BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - FIFIN PUSPA NURJANAH BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang

  menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peranan sosial (Keliat, 2012). Gangguan jiwa berat adalah gangguan jiwa yang ditandai oleh terganggunya kemampuan menilai realitas atau tilikan (insight) yang buruk. Gejala yangmenyertai gangguan ini antara lain berupa halusinasi, ilusi, waham, gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh, misalnya agresivitas atau katatonik (Idaiani, 2013). Gangguan jiwa berat menimbulkan beban bagi pemerintah, keluarga serta masyarakat oleh karena produktivitas penderita menurun dan akhirnya menimbulkan beban biaya yang besar bagi bagi dan keluarga (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

  Keluarga merupakan pendukung utama dalam lingkungan rumah untuk proses penyembuhan dan mencegah terjadinya kekambuhan pada penderitagangguan jiwa (Suliswati dkk, 2005). Keluarga menentukan apakah penderitaakan kambuh atau tetap sehat. Keluarga yang mendukung penderita secara konsisten akan membuat penderita mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Keluarga tidak mampu merawat maka penderitaakan kambuh bahkan untuk memulihkannya kembali akan sangat sulit (Mulyaningsih, 2010).

  1 Prevalensi gangguan mental emosional penduduk Indonesia berdasarkan Riskesdas 2013 adalah 11,6 persen dan bervariasi diantara provinsi dan kabupaten/kota. Prevalensi gangguan jiwa berat di provinsi Jawa Tengah sebesar 2,3 persen. Penderita gangguan jiwa di Kabupaten Cilacap Jawa Tengah mencapai 1.485 orang yang tersebar di 21 kecamatan, dari 24 kecamatan yang ada. Kecamatan Adipala menempati posisi kedua terbanyak, setelah Kawunganten.Kecamatan Adipala sendiri memiliki jumlah penderita gangguan jiwa terbanyak di Desa Karangsari sebanyak 46 warga. Penderita gangguan jiwa tersebar di empat dusun, yaitu Dusun Karang Sembung, Karangsari Lor, Karangsari Kidul dan Nusa Sari.

  Pada gangguan jiwa kronis diperkirakan mengalami kekambuhan 50% pada tahun pertama, dan 70% pada tahun kedua. Kekambuhan biasanya terjadi karena kejadian kejadian buruk sebelum mereka kambuh (Yosep, 2007). Hal hal yang bisa memicu kekambuhan, antara lain penderita tidak minum obat dan tidak kontrol ke dokter secara teratur, menghentikan sendiri obat tanpa persetujuan dari dokter, kurangnya dukungan dari keluarga dan masyarakat, serta adanya masalah kehidupan yang berat yang membuat stress. sehingga penderita kambuh dan perlu dirawat di rumah sakit (Wiramihardja, 2007).

  Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan terhadap 3 keluarga di dusun Karangsari Kidul didapatkan hasil : 1) pederita pertama, keluarga mengatakan penyebab gangguan jiwa akibat keturunan dan pencetusnya faktor asmara, penderita pada usia produktif pernah di rawat dua kali di RSJ. Penyebab kekambuhan penderita ini yaitu berhenti meminum obat dan kontrol rutin ke pelayanan kesehatan jiwa. 2) Penderita ke dua, keluarga mengatakan penyebab gangguan jiwa akibat kekerasan dalam rumah tangga, usia penderita mendekati lansia, pernah di rawat di RSJ dan sembuh dengan diberikan lingkungan keluarga yang nyaman tanpa kekerasan.

  Penyebab kekambuhan dari penderita ini yaitu ketidakstabilan ekonomi. 3) Penderita ke tiga, keluarga mengatakan pencetus gangguan jiwa dari tekanan akibat pekerjaan. Penderita sering mengalami kekambuhan dan mengamuk, menyebabkan tetangga disekitarnya merasa takut dan terganggu terhadap penderita gangguan jiwa. Parameter kekambuhan penderita diukur dengan tindakan penderita yang mengamuk, mengomel, berteriak teriak dan bertingkah aneh.

