BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan - PUSPITA WARDHANI BAB II

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan oleh peneliti terdahulu

  tentang menulis puisi banyak dilakukan. Penelitian-penelitian tersebut membahas tentang rendahnya kemampuan menulis puisi. Untuk mengatasi atau meningkatkan kemampuan menulis puisi, peneliti terlebih dahulu menerapkan metode, teknik pendekatan, dan media. Hal tersebut dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan menulis puisi siswa. Beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang kemampuan menulis puisi akan dijabarkan .

1. Penelitian dengan judul Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Menulis

  Puisi Melalui Metode Outdoor Study dengan Meggunakan Media Lingkungan Pada Siswa Kelas VIII E SMP Negeri 1 Pagedongan Tahun Ajaran 2013-2014 oleh Dili Juang Nugroho.

  Pada awal penelitian diketahui siswa merasa kesulitan dalam menulis puisi. Setelah menggunakanmedia lingkungan, siswa menjadi lebih kreatif dan aktif dalam menulis puisi. Siswa juga merasa senang karena dapat menulis puisi yang indah dan sesuai kriteria yang ditentukan.Siswa juga tidak merasa bosan karena dalam menulis puisi siswa diajak untuk keluar ruang melihat lingkungan sekitar.Untuk mengetahui keadaan awal, maka dilakukan pre test. Hal ini untuk menilai seberapa persen kemampuan siswa dalam menulis puisi sebelum menggunakan media lingkungan. Nilai yang diperoleh saat pre test yaitu siswa yang tuntas belajar sebanyak 29, 17% dengan nilai rata-rata 64,25. Setelah dilakukan tindakan ternyata kemampuan menulis puisi siswa meningkat. Hal ini dibuktikan dengan siswa yang telah tuntas belajar sebesar 50%, dengan nilai rata- rata 75,08. Sedangkan pada siklus II siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 83,33% dengan nilai rata-rata yaitu 79,87. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpukan bahwa dengan penggunaan media lingkungan dapat meningkatkan kemampuan menulis pusi pada siswa kelas VIII E SMP Negeri 1 Pagedongan Kabupaten Banjarnegara.

  Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah terletak pada metode pembelajaran. Penelitian dilakukan oleh Dili Juang Nugroho menggunakan metode outdoor study, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti melalui pendekatan kontekstual.Selain itu, subjek penelitian yang digunakan juga berbeda. Penelitian Dili Juang Nugroho menggunakan subjek siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Pagedongan Banjarnegara. Sementara itu, penelitian ini menggunakan subjek siswa kelas VII SMP Negeri 2 Sumpiuh Banyumas.

2. Penelitian yang kedua dengan judul Upaya Meningkatkan Kemampuan

  Menulis Puisi Melalui Pendekatan Kontekstual dengan Menggunakan Teknik Karya Wisata Kelas VII A MTs Nurul Islam Clekata Pulosari Pemalang Tahun pelajaran 2009/2010 oleh Taidin.

  Pada siklus II siswa yang tuntas belajar 86,9% dengan nilai rata-rata 75,5 yang berarti ada peningkatan dari 67,3 % pada siklus I menjadi 86,9%pada siklus

  II. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan kontekstual dengan teknik karyawisata dapat meningkatkan kemampuan siswa MTS Nurul Islam Clekata Pulosari Pemalang Tahun pelajaran 2009/2010 dalam menulis puisi. Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah terletak pada penerapan metode pembelajaran.Penelitian yang dilakukan oleh Taidin menggunakan teknik karya wisata, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan tema yang pernah dialami.Selain itu, subjek penelitian yang digunakan juga berbeda. Penelitian terdahulu menggunakan subjek siswa kelas

  VII A MTs Nurul Islam Clekata Pulosari Pemalang. Sementara itu penelitian ini menggunakan subjek siswa kelas VII C SMP Negeri 2 Sumpiuh Banyumas.

B. Menulis 1. Pengertian Menulis

  Menurut Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2009: 248) dibandingkan dengan kemampuan berbahasa lain. Kemampuan menulis lebih sulit dikuasai bahkan oleh penutur asli bahasa yang bersangkutan sekalipun. Hal ini disebabkan kemampuan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur kebahasaan dan unsur diluar bahasa itu sendiri yang akan menjadi isi tulisan. Baik unsur bahasa maupun unsur isi haruslah terjalin sedemikian rupa sehingga menghasilkan tulisan yang runtut dan padu. Rosidi (2009: 2) menulis merupakan suatu kegiatan menuangkan pikiran, gagasan dan perasaan seseorang yang diungkapkan dalam bahasa tulis yang diharapkan dapat dipahami pembaca dan berfungsi sebagai alat komunikasi secara tidak langsung. Semi (2007: 14) mengungkapkan bahwa menulis adalah suatu proses kreatif memindahkan gagasan ke dalam lambang- lambang tulisan.

  Tarigan (2008: 3) menjelaskan bahwa definisi menulis adalah suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa menulis adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dengan cara menuangkan ide atau gagasan-gagasan. Gagasan tersebut dituangkan ke dalam bentuk tulisan untuk dipergunakan sebagai komunikasi yang dilakukan secara tidak langsung dan tidak secara tatap muka dengan orang lain. Kegiatan menulis memerlukan keterampilan karena di dalam menulis seorang penulis harus menguasai kosakata, diksi, penyusunan kalimat, tanda baca.

