BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lanjut Usia - DESI RAKHMAWATI BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lanjut Usia

  1. Pengertian Lanjut Usia Lanjut usia adalah menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan struktur dan fungsi secara normal, ketahanan terhadap injury termasuk adanya infeksi (Pris Constantinides, 2008, dalam mubarak dkk, 2010). Menurut Undang-Undang No.3 tahun 2010 tentang kesejahteraan usia lanjut menyatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas (Departemen Sosial, 2010).

  Lanjut usia merupakan istilah akhir dari proses penuaan. Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan tubuh fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan serta sistem organ.

  Berdasarkan aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk usia lanjut menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap pengambilan keputusan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun.

  Menurut Undang-Undang No.4 tahun 1965 pasal 1, dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia adalah: “Seseorang dinyatakan sebagai orang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari- hari dan menerima dari orang lain”.

  Penggolongan usia lanjut menurut Depkes menjadi tiga kelompok yaitu : a. Kelompok lansia dini (55-64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.

  b. Kelompok lansia (65 tahun ke atas).

  c. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.

  Batasan lanjut usia yang tercantum dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1965 tentang pemberian bantuan penghidupan orang jompo, bahwa yang berhak mendapatkan bantuan adalah mereka yang berusia 56 tahun ke atas.

  2. Tugas Perkembangan Lanjut Usia Pada setiap tahap kehidupan manusia memiliki tugas perkembangan tertentu, demikian juga halnya pada lanjut usia. Sebagian tugas perkembangan lanjut usia lebih banyak berkaitan dengan kehidupan pribadi seseorang daripada kehidupan orang lain (Hurlock, 2010).

  Tugas perkembangan lansia menurut Havighurst (Hurlock, 2010) adalah sebagai berikut : a. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan.

  b. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan keluarga.

  c. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.

  d. Menyesuaikan diri dengan orang-orang seusianya.

  e. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan.

  f. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes.

  Lansia diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan, dan menurunnya kesehatan secara bertahap. Hal ini sering diartikan sebagai perbaikan dan perubahan peran yang pernah dilakukan didalam, diluar rumah maupun dalam lingkungan. Lansia juga diharapkan dapat mencari kegiatan untuk mengganti tugas-tugas terdahulu yang menghabiskan sebagian besar waktu ketika lansia masih muda. Akibat dari menurunnya tingkat kesehatan dan sosial, maka lansia perlu menjadwalkan dan menyusun kembali pola hidup yang sesuai dengan keadaan saat itu, yang sangat sering berbeda dengan apa yang di lakukannya pada masa lalu (Hurlock, 2010).

  Berdasarkan pendapat dari Havighurst dan Hurlock mengenai tugas perkembangan lansia diatas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tugas perkembangan lansia itu adalah menentukan siapakah dirinya dan bagaimana mereka dapat mengatasi dan menjalani setiap perubahan yang terjadi sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik serta menjalani hidup dengan rasa penuh bahagia.

  3. Perubahan Pada Lansia Perubahan akibat proses menua dijelaskan sesuai fungsi sistem organ tubuh. Sejalan dengan bertambahnya usia seseorang maka terjadi perubahan sistem organ tubuh yang berupa penurunan anatomic maupun fungsional organ-organ tersebut. Penurunan anatomic dan fungsional ini di akibatkan oleh tidak baiknya faktor nutrisi, pemeliharaan kesehatan dan kurangnya aktivitas. Penurunan fungsional pada lansia mengarah pada terjadinya gangguan untuk melakukan aktivitas sehari-hari (ADL) dan aktivitas sehari-hari independen (IADL) yang akan mempengaruhi kualitas kehidupan individu lansia. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa perubahan fungsional tidak hanya berpengaruh pada tampilan fisik, namun juga terhadap respond dan fungsinya pada kehidupan sehari-hari. Berikut ini beberapa perubahan yang terjadi pada lansia : a. Sistem panca indera

  Perubahan ini dapat terjadi baik pada mata, telinga, hidung, indra pengecap, dan kulit. Perubahan pada mata dapat berupa gangguan adaptasi gelap, pengeruhan pada lensa, pemfokusan yang kurang pada benda-benda jarak dekat (presbiopia), gangguan pendengaran dapat terjadi deficit pada proses sentral sedangkan pada keseimbangan dapat berupa sindroom meniere. Sensitivitas terhadap rasa pun berkurang pada pengecapan. b. Sistem musculoskeletal Tulang lansia telah mengalai penurunan densitas dan menjadi rapuh.Hal ini terjadi karena perubahan formasi tulang pada tingkat seluler. Dengan bertambahnya usia, proses coupling penulangan yaitu perusakan dan pembentukan tulang melambat, terutama pembentukannya. Hal ini selain akibat menurunnya aktivitas tubuh juga akibat menurunnya hormone estrogen (wanita), hormone parathormon dan kalsitonin serta dapat karena kekurangan vitamin D (terutama mereka yang kurang terkena sinar matahari).

  Kelemahan otot juga merupakan kondisi umum pada lansia. Otot tubuh antigravitasi adalah bagian yang paling banyak terpengaruh, sehingga lansia menjadi kesulitas untuk berdiri. Jika otot tidak digunakan maka lansia akan mengalami gangguan dalam aktivitas berjalan, berbalik dan menjaga keseimbangan. Pada kondisi istirahat, kekuatan otot akan mengalami penurunan 5% setip harinya. Hilangnya massa otot bukan sekedar tanda dari suatu bentuk gangguan, namun juga meningkatnya resiko jatuh pada lansia.