  Sejak tahun 1960 fokus pelayanan penderita gangguan jiwa berubah dari perawatan berbasis rumah sakit menjadi berbasis komunitas. Saat ini diperkirakan 40% sampai 90% penderita gangguan jiwa dirawat oleh keluarga dirumah (WHO, 2001). Kondisi gangguan jiwa yang dialami oleh salah satu anggota keluarga bisa disebabkan karena konsep keluarga. Konsep keluarga yang kurang baik meliputi struktur nilai yang tidak sesuai, struktur peran tidak dijalankan semaksimal mungkin, pola komunikasi dan iteraksi yang tidak dilakukan dua arah, dan iklim keluarga yang kurang nyaman dapat mencetuskan terjadinya gangguan jiwa. Konsep keluarga yang kurang baik tersebut apabila dilakukan berkelanjutan pada keluarga yang sudah memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa dapat membuat kondisi penderita memburuk dan dapat menyebabkan kekambuhan.

  Penerimaan Masyarakat berperan dalam menentukan kekambuhan, karena penderita gangguan jiwa membutuhkan dukungan sosial kaitannya dalam menjalani proses penyembuhan dan terapi setelah perawatan dari rumah sakit. Menurut Admin (2010), dampak gangguan jiwa cukup besar, baik bagi pasien, bagi masyarakat dan lingkungan. Penyebab utama yaitu disabilitas kelompok usia produktif, penderita gangguan jiwa menjadi tidak produktif dan menganggur, penderita mengalami penolakan, pengucilan, dan diskriminasi. Dari pernyataan diatas untuk menghindari terjadinya kekambuhan dari faktor lingkungan sosial perlu adanya dukungan dan penerimaan dari masyarakat dalam menghadapi penderita gangguan jiwa

  Berdasarkan hal tersebut maka akan dilakukan penelitian tentang “Hubungan konsep keluarga dan penerimaan masyarakat dengan kekambuhan penderita gangguan jiwa di Desa Karangsari Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap” B.

   Rumusan Masalah

  Jumlah penduduk yang mengalami gangguan jiwa di Kabupaten Cilacap tepatnya di Kecamatan Adipala Desa Karangsari total 46 penderita.

  Minimnya kemampuan keluarga merawatan penderita gangguan jiwa mengakibatkan penderita gangguan jiwa tidak kunjung sembuh bahkan yang sudah dirawat di RSUD Banyumas atau di RSJ Magelang banyak yang mengalami kekambuhan setelah pulang ke rumah.Kurangnya dukungan dari keluarga dan stressor lingkungan mengakibatkan prognosis yang buruk terhadap kesehatan penderita gangguan jiwa yang berdampak pada gejala kekambuhan.

  Berdasarkan latar belakang diatas dirumuskan masalah yaitu “Apakah ada hubungan antara konsep keluarga dan penerimaan masyarakat dengan kekambuhan pada penderita gangguan jiwa di Desa Karangsari Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap?” C.

   Tujuan Penelitian

  1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsep keluarga dan penerimaan masyarakat dengan kekambuhan penderita gangguan jiwa di Desa Karangsari Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap.

  2. Tujuan khusus Untuk mengetahui :

  a. Mendeskripsikan karakteristik usia keluarga yang merawat penderita gangguan jiwa.

  b. Mendeskripsikan karakteristik penderita gangguan jiwa berdasarkan lama mengalami sakit pada penderita gangguan jiwa.

  c. Mengetahui gambaran konsep keluarga dalam merawat penderita gangguan jiwa.

  d. Mengetahui gambaran penerimaan masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa.

  e. Mengetahui gambaran kekambuhan penderita gangguan jiwa.

  f. Mengetahui hubungan antara konsep keluarga dengan kekambuhan penderita gangguan jiwa. g. Mengetahui hubungan antara penerimaan masyarakat dengan kekambuhan penderita gangguan jiwa.

D. Manfaat Penelitian

  Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

  1. Bagi Peneliti

  a. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dengan cara mengaplikasikan ilmu keperawatan.

  b. Menambah pengalaman peneliti dan sebagai motivasi ketika terjun ke dunia kerja.

  2. Bagi Responden Penelitian ini dapat bermanfaat bagi responden, sebagai informasi tentang penyakit gangguan jiwa dan menangani kekambuhan pada penderita gangguan jiwa.

  3. Bagi Pemerintahan Desa Karangsari Sebagai bahan masukan bagi pemerintah desa Karangsari untuk memberikan pengetahuan kepada keluarga penderita agat tidak mengabaikan anggota keluarga yang memiliki gangguan kejiwaan.