2. Manfaat Menulis

  Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Dengan menulis, seseorang dapat mengutarakan pikiran dan gagasan untuk mencapai maksud dan tujuan. Aktivitas menulis merupakan suatu bentuk manifestasi kemampuan dan keterampilan berbahasa yang paling akhir dikuasai oleh pembelajaran bahasa setelah kemampuan mendengarkan, berbicara, dan membaca. Menurut Tarigan (2008: 22), menulis sangat penting bagi pendidikan karena memudahkan para pelajar untuk berpikir. Menulis juga dapat mendorong kita untuk berpikir secara kritis, memudahkan penulis memahami hubungan gagasan dalam tulisan, memperdalam daya tanggap atau persepsi, memecahkan masalah yang dihadapi, dan mampu menambah pengalaman menulis.

  Menurut pendapat Akhadiah, dkk (2012: 1), banyak keuntungan yang diperoleh dari kegiatan menulis.Keuntungan yang pertama adalah dengan menulis seseorang dapat mengenali kemampuan dan potensi dirinya. Penulis dapat mengetahui sampai dimana pengetahuannya tentang suatu topik. Untuk mengembangkan topik itu, penulis harus berpikir untuk memperoleh pengetahuan dan pengalamannya. Kedua, melalui kegiatan menulis, penulis dapat mengembangkan berbagai gagasan. Dengan menulis, penulis terpaksa bernalar, menghubung-hubungkan, serta membandingkan fakta-fakta untuk mengembangkan berbagai gagasannya. Keuntungan ketiga, penulis lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi yang berhubungan dengan topik yang ditulis. Kegiatan menulis dapat memperluas wawasan penulisan secara teoretis mengenai fakta-fakta yang berhubungan.

  Keempat, penulis dapat terlatih dalam mengorganisasikan gagasan secara sistematik serta mengungkapkannya secara tersurat. Dengan demikian, penulis dapat menjelaskan permasalahan yang semula masih samar. Keuntungan kelima, melalui tulisan, penulis dapat meninjau serta menilai gagasannya secara lebih objektif. Keenam, dengan menuliskan sesuatu di kertas, penulis akan mudah memecahkan permasalahan, yaitu dengan menganalisis secara tersurat dalam konteks yang lebih konkret. Ketujuh, dengan menulis mengenai suatu topik, penulis terdorong untuk belajar secara aktif. Penulis menjadi penemu sekaligus pemecah masalah, bukan sekedar menjadi penyadap informasi dari orang lain. Keuntungan kedelapan, kegiatan menulis yang terencana akan membiasakan penulis berpikir serta berbahasa secara tertib.

  Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis sangat bermanfaat dalam kehidupan. Menulis dapat meningkatkan penalaran untuk mengembangkan berbagai gagasan yang dapat memperluas wawasan dan pengetahuan. Selain itu menulis juga bermanfaat untuk menumbuhkan keberanian dalam mengumpulkan informasi. Menulis juga dapat mengubah bentuk pikiran atau angan-angan atau perasaan dan sebagaimya menjadi wujud lambang atau tulisan yang bermakna. Menulis bermanfaat untuk mendorong kemauan dan kemampuan dalam meningkatkan kreativitas berbahasanya secara tertulis.

C. Pengertian Pengalaman

  Pengalaman ialah sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung dan sebagainya) bisa berupa peristiwa yang baik maupun peristiwa yang buruk (Departemen Pendidikan Nasional 2008: 34). Pengalaman adalah guru yang terbaik, demikian bunyi pepatah. Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan, atau pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu, pengalaman pribadi yang dialami oleh seseorang dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan dan informasi. Biasanya, orang akan lebih mudah mengingat peristiwa atau hal-hal yang dianggap paling berkesan atau bermakna dalam hidupnya. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu atau mengingat peristiwa yang pernah dialami. Semua pengalaman pribadi tersebut dapat merupakan sumber kebenaran pengetahuan.

D. Puisi 1. Pengertian Puisi

  Menurut Aminuddin (2013: 134) puisi berasal dari bahasa Yunani poeima “membuat” atau proses pembuatan, dan dalam bahasa Inggris disebut poem atau poetry.

  Puisi diartikan “membuat” dan “pembuatan” karena lewat puisi pada dasarnya seseorang telah menciptakan suatu dunia, tersendiri, yang mungkin berisi pesan atau gambaran suasana-suasana tertentu, baik fisik maupun batiniah. Pesan tersebut dapat menggambarkan suatu keadaan di dalam kehidupan penyair, misalnya pesan moral. Gambaran suasana penyair dapat mengungkapkan suasana, bahagia, duka, dan sebaganya. Semuanya tersusun dalam bentuk puisi yang didalmnya sudah dirangkai menggunakan kata-kata yang indah dan bernilai estetik.

