
5.
Kewajiban membayar upah
Dalam
hubungan
kerja,
kewajiban yang
paling utama
dan
terpenting bagi pengusaha atau majikan adalah membayar upah
tepat pada waktunya. Upah merupakan hak pekerja atau buruh yang
diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari
pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau buruh yang
ditetapkan
kesepakatan
dan
dibayarkan
atau
menurut
peraturan
suatu
perjanjian
perundang-undangan,
kerja,
termasuk
tunjangan bagi pekerja atau buruh atas suatu pekerjaan atau jasa
yang telah dilakukan. "
D. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pemutusan hubungan kerja berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (25)
Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah
pengakhiran
hubungan
kerja
karena
suatu
hal tertentu
mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja atau buruh dan pengusaha.
Pemutusan hubungan kerja ini berdasarkan ketentuan Pasal 150 UndangUndang RI Nomor 13 Tahun 2003 meliputi PHK yang terjadi di badan usaha
yang berbadan hukum atau tidak, milik orang atau perseorangan, milik badan
hukum, baik milik swasta maupun milik Negara, ataupun milik usaha-usaha
F.X.Djumialdji.2008,T'e/7i7/7//a'« Kerja (edisi rev/.s7,).Jakarta:Sinar Grafika. Halaman 4?
23
sosial dan usaha-usaha lainnya yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan
orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
PHK berarti suatu keadaan dimana si buruh berhenti bekerja dari
majikannya.
Hakikat
PHK bagi
buruh
merupakan
awal
penderitaan.
Maksudnya bagi semua permulaan dari berakhirnya kemampuanya membiayai
keperiuan hidup sehari-hari baginya dan keluarganya, Pengusaha serikat
pekerja dan pemerintah harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan
hubungan kerja berdasarkan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 13
Tahun 2003. Seianjutnya berdasarkan
Pasal 151 ayat (2) dan (3) Undang-
Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan :
Ayat (2) "Dalam hal ini segala upaya yang dilakukan, tetapi pemutusan
hubungan
kerja tidak dapat dihindarkan, maka
maksud
pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha
dan serikat pekerja atau serikat buruh atau dengan pekerja atau
buruh
yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat
pekerja atau serikat buruh"
Ayat (3) "Daiam hal ini perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha
hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja atau
buruh
setelah
memperoleh
penepatan
penyelesaian perselisihan hubungan industrial".
dari
lembaga
24
PHK hams dijadikan tindakan terakhir apabila ada perselisihan hubungan
industrial. Pengusaha dalam menghadapi para pekerja hendaknya :
a. Menganggap
para
pekerja
sebagai
partner
yang
akan
membantunya untuk menyukseskan tujuan usaha.
b. Memberikan imbalan yang layak terhadap jasa-jasa yang telah
dikerahkan oleh palnernya itu, bempa penghasilan yang layak
dan jaminan-jaminan sosial tertentu, agar dengan demikian
pekerja tersebut dapat bekerja lebih produktif (berdaya guna).
c. Menjalin hubungan baik dengan para pekerjanya.
Oleh karena itu, para pekerja yang bekerja pada pemsahaan tersebut
hams mengimbangi jalinan atau hubungan kerja dengan kerja nyata yang baik,
penuh kedisiplinan, dan tanggung jawab agar tujuan pemsahaan dapat tercapai
dengan penuh keberhasilan bagi kepentingan pekerja itu sendiri. Segala hal
yang kurang wajar di dalam pemsahaan tersebut akan diselesaikannya dengan
musyawarah dan mufakat seperti perselisihan yang terjadi dalam suatu
keluarga besar.
Jadi, baik pemberi kerja maupun yang diberi pekerjaan hams terkendali
atau hams mematuhi pada segala ketentuan dan peraturan yang berlaku, hams
bertanggung jawab dalam melaksanakan
kegiatan masing-masing sesuai
25
dengan tugas dan wewenangnya, hingga keserasian dan keseiarasan akan
terwujud.'''
Adapun cara terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) pada dasamya
cara terjadinya pemutusan hubungan kerja ada 4 macam yaitu ;
1) Pemutusan Hubungan Kerja Demi Hukum
Pemutusan hubungan kerja demi hukum terjadi karena alasan batas waktu
yang disepakati telah habis atau apabila buruh meninggal dunia. Berdasarkan
ketentuan pasal 61 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003,
perjanjian kerja berakhir apabila :
a. Pekerja meninggal dunia
b. Berakhirnya Jangka waktu perjanjian
c. Adanya putusan pengadilan dan putusan atau penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang mempunyai
kekuatan hukum tetap
d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam
perjanjian
kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian
kerja
bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1630e Burgerlijk Wetboek, pengertian
waktu tertentu yang menentukan berakhirnya suatu hubungan kerja ditetapakan
YW.Sunindliia dan Ninik Widiyanti. 1998. Masalah PHK dan Pemogokan. Jakarta :
Bina Aksara Halaman 129
26
dalam perjanjian, atau ditetapakan dalam peraturan perundang-undangan atau
kebiasaan.
2) Pemutusan Hubungan Kerja oleh Buruh
Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi apabila buruh mengundurkan
diri atau telah terdapat alasan mendesak yang mengakibatkan buruh minta di
PHK. Berdasarkan ketentuan Pasal 151 ayat (3) huruf b Undang-Undang RI
Nomor 13 Tahun 2003, atas kemauan sendiri tanpa adanya tekanan atau
intimidasi
dari pengusaha,
berakhirnya hubungan kerja sesuai
dengan
perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali. Pengunduran diri dianggap
terjadi apabila buruh mangkir paling sedikit dalam waktu 5 hari kerja berturutturut dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 kali secara tertulis dengan bukti
yang sah.
Selain itu berdasarkan ketentuan Pasal 169 Undang-Undang RI Nomor
13 Tahun 2003, pekerja atau buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan
hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:
a. Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja
atau buruh.
b. Membujuk dan atau menyuruh pekerja atau buruh untuk
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
27
c. Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan
selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih.
d. Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada
pekerja atau buruh.
e. Memerintahkan pekerja
atau
buruh untuk melaksanakan
pekerjaan di luar yang diperjanjikan, atau
f.
Memberikan
pekerjaan
yang
membahayakan
jiwa,
keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja atau buruh
sedangakan
pekerjaan
tersebut
tidak
dicantumkan pada
perjanjian kerja.
3) Pemutusan Hubungan Kerja oleh Majikan (pengusaha)
PHK oleh majikan ( pengusaha) dapat terjadi karena alasan apabila buruh
tidak lulus masa percobaan, apabila majikan (pengusaha) mengalami kerugian
sehingga menutup usaha, atau buruh melakukan keselahaan. Lamanya masa
percobaan maksimal adalah 3 bulan, dengan syarat adanya masa percobaan
dinyatakan dengan tegas oleh majikan dianggap tidak ada percobaan.
Ketentuan lainnya apabila majikan menerapkan adanya training maka masa
percobaan tidak boleh dilakukan, Pengusaha tidak perlu melakuakan PHK
karena sesuai dengan Pasal 154 Undang-Undang RT Nomor 13 Tahun 2003,
yaitu penetapan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) tidak
diperlukan dalam hal :
a. Pekerja atau buruh masih dalam percobaan kerja, bilamana
telah di persyratkan secara tertulis sebelumnya.
28
b. Pekerja atau buruh mengajukan permintaan pengunduran diri,
secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya
intimidasi atau tekanan dari pengusaha. Berakhirnya hubungan
kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk
pertama kali.
c. Pekerja atau buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan
ketetapan
dalam perjanjian
kerja,
peraturan
perusahaan,
perjanjian kerja sama atau peraturan perundang-undangan, atau
d. Pekerja atau buruh meninggal dunia.
Pemutusan hubungan kerja yang tidak layak antara lain ;
a. Jika antara lain tidak menyebutkan alasanya; atau
b. Jika antara PHK itu di cari-cari (pretext) atau alasanya palsu
c. Jika akibat pemberentian itu bagi pekerja atau buruh adalah
lebih berat dari pada keuntungan pemberentian itu bagi
majikan; atau
d. Jika buruh diberhentikan bertentangan dengan ketentuan dalam
undang-undang atau kebiasaan mengenai susunan staf atau
aturan ranglish (seniority rules) dan tidak ada alasan penting
untuk tidak memenuhi ketentuan-ketentuan itu."
Sanksi atau hukuman bagi pemutusan hubungan kerja yang tidak
beralasan yang diberikan oleh majikan (pengusaha) kepada pekerja atau buruh
yaitu:
^' F.X.DjuinialdJi. Op.Cit. Halaman 29
29
a, Pemutusan tersebut adalah batal dan pekerja yang
bersangkutan harus ditempatkan kembali pada kedudukan
semula,
b. Pembayaran ganti rugi kepada pekerja tersebut. Dalam hal ini
pekerja berhak memilih antara penetapan kembali atau
mendapatkan ganti mgi.
Majikan (pengusaha) yang mengalami kerugian berdasarkan ketentuan
Pasal 163-Pasal 165 Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 dapat memPHK buruhnya apabila :
1. PHK massal karena perusahaan tutup akibat tutup akibat
mengalami kemgian terus menerus disertai dengan bukti
keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik paling sedikit
2 (dua) tahun terakhir, atau keadaan memaksa (force majenr).