  4. Bagi Ilmu Pengetahuan

  a. Penelitian ini dapat digunakan bagi peneliti-peneliti berikutnya dalam permasalahan yang sama maupun yang tidak sama yang masih relevan.

  b. Untuk peneliti lain agar menjadi acuan atau referensi dalam melakukan pengembangan penelitian ini selanjutnya.

E. Keaslian Penelitian

  Beberapa penelitian yang bisa mendukung diantaranya :

  1. Puspitasari D.P (2016) Meneliti mengenai “Hubungan Perawatan Kesehatan Keluarga dengan Kekambuhan pada Penderita Gangguan Jiwa di Rumah Sakit

  Jiwa H. Mustajab Purbalingga” penelitian tersebut menggunakan metode kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif korelatif. Sampel penelitian adalah keluarga penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa H Mustajab Purbalingga sebanyak 30 responden.Hasil : sebagian besar penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa H Mustajab Purbalingga mendapatkan perawatan kesehatan keluarga cukup (43,3%) dan mengalami tingkat kekambuhan tinggi (56,7%). Kesimpulan dari penelitian tersebut terdapat hubungan antara fungsi perawatan kesehatan keluarga dengan kekambuhan pada penderita jiwa di Rumah Sakit Jiwa H Mustajab Purbalingga. Persamaan dengan penelitian yang akan diteliti peneliti yaitu pada variabel kekambuhan penderita gangguan jiwa.

  Perbedaannya yaitu pada variabel bebasnya yaitu pada fungsi perawatan kesehatan keluarga sedangkan variabel yang akan diteliti yaitu faktor lingkungan yang meningkatkan stressor mengakibatkan kekambuhan pada penderita skizofrenia.

  2. Hisbulloh L (2016) Meneliti mengenai “Hubungan pengetahuan masyarakat terhadap penerimaan masyarakat pada penderita gangguan jiwa di Desa

  Banjarmangu wilayah kerja Puskesmas Banjarmangu 1 Tahun 2016. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan masyarakat, karena penderita gangguan jiwa mendapatkan stigma dan diskriminasi yang lebih besar karena ketidaktahuan masyarakatnya.Jenis penelitian kuantitatif dengan rancangan deskriptif analitik dengan metode penelitian pendekatan cros sectional. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 1.483 orang. Sampel penelitian ini menggunakan metode purpose sampel sebanyak 94 responden dengan teknik cluster sampling. Analisis data menggunakan uji chi square. Hasil Penelitian : sebagian besar responden yang memiliki pengetahuan baik tentang gangguan Persamaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah pada variabel yang akan diteliti yaitu penderita skizofrenia dan persamaan pada metode penelitian nya yaitu kuantitatif dengan rancangan deskriptif

  analitik . Perbedaannya yaitu cara pengambilan sampel, pada penelitian

  diatas menggunakan cluster sampling, sedangkan yang akan peneliti lakukan yaitu menggunakan purpose random sampling.

  3. Setiawan (2012) Meneliti tentang “Hubungan dukungan keluarga terhadap kekambuhan penderita gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran di Instalasi Pelayanan Kesehatan Jiwa Terpadu RSUD Banyumas. Metode yang digunakan peneliti yaitu penelitian kuantitatif menggunakan rancangan deskriptif korelatif dengan pendekatann cross

  sectional . Penelitian dilakukan di ruang Bima Instalasi Pelayanan

  Kesehatan Jiwa Terpadu RSUD Banyumas. Jumlah sampel responden 32 responden yaitu keluarga penderita gangguan sensori persepsi : Halusinasi yang mengalami kekambuhan. Instrumen digunakan kuisioner yang terdiri dari 32 pernyataan.Uji bivariat menggunakan uji chi square.

  Hasil Penelitian : Responden sebagian besar berumur > 42 tahun sebanyak 16 (50%), berjenis kelamin laki-laki sebanyak 19 (59,4%), berpendidikan SD 27 (84,4%), penderita mengalami kekambuhan tinggi sebanyak 18 (56,2%). Keluarga yang tidak mendukung beresiko 4,68 kali berpeluang menyebabkan kekambuhan tinggi dibandingkan dengan keluarga yang mendukung dalam 2 tahun. Hasil chi kuadrat hitung = 4,265 denganp value (0,039) < dari alfa (0,05). Kesimpulan Ada hubungan dukungan keluarga terhadap kekambuhan penderita gangguan sensori persepsi : halusinasi. Persamaan penelitian diatas dengan penelitian yang peneliti akan lakukan yaitu pada variabel kekambuhan penderita dan metode penelitian yaitu menggunakan metode deskriptif korelatif .