  Menurut Hudson (dalam Aminuddin 2013: 134) puisi adalah salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata sebagai media penyampaian untuk membuahkan ilusi dan imajinasi, seperti halnya lukisan yang menggunakan garis dan warna dalam menggambarkan gagasan pelukisnya. Rumusan pengertian puisi di atas, sementara ini dapatlah kita terima karena kita sering kali diajak oleh suatu ilusi tentang keindahan, terbawa angan-angan, sejalan keindahan penataan unsur bunyi, penciptaan gagasan, maupun suasana tertentu sewaktu membaca puisi. Menurut Sayuti (2008: 3) puisi dapat dirumuskan sebagai “sebentuk pengucapan bahasa yang memperhitungkan adanya aspek bunyi-bunyi didalamnya, yang mengungkapkan pengalaman imajinatif, emosioal, dan intelektual penyair yang ditimba dari kehidupan individual dan sosialnya, yang diungkapkan dengan teknik pilihan tertentu, sehingga puisi itu mampu membangkitkan pengalaman tertentu pula dalam diri pembaca atau pendengar- pendengarnya”.

  Tentu saja, batasan ini merupakan batasan tentatif yang bertolak pada puisi-puisi konvensional karenanya batasan itu pun belum tentu mampu mencakupi semua jenis puisi yang ada. Terlebih lagi jika disadari bahwa dalam perkembangannya, khazanah puisi modern selalu menunjukkan adanya inovasi dan eksperimentasi yang dilakukan oleh para penyair pembaharu yang melahirkan puisi-puisi konvensional. Artinya dalam puisi ini penting untuk dilihat puisi-puisi tentang “puisi dan penyair”, yakni puisi-puisi yang didalamnya diungkapkan masalah yang berkenaan dengan puisi dan penyair. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa menulis puisi merupakan kegiatan untuk melahirkan dan mengungkapkan perasaan, ide, gagasan dalam bentuk tulisan dengan mempertimbangkan diksi (pilihan kata), sesuai dengan kondisi diri penulis dan lingkungan sosial yang ada disekitarnya.

2. Unsur-Unsur Puisi a. Unsur Fisik

  Menurut Kosasih (2014: 97) unsur fisik meliputi diksi, pengimajinasian, kata konkret, bahasa figuratif, rima/ritma, tata wajah (tipografi) berikut adalah uraiannya.

  1) Diksi (Pemilihan Kata)

  Kosasih (2014: 97) kata-kata yang digunakan dalam puisi merupakan hasil pemilihan yang sangat cermat. Kata-katanya merupakan hasil pertimbangan, baik itu makna, susunan bunyinya, maupun hubungan kata itu dengan kata-kata lain dalam baris dan baitnya. Kata-kata memiliki kedudukan yang sangat penting dalam puisi. Kata-kata dalam puisi bersifat konotatif dan ada kata-kata yang berlambang. Makna dari kata-kata itu mungkin lebih dari satu. Kata-kata yang dipilih hendaknya bersifat puitis, yang mempunyai efek keindahan. Bunyinya harus indah dan memiliki keharmonisan dengan kata-kata lainnya. Menurut Sayuti (2008: 170) peranan diksi dalam puisi sangat penting karena kata-kata adalah segala-galanya dalam puisi. Kata-kata tidak sekedar berperan sebagai sarana yang menghubungkan pembaca dengan gagasan penyair, seperti peran kata dalam bahasa sehari-hari dan prosa umumnya. Dalam puisi imajis, kata-kata sekaligus sebagai pendukung dan penghubung pembaca dengan dunia intruisi penyair.

  2) Pengimajinasian

  Menurut Kosasih (2014: 100) pengimajinasian adalah kata atau susunan kata yang dapat menimbulkan khayalan atau imajinasi. Dengan adanya daya imanijasi tersebut, pembaca seolah-olah merasa, mendengar, atau melihat sesuatu yang diungkapkan penyair. Pendengar seoalah-olah sedang mendengarkan sesuatu yang disebut dengan imajinasi auditif. Melihat sesuatu yang diungkapkan penyair seolah-olah pendengar dapat melihat benda-benda yang diungkap penyair (imajinasi visual). Imajinasi taktil pendengar seolah-olah dapat meraba dan menyentuh benda-benda yang diungkapkan penyair. Menurut Sayuti (2008: 170) istilah citraan dalam puisi dapat dan sering dipahami dalam dua cara. Yang pertama dipahami secara reseptif, dari sisi pembaca. Dalam hal ini citraan merupakan pengalaman indera yang terbentuk dalam rongga imajinasi pembaca, yang ditimbulkan oleh sebuah kata atau oleh rangkaian kata. Yang kedua dipahami secara ekspresif, dari sisi penyair, yakni ketika citraan merupakan bentuk bahasa (kata atau rangkaian kata) yang dipergunakan oleh penyair untuk membangun komunikasi estetik atau untuk menyampaikan pengalaman inderanya.

3) Kata Konkret

  Untuk membangkitkan imajinasi pembaca, kata-kata harus diperkonkret atau diperjelas. Jika penyair mahir memperkonkret kata-kata maka pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasa apa yang dilukiskan penyair. Pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan penyair (Kosasih, 2014: 103). Menurut Waluyo (1995: 71) salah satu cara untuk membangkitkan daya bayang atau imajinasi para penikmat sesuatu sajak adalah dengan mempergunakan kata-kata yang tepat, kata-kata yang konkret dapat menyarankan suatu pengertian menyeluruh. Semakin tepat seorang penyair menempatkan kata-kata yang penuh asosiasi dalam karyanya maka semakin baik pula dia menjemlmakan imaji sehingga para penikmat menganggap bahwa mereka benar-benar melihat, mendengar, merasakan, dan pendeknya mengalami segala sesuatu yang dialami oleh penyair. Dari pendapat di atas, kata konkret merupakan kata yang ditulis penyair untuk memperjelas atau mempertajam keadaan, peristiwa yang dilukiskan penyair. Kata konkret dapat memperinci sesuatu yang dilukiskan sehingga tercipta kejelasan dan membuat pembaca seolah-olah melihat, mendengar sesuatu yang digambarkan penyair. Kata konkret tidak dimasukkan ke dalam tabel penskoran karena untuk siswa tingkat SMP yang termasuk masih awal dalam belajar sastra, menulis puisi dengan kata konkret masih terlalu sulit.