  Jika terjadi imobilitas, otot pada sendi akan memendek. Memendeknya otot dan penebalan kartilago akan menyebabkan sendi menjadi kaku dan lansia akan semakin sulit bergerak.

  c. Sistem persendian Terjadi perubahan sendi sinoavial, berupa tidak ratanya permukaan sendi fibrilasi dan pembentukan celah dan lekukan dipermukaan tulang rawan. Keadaan tersebut akan dianggap patologi apabila trauma ataupada sendi penganggung beban. Diantara penyakit sendi yang sering terjadi pada lansia yaitu osteoarthritis, rematoid arthritis, gout, dan pseudo gout.

  d. Sistem saraf pusat dan otonom Beberapa perubahan sistem saraf pusat dan otonom yang terjadi yaitu perlambatan proses sentral dan waktu reaksi, degenerasi pigmen substantia nigra, kerusakan neurofibriler, dan pembentukan badan-badan hirano yan mempengaruhi terjadinya sindrom Parkinson dan dementia tipe alzheimer.

  Akibat dari proses menua tunika media juga menebal sehingga sering terjadi gangguan vaskularisasi otak dan bermanisfestasi terjadinya stroke, Transient Ischemic Attack (TIA) dan dementia vaskuler. Pada hipotalamus terjadi penurunan vaskularisasi yang dapat menyebabkan gangguan pada saraf otonom.

  4. Kebutuhan Hidup Lansia Setiap orang meiliki kebutuhan hidup.Lansia juga memiliki kebutuhan hidup yang sama agar hidup sejahtera. Kebutuhan hidup lansia antara lainkebutuhan akan makanan yang bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang tentram dan aman, kebutuhan-kebutuhan sosial seperti bersosialisasi dengan semua orang dalam segala usia, sehingga mereka mempunyai banyak teman yang dapat diajak berkomunikasi, membagi pengalaman, memberikan pengarahan untuk kehidupan yang baik. Kebutuhan tersebut diperlukan oleh lansia agar dapat mandiri.

  Kebutuhan tersebut sejalan dengan pendapat Maslow dalam Potter dan Perry (2011), yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi : a. Kebutuhan Fisiologis, memiliki prioritas tinggi dalam hierarki Maslow.

  Kebutuhan fisiologis merupakan hal yang perlu atau penting untuk bertahan hidup. Kebutuhan tersebut antara lain oksigen, cairan, nutrisi, temperatur, eliminasi, tempaat tinggal, istirahat dan seks.

  b. Kebutuhan keselamatan dan rasa aman, adalah kebutuhan akan rasa keamanan dan ketentraman, seperti kebutuhan akan jaminan hari tua, kebebasan, kemandirian. Orang dewasa secara umum mampu memberikan keselamatan fisik mereka, tetapi yang sakit dan cacat membutuhkan bantuan.

  c. Kebutuhan cinta dan rasa memiliki, adalah kebutuhan dimana manusia secara umum membutuhkan perasaan bahwa mereka dicintai oleh keluarga mereka dan bahwa mereka diterima oleh teman sebaya dan oleh masyarakat.

  d. Kebutuhan harga diri, adalah kebutuhan akan harga diri untuk diakui akan keberadaannya.Kebutuhan harga diri berhubungan dengan keinginan terhadap kekuatan, pencapaian, rasa cukup, kompetensi, rasa percaya diri, dan kemerdekaan.

  e. Kebutuhan aktualisasi diri, merupakan tingkat kebutuhan yang paling tinggi dalam hirarki Maslow. Menurut teori, pada saat manusia sudah memenuhi seluruh kebutuhan pada tingkatan yang lebih rendah, hal tersebut melalui aktualisasi diri bahwa mereka mencapai potensi mereka yang paling maksimal.

  Jika kebutuhan

  • –kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan timbul masalah
  • –masalah dalam kehidupan orang lanjut usia yang akan menurunkan kemandiriannya. Kemandirian lanjut usia dapat dilihat darikemampuan untuk melawan aktivitas normal sehari –hari (Activity of Daily Living).

  Kemandirian lansia tidak hanyadi ukur dari kemampuan mereka dalam beradaptasi dan beraktivitas sehari-hari, tetapi juga dari kondisi tubuh ataupun kesehatan lansia. Semakin lemah kondisi kesehatan lansia semakin berkurang pula tingkat kemampuan mereka dalam beraktivitas (Yunita, 2010).

  Kurang lebih 74% penduduk lansia telah menderita penyakit kronik yang menyebabkan tingkat kemandirian dan beraktivitas lansia kurang.

  Menurut Yunita (2010), adapun gangguan penyakit yang dapat mempengaruhi kestabilan psikologis, kemandirian, dan kemampuan beraktivitas pada lansia adalah :

  a. Lima penyakit utama yang sering di derita para lansia, yaitu meliputi : Diabetes, Infeksi saluran pernafasan, Kanker, TBC, Jantung dan Hipertensi.

  b. Kondisi fisik yang menurun seperti : kemampuan penglihatan, pendengaran, moralitas dam stabilitas semakin menurun.

  c. Gangguang jiwa, karena setelah mengalamipasca stroke. d. Inkontenensia (tidak bisa menahan keluarnya untuk buang air).

B. Gangguan Penglihatan

  1. Pengertian Gangguan Penglihatan Gangguan penglihatan adalah kondisi yang ditandai dengan penurunan tajam penglihatan ataupun menurunnya luas lapangan pandang, yang dapat mengakibatkan kebutaan (Quigley dan Broman, 2012). Cacat netra adalah seseorang yang terhambat mobilitas gerak yang disebabkan oleh hilang/berkurangnya fungsi penglihatan sebagai akibat dari kelahiran, kecelakaan maupun penyakit (Marjuki, 2011). Menurut kamus besar bahasa Indonesia pengertian tunanetra ialah tidak dapat melihat, buta. Sedangkan menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa yang dimaksud dengan tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan atau tidak berfungsinya indera penglihatan. Karena adanya hambatan dalam penglihatan serta tidak berfungsinya penglihatan (Heward & Orlansky, Akbar 2011).

