BAB II TINJAUAN TEORI A. Imunisasi 1. Pengertian imunisasi - ARFIAN PRASETYO WARDHANI BAB II

BAB II TINJAUAN TEORI A. Imunisasi 1. Pengertian imunisasi Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja

  memasukkan antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu. Sistem imun tubuh mempunyai suatu sistem memori (daya ingat), ketika vaksin masuk kedalam tubuh, maka akan dibentuk antibodi untuk melawan vaksin tersebut dan sistem memori akan menyimpannya sebagai suatu pengalaman. Jika nantinya tubuh terpapar dua atau tiga kali oleh antigen yang sama dengan vaksin maka antibodi akan tercipta lebih kuat dari vaksin yang pernah dihadapi sebelumnya (Atikah,2010).

  Imunisasi adalah memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap suatu penyakit tertentu. Sedangkan vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan, seperti vaksin, BCG, DPT, campak dan melalui mulut seperti vaksin polio. (IGN Ranuh, 2008).

  Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan (imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar

  14 dari penyakit. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak (Supartini, 2008).

2. Tujuan Imunisasi

  Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar variola. Keadaan yang terakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit yang hanya dapat ditularkan melalui manusia, seperti penyakit difteria (Matondang, C.S, & Siregar, S.P, 2008).

  Tujuan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seeorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat atau populasi atau bahkan menghilngkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar variola. Keadaan yang terakhir lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit yang hanya dapat ditularkan melalui manusia, seperti misalnya penyakit difteria. Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini penyakitpenyakit tersebut adalah difteri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio, dan tuberculosis. (Notoatmodjo, 2007).

  3. Manfaat Imunisasi

  Manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, tetapi juga dirasakan oleh :

  a) Untuk Anak Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.

  b) Untuk Keluarga Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga sejahtera apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman. Hal ini mendorong penyiapan keluarga yang terencana, agar sehat dan berkualitas.

  c) Untuk Negara Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara (Proverati 2010).

  4. Jenis-Jenis Imunisasi

  Imunisasi telah dipersiapkan sedemikian rupa agar tidak menimbulkan efek-efek yang merugikan. Imunisasi ada 2 macam, yaitu:

  1. Imunisasi aktif Merupakan suatu pemberian bibit penyakit yang telah dilemahkan

  (vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan merespon.

  2. Imunisasi pasif Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui placenta) atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi (Atikah, 2010).

5. Dasar-Dasar Imunisasi

  1. Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin)

  a) Pengertian Bacillus Calmette Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari

  Mycobacterium bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga

  didapatkan hasil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksinasi BCG menimbulkan sensitivitas terhadap tuberkulin, tidak mencegah infeksi tuberculosis tetapi mengurangi risiko terjadi tuberculosis berat seperti meningitis TB dan tuberkulosis milier (Ranuh,2008). b) Cara pemberian dan dosis: 1. Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu.

  Melarutkan dengan mengggunakan alat suntik steril Auto Distruct Scheering(ADS) 5 ml.

  2. Dosisi pemberian: 0,05 ml.

  3. Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas (insertion musculus deltoideus). Dengan menggunakan Auto Distruct Scheering (ADS) 0,05 ml.

  4. Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 3 jam.

  c) Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberculosis.

  d) Kontra indikasi:

  1. Adanya penyakit kulit yang berat/menahun seperti: eksim,furunkulosis dan sebagainya.

  2. Mereka yang sedang menderita TBC.

  e) Efek samping Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti deman. Setelah 1-2 minggu akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat suntikan yang berubah menjadi pustule, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan dan meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak dan atau leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal, tidak memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya (Departemen Kesehatan RI, 2006).

  2. Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus)

  a) Pengertian Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus) adalah vaksin yang terdiri dari toxoid difteridan tetanusyang dimurnikan serta bakteri pertusis yang telah diinaktivasi (Departemen Kesehatan RI, 2006).

  Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri

  Corynebacterium diphtheria . Difteri bersifat ganas, mudah menular

  dan menyerang terutama saluran nafas bagian atas. Penularannya bisa karena kontak langsung dengan penderita melalui bersin atau batuk atau kontak tidak langsung karena adanya makanan yang terkontaminasi bakteri difteri.