  4) Bahasa Figuratif (Majas)

  Menurut Kosasih (2014: 104) majas ialah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara membandingkan dengan benda atau kata lain. Majas mengiaskan atau mempersamakan sesuatu dengan hal yang lain. Maksudnya, agar gambaran benda yang dibandingkan itu lebih jelas. Misalnya untuk menggambarkan keadaan ombak, penyair menggunakan majas personifikasi. Contoh risik risau ombak memecah dalam cuplikan tersebut, ombak digambarkan seolah-olah manusia yang berisik dan memiliki rasa risau. Selain itu, menurut Sayuti (2008: 195) majas atau bahasa kias mencakup semua jenis ungkapan yang bermakna lain dengan makna harfiahnya yang bisa berupa kata, frase ataupun satuan sintaksis yang lebih luas. Bahasa kias berfungsi untuk membangkitkan tanggapan pembaca.

5) Rima/Ritme

  Menurut Kosasih (2014: 104) rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Dengan adanya rima, suatu puisi menjadi indah. Makna yang ditimbulkannya pun lebih kuat. Di samping rima, dikenal pula istilah ritma, yang diartikan sebagai pengulangan kata, frase, atau kalimat dalam bait-bait puisi. Menurut Sayuti (2008: 104) rima atau persajakan dapat diartikan sebagai kesamaan dan atau kemiripan bunyi tertentu di dalam dua kata atau lebih, baik yang berposisi diakhir kata, maupun yang berupa pengulangan bunyi yang sama yang disusun pada jarak atau rentangan tertentu secara teratur.

6) Tata Wajah (Tipografi)

  Menurut Kosasih (2014: 104) tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama. Larik-larik puisi tidak berbentuk paragraf, melainkan membentuk bait. Dalam puisi-puisi kontemporer seperti karya Sutarji Calzoum Bahcri, tipografi itu dipandang begitu penting sehingga menggeser kedudukan makna kata-kata. Menurut Sayuti (2008: 328-330), tipografi disebut dengan susunan baris puisi atau ukiran bentuk. Tipografi merupakan aspek bentuk visual puisi yang berupa tata hubungan dan tata baris atau susunan bait-bait dalam puisi. Yang termasuk ke dalam tipografi yaitu pemakaian huruf-huruf tertentu untuk menuliskan kata-kata dalam puisi, penggunaan tanda baca serta masalah pembaitan dan ejaan. Dalam puisi, tipografi dipergunakan untuk mendapatkan bentuk yang menarik yang menarik supaya indah dipandang oleh pembaca. Sama halnya dengan kata konkret, tipografi tidak dimasukkan ke dalam tabel penskoran karena untuk siswa tingkat SMP yang termasuk masih awal dalam belajar sastra, menulis puisi dengan tipografi diperlukan keterampilan dan latihan terus-menerus.

b. Unsur Batin 1) Tema

  Menurut Kosasih(2014: 105) tema merupakan gagasan pokok yang diungkapkan penyair dalam puisinya. Tema berfungsi sebagai landasan utama penyair dalam puisinya. Tema itulah yang menjadi kerangka pengembangan sebuah puisi. Jika awalnya tentang ketuhanan, maka keseluruhan struktur puisi itu tidak lepas dari ungkapan-ungkapan atas eksistensi Tuhan. Demikian halnya jika yang dominan adalah dorongan cinta dan kasih sayang, maka yang ungkapan- ungkapan asmaralah yang akan lahir dalam puisinya itu.

2) Perasaan

  Menurut Kosasih (2014: 108) puisi merupakan karya sastra yang paling mewakili ekspresi perasaan penyair. Bentuk ekspresi itu dapat berupa kerinduan, kegelisahan, atau pengagungan kepada kekasih, kepada alam, atau sang Khalik. Jika penyair hendak mengagungkan keindahan alam, maka sebagai sarana ekspresinya ia akan memanfaatkan majas serta diksi yang mewakili dan memancarkan makna keindahan alam. Jika ekspresinya merupakan kegelisahan atau kerinduan kepada sang Khalik, maka bahasa yang digunakannya cenderung bersifat perenungan akan eksistensinya dan hakikat keberadaan dirinya sebagai hamba Tuhan. Perasaan tidak dicantumkan ke dalam tabel penskoran karena perasaan tidak bisa dijadikan tolak ukur penilaian. Misalnya puisi dikatakan baik jika ada perasaan bahagia, tetapi jika puisi tersebut tidak ada unsur perasaan yang bahagia atau sedih berarti puisi itu jelek, sedangkan puisi merupakan ungkapan penyair yang dituangkan ke dalam bentuk tulisan.