  Mata adalah organ sensorik yang mentransmisikan rangsang melalui jaras pada otak ke lobus oksipital dimana rasa penglihatan ini diterima. Sesuai dengan proses penuaan yang terjadi, tentunya banyak perubahan yang terjadi, diantaranya alis berubah kelabu, dapat menjadi kasar pada pria, dan menjadi tipis pada sisi temporalis baik pada pria maupun wanita. Konjungtiva menipis dan berwarna kekuningan,produksi air mata oleh kelenjar lakrimalis yang berfungsi untuk melembabkan dan melumasi konjungtiva akan menurun dan cenderung cepat menguap, sehingga mengakibatkan konjungtiva lebih kering.

  2. Anatomi Fisiologi Mata Mata adalah organ sensori yang menstranmisikan rangsang melalui saraf pada otak ke lobus oksipital, dimana rasa penglihatan ini diterima.

  a. Mata Eksternal 1) Kelopak mata

  Kelopak mata adalah lipatan-lipatan kulit denga pelekatan otot yang memungkinkannya untuk bergerak. Kelopak mata melindungi bola mata yang berkedip secara reflektif dan menggerakan cairan yang melumasi diatas permukaan mata.

  2) Fisura palpebra Fisura palpebra adalah lubang diantara kelopak mata bagian atas dan bagian bawah. Bulu mata pada tepi kelopak mencegah objek dari udara masuk kemata. Intropion dimana kelopak mata terlipat kedalam sehingga bulu mata menggesek mata menyebabkan abrasi kornea. Ektropion dimana kelopak mata terbalik keluar, mencegah penutupan, dan menyebabkan kemerahan dan kongesti bola mata.

  3) Alis mata Terletak secara transpersal diatas kedua mata sepanjang puncak orbital superior tulang tengkorak. Rambut pendek dan tebal ini mencegah keringat masuk ke mata, sesuai proses penuaan alis berubah kelabu.

  4) Konjugtiva Suatu yang tipis, transparan dan mensekresi mucus, terbagi dalah dua bagian: konjungtiva palpebra yang membatasi permukaan interior dari masing-masing kelopak mata dan tampak merah muda berkilauan hingga merah dan konjungtiva bulbaris yang membatasi permukaan anterior bola mata sampai tembus dan tampak jelas. Sesuai dengan proses penuaan, konjungtivca menipis dan bewarna kakuningan. 5) Apratus Lakrimalis Terdiri dari kelenjar lakrimalis, duktus dan pungta lakrmalis.

  Kelenjar lakrimalis terletak pada bagian superolateral pada orbit dan dipersarafi oleh saraf kranialis VII ( fasialis ). Kelenjar ini yang melembabkan konjungtiva dan kornea.

  b. Mata internal 1) Sklera

  Sklera atau bagian putih mata tersusun atas jaringan-jaringan elastis dan kolagen yang memberi bentuk dan melindungi struktur- struktur bagian dalam dari bola mata.Beberapa lansia dapat terjadi bintik-bintik coklat pada sklera.

  2) Lensa Lensa memisahkan bola mata dalam dua rongga ; ruang anterior dan posterior. Ruang anterior terlatak didepan iris dan dibelakang kornea. Ruang posterior diantara iris dan lensa. Gloukoma suatu penyakit mata yang sering kali berhubungan dengan proses penuaan.

  3) Iris Iris adalah piringan bulat dan berpigmen dikelilingi oleh serat otot polos. Kontraksi serat otot ini mengatur diameter pupil, lubang ditengah iris. Sesuai dengan proses penuaan pulpil menurun dalam ukuran dan kemampuannya untuk kontraksi pada respon dan cahaya akomodasi. 4) Retina

  Retina adalah lapisan mata paling dalam dimana bayangan di proyeksikan. Struktur retina tampak dengan optalmokopis meliputi piringan optic atau saraf utama pada saraf optic. Saraf optic : pembuluh-pembuluh darah retina yang timbul dari piringan optic : macula, dimana penglihatan pusat dan persepsi warna di konsentrasikan dan latar belakang retina jingga kemerahan itu sendiri.

  c. Otot-otot ekstraokuler Gerakan-gerakan bola mata dikontrol oleh enam otot ektrinsik : otot rektusuporior, inferior, radial, dan median dan otot-otot obliqsuperior dan inferior. Mata bergerak dalam arah yang sama karena otot pada satu mata bekerja dengan otot yang berhubungan dengan mata yang lainnya. Otot mata dipersarafi oleh tiga saraf cranial, saraf inferior dan otot oblique superior dan inferior. Saraf troklear ( SK IV ) mempersarafi otot oblique superior dan otot abdusen ( SK VI ) mempersarafi otot rektus lateral.

  3. Perubahan Sistem Penglihatan Gangguan penglihatan merupakan masalah penting yang menyertai lanjutnya usia. Akibat dari masalah ini seringkali tidak disadari oleh masyarakat, para ahli, bahkan oleh para lanjut usia sendiri. Dengan berkurangnya penglihatan, para lanjut usia seringkali kehilangan rasa percaya diri, berkurangnya keinginan untuk pergi keluar, untuk lebih aktif atau bergerak kesana kemari. Semua itu akan menurunkan aspek sosialisasi dari para lanjut usia, mengisolasi mereka di dunia luar yang pada gilirannya akan menyebabkan depresi dengan berbagai akibatnya (Darmojo dan Martono, 2013).