  Penderita akan mengalami beberapa gejala seperti demam lebih kurang 38°C, mual, muntah, sakit waktu menelan dan terdapat pseudomembranputih keabu-abuan di faring, laring, atau tonsil. Pertusis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman

  . Kuman ini mengeluarkan toksin yang

  Bordetella Pertusis menyebabkan ambang rangsang batuk yang hebat dan lama.

  Serangan batuk lebih sering pada malam hari, batuk terjadi beruntun dan akhir batuk menarik nafas panjang, biasanya disertai muntah. Batuk bisa mencapai 1-3 bulan, oleh karena itupertusis disebut juga dengan “batuk seratus hari”. Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman Clostridium tetani. Kuman ini bersifat anaerob, sehingga dapat hidup pada lingkungan yang tidak terdapat zat asam (oksigen).

  Tetanus dapat menyerang bayi, anak-anak bahkan orang dewasa. Pada bayipenularan disebabkan karena pemotongan tali pusat tanpa alatyang steril atau dengan cara tradisional dimana alat pemotong dibubuhi ramuan tradisional yang terkontaminasi spora kuman tetanus. Pada anak-anak atau orang dewasa bisa terinfeksi karena luka yang kotor atau luka terkontaminasi spora tetanus. Kuman ini paling banyak terdapat di usus kuda berbentuk spora yang tersebar luas di tanah (Atikah, 2010).

  Upaya Departemen Kesehatan melaksanakan Program Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) melalui imunisasi DPT, DT atau TT dilaksanakan berdasarkan perkiraan lama waktu perlindungan sebagai berikut:

  1. Imunisasi DPT 3x akan memberikan imunitas 1-3 tahun. Dengan 3 dosis toksoid tetanuspada bayi dihitung setara dengan 2 dosis pada anak yang lebih besar atau dewasa.

  2. Ulangan DPT pada umur 18-24 bulan (DPT 4) akan memperpanjang imunitas 5 tahun yaitu sampai dengan umur 6-7 tahun.

  3. Dengan 4 dosis toksoid tetanus pada bayi dan anak dihitung setara dengan 3 dosis pada dewasa (Sudarti, 2010).

  b) Cara pemberian dan dosis:

  1. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen.

  2. Disuntik secara intramuskuler dengan dosis pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis.

  3. Dosis pertama diberikan pada umur 2 bulan, dosis selanjutnya diberikan dengan interval paling cepat 4 minggu (1 bulan) (Departemen Kesehatan RI, 2006).

  4. Cara memberikan vaksin ini, sebagai barikut:

  a) Letakkan bayi dengan posisi miring diatas pangkuan ibu dengan seluruh kaki terlentang b) Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi

  c) Pegang paha dengan ibu jari dan jari telunjuk

  d) Masukkan jarum dengan sudut 90 derajat

  e) Tekan seluruh jarum langsung ke bawah melalui kulit sehingga masuk kedalam otot (Atikah, 2010). c) Indikasi Untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadap difteri, pertusis, dan tetanus.

  d) Kontra indikasi Gejala- gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius keabnormalan pada syaraf merupakan kontraindikasi pertusis. Anak-anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama, komponen pertusisharus dihindarkan pada dosis kedua, dan untuk meneruskan imunisasinya dapat diberikan DT.

  e) Efek samping Gejal-gejala yang bersifat sementara seperti: lemas, demam tinggi, iritabilitas, dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi (Departemen Kesehatan RI, 2006).

  3. Vaksin Hepatitis B

  a) Pengertian Vaksin hepatitis B adalahvaksin virus rekombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat in infectious, berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorph) menggunakan teknologi DNA rekombinan.

  b) Cara pemberian dan dosis:

  1. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen.

  2. Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml, pemberian suntikan secara intramuskuler sebaiknya pada anterolateral paha.

  3. Pemberian sebanyak 3 dosis.

  4. Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan interval minimum 4 minggu (1 bulan).

  c) Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan virus hepatitis B.

  d) Kontra indikasi Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin- vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat disertai kejang.

  e) Efek samping Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari. (Departemen Kesehatan RI, 2006).

  4. Vaksin Polio (Oral Polio Vaccine)

  a) Pengertian Vaksin Oral Polio adalah vaksin yang terdiri dari suspense virus poliomyelitistipe 1,2,3 (Strain Sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dibiakkan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa. b) Cara pemberian dan dosis:

  1. Diberikan secara oral (melalui mulut), 1 dosis ada 2 (dua) tetes sebanyak 4 kali (disis) pemberian dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu.