2. PHK massal karena perusahaan tutup karena alasan perusahaan
melakukan efisiensi,
3. PHK karena perubahan status atau perubahan kepemilikan
perusahaan sebagian atau seluruhnya atau perusahaan pindah
lokasi dengan syarat-syarat kerja baru yang sama dengan
syarat-syarat kerja lama dan pekerja tidak bersedia melakukan
hubungan kerja.
4. PHK karena perubahan status atau perubahan pemilikan
perusahaan sebagian atau seluruhnya atau perusahaan pindah
lokasi dengan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja
diperusahaanya dengan alasan apa pun.
G.Kartasapoetra. 1992.//^/^'Hm Perhuruhan Di Indonesia Berdasarkan
PancasilaDdkaxiSL-Smixr Grafindo. Halaman 287
30
Sesungguhnya pihak pengusaha enggan untuk melakukan pemutusan
hubungan kerja, karena pekerja yang yang telah ada dapat dikatakan sebagai
pekerja
yang
telah
mempunyai
pengalaman
dalam
pelaksanaan
di
perusahannya, walaupun baru satu atau dua bulan, pembinaan terhadap mereka
tinggal sekedar untuk lebih memantapkan produktivitas kerjanya.
Memberhentikan pekerja atau buruh yang telah bekerja beberapa bulan di
perusahaanya hanya dilakukan karena ketei"paksaan, maksudnya buruh yang
bersangkutan walaupun telah sering di nasehati, diberi peringatan, tetap tidak
mau mengubah sikap dan prilakunya yang kurang baik, sehingga seialu
membuat kesal pengusaha dan merugikan perusahaan. Hanya pengusaha yang
baik akan tetap memperhatikan ketentuan perundang-undangan atau hukum
yang berlaku.
Adapun alasan-alasan yang dapat membenarkan
suatu
pemutusan
hubungan kerja oleh majikan atau pengusaha atas diri pekerja, yaitu :
1. Alasan ekonomis
a. Menurtnya hasil produksi yang dapat pula disebabkan oleh
beberapa faktor misalnya:
1) Merosotnya kapasitas produksinya perusahaan yang
bersangkutan
2) Menurunya
permintaan
masyrakat
atas
produksinya perusahaan yang bersangkutan.
3) Menurunnya persedian bahan dasar.
hasil
4) Tidak lakunya hasil produksi yang lebih dahulu
dilemparkan kepasaran dan sebagainya, yang semua ini
secara langsung maupun tidak langsung mengakibatkan
kerugian.
b. Merosotnya penghasilan perusahaan, yang secara langsung
mengakibatkan kerugian pula.
c. Merosotnya kemampuan perusahaan terebut
membayar
upah atau gaji atau imbalan kerja lain dalam keadaan yang
sama dengan sebelumnya.
d. Diiaksanakan
rasionalisasi
atau
penyederhanaan
yang
berarti pengurangan karyawan dalam jumlah besar dalam
perusahaan bersangkutan.'^
2. Alasan lain
yang bersumber dari keadaan yang luar biasa,
misalnya :
a. Karena
keadaan
perang
yang
tidak
memungkinkan
keterusannya hubungan kerja.
b. Karena bencana alam yang menghancurkan tempat kerja
dan sebagainya.
c. Karena
perusahaan
lain
yang menjadi
pekerjaan yang bersangkutan
penyelenggara
ternyata tidak mampu lagi
meneruskan pengadaan lapangan pekerjaan selama ini ada.
Adapun perusahaan atau majikan yang secara langsung
A.Ridwan Halim dan Ny.Sri Siibiandini Giiltom. 1987. Sari Hukum Perhuruhan
q^/wa/.Jakarla: Pradn5'a Panimila.Halaman 15
32
mempekerjakan
para
karyawan
selama
ini
hanyalah
merupakan kuasa yang bertindak untuk dan atas nama
pemsahaan yang lain yang menjadi penyelenggara
atau
pengada lapangan tersebut.
d. Karena meninggalnya majikan dan tidak
ada ahli waris
yang mampu melanjutkan hubungan kerja dengan karyawan
yang bersangkutan.
Seianjutnya PHK oleh majikan dapat terjadi karena adanya kesalahan
dari bumh. Kesalahan dari bumh ada dua macam, yaitu kesalahan ringan dan
kesalahan berat. Kesalahan ringan tidak diatur dalam Undang-Undang
RI
Nomor 13 Tahun 2003 dan Kepmeneker No.Kep-15O/Men/2000, tetapi diatur
dalam Pasal 18 ayat (1) Permeneker No.Per-4/Men/1986, yaitu :
a.
Setelah tiga kali bertumt-tumt pekerja tetap menolak
menaati
perintah atau penugusan yang layak sebagaimana tercantum dalam
perjanjian kerja, KKB atau paraturaan pemsahaan.
b. Dengan sengaja atau karena lalai mengakibatkan dirinya dalam
keadaan demikian, sehingga ia tidak dapat menjalankan pekerjaan
yang diberikan kepadanya .
c. Tidak cakap
melakukan pekerjaan
walaupun sudah dicoba
dibidang tugas yang ada.
Hardijan Rusli.2003. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Jakarta: Ghalia
Indonesia. Halaman 12
33
d- Meianggar ketentuan yang telah ditetapkan dalam kesepakatan
• 25
kerja bersama, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja.
Seianjutnya majkan dapat mem-PHK buruhnya apabila buruh melakukan
kesalahan berat. Hal ini diatur dalam Pasal 158 ayat (1) Undang-Undang RI
Nomor 13 Tahun 2003 yaitu :
a. Penipuan, pencurian, dan penggelapan barang atau uang milik
pengusaha atau milik teman sekerja atau milik teman pengusaha.
b. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan, sehingga
merugikan perusahaan atau kepentingan Negara.
c. Mabuk,
minum-minuman keras
yang
memabukan,
madat
(narkoba), memakai obat bius atau menyalahgunakan obat-obatan
terlarang atau perangsang lainnya yang dilarang oleh peraturan
perundang-undangan di tempat kerja dan di tempat-tempat yang
ditetapkan perusahaan.
d. Melakukan perbuatan asusila, atau melaukan perjudian di tempat
kerja.
e. Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi atau
meiiipu pengusaha atau teman sekerja di lingkungan kerja, atau
f.
Membujuk pengusaha atau teman sekerja untuk melakukan suatu
perbuatan
yang
bertentangan
dengan
peraturan
perundang-
undangan yang berlaku, atau
Abdul khakim, 2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia berdasarkan
Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003.Bdndung :Citra Aditya Bakti,Halaman 37
34
g. Dengan
cerobah
atau
sengaja
merusak,
memgikan,
atau
membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang
menimbulkan kerugian bagi perusahaan, atau
h. Dengan
ceroboh
atau
sengaja
merusak,
merugikan,
atau
membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya
di tempat kerja, atau
i.
Membongkar atau membocokorkan rahasia perusahaan
yang
sehamsnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan Negara, atau
j.
Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang
diancam pidana penjara 5 tahun atau lebih.'*'
Kesalahan berat itu berdasarkan ketentuan pasal 158 ayat (2) hams
didukung dengan bukti :
a. Pekerja atau bumh tertangkap tangan.
b. Ada pengakuan dari pekerja atau bumh yang bersangkutan.
c. Bukti lain bempa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang
berwenang di pemsahaan yang bersangkutan dan didukung oleh
sekurang-kurangnya dua orang saksi.