Tabel 2.1 Perubahan normal pada system sensoris (penglihatan) akibat penuaan :

  Perubahan Normal yang b.d Implikasi Klinis Penuaan

  Penurunan kemampuan akomodasi. Kesukaran dalam membaca huruf- huruf yang kecil Kontriksi pupil sinilis Penyempitan lapang pandang Peningkatan kekeruhan lensa § Sensitivitas terhadap cahaya dengan perubahan warna menjadi

  § Penurunan penglihatan pada malam menguning. hari dengan persepsi kedalamam

Tabel 2.2 Perubahan sistem indera Penglihatan pada penuaan:

  

Perubahan Morfologis Perubahan Fisiologis

  § Penurunan jaringan lemak sekitar mata § Penurunan elastisitas dan tonus jaringan § Penurunan kekeuatan otot mata § Penurunan ketajaman kornea § Degenerasi pada sclera, pupil dan iris § Peningkatan frekuensi proses terjadinya penyakit § Peningkatan densitas dan rigiditas lensa § Perlambatan proses informasi dari system saraf pusat

  § Penurunan penglihatan jarak dekat § Penurunan koordinasi gerak bola mata § Distorsi bayangan § Pandangaan biru-merah § Compromised night vision § Penurunan ketajaman mengenali warna hijau, biru dan ungu § Kesulitan mengenali benda yang bergerak

  4. Jenis Gangguan pada Lansia dengan Gangguan Penglihatan

  a. Perubahan sistem lakrimalis Pada usia lanjut seringkali dijumpai keluhan. Kegagalan fungsi pompa pada system kanalis lakrimalis disebabkan oleh karena kelemahan palpebra, eversi punctum atau malposisi palpebra sehingga akan menimbulkan keluhan epifora. Namun sumbatan system kanalis lakrimalis yang sebenarnya atau dacryostenosis sering dijumpai pada usia lanjut, diman dikatakan bahwa dacryostenosis akuisita tersebut lebih banyak dijumpai pada wanita dibanding pria. Adapun patogenesia yang pasti terjadinya sumbatan ductus nasolakrimalis masih belum jelas, namun diduga oleh karena terjadi proses jaringan mukosa dan berakibat terjadinya sumbatan.

  Setelah usia 40 tahun khususnya wanita pasca menopause sekresi basal kelenjar lakrimal secara progesif berkurang. Sehingga seringkali pasien dengan sumbatan pada duktus nasolakrimalis tak menunjukkan gejala epifora oleh karena volume air matanya sedikit.

  Akan tetapi bilamana sumbatan sistim lakrimalis tak nyata akan memberi keluhan mata kering yaitu adanya rasa tidak enak seperti terdapat benda asing atau seperti ada pasir, mata tersa leleh dan kering bahkan kabur. Sedangkan gejala obyektif yang didapatkan diantaranya konjungtiva bulbi kusam dan menebal kadang hiperaemi, pada kornea didapatkan erosi dan filamen. Periksa yang perlu dilakukan adalah Schirmer, Rose Bengal,

  “Tear film break up time”

  b. Perubahan refraksi Pada orang muda, hipermetrop dapat diatasi dengan kontraksi muskulus silisris. Dengan bertambahnya usia hipermetrop laten menjadi lebih manifest karena hilangnya cadangan akomodasi. Namun bila terjadi sclerosis nucleus pada lensa, hipermetrop menjadi berkurang atau terjadi miopisasi karena proses kekeruhan di lensa dan lensa cenderung lebih cembung.

  Perubahan astigmat mulai terlihat pada umur 10-20 tahun dengan astigmat with the rule 75,5% dan astigmat against the rule 6,8%.

  Pada umur 70-80 tahun didapatkan keadaan astigmat with the rule 37,2% dan against the rule 35%. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan astigmat antara lain kornea yang mengkerut oleh karena perubahan hidrasi pada kornea, proses penuaan pada kornea. Penurunan daya akomodasi dengan manifestasi presbiopia dimana seseorang akan kesulitan untuk melihat dekat dipengaruhi oleh berkurangnya elastisitas lensa dan perubahan pada muskulus silisris oleh karena proses penuaan.

  c. Produksi humor aqueous Pada mata sehat dengan pemeriksaan Fluorofotometer diperkirkan produksi H.Aqueous 2.4 + 0,06 micro liter/menit. Beberapa factor berpengaruh pada produksi H.Aqueous dengan pemeriksaan fluorofotometer menunjukkan bahwa dengan bertambahnya usia terjadi penurunan produksi H.Aqueous 2% (0,06 mikro liter/menit) tiap dekade. Penurunan ini tidak sebanyak yang diperkirakan, oleh karena itu dengan bertambahnya usia sebenarnya produksi H.Aqueous lebih stabil di banding perubahan tekanan intra okuler atau volume COA.

  d. Perubahan struktur kelopak mata Bertambahnya usia akan menyebabkan kekendoran seluruh jaringan kelopak mata. Perubahan ini yang juga disebut dengan perubahan involusional terjadi pada : 1) M.orbicular

  Perubahan pada m.orbicularis bisa menyebabkan perubahan kedudukan palpebra yaitu terjadi entropion atau ektropion.

  Entropion/ektropion yang terjadi pada usia lanjut disebut entropion/ekropion senilis/ involusional. Adapun proses terjadinya mirip, namun yang membedakan adalah perubahan pada m.orbicularis preseptal dimana enteropion muskulus tersebut relative stabil.

  Pada ektropion, bila margo palpebra mulai eversi, konjungtiva tarsalis menjadi terpapar (ekspose), ini menyebabkan inflamasi sekunder dan tartus akan menebal sehingga secara mekanik akan memperberat ektropionnya.