  2. Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru.

  c) Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomielitis.

  d) Kontra indikasi Pada individu yang menderita

  “immune deficiency” tidak ada

  efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh.

  e) Efek samping Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi.

  (Departemen Kesehatan RI, 2006).

  5. Vaksin Campak

  a) Pengertian Vaksin Campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 inektive unit virus strain dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erithromycin.

  b) Cara pemberian dan dosis:

  1. Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus dilarutlan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut.

  2. Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas, pada usia 9-11 bulan. Dan ulangn (booster) pada usia 6-7 tahun (kelas 1 SD) setelah catchup campaign campak pada anak Sekolah Dasar kelas 1-6.

  c) Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.

  d) Kontra indikasi Individu yang mengidap penyakitimmune deficiency atau individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia, limfoma.

  e) Efek samping Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi

  (Departemen Kesehatan RI, 2006).

  6. Jadwal imunisasi

Tabel 2.1 Jadwal imunisasi

  Umur Jenis Imunisasi

  0-7 hari HB 0 1 bulan BCG, Polio 1 2 bulan DPT/HB 1, Polio 2 3 bulan DPT/HB 2, Polio 3 4 bulan DPT/HB 3, Polio 4 9 bulan Campak

B. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan

  Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan ebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Dalam hal ini pengetahuan orang tua (ibu) tentang penatalaksanaan diare yang diperoleh melalui penginderaan terhadap objek tertentu (Notoatmodjo, 2010).

2. Kualitas Pengetahuan

  Menurut (Arikunto, 2006) mengemukan bahwa untuk mengetahui secara kualitas tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dapat menjadi 3 tingkatan yaitu :

  a. Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai 76-100 % b. Tingkat pengetahuan cukup bika skor atau nilai 60-75%

  c. Tingkat pengetahuan buruk bila skor atau nilai < 60 % 3.

   Perubahan Pengetahuan

  Perubahan dapat dijabarkan dengan beberapa cara, termasuk perubahan yang direncanakan atau yang tidak direncanakan. Perubahan yang tidak direcanakan adalah perubahan yang terjadi tanpa suatu persiapan, sebaliknya perubahan yang direncanakan adalah peribahan yang direncanakan dan dipiikirkan sebelumnya, terjadinya dalam waktu yang lama, dan termasuk adanya suatu tujuanyang jelas.perubahan terencana lebih mudah dikelola daripada perubahan yang terjadi pada perkembangan manusia atau tanpa persiapan anat karena suatu ancaman. Untuk alasan tersebut, peerawat harus dapat mengelola perubahan.

1. Teori-teori Perubahan menurut kurt koffika (2001)

  Kurt mengungkapkan bahwa perubahan dapat dibedakan menjadi 3 tahapan :

a. Pencairan (unfreezing)

  Motifasi yang kuat untuk beranjak dari keadaan semula dan berubahnya keseimbangan yang ada. Merasa perlu untuk berubah dan berupaya untuk berubah, menyiapkan diri dan siap untuk berubah dan melakukan perubahan.

b. Bergerak (moving)

  Bergerak menuju keadaan yang baru atau tidak / tahap perkembangan baru, karena memiliki cukup informasi, serta sikap dan kemampuan untuk berubah, memahami masalah yang dipahami dan mengetahui langkah-langkah penyalasaian yang harus dilakukan, melakukan langkah nyata untuk berubah dalam mencapai tingkat atau tahap baru.

  c. Pembekuan (refresing) Telah mencapai tingkat atau tahap baru, mencapai keseimbangan baru. Tingkat baru yang dicapai harus dijaga untuk tidak mengalami kemunduran atau atau bergerak kembali pada tingkat atau tahap perkembangan semula. Oleh karena itu perlu selalu ada upaya untuk mendapatkan umpan balik, kritik yang konstroktif dalam upaya pembinaan yang terus menerus dan berkelanjutan.