  3) Nada dan Suasana

  Dalam menulis puisi, penyair mempunyai sikap tertentu terhadap pembaca. Apakah dia ingin bersikap menggurui, menasihati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Sikap penyair kepada pembaca ini disebut nada puisi. Adapun suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu. Suasana adalah akibat yang ditimbulkan puisi itu terhadap jiwa pembaca. Nada dan suasana puisi saling berhubungan. Nada puisi menimbulkan suasana tertentu terhadap pembacanya.

  Nada duka yang diciptakan penyair dapat menimbulkan suasana iba hati pembaca. Nada kritik yang diberikan penyair dapat menimbulkan suasana penuh pemberontakan bagi pembaca. Nada religius dapat menimbulkan suasana khusyuk (Kosasih, 2014: 109). Nada dan suasana juga tidak dimasukkan sebagai pedoman penskoran karena nada dan suasana tidak bisa dijadikan pedoman apakah puisi itu baik atau buruk. Karena setiap nada dan suasana penyair dapat dijadikan sebagai puisi.

  4) Amanat (intention)

  Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapat ditelaah setelah kita memahami tema, rasa, dan nada puisi itu. Tujuan atau amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat tersirat dibalik kata-kata yang disusun, dan juga berada dibalik tema yang diungkapkan (Kosasih, 2014: 109). Dengan demikian, amanat adalah makna yang tersirat yang disampaikan penyair melalui hasil puisinya. Amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca melalui puisinya. Tabel penskoran tidak memasukkan amanat ke dalam penilaian yang digunakan karena setiap amanat dari penulis itu berbeda-beda

  Dengan melihat struktur puisi, peneliti menyimpulkan bahwa puisi yang baik merupakan puisi yang mengandung struktur fisik dan batin. Hal ini seperti diungkapkan oleh Nurgiyantoro (2013: 487), aspek yang dinilai dari tugas menulis puisi di antaranya: (1) kesesuaian tema (2) ketepatan atau kesesuaian pilihan kata (3) pendayaaan majas, dan (4) pendayaaan pencitraan. Struktur fisik dapat diketahui pembaca melalui aspek kebahasaan yang digunakan oleh penyair.

  Struktur fisik dalam puisi merupakan hal yang penting. Hal ini dikarenakan struktur fisik puisi menjadikan puisi bernilai estetik. Puisi akan lebih baik, lebih indah, dan kaya akan imajinasi. struktur batin merupakan struktur dalam yang dapat diketahui secara implisit bilamana seorang pembaca dalam membaca isi puisi secara menyeluruh bisa memahami puisi tersebut melalui wujud bahasa.

3. Jenis-Jenis Puisi a. Puisi Naratif

  Menurut Kosasih (2014: 109) puisi naratif mengungkapkan cerita atau penjelasan penyair. Puisi ini terbagi ke dalam beberapa macam, yakni balada dan romansa. Balada adalah puisi yang berisi cerita tentang orang-orang perkasa ataupun tokoh pujaan. Contohnya Balada Orang-Orang Tercinta karya W.S.

  Rendra. Romansa adalah jenis puisi cerita yang menggunakan bahasa romantik yang berisi kisah percintaan yang diselingi perkelahian dan petualangan.

  b. Puisi Lirik

  Jenis puisi ini terbagi ke dalam beberapa macam, misalnya elegi, ode, dan serenada. Elegi adalah puisi yang mengungkapkan perasaan duka. Serenada adalah sajak percintaan yang dapat dinyanyikan. Kata serenada berarti nyanyian yang dapat dinyanyian yang tepat dinyanyikan pada waktu senja.Warna-warna di belakang serenada itu melambangkan sifat nyanyian cinta, ada yang bahagia, sedih, kecewa, dan sebagainya. Ode adalah puisi yang berisi pujaan terhadap seseorang, sesuatu hal, atau sesuatu keadaaan. Yang banyak ditulis ialah pemujaan terhadap tokoh-tokoh yang dikagumi (Kosasih, 2014: 110).

  c. Puisi Deskriptif

  Dalam jenis puisi ini, penyair bertindak sebagai pemberi kesan terhadap keadaan/peristiwa, benda, atau suasana yang dipandang menarik perhatiannya.

  Puisi yang termasuk ke dalam jenis puisi deskriptif, misalnya adalah satire, puisi yang bersifat kritik sosial, dan puisi-puisi impresionistik. Satire adalah puisi yang mengungkapkan perasaan tidak puas penyair terhadap suatu keadaan, namun dengan cara menyindir atau menyatakan keadaan sebaliknya. Puisi kritik sosial adalah puisi yang juga menyatakan ketidaksenangan penyair terhadap keadaan atau diri seseorang, namun dengan cara membeberkan kepincangan atau ketidakberesan keadaan/orang tersebut. Kesan penyair juga dapat kita hayati dalam puisi-puisi impresionistik yang mengungkapkan kesan penyair terhadap suatu hal (Kosasih, 2014: 111).