  2) Retractor palpebra inferio Kekendoran retractor palpebra inferior mengakibatkan tepi bawah tarsus rotasi atau berputar kearah luar sehingga memperberat terjadinya entropion. 3) Tartus

  Bilamana tartus kurang kaku oleh karena proses atropi akan menyebabkan tepi atas lebih melengkung ke dalam sehingga entropion lebih nyata. 4) Tendo kantus medial/lateral

  Perubahan involusional pada usia lanjut juga mengenai tendon kartus medial atau lateral sehingga secar horizontal kekencangan palpebra berkurang. Perubahan-perubahan pada jaringan palpebra juga diperberat dengan keadaan dimana bola mata pada usia lanjut lebih enoftalmus karena proses atropi lemak orbita. Akibatnya kekencangan palpebra secara horizontal relative lebih nyata. Jadi apakah proses involusional tersebut menyebabkan margo palpebra menjadi inverse atau eversi tergantung perubahan-perubahan yang terjadi pada m.orbikularis oculi, retractor palpebra inferior dan tarsus.

  5) Aponeurosis muskulus levator palpebra Dengan bertambahnya usia maka aponeurosis m.levator palpebra mengalami disinsersi dan terjadi penipisan, akibatnya terjadi blefaroptosis akuisita. Meskipun terjadi perubahan pada aponeurosis m.levator palpebra namun m.levatornya sendiri relative stabil sepanjang usia. Bila blefaroptosis tersebut mengganggu penglihatan atau secara kosmetik menjadi keluhan bias diatasi dengan tindakan operasi.

  6) Kulit Pada usia lanjut kulit palpebra mengalami atropi dan kehilangan elastisitasnya sehingga menimbulkan kerutan dan lipatan- lipatan kulit yang berlebihan. Keadaan ini biasanya diperberat dengan terjadinya peregangan septum orbita dan migrasi lemak preaponeurotik ke arterior. Keadaan ini bisa terjadi pada palpebra superior maupun inferior dan disebut sebagai dermatokalis.

  5. Ketajaman Penglihatan Tidak semua orang mempunyai ketajaman penglihatan yang sama.

  Ketajaman penglihatan ini dalam istilah kedokteran disebut visus. Ketajaman penglihatan (visus) dipergunakan untuk menentukan penggunaan kacamata. Visus penderita bukan saja memberi pengertian tentang optiknya (kacamata) tetapi mempunyai arti yang lebih luas yaitu memberi keterangan tentang baik buruknya fungsi mata keseluruhan (Gabriel dikutip oleh Wijayanti, 2012).

  6. Pemeriksaan Visus menggunakan Kartu Snellen

  a. Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter.

  b. Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan angka 30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30.

  c. Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada pada baris yang menunjukkan angka 50, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50.

  d. Bila tajam penglihatan adalah 6/60 bearti ia hanya dapat terlihat pada jarak 6 meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter.

  e. Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellenmaka dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter.

  f. Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.

  g. Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien yang lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam penglihatannya adalah 1/300.

  h. Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak terhingga. i. Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta total

Gambar 2.1 Snellen chart

  7. Prosedur Pemeriksaan Mata dengan menggunakan Kartu Snellen Menurut Depkes RI (2014) prosedur pemeriksaan sebagai berikut: Tahap I. Pengamatan: Pemeriksa memegang senter perhatikan:

  a. Posisi bola mata: apakah ada juling

  b. Konjungtiva: ada pterigium atau tidak

  c. Kornea: ada parut atau tidak

  d. Lensa: jernih atau keruh/ warna putih Tahap II. Pemeriksaan Tajam Penglihatan Tanpa Pinhole:

  a. Pemeriksaan dilakukan di pekarangan rumah (tempat yang cukup terang), responden tidak boleh menentang sinar matahari.

  b. Gantungkan kartu Snellen yang sejajar mata responden dengan jarak 6 meter (sesuai pedoman tali).

  c. Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan.

  d. Mata kiri responden ditutup dengan telapak tangannya tanpa menekan bola mata.

  e. Responden disuruh baca huruf dari kiri-ke kanan setiap baris kartu Snellen atau dimulai baris teratas atau huruf yang paling besar sampai huruf terkecil (baris yang tertera angka 20/20).

  f. Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca huruf kurang dari setengah baris/ maka yang dicatat ialah baris yang tertera angka di atasnya. g. Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca huruf setengahbaris atau lebih maka yang dicatat ialah yang tertera diangka tersebut.

  Pemeriksaan Tajam Penglihatan dengan hitung jari:

  a. Bila responden belum dapat melihat huruf terbesar dari kartu Snellen maka mulai hitung pada jarak 3 meter (tulis 3/60).

  b. Bila belum bisa terlihat maka maju 2 meter (tulis 2/60), bila belum terlihat maju 1 meter (tulis 1/60). Bila belum juga terlihat maka lakukan lambaikan tangan pada jarak 1 meter (tulis 1/300).

  c. Lambaian tangan belum terlihat maka senter mata responden dan tanyakan apakah responden dapat melihat sinar senter (tulis 1/-).

  d. Bila tidak dapat melihat sinar disebut buta total (tulis 00/000).

C. Kemandirian

  1. Pengertian Kemandirian Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan pribadi yang masih aktif. Seorang lansia yang menolak untuk melakukan fungsi dianggap sebagai tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu ( Maryam, 2010).

  Ketergantungan lanjut usia terjadi ketika mereka mengalami menurunnya fungsi luhur/pikun atau mengidap berbagai penyakit.

  Ketergantungan lanjut usia yang tinggal di perkotaan akan di bebankan kepada anak, terutama anak perempuan (Herwanto, 2010). Anak perempuan umumnya sangat di harapkan untuk dapat membantu atau merawat mereka ketika orang sudah lanjut usia. Anak perempuan sesuai dengan citra dirinya yang memiliki sikap kelembutan, ketelatenan dan tidak adanya unsur “sungkan” untuk minta di layani. Tekanan terjadi apabila lanjut usia tidak memiliki anak atau anak pergi urbanisasi ke kota. Mereka mengharapkan bantuan dari kerabat dekat, kerabat jauh, dan kemudian yang terakhir adalah panti wredha.