  2. Faktor pendorong terjadinya perubahan

  a. Kebutuhan dasar manusia Manusia memiliki kebutuhan dasar yang tersusun berdasarkan hirarki kepentingan. Kebutuhan yang belum terpenuhiakan memotivasi perilaku sebagaimana teori kebutuhan dari maslow (1945). Didalam keperawatan kebutuhan ini bias dilihat darimana keperawatan dapat mempertahankan diri sebagai profesi dalam upaya memenuhi keutuhan masyarakan akan pelayanan/ asuha keperawatan yang professional.

  b. Kebutuhan dasar interpersonal Masyarakat memiliki tiga kebutuhan dasar interpersonal yang melandasi sebagian besar perilaku seseorang: (1) kebutuhan untuk berkumpul bersama-sama; (2) kebutuhan untuk mengendalikan / melakukan kontrol; dan (3) kebutuhan untuk dikasihi, kedekatan dan perasaan emosional. Kebutuhan terebut didalam keperawatan diartikan sebagai upaya keperawatan untuk ikut berpartisipasi aktif dalam pembangunan kesehatan dan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

4. Tingkat Pengetahuan

  Taksonomi Bloom setelah dilakukan revisi oleh Aderson dan Kratwohl (2010), terdapat perbedaan yang tidak banyak pada dimensi Kognitif. Anderson (dalam Widodo, 2006) menguraikan dimensi proses kognitif pada taksonomi Bloom Revisi yang mencakup: a) Mengingat (Remembering)

  Dapat mengingat kembali pengetahuan yang diperoleh dalam jangka waktu yang lama. Misalnya seorang ibu dapat mengingat kembali pengetahuannya tentang bagaimana perawatan diare pada balita.

  b) Memahami (Understanding) Membangun makna dari pesan-pesan instruksional, termasuk lisan, tulisan, dan grafik komunikasi, termasuk di dalamnya: meringkas, menyimpulkan mengklasifikasi, membandingkan, menjelaskan, mencontohkan. Misalnya seorang ibu yang mempunyai balita belum diimunisasi dapat menyimpulkan dampak apa yang timbul jika tidak diimunisasi.

  c) Menerapkan (Apply) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan ataumengaplikasikan materi yang dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Misalnya seorang ibu yang telah paham tentang imunisasi pada balita maka dia akan mengimunisasi anaknya secara tepat.

  d) Menganalisis (Analysze) Kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian yang satu dengan yang lainnya. Contoh : seorang ibu dapat membedakan antara pemberian imunisasi dan fungsi masing-masing imunisasi.

  e) Mengevaluasi (Evaluating) Kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap situasi, nilai atau ide atau mampu melakukan penilaian berdasarkan kriteria dan standar. Misalnya : seorang ibu dapat menilai seorang anak yang mengalami demam setelah imunisasi.

  f) Menciptakan (Creating) Kemampuan menyusun unsur-unsur untuk membentuk suatu keseluruhan koheren atau fungsional, mereorganisasi unsur ke dalam pola atau struktur baru, termasuk didalamnya hipotesa (Generating), perencanaan (Planning), penghasil (Producing).

5. Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

  Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : a) Pengalaman

  Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang. Pengalaman ibu sebelumnya pada anak yang sudah mendapat imunisasi lengkap dapat memperluas pengetahuannya tentang fungsi imunisasi.

  b) Umur Makin tua umur seseorang maka proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun. Selain itu, daya ingat seseorang dipengaruhi oleh umur.

  Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu mengingat atau menje lang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang. Seorang ibu yang berumur 40 tahun pengetahuannya akan berbeda dengan saat dia sudah berumur 60 tahun.

  c) Tingkat Pendidikan Pendidikan dapat memperluas wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Seorang ibu yang berpendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih tentang penatalaksanaan diare pada balita dibandingkan dengan ibu yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

  d) Sumber Informasi Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik maka pengetahuan seseorang akan meningkat. Sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang misalnya radio, televisi, majalah, koran dan buku. Walaupun seorang ibu berpendidikan rendah tetapi jika dia memperoleh informasi tentang imunisasi dasar lengkap dan fungsinya untuk menambah pengetahuan bagi ibu balita.

  e) Penghasilan Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi. Ibu yang keluarganya berpenghasilan rendah akan sulit mendapatkan fasilitas sumber informasi. Tetapi apabila berpenghasilan cukup maka dia mampu menyediakan fasilitas sumber informasi sehingga pengetahuannya akan bertambah.

  f) Sosial Budaya Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi dan sikap seseorang terhadap sesuatu. Misalnya di daerah lain seorang ibu mempunyai persepsi lain tentang anaknya harus diimunisasi.

C. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) 1. Pengertian Posyandu

  Pos Pelayanan terpadu atau Posyandu adalah unit kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dengan pembimbing dari tenaga kesehatan dari Puskesmas yang bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (Depkes RI, 2009).