4. Langkah-Langkah Menulis Puisi a. Pencarian Ide

  Bahan pertama dalam menulis puisi adalah ide. Adapula yang menyebutnya inspirasi, yaitu sesuatu yang menyentuh rasa atau jiwa yang membuat seseorang ingin mengabadikan dan mengekspresikannya dalam puisi. Ide atau inspirasi berupa pengalaman. Pengalaman yaitu segala kejadian yang ditangkap panca indera kita, yang kemudian menimbulkan efek-efek rasa, sedih, senang, bahagia, marah, dan sebagainya, yang kemudian dituliskan dalam bentuk puisi. Karena inspirasi berkaitan dengan pengalaman maka pencarian inspirasi dilakukan dengan membuka selebar mungkin panca indera kita terhadap segala sesuatu yang terjadi di sekeliling kita (Kurniawan dan Sutardi, 2012: 39).

b. Pengendapan atau Perenungan

  Jika ide itu sudah didapat maka renungkanlah atau endapkanlah, proses ini disebut pematangan ide. Ide adalah bahan mentah, sebelum ditulis perlu dimatangkan. Caranya adalah dengan diendapkan dalam perenungan atau kontemplasi. Proses perenungan ide ini berkaitan dengan mau dibuat apa ide ini? Bagaimana kata-katanya yang akan diekspresikan untuk mengungkapkan ide ini? Bagaimana polanya? Struktur penulisannya? Pertanyaan-pertanyaan ini kemudian direnungkan dan dicari jawabannya melalui diri sendiri. Inilah yang disebut proses pengendapan (Kurniawan dan Sutardi, 2012: 44).

  c. Penulisan

  Jika proses pengendapan atau perenungan ide sudah matang, maka tuliskanlah. Jangan menunggu waktu. Tulis apa yang sudah ingin ditulis dengan segera. Sesuaikanlah penulisannya sesuai dengan kebiasaan menulis.Prinsip menulisnya adalah ungkapkan segala hal yang ada dalam otak, tentang ide yang didapat . Jika sudah rehatlah sejenak. Tetapi, jika masih ada daya dan tenaga bisa hasil tulisan yang sudah jadi dibaca ulang dan dibetulkan bahasa atau isinya. Jika merasa cukup harus rehat sejenak. Bagaimanapun menulis itu membutuhkan tenaga ekstra sehingga perlu istirahat saat sudah selesai. Namun, hasil karya tidak sampai disini saja, selanjutnya nanti akan dilakukan editing dan revisi (Kurniawan dan Sutardi, 2012: 48).

  d. Editing dan Revisi

  Editing ini berkaitan dengan pembetulan pada puisi yang diciptakan. Pada puisi yang diciptakan baik pada aspek bahasa, baik salah ketik, pergantian kata, sampai kalimat, bahkan tata tulis. Hal ini pasti terjadi dalam setiap penciptaan puisi.Ini terjadi karena pada saat menulis sebenarnya dalam keadaan tidak sadar sehingga sering terjadi anakronitis dari aspek bahasa maupun isi. Oleh karena itu, editing dan revisi menjadi syarat mutlak untuk bisa menghasilkan karya puisi yang bagus. Jika proses ini selesai maka telah berhasil menciptakan puisi dengan segala lika-likunya Kurniawan dan Sutardi (2012: 49).

E. Pendekatan Kontekstual 1. Pengertian Pendekatan Kontekstual

  Menurut Komalasari (2010: 54) pendekatan kontekstual dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Menurut Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2009: 62) pembelajaran kontekstual adalah konsepsi pembelajaran yang membantu pengajaran yang menghubungkan mata pelajaran dengan dunia nyata serta pembelajaran yang memotivasi peserta didik agar menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Hull’s dan Sounders (dalam Komalasari 2010:5) menunjukkan bahwa di dalam pembelajaran kontekstual, siswa menemukan hubungan penuh makna antara ide-ide abstrak dengan penerapan praktis di dalam konteks dunia nyata. Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar dan mengajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliknya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja Kunandar (2009: 293) kontekstual merupakan konsep belajar yang beranggapan bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah, artinya belajar akan lebih bermakna jika anak “bekerja” dan “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya bukan sekedar “mengetahuinya”.

  Pembelajaran tidak hanya sekedar kegiatan mentransfer pengetahuan dari guru kepada siswa tetapi bagaimana siswa mampu memaknai apa yang dipelajarinya itu. Oleh karena itu, strategi pembelajaran lebih utama daripada sekedar hasil. Dalam hal ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka menyadari bahwa apa yang dipelajari akan berguna bagi kehidupannya kelak. Dengan demikian, mereka akan belajar lebih semanagat dan penuh kesadaran. Berdasarkan pernyataan para ahli, pembelajaran kontekstual tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari. Kehidupan nyata siswa tersebut baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara. Mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari mempunyai tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya.

2. Kelebihan Pembelajaran Kontekstual a. Memotivasi Siswa

  Kelebihan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual adalah memotivasi siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan yang didapatkan siswa dapat dijadikan acuan siswa untuk belajar. Dengan pengetahuannya siswa akan menjadi lebih kreatif dan mandiri dalam melaksanakan pembelajaran. Siswa tidak mudah bosan dengan pembelajaran yang biasanya hanya dengan metode ceramah.

  Dengan adanya keterkaitan hubungan pengetahuan siswa dan materi pembelajaran, siswa akan lebih mudah dalam menuangkan materi pembelajaran (Trianto, 2014: 144).

  b.

   Siswa secara aktif terlibat dalam pembelajaran.