  Lanjut usia yang mempunyai tingkat kemandirian tertinggi adalah pasangan lanjut usia yang secara fisik kesehatannya prima. Dilihat dari aspek sosial ekonomi dapat di katakan cukup memadai dalam memenuhi segala macam kebutuhan hidup, baik lanjut usia yang memiliki anak maupun yang tidak memiliki anak. Tingginya tingkat kemandirian mereka diantaranya karena orang lanjut usia telah terbiasa menyelesaikan pekerjaan di rumah tangga yang berkaitan dengan pemenuhan hayat hidupnya.

  Kemandirian orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas kesehatan mental. Ditinjau dari kualitas kesehatan mental, dapat di kemukakan hasil kelompok ahli dari WHO pada tahun 2010 (Hardywinoto, 2014) yang menyatakan bahwa mental yang sehat mempunyai ciri

  • – ciri sebagai berikut : (1) dapat menyesuaikan diri secara konstruktif dengan kenyataan/relitas, walau realitas tadi buruk, (2) memperoleh kepuasan dari perjuangannya, (3) merasa lebih puas untuk memberi daripada menerima, (4) secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas, (5) berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan, (6) menerima kekecewaan untuk di pakai sebagai pelajaran untuk hari depan, (7) menjuruskan rasa
permusuhan pada penyelesaian yang kreatisf dan konstruktif, (8) mempunyai daya kasih sayang yang besar.

  Selain itu kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas hidup. Kualitas hidup orang lanjut usia dapat di nilai dari kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari

  • – hari. Salah satu kriteria orang mandiri adalah dapat mengaktualisasi dirinya tidak menggantungkan kepuasan-kepuasan utama pada lingkungan dan kepada orang lain. Mereka lebih tergantung pada potensi
  • – potensi mereka sendiri bagi perkembangan dan kelangsungan pertumbuhannya. Adapun kriteria orang yang mandiri
  • – adalah mempunyai (1) kemantapan relatif terhadap stressor, goncangan goncangan atau frustasi (2) kemampuan mempertahankan ketenangan jiwa (3) kadar arah yang tinggi (4) agen yang merdeka (5) aktif dan (6) bertanggung jawab. Lanjut usia yang mandiri dapat menghindari diri dari kehormatan, status, prestise dan popularitas kepuasan yang berasal dari luar mereka anggap kurang penting di bandingkan dengan pertumbuhan diri.

  Seorang lansia menurut R. Boedhi Darmojo dalam Buku Ilmu Penyakit Dalam, FKUI (2015) adalah mampu mengidentifikasi 10 kebutuhan dasar sebagi berikut : a. Makanan cukup dan sehat (Healthy food)

  b. Pakaian dan kelengkapannya (cloth and common accesories)

  c. Perumahan/ tempat tinggal/ tempat berteduh (Homes, a place to stay)

  d. Perawatan dan pengawasan kesehatan (Health care, facilities) e. Bantuan teknis praktis sehari

  • – hari/ bantuan hukum (Technical, Judicial assistance).

  f. Transportasi umum bagi lansia (Facilities for public transpotation)

  g. Kunjungan, teman bicara/informasi (visits, companies, information)

  h. Rekreasi dan hiburan sehat yang lain (recreational activities, picnics) i. Rasa aman dan tentram (safety feeling) j. Bantuan alat-alat panca indera seperti kacamata, hearing old (other

  assistance/aid). Kesinambungan bantuan dan fasilitas (continuation of subsidies and facilities).

  Faktor-faktor yang berhubungan dengan kemandirian lanjut usia menurut Departemen Sosial Republik Indonesia dalam Hardywonoto dan Setiabudhi terdiri dari dua faktor yaitu faktor kesehatan dan faktor sosial.

  a. Faktor Kesehatan Faktor kesehatan meliputi kesehatan fisik maupun kesehatan psikis. Faktor kesehatan fisik meliputi kondisi fisik lanjut usia dan daya tahan fisik terhadap serangan penyakit, sedangkan faktor kesehatan psikis meliputi penyesuain terhadap kondisi lanjut usia.

  1) Kesehatan Fisik Pada umumnya disepakati bahwa kebugaran dan kesehatan mulai menurun pada usia setengah baya. Penyakit

  • – penyakit degenerative mulai menampakan diri pada usia ini (Depkes dan Kesejahteraan Sosial, 2011). Pada lanjut usia juga mengalami
penurunan kekuatan fisik, panca indera, potensi dan kapasitas intelektual diantaranya : a) Kekuatan fisik secara menyeluruh berkurang, merasa cepat lelah dan stamina menurun.

  b) Rambut memutih dan pertumbuhan berkurang sedang rambut dalam hidung dan telinga mulai menebal.

  c) Perubahan muskuloskeletal cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis), bungkuk (kifosis), kram, tremor, tendon mengerut.

  d) Perubahan pendengaran,membran timpani atrofi sehingga terjadigangguan pendengaran.

  e) Perubahan penglihatan, respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, adaptasi menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan katarak.

  f) Kulit yang mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.

  g) Permukaan kulit kasar dan bersisik karena proses keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk sel epidermis.

  Dengan demikian, orang lanjut usia harus menyesuaikan diri kembali dengan keadaan penurunan tersebut. Penurunan fisik dapat terlihat dengan perubahan fungsi tubuh serta organ.

  Perubahan biologis ini terjadi pada masa otot yang berkurang, penurunan panca indera, kemampuan motorik yang menurun yang dapat menyebabkan usia lanjut menjadi lamban dan kurang aktif, penurunan fungsi sel otak yang menyebabkan penurunan daya ingat jangka pendek, melambannya proses informasi, kesulitan berbahsa dan mengenal benda-benda, kegagalan melakukan aktivitas bertujuan (apraksia) dan gangguan dalam menyusun rencana, mengatur sesuatu, mengurutkan, daya abstraksi, yang dapat mengakibatkan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari

  • – hari yang disebut demensia atau pikun (Depkes, 2013), sehingga keluhan yang sering terjadi adalah mudah letih, mudah lupa, gangguan saluran pencernaan, saluran kencing, fungsi indera dan menurunnya konsentrasi.