  Posyandu adalah pusat pelayanan keluarga berencana dan kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan dalam rangka pencapaian Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS). Posyandu atau pos pelayanan terpadu, merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk masyarakat dengan dukungan tehnis dari petugas kesehatan (Nurul .C, 2009).

  Dengan melihat beberapa pengertian di atas, maka posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih tekhnologi dalam pelayanan kesehatan masyarakat dan keluarga berencana yang dilaksanakan oleh masyarakat, dari masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembinaan teknis dari petugas kesehatan, yang mempunyai nilai strategis untu pengembangan sumber daya manusia sejak dini dalam rangka pembinaan kelangsungan hidup anak (Child Survival) yang ditujukan untuk menjaga kelangsungan hidup anak sejak janin dalam kandungan ibu sampai usia balita (R. Fallen dan R. Budi Dwi K, 2010).

2. Tujuan Posyandu

  a) Menurunkan angka kematian bayi (AKB), angka kematian ibu (Ibu hamil, melahirkan dan nifas).

  b) Membudayakan NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagis Sejahtera). c) Meningkatkan peran serta dan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan KB serta kegiatan lainnya yang menunjang untuk tercapainya masyarakat sehat sejahtera.

  d) Sebagai wahana Gerakan Reproduksi Keluarga Sejahtera, Gerakan Ketahan Keluarga dan Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera (R. Fallen dan R. Budi Dwi K, 2010).

  3. Sasaran Posyandu

  Yang menjadi sasaran dalam pelayanan kesehatan di posyandu adalah untuk :

  a) Bayi yang berusia kurang dari satu tahun

  b) Anak balita usia 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun

  c) Ibu hamil/ibu menyusui

  d) Ibu menyusui

  e) Ibu nifas f) WUS dan PUS (R. Fallen dan R. Budi Dwi K, 2010).

  4. Kegiatan Posyandu

  Lima kegiatan posyandu (Panca Krida Posyandu) :

  a) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

  b) Keluarga Berencana (KB)

  c) Imunisasi

  d) Peningkatan Gizi

  e) Penatalaksanaan Diare

  Tujuh kegiatan Posyandu (Sapta Krida Posyandu) :

  a) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

  b) Keluarga Berencana (KB)

  c) Imunisasi

  d) Peningkatan Gizi

  e) Penatalaksanaan Diare

  f) Sanitasi Dasar g) Penyediaan Obat Esensial (R. Fallen dan R. Budi Dwi K, 2010).

  5. Pembentukan Posyandu

  Posyandu dibentuk dari pos

  • –pos yang telah ada seperti :

  a) Pos penimbangan balita

  b) Pos immunisasi

  c) Pos keluarga berencana desa

  d) Pos kesehatan e) Pos lainnya yang di bentuk baru (R. Fallen dan R. Budi Dwi K, 2010).

  6. Syarat Posyandu

  a) Penduduk Lingkungan tersebut paling sedikit terdapat 100 orang balita

  b) Terdiri dari 120 kepala keluarga

  c) Disesuaikan dengan kemampuan petugas (bidan desa)

  d) Jarak antara kelompok rumah, jumlah KK dalam satu tempat atau kelompok tidak terlalu jauh (R. Fallen dan R. Budi Dwi K, 2010).

  7. Alasan Pendirian Posyandu

  a) Posyandu dapat memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam upaya pencegahan penyakit dan PPPK sekaligus dengan pelayanan KB.

  b) Posyandu dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat, sehingga menimbulkan rasa memiliki masyarakat terhadap upaya dalam bidang kesehatan dan keluarga berencana (R. Fallen dan R. Budi Dwi K, 2010).

  8. Penyelenggaraan Posyandu

  a) Pelaksana kegiatan Adalah anggota masyarakat yang telah di latih menjadi kader kesehatan setempat dibawah bimbingan puskesmas.

  b) Pengelola posyandu Adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari kader PKK, tokoh masyarakat formal dan informal serta kader kesehatan yang ada di wilayah tersebut (Depkes RI, 2009).

  9. Lokasi Posyandu

  a) Berada di tempat yang mudah didatangi

  b) Ditentukan oleh masyarakat itu sendiri

  c) Dapat merupakan lokal itu sendiri

  d) Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan dirumah penduduk, balai desa, pos RT/RW atau pos yang lainnya (R. Fallen dan R. Budi Dwi K, 2010).

10. Pelayanan Kesehatan Yang di Jalankan Posyandu

  a) Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita 1) Penimbangan bulanan 2) Pemberian makanan tambahan bagi yang berat badannya kurang

3) Imunisasi bayi 3 – 14 bulan.