  Kelebihan pendekatan kontekstual yang selanjutnya yaitu siswa secara aktif terlibat dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual guru tidak serta merta terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Siswa aktif dalam mengajukan pertanyaan apabila ada hal yang dirasa kurang dipahami siswa. Siswa juga dapat menyanggah atau menambahkan pendapat teman apabila ada teman yang menyampaikan pendapatnya. Dengan keaktifan siswa diharapkan dapat menumbuhkan rasa percaya diri (Trianto, 2014: 144).

c. Menyenangkan dan tidak membosankan

  Pembelajaran yang selama ini diterapkan oleh guru biasanya menggunakan metode ceramah. Banyak siswa yang merasa bosan karena harus mendengarkan secara terus-menerus guru berbicara di depan kelas. Pembelajaran yang membosankan akan membuat siswa menjadi kurang menyukai pelajaran yang disampaikan guru, sehingga berpengaruh buruk pada hasil pembelajaran. Dengan adanya pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual, pembelajaran akan lebih menyenangkan karena menggunakan cara yang tidak biasanya dilakukan guru. Banyak hal yang dapat dilakukan siswa dalam pembelajaran kontekstual, misalnya keaktifan siswa sehingga siswa tidak merasa bosan dengan pembelajaran yang disampaikan guru (Trianto, 2014: 144).

3. Kekurangan Pembelajaran Kontekstual

  Pembelajaran kontekstual juga memiliki kekurangan. Menurut Komalasari (2010: 250)kekurangan pembelajaran kontekstual adalah faktor guru, siswa, sarana dan prasarana. Penjabaran kekurangan pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut.

a. Faktor dari Guru

  Guru ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran. Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar dikelas ataupun efeknya di luar kelas. Guru harus pandai membawa siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai. Kurangnya pendidikan dan pelatihan yang memadai, menyeluruh, dan tersistem tentang pembelajaran kontekstual, sehingga masih banyak guru yang belum mengetahui, memahami, apalagi menerima, dan menerapkan pembelajaran kontekstual dalam proses pembelajaran. Sementara itu, guru yang sudah mengikuti pelatihan pembelajaran kontekstual pun sulit menyosialisasikan kepada rekan guru lainnya, dengan berbagai faktor, bisa dari guru itu sendiri, guru lain, pihak sekolah, dan lain sebagainya (Komalasari, 2010: 250)

b. Faktor dari Siswa

  Sebagai subjek utama dalam pendidikan terutama dalam proses pembelajaran, siswa memegang peran yang sangat dominan. Dalam proses pembelajaran, siswa dapat menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan daya motorik, pengalaman dan kemauan. Tetapi banyaknya kondisi siswa ( latar belakang siswa, motivasi belajar, budaya baca) menjadi kendala dalam keberhasilan pembelajaran kontekstual. Antara satu siswa dengan yang lain memiliki karakter yang berbeda-beda. Ada siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi adapula yang rendah, dari minat baca siswa juga berbeda-beda, ada yang gemar membaca ada pula siswa yang sama sekali tidak suka membaca. Hal ini yang menyebabkan pembelajaran kontekstual kurang berjalan dengan maksimal (Komalasari, 2010: 250) c.

  

Sarana dan Prasarana Pembelajaran (Media, Alat, dan Sumber

Pembelajaran).

  Fasilitas, termasuk sarana dan prasarana pendidikan tidak bisa diabaikan dalam proses pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Dalam pembaruan pendidikan, tentu saja fasilitas merupakan hal yang ikut mempengaruhi pembelajaran yang akan diterapkan. Tanpa adanya fasilitas, maka pelaksanaan pembelajaran akan bisa dipastikan tidak akan berjalan dengan baik. Fasilitas, terutama fasilitas belajar mengajar merupakan hal yang esensial dalam mengadakan perubahan dan pembaruan proses pembelajaran. Oleh karena itu, dalam menerapkan pembelajaran, diantaranya pembelajaran kontekstual, fasilitas perlu diperhatikan.Misalnya, ketersediaan media dan alat peraga pembealjaran, komputer, internet, dan sebagainya (Komalasari, 2010: 249).

4. Komponen Pendekatan Kontekstual

  Menurut Trianto (2014: 144) ada tujuh komponen utama CTL.Ketujuh komponen utama itu adalah konstruktivisme (contructivisme), bertanya

  

(questioning ), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community),

  pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnnya (authentic assessment). Suatu kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh prinsip tersebut dalam pembelajarannya. CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Setiap komponen mempunyai prinsip-prinsip dasar yang harus diperhatikan ketika akan menerapkannya dalam pembelajaran.

a. Kontruktivisme (contructivisme)

  Salah satu landasan teoritik pendidikan modern termasuk CTL adalah teori pembelajaran kontruktivis. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Sebagian besar waktu proses belajar mengajar berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa. Kontruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

  b. Inkuiri (Inquiry)

  Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta, melainkan hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Apabila guru menerapkan komponen inkuiri dalam pembelajaran maka pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri. Langkah-langkah kegiatan inkuiri diantaranya merumuskan masalah, mengamati, atau melakukan observasi, menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya, mengomunikasikan atau menyajikan hasilnya pada pihak lain.

  c. Bertanya (Questioning)

  Pengetahuan yang dimiliki selalu bermula dari “bertanya”. Questioning (bertanya) merupakan strategi utama yang berbasi kontekstual.Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiry, yaitu menggali informasi, menginformasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Hampir pada semua aktivitas belajar dapat menerapkan questioning antara siswa dan siswa, antara guru dan siswa, antara siswa dan orang lain yang didatangkan ke kelas, dan sebagainya.