  2) Kesehatan Psikis Masalah psikologik yang dialamioleh golongan lansia ini pertama kali mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka hadapi, antara lain kemunduran badaniah atau dalam kebingungan untuk memikirkannya. Dalam hal ini dikenal apa yang disebut disengagementtheory, yang berarti ada penarikan diri dari masyarakat dan diri pribadinya satu sama lain (Darmojo, 2010).

  Hal-hal tersebut dapat menjadi stressor yang kalau tidak di cerna dengan baik akan menimbulkan masalah atau menimbulkan

  stress

  dalam berbagai manifestasinya (Depkes dan Kesejahteraan Sosial, 2010).

  Menurunnya kondisi psikis juga di tandai dengan menurunnya fungsi kognitif, adanya penurunan fungsi kognitif dan psiko motorik pada diri orang lanjut usia maka akan timbul beberapa kepribadian lanjut usia sebagai berikut : (1) Tipe kepribadian konstruktif, orang yang mempunyai integritas baik, dapat menikmati hidupnya, mempunyai toleransi tinggi, humoristik, fleksibel dan tahu diri. (2) Tipe ketergantungan (dependent), orang lansia ini masih dapat diterima ditengah masyarakat, tetapi selalu pasif, tidak berambisi, masih tahu diri, tidak mempunyai inisiatif dan bertindak tidak praktis. (3) Tipe defensive, orang ini biasanya dahulu mempunyai pekerjaan/jabatan yang tidak stabil, bersifat selalu menolak bantuan, emosi tidak terkontrol, memegang teguh pada kebiasaannya, bersifat kompulsif aktif. (4) Tipe bermusuhan

  (hostility), mereka menganggap oranglain yang menyebabkan

  kegagalannya, selalu mengeluh, bersifat agresif, curiga. (5) Tipe membenci/menyalahkan diri sendiri (Self Haters), orang ini bersifat kritis terhadap diri sendiri dan menyalahkannya, tidak mempunyai ambisi, mengalami penurunan kondisi sosio

  • – ekonomi (Darmojo, 2010).

  b. Faktor Sosial Sosialisasi lanjut usia mengalami kemunduran setelah terjadinya pemutusan hubungan kerja atau tibanya saat pensiun. Teman

  • – teman sekerja yang biasanya menjadi curahan segala masalah sudah tidak dapat di jumpai setiap hari dan lebih lagi apabila teman sebaya sudah pergi
meninggalkannya lebih dulu. Sosialisasi yang dapat dilakukan adalah dengan keluarga dan masyarakat yang relatif berusia muda.

  Pada umumnya hubungan sosial yang dilakukan para lanjut usia adalah karena mereka mengacu pada teori pertukaran sosial. Dalam teori pertukaran sosial sumber kebahagiaan manusia umumnya berasal dari hubungan sosial. Hubungan ini mendatangkan kepuasan yang timbul dari perilaku orang lain. Pekerjaan yang dilakukan seorang diri dapat menimbulkan kebahagiaan seperti halnya membaca buku, membuat karya seni, dsb karena pengalaman tersebut dapat dikomunikasikan dengan orang lain (Suhartini, 2012).

  Menurut Gulardi (2011) dalam Suhartini (2012) ada dua syarat yang harus dipenuhi bagi perilaku yang menjurus pada pertukaran sosial: (1) Perilaku tersebut berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai melalui interaksi dengan orang lain (2) Perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan. Tujuan yang hendak dicapai dapat berupa imbalan intrinsik, yaitu imbalan dari hubungan itu sendiri, atau dapat berupa imbalan ekstrinsik, yang berfungsi sebagai alat bagi suatu imbalan lain dan tidak merupakan imbalan bagi hubungan itu sendiri. Jadi pada umumnya kebahagiaan dan penderitaan manusia ditentukan oleh perilaku orang lain. Sama halnya pada tindakan manusia yang mendatangkan kesenangan disatu pihak dan ketidak senangan di pihak lain.

  Lebih lanjut dikatakan bahwa interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu : (1) Adanya kontak sosial. Dengan perkembangan teknologi sekarang ini kontak sosial dapat dilakukan melalui, surat, telepon, radio dan sebagainya. (2) Adanya komunikasi. Berkomunikasi adalah suatu proses yang setiap hari dilakukan. Akan tetapi komunikasi bukanlah suatu hal yang mudah.Sebagai contoh salah paham merupakan hasil dari komunikasi yang tidak efektif dan sering terjadi. Berkomunikasi dengan orang lanjut usia merupakan hal lebih sulit lagi. Hal ini disebabkan lanjut usia memiliki ciri yang khusus dalam perkembangan usianya. Ada dua sumber utama yang menyebabkan kesulitan berkomunikasi dengan lanjut usia, yaitu penyebab fisik dan penyebab psikis. Penyebab fisik, pendengaran lanjut usia menjadi berkurang sehingga orang lanjut usia sering tidak mendengarkan apa yang dibicarakan. Secara psikis, orang lanjut usia merasa mulai kehilangan kekuasaan sehingga ia menjadi seseorang yang lebih sensitif, mudah tersinggung sehingga sering menimbulkan kesalah pahaman. Simulasi yang bersifat simulatif/merangsang lanjut usia untuk berpikir, dan kemampuan berpikir lanjut usia akan tetap aktif dan terarah.