Ketentuan Pasal 158 ayat (2) Undang-Undang Nomor RI 13 Tahun 2003
menimbulkan celah hukum yang dapat disalahgunakan oleh pengusaha. Tiga
bukti yang menjadi syarat adanya kesalahan berat yang dilakukan oleh pekerja
bersifat altematif bukan kumulatif. Kata "atau" yang terdapat dalam Pasal 158
Abdul khakim. /^/Y.,Halaman 39
35
ayat (2) huruf b Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 sehamsnya diganti
dengan kata "dan". Di tinjau dari legal concept arti "dan" jauh berbeda akibat
hukumnya dengan arti dari "atau". Pengusaha yang tidak senang dengan
pekerja karena alasannya yang tidak dibenarkan, (alasan pribadi misalnya
pengusaha ditolak cintanya oleh pekerja) maka pengusaha dapat mudah
mengatur strategi untuk menutupi kecurangannya hanya dengan menggunakan
bukti yang tersebut daiam Pasal 158 ay
PEMUTUSAN
TENTANG HAK-HAK TENAGA KERJA
SETELAH
HUBUNGAN K E R J A MENURUT UNDANG-UNDANG R I
N O M O R 13 T A H U N 2 0 0 3 T E N T A N G K E T E N A G A K E R J A A N
SKRIPSI
DUjnkjui Guna Mcmenubi Salah Satu Syarat
Untuk Mcmperoleli G«Ur Serjana Hukum
Program Studi Urau Hukum
Oleh:
NILAWATI
N I M . 502013061
FAKULTAS
HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
2017
PALEMBANG
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAUaMBANG
FAKULTAS HUKUM
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN
JUDULSKRIPSI :
ANAUSIS
TENTANG HAK-HAK TENAGA
KERJA SETELAH PEMUTUSAN HUBUNGAN
KERJA MENURUT
UNDANG-UNDANG RI
NOMOR
13
TAHUN
2003
TENTANG
KETENAGAKERJAAN
Nilawati
502013061
Ilmu Hukum
Hukum Perdata
Nama
NIM
Program Studi
Program Kekhusan
Pembimbing:
Hendri S, SH., MHum
Palembang,
Persetujuan oleh Tim Penguji:
Ketua
. Dr. H. Erli Salia, SR.MH
Anggota
: 1. Khalisah Hayatuddin, SR,M.Hum
2. Rosmawati, S R J 4 H
(
(
i
Maret 2017
PERSETUJUAN PEMBIMBING
NAMA
: NILAWATI
NIM
;502013061
PROGRAM STUDI
:ILMU
J U D U L SKRIPSI
HUKUM
: ANALISIS
SETELAH
TENTANG HAK-HAK TENEGA
KKRJA
PEMUTUSAN
KERJA
MENURUT
HUBUNGAN
UNDANG-UNDANG
RI
NOMOR
T A H U N 2003 T E N T A N G K E T E N A G A K E R J A A N
Disetujui Untuk Disampaikan Kepada
Panitia Ujian
Palembang,
Februari 2017
Dosen Pembimbinc-
13
PENDAFTARAN UJIAN SKRIPSI
Pendaftaran Skripsi Sarjana Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Palembang Strata I bagi :
NAMA
: NILAWATI
NIM
: 502013061
PRODI
: ILMU HUKUM
JUDUL SKRIPSI
; ANALISIS TENTANG HAK-HAK TENEGA KERJA
SETELAH
MENURUT
PEMUTUSAN
HUBUNGAN
UNDANG-UNDANG
KERJA
RI N 6 M O R
13
TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
Dengan diterimanya skripsi ini, sesudah lulus dari Ujian Komprehensif, penulis
berhak metnakai gelar:
SARJANA
HUKUM
SURAT
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Nilawati
NIM
:502013061
Program Studi
: Ilmu Hukum
Program Kekhususan
: Hukum Perdata
Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
ANALISIS
TENTANG
PEMUTUSAN
HAK-HAK
TENEGA
HUBUNGAN KERJA
MENURUT
KERJA
SETELAH
UNDANG-UNDANG RI
N O M O R 13 T A H U N 2 0 0 3 T E N T A N G K E T E N A G A K E R J A A N
Adalah bukan merupakan karya tulis orang lain, kecuali dalam bentuk kutipan
yang telah saya sebutkan sumbemya. Apabila pemyataan ini tidak benar, maka
saya bersedia mendapatkan sanksi akademik.
Demikianlah surat pemyataan ini saya buat dengan sebenar-benamya.
Palembang,
Maret 2017
Yang menyatakan,
IV
MOTTO;
9famun fifiiffyaan (yang kak^adatak katiyang uSaki merasa cufyp'
* JXgama^ ^!kmgsa,dhn Tftgam
V
ABSTRAK
ANALISIS
TENTANG
HAK-HAK
TENAGA
KERJA
SETELAH
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG RI
NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
Nilawati
Hak dan kewajiban yang melekat pada individu kemudian berkembang
menjadi hak dan kewajiban secara kolektif. Umumnya pekerja atau buruh dalam
posisi lebih lemah dibandingakan dengan pemberi pekerja atau pengusaha. Oleh
karena itu sifat kolektivitas ini kemudian digunakan sebagai sarana untuk
membenkan perlindungan bagi pekerja atau buruh agar mendapatkan perlakuan
yang baik dan memperoleh hak-haknya secara wajar.
Tujuan penelitian ini untuk mengakaji peraturan hukum tentang hak-hak
tenaga kerja setelah pemutusan hubungan kerja dan untuk mengetahui upaya
hukum yang dapat diambil setelah pemutusan hubungan kerja.Penelitian yang
dilakukan adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif yaitu
pendekatan terhadap masalah segi peraturan perundangan yang berlaku khususnya
tentang ketenagakerjaan. Tehnik pengumpulan data dilakukan melalui penelitian
kepustakaan yaitu mengumpuikan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier
seianjutnya diolah kualitatif yang hasilnya secara deskripsi, pada tahap akhir akan
dilakukan penarikan kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian, hak-hak tenaga kerja setelah pemutusan
hubungan kerja telah dinyatakan dalam Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun
2003 Berdasarkan Pasal 156-157 Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003
meliputi: Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, Uang Penggantian
Hak, misalnya hak cuti dan lainnya. Bagi pekerja atau buruh yang hubungan
kerjanya diakhiri dalam masa percobaan atau hubungan kerja didasarkan pada
Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT) maka PHK tersebut tidak
mendapat kompensasi dan cara penyelesian perselisihan hubungan industrial
melalui
jalur pengadilan: pengajuan gugatan, pemeriksaan di pengadilan
hubungan industrial, putusan hakim dan diluar jalur pengadilan hubungan
industrial melalui bipartit, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase.
Kata Kunci: Hak, Kewajiban, Pekerja atau Buruh, Kompensasi.
vi
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum Wr Wb
Puji dan syiikur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudu! "Analisis Tentang Hak-Hak
Tenaga Kerja Setelah Pemutusan Hubungan Kerja Menurut llndang-Undang Ri
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan". Skripsi ini adalah untuk
memenulii salah satu syarat kelulusan dalam meraih gelar Sarjana Hukum
Program Strata Satu (S-1) Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Palembang.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat sederhana dan masih
jauh dari kesempumaan, karena tidaklah mudah imtuk menyvisun suatu bentuk
tulisan yang lengkap serta berkadar ilmiah, untuk itu kiranya pembaca dapat
memaklumi kekurangan dan kelemahan yang ditemui dalam skripsi ini. Selama
penelitian skripsi ini, penulis tidak Input dari berbagai kendala. Kendala tersebut
dapat diatasi karena bantuan, bimbingan, dan dukungan berbagai pihak, oleh
karena itu penulis ingin menyampaiakan rasa terima kasih yang mendalam
kepada:
1. Bapak Abid Djazuli, S.E., M M . , selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Palembang
vii
2. Ibu Dr.Hj.Sn
Suatmiati,SH.,M.Hum, selaku Dekan
Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang
3. Bapak dan Ibu Wakil Dekan I,II,III dan IV Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Palembang
4. Bapak Hendri S,SR.,M.Hum, selaku Pembimbing Skripsi yang
telah sabar memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis,
untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini
5. Bapak Dr. Muhammad Yahya Selma,SH.,MH, selaku Pembimbing
Akademik yang telah membimbing selama kuliah
6. Bapak Mulyadi Tanzili,SH.,MH, selaku Ketua Bagian Keperdataan
Ilmu
Hukum Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah
Palembnag
7. Seluruh staf Dosen dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Palembang
8. Kedua orangtua ku tercinta ( ayahanda Rebo dan ibunda saaMa).
Dan ayunda ku tercinta (Rodiah) dan adikku tercinta (Rini
Antika,Saryanto, Risa Amelya, dan Chacha Rifka) yang telah
memberikan
dukungan
moril
dan
materil, yang senantiasa
mendo'akan ku, memotivasi dan mengharapkan kesuksesanku.
Tenmakasih atas kasih sayang yang kalian curahkan kepadakku
selama penulis
menuntut
ilmu
pengetahuan di
Universitas
Muhammadiyah Palembang sampai dengan selesainya skripsi.
viii
9. Sahabat-Sahabat seperjuanganku
(Fiiia, Oea, Yuk Megawati
Siregar, mbak Nur. Ycni.dan Sri) Yang selalau menemaniku dan
seialu memberi semangat dalam bcrjuang demi cita-citaku..
Semoga semua bantuan, dukungan dan amai baik yang telah diberikan
mendapat imbalan sebagaimana mcstinya dari Allah SWT. Dan skripsi ini dapat
bermaanfaat bagi saya maupun yang mcinbacanya.
Palembang,
Penulis
Nilawati
iX
Febuari 20 i 7
DAFTAR ISI
Uala man
HALAMAN P E R S E T U J U A N DAN PENGESAHAN
i
HALAMAN P E R S E T U J U A N PEMBIMBING
ii
L E M B A R PENDAFTARAN UJIAN S K R I P S I
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
iv
HALAMAN M O T O DAN P E R S E M B A H A N
v
ABSTRAK
vi
K A T A PENGANTAR
vii
D A F T A R ISI
X
BAB I P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang
1
B.
8
Rumusan Masalah
C. Ruang Lingkup dan Tujuan
8
D. Kerangka Konseptual
9
E.
Metode Penelitian
10
F.