  4) Pemberian oralit untuk menanggulangi diare. 5) pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama.

  b) Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur.

  1) Pemeriksaan kesehatan umum 2) Pemeriksaan kehamilan dan nifas 3) Pelayanan peningkatan gizi melalui pemberian vitamin dan pil penambah arah.

  4) Imunisasi TT untuk ibu hamil 5) Penyuluhan kesehatan dan KB 6) Pemberian alat kontrasepsi KB 7) Pemberian oralit pada ibu yang menderita diare 8) Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama.

  9) Pertolongan pertama pada kecelakaan (R. Fallen dan R. Budi Dwi K, 2010).

11. Sistem Lima Meja

  a) Meja I

  1) Pendaftaran 2) Pencatatan bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur.

  b) Meja II 1) Penimbangan balita 2) Ibu hamil

  c) Meja III 1) Pengisian KMS (Kartu Menuju Sehat)

  d) Meja IV 1) Diketahui berat badan anak yang naik/tidak naik, ibu hamil dengan resiko tinggi, PUS yang belum mengikuti KB 2) Penyuluhan kesehatan 3) Pelayanan TMT, oralit, vitamin A, tablet zat besi, pil ulangan, kondom e) Meja V

  1) Pemberian imunisasi 2) Pemeriksaan kehamilan 3) Pemeriksaan kesehatan dan pengobatan 4) Pelayanan kontrasepsi IUD, suntikan.

  5) Untuk meja I sampai IV dilaksanakan oleh kader kesehatan dan untuk meja V dilaksanakan oleh petugas kesehatan diantaranya : dokter, bidan, perawat, juru immunisasi dan sebagainya (R. Fallen dan R. Budi Dwi K, 2010).

12. Langkah –langkah Pembentukan Posyandu

  a) Persiapan Sosial 1) Persiapan masyarakat sebagai pengelola dan pelaksanaan posyandu 2) Persiapan masyarakat umum sebagai pemakai jasa posyandu

  b) Perumusan Masalah 1) Survei Mawas Diri 2) Penyajian hasil survey (loka karya mini)

  c) Perencanaan Pemecahan Masalah 1) Kaderisasi sebagai pelaksana posyandu 2) Pembentukan pengurus sebagai pengelola posyandu 3) Menyusun rencana kegiatan posyandu

  d) Pelaksanaan Kegiatan 1) Kegiatan di posyandu 1 kali sebulan atau lebih 2) Pengumpulan dana sehat.

  3) Pencatatan dan laporan kegiatan posyandu (R. Fallen dan R. Budi Dwi K, 2010).

D. Pengertian Bayi

  Masa bayi dimulai dari usia 0-12 bulan yang ditandai dengan pertumbuhan dan perubahan fisik yang cepat disertai dengan perubahan dalam kebutuhan zat gizi (Notoatmodjo, 2007). Selama periode ini, bayi sepenuhnya tergantung pada perawatan dan pemberian makan oleh ibunya.

  Nursalam, dkk (2005) mengatakan bahwa tahapan pertumbuhan pada masa bayi dibagi menjadi masa neonatus dengan usia 0-28 hari dan masa pasca neonatus dengan usia 29 hari-12 bulan. Masa bayi merupakan bulan pertama kehidupan kritis karena bayi akan mengalami adaptasi terhadap lingkungan, perubahan sirkulasi darah, serta mulai berfungsinya organ-organ tubuh, dan pada pasca neonatus bayi akan mengalami pertumbuhan yang sangat cepat (Perry & Potter, 2005).

E. Pendidikan Kesehatan

1. Definisi Pendidikan Kesehatan

  Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Dari batasan ini tersirat unsur- unsur pendidikan yakni ; input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan pendidik (pelaku pendidikan), proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain), output (melakukan apa yang diharapkan atau perilaku) (Notoatmodjo, 2008).

  Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal (dari dalam diri manusia) maupun faktor eksternal (di luar diri manusia). Faktor internal ini terdiri dari faktor fisik dan psikis. Faktor eksternal terdiri dari berbagai faktor antara lain ; sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2008).

  Sedangkan pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan di dalam bidang kesehatan. Secara operasional pendidikan kesehatan adalah semua kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktek baik individu, kelompok atau masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2008).