  4. Rafiyah (2011) Meneliti tentang “Beban pada Keluarga Pengasuh dan Faktor

  Terkait Merawat Penderita dengan Skizofrenia .”Latar Belakang dari penelitian ini adalah pengasuh Keluarga adalah orang yang paling penting yang peduli untuk penderita dengan skizofrenia. Namun ketika perawatan yang diberikan untuk waktu yang lama, keluarga mungkin mengalami beban.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meninjau konsep dan faktor yang terkait dengan beban pengasuh keluarga merawat penderita dengan skizofrenia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sebuah literatur digeledah dari database: Pubmed, CINAHL,

  

dan Science Direct . Kata kunci yang digunakan untuk mengambil sastra

  termasuk beban pengasuh penderita skizofrenia. Mencari terbatas dalam bahasa Inggris, teks lengkap, dan tahun publikasi 2000-2009 digunakan.

  Hasil: Dua puluh dua studi ditinjau dalam makalah ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban pengasuh merawat penderita dengan pengalaman skizofrenia. Beban didefinisikan sebagai dampak negatif dari merawat orang gangguan yang dialami oleh pengasuh pada aktivitas mereka (beban objektif) atau perasaan (beban subjektif) yang melibatkan emosional, kesehatan fisik, kehidupan sosial, dan status keuangan.

  Faktor-faktor yang terkait dengan beban pengasuh keluarga dikelompokkan menjadi: 1) Pengasuh, faktor termasuk usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan, status kesehatan, dan waktu yang dihabiskan per hari, pengetahuan tentang skizofrenia, budaya, dan mengatasi; 2) Penderita, faktor termasuk usia, gejala klinis, dan cacat dalam kehidupan sehari-hari; 3) faktor lingkungan, termasuk pelayanan kesehatan mental dan dukungan sosial. Kesimpulan: definisi beban memiliki makna cukup sama dan sebagian besar faktor fokus pada gejala penderita, faktor demografi pengasuh, dan waktu yang dihabiskan per hari. Sebagian besar penelitian tidak dapat digeneralisasi karena sampel yang kecil digunakan dalam penelitian ini dan itu juga dilakukan di negara-negara barat.Untuk penelitian lebih lanjut, korelasi antara beban dan sumber daya dari pengasuh keluarga harus diselidiki terutama di negara timur.

  5. Suttharangsee W (2011) Meneliti tentang “Dukungan sosial dan Mengatasi Masalah dari

  Pengasuh Keluarga Indonesia dalam Merawat Orang dengan

  Skizofrenia

  ”.Latar Belakang dari penelitian ini Skizofrenia dianggap sebagai penyakit mental yang berat. Orang dengan skizofrenia mungkin mengalami gangguan dalam proses berpikir mereka, yang mempengaruhi perilaku mereka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara dukungan sosial dan coping pengasuh keluarga merawat penderita schizophrenia di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Metode: Penelitian ini menggunakan desain korelasional. Delapan puluh delapan pengasuh keluarga yang merawat penderita schizophrenia direkrut dari Rawat Jalan Departemen Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat, Jawa Barat, Indonesia melalui teknik purposive sampling. Data dikumpulkan dengan kuesioner laporan diri menggunakan Dukungan Angket yang dirasakan Sosial (PSSQ) dan Jalowiec Coping Skala (JCS). Kemudian, data dianalisis dengan deskriptif dan Pearson produk-moment korelasi statistik.Hasil : dukungan sosial Keseluruhan dianggap pada tingkat yang moderat. Metode yang paling sering menghadapi digunakan optimis optimis, diikuti oleh koping mandiri, mengatasi perlawanan, dan mengatasi dukungan. Ada korelasi positif yang signifikan antara dukungan sosial dan penanggulangan perlawanan (r = 0,68, p <0,01), optimis mengatasi (r = 0,42, p <0,01), dan supportant coping (r = 0,46, p <0,01 ). Dukungan sosial secara signifikan dan negatif berkorelasi dengan koping mengelak (r = -.52, p <0,01) dan koping fatalistik (r = - .41, p <0,05). Kesimpulan: Untuk perawat, memberikan dukungan sosial termasuk emosional, informasi, instrumental, dan dukungan penilaian yang menjadi penting bagi pengasuh untuk menentukan strategi koping yang efektif.