Sistematika Penulisan
12
BAB H TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Tenaga Kerja
13
B. Hak dan Kewaj iban Tenaga Kerj a
16
X
C. Hak dan Kewajiban Pemberi Kerja
19
D. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
22
E. Prosedur Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
36
BAB m PEMBAHASAN
A. Hak-Hak yang diperoleh setelah Pemutusan Hubungan Kerja
menurut Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerj aan
44
B. Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial apabila
terdapat perselisihan diantara Pekerja dan Pengusaha
56
BAB rv PENUTUP
A. Kesimpulan
66
B. Saran-Saran
67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap orang seialu membutuhkan biaya untuk memenuhi kebutuhannya.
Untuk mendapatkan biaya seseorang perlu bekerja. Bekerja dapat dilakukan
secara mandiri atau bekerja pada orang lain. Bekerja kepada orang Iain dapat
dilakukan dengan bekerja pada negara yang disebut dengan pegawai atau
karyawan atau bekerja dengan orang lain disebut dengan pekerja atau buruh.
Seseorang yang bekerja untuk orang lain mengandung unsur adanya
perintah, upah dan waktu, di sana ada hubungan kerja. Hubungan kerja ini
terjadi antara pekerja atau buruh dengan pemberi kerja dan sifatnya individual.
Dalam proses pelaksanaan pekerjaan ini, kedua belah pihak masing-masing
mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi sebagai akibat adanya
hubungan kerja.
Hak dan kewajiban yang melekat pada individu kemudian berkembang
menjadi hak dan kewajiban secara kolektif. Umumnya pekerja atau buruh
dalam posisi lebih lemah dibandingakan dengan pemberi pekerja
atau
pengusaha. Oleh karena itu sifat kolektivitas ini kemudian digunakan sebagai
sarana untuk memberikan perlindungan bagi pekerja
atau buruh agar
mendapatkan perlakuan yang baik dan memperoleh hak-haknya secara wajar. ^
' Andrian Sutedi. 2009. Hukum perburuan, Jakarta. Sinar Grafika Halaman 28
1
2
Pada hakekatnya pekerja atau buruh adalah pihak yang lemah di banding
pengusaha atau majikan sehingga perlu mendapatkan perlindungan atas hakhaknya yang sangat rentan untuk di langgar atau tidak dipenuhi, misalnya hak
cuti tahunan dan hak untuk mendapatkan konpensasi akibat pemutusan kerja
secara sepihak oleh pengusaha.
Pekerja atau buruh melakukan pekerjaan dibawah perintah orang yang
membayar gajinya. Hak pekerja tersebut muncul secara bersamaan ketika
pekerja atau buruh
mengikat
dirinya pada pengusaha atau majikan untuk
melakukan suatu pekerjaan, contoh yang langsung dapat di lihat adalah hak
atas upah. Hak pekerja ini hanya ada sewaktu seseorang menjadi pekerja, hak
ini melekat hanya pada mereka yang bekerja, ketika seseorang itu sudah tidak
menjadi pekerja lagi, hak-hak yang pernah ada padanya secara otomatis akan
hilang. ^
Berbicara mengenai hak pekerja atau buruh berarti kita membicarakan
hak-hak asasi, maupun hak yang bukan asasi. Hak asasi adalah hak yang
melekat pada diri pekerja alau buruh itu sendiri yang dibawa sejak lahir dan
jika hak tersebut terlepas atau terpisah dari diri pekerja itu akan menjadi turun
derajat dan harkatnya sebagai manusia. Sedangkan hak yang bukan asasi
berupa hak pekerja atau buruh yang telah diatur dalam peraturan perundangundangan yang sifatnya non asasi.
Hak asasi sebagai konsep moral dalam bemiasyarakat dan bernegara
bukanlah suatu konsep yang lahir seketika dan bersifat menyeluruh. Hak asasi
Http://e-jomal.uajy,co.id/7620/2/HK I09172.pdf .Di Akses Tanggai 20 Oktober 2016
3
iahir setahap demi setahap melalui periode-periode tertentu didalam sejarah
perkembangan masyrakat. Sebagai suatu konsep moral, hak asasi dibangun dan
dikembangakan berdasarkan pengalaman
kemasyrakatan manusia itu sendiri.
Pengalaman dari kelompok-kelompok sosial didalam masyrakat bernegara
ilulah yang mewamai konsep hak asasi.
Di Indonesia konsep hak asasi manusia telah secara tegas dan jelas diakui
keberadaanya di dalam
UUD 1945 dan diiaksanakan oleh negara di dalam
masyarakat. Hak asasi pekerja atau buruh adalah hak untuk memperoleh
pekerjaan yang layak bagi kemanusian yang telah diakui keberadaanya dalam
UUD 1945 merupakan hak konsitusional. Itu berarti bahwa negara tidak
diperkenankan mengeluarkan kebijakan-kcbijakan baik berupa undang-undang
maupun peraturan-peraturan pelaksanaan. ^
Tetapi tidak jarang dapat kita temukan banyak pekerja atau buruh setelah
mereka terkena PHFC, pekerja atau buruh kadang meminta kepada pihak
pengusaha atau perusahaan untuk dibayarkan hak-hak mereka melibihi apa
yang diatur dalam ketentuan yang berlaku. Dengan kondisi inilah yang
membuat persoalan penyelesaian perselisihan PHK sulit diselesaikan.
Masalah mengenai pemutusan hubungan kerja seialu menarik untuk
dikaji dan di telaah lebih mendalam. Tenaga kerja seialu menjadi pihak yang
lemah apabila dihadapkan pada pemberi kerja yang merupakan pihak yang
memiliki kekuatan. Sebagai pihak yang seialu dianggap lemah, tidak jarang
.Andrian Sutedi. Op.,Cit. Halaman 14
4
para tenaga kerja seialu mengalami ketidak adilan apabila bcrhadapan dengan
kepentingan pemsahaan.
Kedudukan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh adalah tidak
sama. Secara yuridis kedudukan pekerja atau buruh adalah bebas, tetapi secara
sosial ekonomis kedudukan pekerja atau buruh adalah tidak bebas. Kedudukan
yang tidak sederajat ini menginggat pekerja atau bumh hanya mengandalkan
tenaga yang melekat pada dirinya untuk melaksanakan pekerjaan. Selain itu
majikan seialu menggangap pekerja atau buruh sebagai objek dalam hubungan
kerja. ^
Pekerja atau burLih
sebagai faktor ckstem dalam proses produksi dan
bahkan ada yang beranggapan majikan sebagai heer im hems (ibacatnya adalah
mmahku terserah akan aku gunakan untuk apa). Maksudnya majikan adalah
pemilik dari pemsahaan itu. sehingga setiap kcgiatan apapun tergantung dari
kehendak majikan. Keadaan ini menimbulkan adanya kecendcrungan majikan
untuk berbuat sewenanag-wenang kepada pekerja atau bumhnya.^
Hubungan kerja antara pengusaha alau majikan dengan pekerja atau
bumh cepat atau lambat pasti akan berakhir. Adakalanya pengakhiran
hubungan kerja tersebut muncul atas inisiatif pengusaha, namun bisa juga atas
keinginan sadar pekerja atau buruh itu sendiri.
* Abdul khakim. 2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia berdasarkan
Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2WB.Bandung iCitra Aditya Bakti.Halaman 3
Asri Wijayanti. 2009.Hukum ketenagakerjaan pasca rejbrma.si. Jakarta: Sinar
Grafika. Hal am an 8
5
Peristiwa
pengakhiran
hubungan
kerja
seringkali
menimbulkan
permasalahan yang tidak mudah terselesaikan, baik mengenai pengakhiran
hubungan itu sendiri maupun utamanya akibat hukum dari pengakhiran
hubungan kerja. Adakalanya pekerja atau bumh dapat menerima pengakhiran
hubungan kerja yang dilakukan oich pengusaha, namun tidak setuju terhadap
kompensasi yang ditawarkan atau bisa juga terhadap keduanya.
Seperti telah kita ketahui bahwa kasus pemutusan hubungan kerja yang
melibatkan pengusaha dengan pihak
pekerja atau buruh banyak terjadi
diberbagai perusahaan. Apabila pemutusan hubungan kerja sesuai dengan
atulan-aluran yang berlaku maka hal Itu bukan mempakan suatu masalah,
misalnya saja pada awal krisis moneter terjadi perampingan tenaga kerja pada
perusahaan sehingga banyak tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan
kerja.
Hal ini dimaksudkan agar pengeluaran perusahaan tidak terlalu besar
karena harga kebutuhan mengalami kenaikan akibat krisis moneter itu. Yang
menjadi masalah adalah apabila terjadi pemutusan hubungan kerja secara
sepihak oleh pumsahaan terhadap pekerja atau buruhnya.
Maka tindakan pemutusan
hubungan kerja harus dilakukan sesuai
pemndang-undangan, menumt pasal 151 Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan mensyaratkan bahwa pemutusan hubungan kerja
wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja atau buruh atau dengan
pekerja atau buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja
atau buruh.