  Pengkajian fungsional yang akan di pakai dalam penelitian ini adalah Barthel Index. Barthel index adalah satu pengukuran tingkat ketergantungan dalam pengkajian fungsional. Pengkajian Barthel Index berdasarkan pada evaluasi kemampuan fungsi mandiri atau bergantung dari lansia yang di nilai dan fungsi mobilitas dari ADL. Kelebihan dari Barthel Index ini mudah digunakan, di reproduksi, dan familiar.

  Sedangkan kelemahannya adalah skala Barthel Index ini telah di modifikasi berulang kali dengan berbagai versi dan sistem penilaian sehingga dapat menyebabkan kebingungan tentang hasil. Barthel Index ini melakukan penilaian berdasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam meningkatkan aktifitas fungsional yang terdiri dari 10 pertanyaan meliputi makan, pindah dari kursi roda ke tempat tidur dan kembali, masuk dan keluar toilet, kebersihan diri, mandi sendiri, berjalan diatas permukaan yang datar, naik dan turun tangga, berpakaian, mengontrol buang air besar, dan mengontrol buang air kecil. Kemudian di modifikasi dengan pertanyaan IADL meliputi beribadah, melakukan pekerjaan rumah, berbelanja, menggunakan transportasi, dan beraktivitas di waktu luang.

  3. Indeks Bartel Indeks barthel (modifikasi Collin C, Wade DT) adalah suatu alat/ instrument ukur status fungsional dasar berupa kuisioner yang berisi atas

  10 butir pertanyaan terdiri atas mengendalikan rangsang buang air besar, mengendalikan rangsang buang air kecil, membersihkan diri (memasang gigi palsu, sikat gigi, sisir rambut, bercukur, cuci muka), penggunaan toilet-masuk dan keluar WC (melepas, memakai celana, membersihkan/ menyeka, menyiram), makan, berpindah posisi dari tempat tidur ke kursi dan sebaliknya, mobilitas/ berjalan, berpakaian, naik-turun tangga dan mandi. Dengan skor antara 0

  • – 20. Skor 20 = mandiri, skor 12 – 19 = ketergantungan ringan, skor 9
  • – 11 = ketergantungan sedang, skor 5 – 8 = ketergantungan berat, skor 0 – 4 = ketergantungan total.

Tabel 2.3 Indeks Barthel dalam Pemenuhan Kemandirian Lansia

  

N o Aktivitas Kemampuan Skor

  1 Bagaimana kemampuan transfer Mandiri

  3 (perpindahan posisi) Bapak/ Ibu

  Dibantu satu orang

  2 dari posisi tidur ke posisi duduk ? Dibantu dua orang

  1 Tidak mampu

  2 Bagaimana kemampuan berjalan Mandiri

  3 (mobilisasi) Bapak/ Ibu ?

  Dibantu satu orang

  2 Dibantu dua orang

  1 Tidak mampu

  3 Bagaimana penggunaan toilet Mandiri

  2 (pergike/dari WC,

  Perlu pertolongan

  1 melepas/mengenakan celana, orang lain menyeka, menyiram) Bapak/ Ibu ? Tergantung orang lain

  4 Bagaimana kemampuan Bapak/ Mandiri

  1 Ibu dalam membersihkan diri (lap Perlu pertolongan muka, sisir rambut, sikat gigi) ? orang lain

  5 Bagaimana kemampuan Bapak/ Kontinen teratur

  2 Ibu mengontrol BAB? Kadang

  1

  • – kadang inkontinen Inkontinen

  6 Bagaimana kemampuan Bapak/ Mandiri

  2 Ibu mengontrol BAK? Kadang-kadang

  1 inkontinen Inkontinen/kateter

  7 Bagaimana kemampuan Bapak/ Mandiri

  1 Ibu dalam membersihkan diri Tergantung orang (mandi) ? lain

  8 Bagaimana kemampuan Bapak/ Mandiri

  2 Ibu dalam berpakaian Sebagian dibantu

  1 (mengenakan baju)?

  Tergantung orang lain

  9 Bagaimana kemampuan makan Mandiri

  2 Bapak/ Ibu? Perlu pertolongan

  1 Tergantung pertolongan orang lain

  10 Bagaimana kemampuan Bapak/ Mandiri

  2 Ibu untuk naik turun tangga? Perlu pertolongan

  1 Tidak mampu

  Skor total (0-20) Sumber: Indeks Barthel modifikasi Collin C dalam Agung 2010.

D. Aktivitas Hidup Sehari-hari

  1. Pengertian Suatu bentuk pengukuran kemampuan seseorang untuk melakukan

  activity of daily living secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional

  dapat mengidentifikasi kemampuan dan keterbatas klien sehingga memudahkan pemilihan intervensi yang tepat ( Maryam, 2012).

  Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan pribadi yang masih aktif.Seorang lansia yang menolak untukmelakukan fungsi dianggap sebagai tidak melakukan fungsi, meskipun di anggap mampu. Kemandirian adalah kemampuan atau keadaan dimana individu mampu mengurus atau mengatasi kepentingannya sendiri tanpa bergantung dengan orang lain (Maryam, 2012).

  Kemandirian bagi lansia juga dapat dilihat dari kualitas hidup.Kualitas hidup lansia dapat di nilai dari kemampuan melakukan

  

activity of daily living. Menurut Setiati (2015), Activity of Daily Living

(ADL) ada 2 yaitu, ADL standar dan ADL instrumental. ADL standar

  meliputi kemampuan merawat diri seperti makan, berpakaian, BAB/BAK, dan mandi. Sedangkan ADL instrumental meliputi aktivitas yang kompleks seperti memasak, mencuci, menggunakan telepon, dan menggunakan uang.

  Menurut Agung (2010), ADL adalah pengukuran terhadap aktivitas yang dilakukan rutin oleh manusia setiap hari. ADL meliputi aktivitas yang penting untuk perawatan pribadi meliputi makan, eliminasi, transfering, pergi ke kamar mandi, berpakaian dan mandi. Sedangkan IADL