  d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

  Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar yang diperoleh dari antar teman, antarkelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu.Di

  sharing

  ruang ini, di kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semua adalah anggota masyarakat belajar. Dalam kelas CTL guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok belajar. Kalau setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap orang lain bisa menjadi sumber belajar, dan ini berarti setiap orang akan sangat kaya dengan pengetahuan dan pengalaman.

  e. Pemodelan (Modeling)

  Dalam suatu pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru oleh siswanya, misalnya, guru memodelkan langkah- langkah cara menggunakan neraca Ohaus dengan demonstrasi sebelum siswanya melakukan suatu tugas tertentu. Dalam peembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Pemodelan dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seseorang bisa ditunjuk untuk memodelkan sesuatu berdasarkan pengalaman yang diketahuinya. Model juga dapat didatangkan dari luar yang ahli di bidangnya, misalnya mendatangkan perawatuntuk memodelkan cara menggunakan termometer untuk mengukur suhu tubuh pasiennya.

  f. Refleksi (Reflection)

  Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai sturktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru membantu siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya sebelumnya dan pengetahuan yang baru. Dengan begitu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya.

  g. Penilaian Autentik (Authentic Assesment) Assesement adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa

  memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar dapat memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar.Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penialain bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa.Pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari, bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi diakhir pembelajaran.

5. Penerapan Pembelajaran Menulis Puisi dengan Peristiwa yang Pernah dialami Melalui Pembelajaran Kontekstual

  Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pendekatan ini mengansumsikan bahwa secara natural pikiran mencari makna konteks sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang, dan itu dapat terjadi melalui pencarian hubungan yang masuk akal dan bermanfaat. Pemaduan materi pelajaran dengan konteks keseharian siswa di dalam pembelajaran kontekstual akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam di mana siswa kaya akan pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikannya. Siswa mampu secara independen menggunakan pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah baru dan belum pernah dihadapi, serta memiliki tanggungjawab yang lebih terhadap belajarnya seiring dengan peningkatan pengalaman dan pengetahuan mereka.

  Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang mengakui dan menunjukkan kondisi alamiah dari pengetahuan. Pembelajaran kontekstual menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks di mana materi itu digunakan, serta berhubungan dengan bagaimana seseorang belajar atau gaya/cara siswa belajar. Konteks memberikan arti, relevansi, dan manfaat penuh terhadap belajar. Materi pelajaran yang akan disajikan melalui konteks kehidupan mereka, dan menemukan arti di dalam proses pembelajarannya, sehingga pembelajaran akan menjadi lebih berarti dan menyenangkan. Siswa akan bekerja keras untuk mencapai tujuan pembelajaran, mereka menggunakan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya untuk membangun pengetahuan baru.

  Menulis puisi dengan menggunakan pendekatan kontekstual diharapkan siswa mampu mengaitkan kehidupannya berdasarkan pengalaman yang pernah dialami yang dituangkan ke dalam bentuk puisi. Pengalaman tersebut bisa berupa hal-hal yang dilihat, dirasa, atau didengar, pengalam tersebut bisa diwujudkan dalam sebuah bentuk karya, yaitu puisi. Bentuk mengacu pada penampilan fisik puisi yang berupa baris-baris puisi yang membangun bait-bait puisi.Bentuk fisik ini harus memperhatikan unsur-unsurnya, yaitu diksi, pengimajian, majas dan rima. Isi puisi mengacu pada pernyataan batin/perasaan yang ingin disampaikan penyair melalui puisinya. Unsur-unsur tersebut meliputi, tema, nada, perasaan, dan amanat puisi. Pengalaman batin yang dirasakan siswa ketika melihat, merasa, atau mendengar sesuatu akan lebih memudahkan siswa dalam menuangkan isi perasaan ke dalam bentuk puisi. Dengan menggunakan pendekatan kontekstual siswa diharapkan mampu menulis puisi dengan baik.

F. Kerangka Berpikir

  Pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Kegiatan pembelajaran yang kurang tepat dapat mempengaruhi hasil belajar siswa yang kurang maksimal bahkan di bawah rata-rata ketuntasan minimal. Dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat, diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar pada siswa. Selama ini banyak siswa yang cenderung merasa bosan dengan pembelajaran yang diberikan oleh guru, sehingga hal tersebut sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Pembelajaran pendekatan kontekstual merupakan pembelajaran yang mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata siswa.

  Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kreativitas dan kemampuan menulis puisi yang selama ini cenderung siswa menulis puisi sesuai dengan perintah guru, sehingga siswa pun menjadi bingung dan kurang imajinasi dalam menulis puisi. Dalam menggunakan tema yang sudah ditentukan yaitu peristiwa yang pernah dialami, siswa dapat menggunakan daya ingat dan imajinasi atas peristiwa yang pernah dialami yang dituangkan ke dalam bentuk puisi. Peristiwa tersebut dapat merupakan peristiwa yang menyenangkan, menyedihkan, atau peristiwa yang lucu. Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir, diduga melalui pembelajaran kontekstual kemampuan menulis puisi pada siswa di kelas VII C SMP Negeri 2 Sumpiuh Tahun Ajaran 2014-2015 akan meningkat. Untuk lebih memperjelas kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut.

  Guru: Siswa: Belum

  KONDISI Kemampuan menggunakan

  AWAL menulis puisi pada pembelajaran siswa rendah. kontekstual dalam proses pembelajaran.