6
Perlindungan tersebut dimaksudkan agar tindakan pemutusan hubungan
kerja apabila PHK dimaksud sudah tidak dapat dihindarkan memiliki ligitimasi
yang kuat dapat diterima oleh pihak-pihak, baik menyangkut alasan PHK itu
sendiri maupun akibat hukum yang ditimbulkannya. Perlu diketahui bahwa
setiap pengakhiran hubungan kerja seialu memiliki konsekuensi atau akibat
hukum. baik terhadap pekerja atau buruh maupun pengusaha.^
Dalam kenyataanya, usaha yang dilakukan dalam rangka perlindungan
itu belum berjalan seperti yang diharapkan. Hal ini terbukti dengan banyaknya
kasus unjuk rasa, pemogokan yang dilakukan pekerja atau buruh yang
bertujuan untuk mcningkatkan kesejahtraan, namun ada kasus unjuk rasa,
pemogokan tersebut yang berakhir dengan pemutusan hubungan kerja yang
berakibat memperpanjang barisan pengangguran.
Pengakhiran alau pemutusan hubungan kerja adalah merupakan salah
satu jenis perselisahan hubungan industrial. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
yakni :
1. Perselisihan Hak
2. Perselisihan Kepentingan
3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK
4. Perselisihan Antara Serikat Pekerja atau Buruh hanya dalam satu
perusahaan.
Whimbo piloyo.20\Q.panduan praktis hukum keienagakerjaan.i-dka.na: visimedia
Halaman 71
7
Perselisihan
hak
adalah
perselisihan
yang
timbul
karena
tidak
dipenuhinya hak. akibat ada perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap
ketentuan perundang-undang,
perjanjian kerja. peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.
Perselisihan
kepentingan
adalah
perselisihan
yang timbul
daiam
hubungan kerja tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan atau
perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja sama.
Perselisihan serikat pekerja atau serikat buruh adalalt perselisihan antara
serikat pekerja atau serikat buruh dengan pekerja atau serikat buruh lainnya
dalam
satu
perusahaan,
karena
tidak
adanya
pemahaman
mengenai
keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikataan pekerjaan.
Sedangkan perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan
yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran
hubungan kerja yang dilakukan oich salah satu pihak. ^
Dari berbagai persoalan yang dikemukakan diatas, masih berat tugas
yang dihadapkan, untuk dapat lebih memperhatikan dan mengupayakan
kepentingan pekerja atau buruh dalam meningkatkan kesejahteraanya.
Keinginan untuk mengetahui dan memahami lebih jauh terutama yang
berhubungan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan hal tersebut
' Rahmat trijono.2014. pengantar hukum ke(enagakerjaan.Depok:Papas Sinar
Sinanti.Ha[amanl30
9
1. Untuk mengetahui
hak-hak
tenaga kerja
setelah
pemutusan
hubungan kerja.
2. Untuk mengetahui
upaya hukum yang dapat diambil setelah
pemutusan hubungan kerja.
D.
Kerangka Konseptual
1. Analisis Yuridis adalah Kegiatan merangkum sejumiah data besar
yang masih mentah kemudian mengelompokan atau memisahkan
komponen-komponen
kemudian mengaitkan
serta bagian-bagian
yang relavan untuk
data yang dihimpun untuk
menjawab
permasalahan. Analisis merupakan usaha untuk menggambarkan
poia-pola secara konsisten dalam data sehingga hasil analisis dapat
'
•
8
dipelajan dan diteijemahkan dan memiliki arti . Sedangkan yuridis
adalah hal yang diakui oleh hukum, didasarkan oleh hukum dan hal
yang
membentuk
pelanggaran,
keteraturan
yuridis merupakan
serta memiliki
efek
terhadap
suatu kaidah yang dianggap
hukum atau dimata hukum dibenarkan keberlakuannya, baik yang
berupa peraturan-peraturan, kebiasaan, etika bahkan moral yang
menjadi besar penilainnya.^
2. Hak adalah Segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap orang
yang
telah ada sejak lahir bahkan sebelum lahir.
Surayin .200l.kamu.s umiim Bahasa Indonesia (analisis) .Bandung : Yrama widya.
Halaman 10
^ Informasi media. Pengeriian definisiyuridis . Di akses dari: httD://media
tnformasi.com/2012/04. Pengertian- definisi-yuridis.html. Pada Tanggai 20 oktober 2016
10
3. Tenaga Kerja
adalah
Setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna mengahasiikan barang atau jasa untuk memenuhi
kebutuhan sendiri atau masyrakat.
4. Pekerja atau buruh
menerima
upah
adalah
atau
Setiap orang yang bekerja dengan
imbalan
dalam
bentuk
lain,
guna
menghasilkan barang atau jasa.
5. PHK adalah Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu
yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja
atau buruh dan pengusaha.
Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif
yang bersifat deskriptif yaitu pendekatan terhadap masalah segi
peraturan
perundangan
ketenagakerjaan.
yang
Sedangkan
berlaku
pendekatan
khususnya
tentang
normatif
adalah
pendakatan yang hanya menggunakan data sekunder dengan
penyusunan kerangka secara konsepsionil.
2. Sumber Data
Sumber Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah :
a. Bahan
hukum
primer
seperti
peraturan
perundang-
undangan seperti Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun
2003
tentang ketenagakerjaan, KUHPerdata dan peraturan
lainnya yang berhubungan dengan permasalahan.
11
b. Bahan hukum sekunder yaitu: literatur, pendapat-pendapat
para
ahli
yang termuat
dalam
berbagai
media
dan
penelitian.
c. Bahan hukum
tersier
seperti
Kamus Besar Bahasa
Indonesia, bahan dari internet, dan lain sebagainya.
Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka yaitu
dengan cara membaca mempelajari buku dan literatur lainnya
diolah dan dirumuskan secara sistematis sesuai dengan masingmasing pokok bahasannya.
Analisis Data
Analisis data dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan
metode analisis kualitatif, dalam hal ini mengkaji secara mendalam
bahan hukum yang ada kemudian digabungkan dengan bahan
hukum yang Iain, lain di padukan
dengan
mendukung dan seianjutnya ditarik kesimpulan.
teori-teori yang
12
F. Sistematika Penulisan
Rencana penulisan skripsi ini disusun secara keseluruhan daiam 4 (empat)
bab dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, ruang lingkup dan
tujuan. kerangka konseptual, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi materi tentang pengertian tenaga kerja, hak dan kewajiban
tenaga kerja, hak dan kewajiban pemberi kerja, pengertian pemutusan
hubungan kerja, dan prosedur terjadinya pemutusan hubungan kerja.
BAB III : PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang uraian dan kajian yang bersangkut paut dengan
permasalahan
yang ada, yaitu tentang hak-hak tenaga kerja setelah
pemutusan hubungan kerja menurut Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan dan upaya hukum yang dapat diambil
setelah pemutusan hubungan kerja.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini berisi tentang penutup pada bagian ini merupakan akhir
pembahasan skripsi ini diformat dalam penulisan kesimpulan dan saran.
BABH
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Tenaga Kerja
Menurut Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 pasal 1 ayat 2
disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan
guna mengahasiikan
barang dan jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyrakat. Penduduk yang tergolong tenaga
kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja, setiap orang yang
mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Sedangkan ketentuan Pasal 1 ayat
(3) Undang-Undang R I Nomor 13 Tahun 2003, pekerja atau buruh adalah
setiap orang yang bekerja dengan meminta upah atau imbalan dalam bentuk
lain,
Pengertian tenaga kerja tersebut telah menyempurnakan pengertian
tentang tenaga kerja dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 Tentang
Ketentuan Pokok Ketenagakerjaan.
Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan/atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat dapat meliputi setiap orang yang bekerja dengan menerima upah
Sendjun H.M'dm\mg.200\.Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia.
Jakarta : Rineka Ciptz. Halaman 3
13
14
atau imbalan dalam bentuk lain atau setiap orang yang bekerja sendiri dengan
tidak menerima upah atau imbalan.
Pengertian tenaga kerja menurut Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan juga sejaian dengan pengertian tenaga kerja
menurut konsep ketenagakerjaan pada umumnya yaitu bahwa tenaga kerja atau
menpower adalah mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang
sedang mencari kerja dan yang melakukan pekerjaan lain dan mengurus rumah
tangga.
Pengertian tenaga kerja disini mencakup tenaga kerja atau buruh yang
terkait dalam suatu hubungan kerja dan tenaga kerja yang belum bekerja.
Sedangkan pengertian dari pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Dengan kata lain,
pekerja atau buruh adalah tenaga kerja yang sedang dalam ikatan hubungan
kerja.''
Pekerja merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam suatu
perusahaan. Hal ini dikarenakan peran peran dan Ilingsi pekerja dalam
menghasilkan barang dan atau jasa untuk perkembangan suatu perusahaan
sewajarnya
apabila
hak-hak
pekerja
diberikan secara
memadai
demi
terciptanya hubungan kerja yang seimbang antara pekerja dan pengusaha
daiam
perusahaan.
Terutama
pekerja
melakukan
pekerjaannya
secara
bersungguh dan maksimal.
Asri Wijayanli. 2009. Hukum ketenagakerjaan pasca reformasi. Jakarta: Sinar
Grafika. Halaman 1
12
Hardijan Rusli.2003. Hukum Ketenagakerjaan.Jakmtd: Ghalia Indonesia. Halaman 12
15
Secara garis besar Penduduk Suatu Negara dibedakan menjadi 2 (dua)
kelompok yaitu
1. Angkatan tenaga kerja terdiri dari :
a. Golongan yang bekerja
b. Golongan yang mengangur
atau yang sedang mencari
pekerjaan
2. Bukan angkatan tenaga kerja terdiri dari :
a. Golongan yang bersekolah
b. Golongan yang mengurus rumah tangga dan
c. Golongan Iain-lain atau penerima pendapatan
Golongan yang bersekolah adalah mereka yang kegiatannya hanya
bersekolah.
Golongan yang mengurus rumah tangga adalah mereka yang mengurus
rumah tangga tanpa memperoleh upah.
Golongan Iain-lain ada 2 (dua) macam yaitu :
1. Golongan penerima
melakukan
suatu
pendapatan,
kegiatan
yaitu
ekonomi,
mereka
yang tidak
tetapi
memperoleh
pendapatan seperti tunjangan pensiun, bunga atas simpanan, dan
uang sewa atas milik.
2. Meraka yang hidupnya tergantung dari orang lain, misalnya
karena lanjut usia (jompo), cacat atau sakit kronis.
http//id.Wikipedia.org/mkiA"enaga Kerja. Di Akses Tanggai 11 November 2016
16
Ketiga golongan dalam kelompok bukan angkatan kerja ini kecuali
mereka yang hidupnya tergantung dari orang lain, sewaktu-waktu dapat
menawarkan jasanya untuk bekerja. Jadi tenaga kerja mencakup siapa saja
yang dikategorikan sebagai angkatan kerja dan juga mereka yang bukan
angkatan
kerja,
sedangkan
mereka
yang
bekerja
dan
tidak
bekerja
(penganguran),''*
B. Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja
Setiap tenaga kerja atau pekerja akan menimbulkan hubungan hak dan
kewajiban para pihak yaitu hak dan kewajiban yang dinamakan dengan
hubungan perjanjian timbai balik yang menimbulkan kewajiban pokok bagi
kedua belah pihak. Dengan adanya perjanjian kerja, antara pekerja atau buruh
dengan pengusaha atau majikan mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban
tertentu antara lain :
a. Hak Tenaga Kerja
1. Hak untuk mendapatkan upah
2. Hak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi
kemanusian
3. Hak untuk bebas memilih dan pindah pekerjaan sesuai
dengan bakat dan kemampuannya
4. Hak atas pembinaan keahlian, kejujuran, untuk memperoleh
serta menambah keahlian dan ketrampilan
" Agusmidah.2010. Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta:Pradnya Pramita, Halaman 7
17
5. Hak untuk mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan kerja
serta perlakuan
yang
sesuai
dengan
martabat manusia dan moral agama
6. Hak atas istirahat (cuti) serta hak atas upah penuh selama
menjalani istirahat
7. Hak untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja
dan
8. Hak untuk mendapat jaminan sosial.'^
b. Kewajiban Tenaga kerja
1. Melakukan pekerjaan
Menurut pasal 1603 KUHPerdata, pekerja atau buruh wajib
melakukan
pekerjaan
yang
dijanjikan
menurut
kemampuannya yang sebaik-baiknya. Sekedar tentang sifat
serta luasnya pekerjaan yang harus dilakukan tidak dijelaskan
perjanjian atau reglemen. Maka hal itu ditentukan oleh
kebiasaan.
2. Menaati tata tertib perusahaan
Pekerja atau buruh wajib menaati peraturan-peraturan yang
diberikan oleh pengusaha atau majikan. Peraturan-peraturan
bertujuan untuk meningkatkan tata tertib perusahaan. Dan
pekerja atau buruh wajib menaati perintah-perintah yang
diberikan oleh pengusah atau majikan sepanjang yang telah
Soedarjadi.2009./7flA' dan Kewajiban pekerj a-pengusaha. Jakarta :Pustaka Yutisia.
Halaman 23
18
diatur dalam perjanjian kerja. Peraturan yang dibuat secara
tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan
tata tertib perusahaan. Dengan demikian, kewajiban pekerja
atau buruh adalah menaati peraturan-peraturan perusahaan,'^
3. Wajib membayar denda atau ganti rugi
Pekerja atau
dalam melakukan pekerjaan,
dalam suatu
perusahaan melakukan kesengajaan atau karena kelalaian
sehingga
dapat
menimbulkan
kerugian,
kerusakaan,
kehilangan atau sifatnya yang tidak menguntungkan atau
merugikan perusahaan. Maka atas kejadian tersebut, yang
menaggung resiko yang timbul harus menjadi tanggung
jawab dari pekerja atau buruh. Akan tetapi jika kejadian
tersebut benar-benar adanya unsur dari kesengajaan atau
kelalaian dari pekerja, ada suatu asas yang
mengatakan
"demmim in iura datum " yang artinya perbuatan meianggar
hukum dapat menimbulkan ganti rugi. Sebaliknya jika suatu
kejadian tersebut dikarenakan bukan akibat keselahan pekerja
atau buruh atau diluar dari batas kemampuan pekerja atau
buruh, maka kejadian tersebut bukan menjadi tanggung
jawab dari pekerja atau buruh."
http//cnergiayatkursi.blogspot.com./2013/06/pedanjian-keda-hakKlan-kewajiban.htiiiI,
Di Akses Tanggai 11 November 2016
" Djumadi-2008.//w/:ifm Perhuruhan Perjanjian Kerja. Jakarta :PT Raja
Grafindo. Halaman 14
19
4. Bertindak sebagai pekerja yang baik
Daiam Pasal
1603 KUHPerdata bahwa pada umumnya
pekerja atau buruh wajib melakukan segala sesutu yang
sehamsnya dilakukan oleh pekerja atau buruh yang baik.
Ketentuan
ini merupakan
kewajiban timbai
balik
dan
pengusaha wajib bertindak juga sebagai pengusaha atau
majikan yang baik. Dengan demikian pekerja atau buruh
wajib melaksanakan kewajibannya dengan baik seperti apa
yang tercantum dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan
maupun dalam perjanjian kerja sama, Disamping itu, pekerja
atau
buruh wajib
melaksanakan
apa
yang sehamsnya
dilakukan atau tidak dilakukan menumt peraturan perundangundangan, kepatutan maupun kebiasaan.
C. Hak daii Kewajiban Pemberi kerja
Dengan adanya pemberi kerja atau pengusaha maka tercipta hubungan
kerja antara pengusaha atau majikan dengan pekerja atau bumh. Ada yang
diperintah dan ada yang menjalankan perintah. Pemberi kerja mempakan orang
perseorangan, pengusaha, badan hukum
atau badan-badan lainnya yang
mempekerjakan tenaga kerja. Adapun kewajiban pengusaha atau pemberi kerja
harus sebagai pengusaha atau pemberi kerja yang baik, antara pemberi kerja
atau pengusaha mempunyai hak dan kewajiban terentu antara lain :
20
a. Hak pemberi kerja
1. Membayar upah bagi pekerja atau buruh menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Memberitahukan dan menjelaskan isi serta memberikan naskah
peraturan perusahaan atau perubahannya
kepada pekerja atau
buruh.
3. Setiap Pengusaha harus melaksanakan ketentuan waktu kerja.
4. Memberikan waktu istirahat dan cuti kepada pekerja atau buruh
5. Dalam hal terjadi pemutusan kerja pemberi kerja atau pengusaha
diharuskan membayar uang pesangon, uang penghargaan masa
kerja dan uang penggantian hak yang sehamsnya diterima.
b- Kewajiban pemberi kerja
1. Bertindak sebagai pengusaha yang baik
Meskipun kewajiban ini tidak tertulis dalam perjanjian kerja,
namun
menurut
kepatuan
pemndang-undangan,
atau
sehamsnya
kebiasaan
serta
pengusaha
peraturan
wajib
untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Dalam kewajiban ini
pengusaha
atau
majikan
hams
bertindak
sebijak
mungkin,
berdasarkan ketentuan hukum hams dilakukan dan dibiasakan
untuk dilakkukan sebaik-baiknya.
2. Kewajiban untuk memberikan istirahat tahunan.
http://elfi-indra.blogsopt.coni/20 ll/06/kewaiiban-penRusalia-daIam-hukum.ht^
Akses Tanggai 13 November 2016
21
Dalam pasal I602v KUHPerdata, pemberi kerja atau pengusaha
wajib mengatur pekerjaan sedemikian rupa agar dapat memberikan
hak cuti atau hak istirahat diberikan secara teratur dan dipihak lain
produksi dari suatu perusahaan tidak tidak terganggu. Sehingga
semua pihak bisa melakukan kewajibannya dengan tenang tanpa
bertentangan dengan isi perjanjian kerja dan peraturan undangundang yang berlaku.
Kewajiban mengurus perawatan dan pengobatan
Menurut pasal 1602x KUHPerdata bahwa pengusaha atau majikan
wajib mengurus perawatan dan pengobatan jika pekerja atau buruh
yang bekerja mengalami penderita sakit atau kecelakaan pada saat
bekerja. Akan menjadi tanggung jawab dari pengusaha atau
majikan untuk perawatan dan pengobatan si pekerja atau buruh
tersebut.
Kewajiban memberikan surat keterangan
Dalam ketentuan pasal 1602a ayat 1 dan 2 ditentukan bahwa
pengusaha atau majiakan wajib memberikan surat keterangan, yang
berisi tanggai dan tanda tangan si pengusaha.
Dalam surat
keterangan tersebut haruslah berisikan tentang sifat pekerja yang
dilakukan lamanya hubungan
kerja antara pekerja atau buruh
dengan pengusaha atau majikan. Surat keterangan tersebut akan
diberikan jika hubungan kerja tersebut diakhiri atas permintaan
22
sendiri dari si pekerja atau buruh dapat membuktikan atas
pengalaman kerjanya.
5.
Kewajiban membayar upah
Dalam
hubungan
kerja,
kewajiban yang
paling utama
dan
terpenting bagi pengusaha atau majikan adalah membayar upah
tepat pada waktunya. Upah merupakan hak pekerja atau buruh yang
diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari
pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau buruh yang
ditetapkan
kesepakatan
dan
dibayarkan
atau
menurut
peraturan
suatu
perjanjian
perundang-undangan,
kerja,
termasuk
tunjangan bagi pekerja atau buruh atas suatu pekerjaan atau jasa
yang telah dilakukan. "
D. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pemutusan hubungan kerja berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (25)
Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah
pengakhiran
hubungan
kerja
karena
suatu
hal tertentu
mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja atau buruh dan pengusaha.
Pemutusan hubungan kerja ini berdasarkan ketentuan Pasal 150 UndangUndang RI Nomor 13 Tahun 2003 meliputi PHK yang terjadi di badan usaha
yang berbadan hukum atau tidak, milik orang atau perseorangan, milik badan
hukum, baik milik swasta maupun milik Negara, ataupun milik usaha-usaha
F.X.Djumialdji.2008,T'e/7i7/7//a'« Kerja (edisi rev/.s7,).Jakarta:Sinar Grafika. Halaman 4?
23
sosial dan usaha-usaha lainnya yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan
orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
PHK berarti suatu keadaan dimana si buruh berhenti bekerja dari
majikannya.
Hakikat
PHK bagi
buruh
merupakan
awal
penderitaan.
Maksudnya bagi semua permulaan dari berakhirnya kemampuanya membiayai
keperiuan hidup sehari-hari baginya dan keluarganya, Pengusaha serikat
pekerja dan pemerintah harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan
hubungan kerja berdasarkan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 13
Tahun 2003. Seianjutnya berdasarkan
Pasal 151 ayat (2) dan (3) Undang-
Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan :
Ayat (2) "Dalam hal ini segala upaya yang dilakukan, tetapi pemutusan
hubungan
kerja tidak dapat dihindarkan, maka
maksud
pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha
dan serikat pekerja atau serikat buruh atau dengan pekerja atau
buruh
yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat
pekerja atau serikat buruh"
Ayat (3) "Daiam hal ini perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha
hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja atau
buruh
setelah
memperoleh
penepatan
penyelesaian perselisihan hubungan industrial".
dari
lembaga
24
PHK hams dijadikan tindakan terakhir apabila ada perselisihan hubungan
industrial. Pengusaha dalam menghadapi para pekerja hendaknya :
a. Menganggap
para
pekerja
sebagai
partner
yang
akan
membantunya untuk menyukseskan tujuan usaha.
b. Memberikan imbalan yang layak terhadap jasa-jasa yang telah
dikerahkan oleh palnernya itu, bempa penghasilan yang layak
dan jaminan-jaminan sosial tertentu, agar dengan demikian
pekerja tersebut dapat bekerja lebih produktif (berdaya guna).
c. Menjalin hubungan baik dengan para pekerjanya.
Oleh karena itu, para pekerja yang bekerja pada pemsahaan tersebut
hams mengimbangi jalinan atau hubungan kerja dengan kerja nyata yang baik,
penuh kedisiplinan, dan tanggung jawab agar tujuan pemsahaan dapat tercapai
dengan penuh keberhasilan bagi kepentingan pekerja itu sendiri. Segala hal
yang kurang wajar di dalam pemsahaan tersebut akan diselesaikannya dengan
musyawarah dan mufakat seperti perselisihan yang terjadi dalam suatu
keluarga besar.
Jadi, baik pemberi kerja maupun yang diberi pekerjaan hams terkendali
atau hams mematuhi pada segala ketentuan dan peraturan yang berlaku, hams
bertanggung jawab dalam melaksanakan
kegiatan masing-masing sesuai
25
dengan tugas dan wewenangnya, hingga keserasian dan keseiarasan akan
terwujud.'''
Adapun cara terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) pada dasamya
cara terjadinya pemutusan hubungan kerja ada 4 macam yaitu ;
1) Pemutusan Hubungan Kerja Demi Hukum
Pemutusan hubungan kerja demi hukum terjadi karena alasan batas waktu
yang disepakati telah habis atau apabila buruh meninggal dunia. Berdasarkan
ketentuan pasal 61 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003,
perjanjian kerja berakhir apabila :
a. Pekerja meninggal dunia
b. Berakhirnya Jangka waktu perjanjian
c. Adanya putusan pengadilan dan putusan atau penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang mempunyai
kekuatan hukum tetap
d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam
perjanjian
kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian
kerja
bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1630e Burgerlijk Wetboek, pengertian
waktu tertentu yang menentukan berakhirnya suatu hubungan kerja ditetapakan
YW.Sunindliia dan Ninik Widiyanti. 1998. Masalah PHK dan Pemogokan. Jakarta :
Bina Aksara Halaman 129
26
dalam perjanjian, atau ditetapakan dalam peraturan perundang-undangan atau
kebiasaan.
2) Pemutusan Hubungan Kerja oleh Buruh
Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi apabila buruh mengundurkan
diri atau telah terdapat alasan mendesak yang mengakibatkan buruh minta di
PHK. Berdasarkan ketentuan Pasal 151 ayat (3) huruf b Undang-Undang RI
Nomor 13 Tahun 2003, atas kemauan sendiri tanpa adanya tekanan atau
intimidasi
dari pengusaha,
berakhirnya hubungan kerja sesuai
dengan
perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali. Pengunduran diri dianggap
terjadi apabila buruh mangkir paling sedikit dalam waktu 5 hari kerja berturutturut dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 kali secara tertulis dengan bukti
yang sah.
Selain itu berdasarkan ketentuan Pasal 169 Undang-Undang RI Nomor
13 Tahun 2003, pekerja atau buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan
hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:
a. Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja
atau buruh.
b. Membujuk dan atau menyuruh pekerja atau buruh untuk
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
27
c. Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan
selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih.
d. Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada
pekerja atau buruh.
e. Memerintahkan pekerja
atau
buruh untuk melaksanakan
pekerjaan di luar yang diperjanjikan, atau
f.
Memberikan
pekerjaan
yang
membahayakan
jiwa,
keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja atau buruh
sedangakan
pekerjaan
tersebut
tidak
dicantumkan pada
perjanjian kerja.
3) Pemutusan Hubungan Kerja oleh Majikan (pengusaha)
PHK oleh majikan ( pengusaha) dapat terjadi karena alasan apabila buruh
tidak lulus masa percobaan, apabila majikan (pengusaha) mengalami kerugian
sehingga menutup usaha, atau buruh melakukan keselahaan. Lamanya masa
percobaan maksimal adalah 3 bulan, dengan syarat adanya masa percobaan
dinyatakan dengan tegas oleh majikan dianggap tidak ada percobaan.
Ketentuan lainnya apabila majikan menerapkan adanya training maka masa
percobaan tidak boleh dilakukan, Pengusaha tidak perlu melakuakan PHK
karena sesuai dengan Pasal 154 Undang-Undang RT Nomor 13 Tahun 2003,
yaitu penetapan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) tidak
diperlukan dalam hal :
a. Pekerja atau buruh masih dalam percobaan kerja, bilamana
telah di persyratkan secara tertulis sebelumnya.
28
b. Pekerja atau buruh mengajukan permintaan pengunduran diri,
secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya
intimidasi atau tekanan dari pengusaha. Berakhirnya hubungan
kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk
pertama kali.
c. Pekerja atau buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan
ketetapan
dalam perjanjian
kerja,
peraturan
perusahaan,
perjanjian kerja sama atau peraturan perundang-undangan, atau
d. Pekerja atau buruh meninggal dunia.
Pemutusan hubungan kerja yang tidak layak antara lain ;
a. Jika antara lain tidak menyebutkan alasanya; atau
b. Jika antara PHK itu di cari-cari (pretext) atau alasanya palsu
c. Jika akibat pemberentian itu bagi pekerja atau buruh adalah
lebih berat dari pada keuntungan pemberentian itu bagi
majikan; atau
d. Jika buruh diberhentikan bertentangan dengan ketentuan dalam
undang-undang atau kebiasaan mengenai susunan staf atau
aturan ranglish (seniority rules) dan tidak ada alasan penting
untuk tidak memenuhi ketentuan-ketentuan itu."
Sanksi atau hukuman bagi pemutusan hubungan kerja yang tidak
beralasan yang diberikan oleh majikan (pengusaha) kepada pekerja atau buruh
yaitu:
^' F.X.DjuinialdJi. Op.Cit. Halaman 29
29
a, Pemutusan tersebut adalah batal dan pekerja yang
bersangkutan harus ditempatkan kembali pada kedudukan
semula,
b. Pembayaran ganti rugi kepada pekerja tersebut. Dalam hal ini
pekerja berhak memilih antara penetapan kembali atau
mendapatkan ganti mgi.
Majikan (pengusaha) yang mengalami kerugian berdasarkan ketentuan
Pasal 163-Pasal 165 Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 dapat memPHK buruhnya apabila :
1. PHK massal karena perusahaan tutup akibat tutup akibat
mengalami kemgian terus menerus disertai dengan bukti
keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik paling sedikit
2 (dua) tahun terakhir, atau keadaan memaksa (force majenr).
2. PHK massal karena perusahaan tutup karena alasan perusahaan
melakukan efisiensi,
3. PHK karena perubahan status atau perubahan kepemilikan
perusahaan sebagian atau seluruhnya atau perusahaan pindah
lokasi dengan syarat-syarat kerja baru yang sama dengan
syarat-syarat kerja lama dan pekerja tidak bersedia melakukan
hubungan kerja.
4. PHK karena perubahan status atau perubahan pemilikan
perusahaan sebagian atau seluruhnya atau perusahaan pindah
lokasi dengan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja
diperusahaanya dengan alasan apa pun.
G.Kartasapoetra. 1992.//^/^'Hm Perhuruhan Di Indonesia Berdasarkan
PancasilaDdkaxiSL-Smixr Grafindo. Halaman 287
30
Sesungguhnya pihak pengusaha enggan untuk melakukan pemutusan
hubungan kerja, karena pekerja yang yang telah ada dapat dikatakan sebagai
pekerja
yang
telah
mempunyai
pengalaman
dalam
pelaksanaan
di
perusahannya, walaupun baru satu atau dua bulan, pembinaan terhadap mereka
tinggal sekedar untuk lebih memantapkan produktivitas kerjanya.
Memberhentikan pekerja atau buruh yang telah bekerja beberapa bulan di
perusahaanya hanya dilakukan karena ketei"paksaan, maksudnya buruh yang
bersangkutan walaupun telah sering di nasehati, diberi peringatan, tetap tidak
mau mengubah sikap dan prilakunya yang kurang baik, sehingga seialu
membuat kesal pengusaha dan merugikan perusahaan. Hanya pengusaha yang
baik akan tetap memperhatikan ketentuan perundang-undangan atau hukum
yang berlaku.
Adapun alasan-alasan yang dapat membenarkan
suatu
pemutusan
hubungan kerja oleh majikan atau pengusaha atas diri pekerja, yaitu :
1. Alasan ekonomis
a. Menurtnya hasil produksi yang dapat pula disebabkan oleh
beberapa faktor misalnya:
1) Merosotnya kapasitas produksinya perusahaan yang
bersangkutan
2) Menurunya
permintaan
masyrakat
atas
produksinya perusahaan yang bersangkutan.
3) Menurunnya persedian bahan dasar.
hasil
4) Tidak lakunya hasil produksi yang lebih dahulu
dilemparkan kepasaran dan sebagainya, yang semua ini
secara langsung maupun tidak langsung mengakibatkan
kerugian.
b. Merosotnya penghasilan perusahaan, yang secara langsung
mengakibatkan kerugian pula.
c. Merosotnya kemampuan perusahaan terebut
membayar
upah atau gaji atau imbalan kerja lain dalam keadaan yang
sama dengan sebelumnya.
d. Diiaksanakan
rasionalisasi
atau
penyederhanaan
yang
berarti pengurangan karyawan dalam jumlah besar dalam
perusahaan bersangkutan.'^
2. Alasan lain
yang bersumber dari keadaan yang luar biasa,
misalnya :
a. Karena
keadaan
perang
yang
tidak
memungkinkan
keterusannya hubungan kerja.
b. Karena bencana alam yang menghancurkan tempat kerja
dan sebagainya.
c. Karena
perusahaan
lain
yang menjadi
pekerjaan yang bersangkutan
penyelenggara
ternyata tidak mampu lagi
meneruskan pengadaan lapangan pekerjaan selama ini ada.
Adapun perusahaan atau majikan yang secara langsung
A.Ridwan Halim dan Ny.Sri Siibiandini Giiltom. 1987. Sari Hukum Perhuruhan
q^/wa/.Jakarla: Pradn5'a Panimila.Halaman 15
32
mempekerjakan
para
karyawan
selama
ini
hanyalah
merupakan kuasa yang bertindak untuk dan atas nama
pemsahaan yang lain yang menjadi penyelenggara
atau
pengada lapangan tersebut.
d. Karena meninggalnya majikan dan tidak
ada ahli waris
yang mampu melanjutkan hubungan kerja dengan karyawan
yang bersangkutan.
Seianjutnya PHK oleh majikan dapat terjadi karena adanya kesalahan
dari bumh. Kesalahan dari bumh ada dua macam, yaitu kesalahan ringan dan
kesalahan berat. Kesalahan ringan tidak diatur dalam Undang-Undang
RI
Nomor 13 Tahun 2003 dan Kepmeneker No.Kep-15O/Men/2000, tetapi diatur
dalam Pasal 18 ayat (1) Permeneker No.Per-4/Men/1986, yaitu :
a.
Setelah tiga kali bertumt-tumt pekerja tetap menolak
menaati
perintah atau penugusan yang layak sebagaimana tercantum dalam
perjanjian kerja, KKB atau paraturaan pemsahaan.
b. Dengan sengaja atau karena lalai mengakibatkan dirinya dalam
keadaan demikian, sehingga ia tidak dapat menjalankan pekerjaan
yang diberikan kepadanya .
c. Tidak cakap
melakukan pekerjaan
walaupun sudah dicoba
dibidang tugas yang ada.
Hardijan Rusli.2003. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Jakarta: Ghalia
Indonesia. Halaman 12
33
d- Meianggar ketentuan yang telah ditetapkan dalam kesepakatan
• 25
kerja bersama, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja.
Seianjutnya majkan dapat mem-PHK buruhnya apabila buruh melakukan
kesalahan berat. Hal ini diatur dalam Pasal 158 ayat (1) Undang-Undang RI
Nomor 13 Tahun 2003 yaitu :
a. Penipuan, pencurian, dan penggelapan barang atau uang milik
pengusaha atau milik teman sekerja atau milik teman pengusaha.
b. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan, sehingga
merugikan perusahaan atau kepentingan Negara.
c. Mabuk,
minum-minuman keras
yang
memabukan,
madat
(narkoba), memakai obat bius atau menyalahgunakan obat-obatan
terlarang atau perangsang lainnya yang dilarang oleh peraturan
perundang-undangan di tempat kerja dan di tempat-tempat yang
ditetapkan perusahaan.
d. Melakukan perbuatan asusila, atau melaukan perjudian di tempat
kerja.
e. Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi atau
meiiipu pengusaha atau teman sekerja di lingkungan kerja, atau
f.
Membujuk pengusaha atau teman sekerja untuk melakukan suatu
perbuatan
yang
bertentangan
dengan
peraturan
perundang-
undangan yang berlaku, atau
Abdul khakim, 2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia berdasarkan
Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003.Bdndung :Citra Aditya Bakti,Halaman 37
34
g. Dengan
cerobah
atau
sengaja
merusak,
memgikan,
atau
membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang
menimbulkan kerugian bagi perusahaan, atau
h. Dengan
ceroboh
atau
sengaja
merusak,
merugikan,
atau
membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya
di tempat kerja, atau
i.
Membongkar atau membocokorkan rahasia perusahaan
yang
sehamsnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan Negara, atau
j.
Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang
diancam pidana penjara 5 tahun atau lebih.'*'
Kesalahan berat itu berdasarkan ketentuan pasal 158 ayat (2) hams
didukung dengan bukti :
a. Pekerja atau bumh tertangkap tangan.
b. Ada pengakuan dari pekerja atau bumh yang bersangkutan.
c. Bukti lain bempa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang
berwenang di pemsahaan yang bersangkutan dan didukung oleh
sekurang-kurangnya dua orang saksi.
Ketentuan Pasal 158 ayat (2) Undang-Undang Nomor RI 13 Tahun 2003
menimbulkan celah hukum yang dapat disalahgunakan oleh pengusaha. Tiga
bukti yang menjadi syarat adanya kesalahan berat yang dilakukan oleh pekerja
bersifat altematif bukan kumulatif. Kata "atau" yang terdapat dalam Pasal 158
Abdul khakim. /^/Y.,Halaman 39
35
ayat (2) huruf b Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 sehamsnya diganti
dengan kata "dan". Di tinjau dari legal concept arti "dan" jauh berbeda akibat
hukumnya dengan arti dari "atau". Pengusaha yang tidak senang dengan
pekerja karena alasannya yang tidak dibenarkan, (alasan pribadi misalnya
pengusaha ditolak cintanya oleh pekerja) maka pengusaha dapat mudah
mengatur strategi untuk menutupi kecurangannya hanya dengan menggunakan
bukti yang tersebut daiam Pasal 158 ay