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan kesehatan adalah kegiatan di bidang penyuluhan Universitas Sumatera Utara kesehatan umum dengan tujuan menyadarkan dan mengubah sikap serta perilaku masyarakat agar tercapai tingkat kesehatan yang diinginkan.

2. Metode Pendidikan Kesehatan

  a) Metode pendidikan Individual (perorangan) Bentuk dari metode individual ada 2 (dua) bentuk : 1) Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling) 2) Wawancara (Interview)

  b) Metode Kelompok Kelompok Metode pendidikan kelompok harus memperhatikan apakah kelompok itu besar atau kecil, karena metodenya akan lain. Efektifitas metodenya pun akan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan.

  1) Kelompok besar

  a) Ceramah ; metode yang cocok untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah.

  b) Seminar ; hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di masyarakat. 2) Kelompok kecil

  a) Diskusi kelompok ; dibuat sedemikian rupa sehingga saling berhadapan, pimpinan diskusi/penyuluh duduk diantara peserta agar tidak ada kesan lebih tinggi, tiap kelompok punya kebebasan mengeluarkan pendapat, pimpinan diskusi memberikan pancingan, mengarahkan, dan mengatur sehingga diskusi berjalan hidup dan tak ada dominasi dari salah satu peserta.

  b) Curah pendapat (Brain Storming) ; merupakan modifikasi diskusi kelompok, dimulai dengan memberikan satu masalah, kemudian peserta memberikan jawaban/tanggapan, tanggapan/jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam flipchart/papan tulis, sebelum semuanya mencurahkan pendapat tidak boleh ada komentar dari siapa pun, baru setelah semuanya mengemukaan pendapat, tiap anggota mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.

  c) Bola salju (Snow Balling) ; tiap orang dibagi menjadi pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang). Kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah, setelah lebih kurang 5 menit tiap 2 pasang bergabung menjadi satu.

  Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan demikian seterusnya akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas.

  d) Kelompok kecil-kecil (Buzz group) ; kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil, kemudian dilontarkan suatu permasalahan sama/tidak sama dengan kelompok lain, dan masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok tersebut dan dicari kesimpulannya. e) Memainkan peranan (Role Play) ; beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peranan tertentu untuk memainkan peranan tertentu, misalnya sebagai dokter puskesmas, sebagai perawat atau bidan, dll, sedangkan anggota lainnya sebagai pasien/anggota masyarakat. Mereka memperagakan bagaimana interaksi/komunikasi sehari-hari dalam melaksanakan tugas.

  f) Permainan simulasi (Simulation Game) ; merupakan gambaran role play dan diskusi kelompok. Pesan-pesan disajikan dalam bentuk permainan seperti permainan monopoli. Cara memainkannya persis seperti bermain monopoli dengan menggunakan dadu, gaco (penunjuk arah), dan papan main. Beberapa orang menjadi pemain, dan sebagian lagi berperan sebagai nara sumber.

3. Media pendidikan kesehatan Media pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu pendidikan (audio visual aids/AVA).

  Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan (media), media ini dibagi menjadi 3 : cetak, elektronik, media papan (bill board).

  a) Media cetak

  1) Booklet : untuk menyampaikan pesan dalam bentuk buku, baik tulisan maupun gambar.

  2) Leaflet : melalui lembar yang dilipat, isi pesan bisa gambar/tulisan atau keduanya.

  3) Flyer (selebaran) ; seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan.

  4) Flip chart (lembar Balik) ; pesan/informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku, dimana tiap lembar (halaman) berisi gambar Universitas Sumatera Utara peragaan dan di baliknya berisi kalimat sebagai pesan/informasi berkaitan dengan gambar tersebut. 5) Rubrik/tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah, mengenai bahasan suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan. 6) Poster ialah bentuk media cetak berisi pesan-pesan/informasi kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempat-tempat umum, atau di kendaraan umum. 7) Foto, yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.

  b) Media elektronik 1) Televisi ; dapat dalam bentuk sinetron, sandiwara, forum diskusi/tanya jawab, pidato/ceramah, TV, Spot, quiz, atau cerdas cermat, dll.

  2) Radio ; bisa dalam bentuk obrolan/tanya jawab, sandiwara radio, ceramah, radio spot, dll.

  3) Video Compact Disc (VCD) 4) Slide : slide juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan/informasi kesehatan.

  5) Film strip juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan.

  c) Media papan (bill board) Papan/bill board yang dipasang di tempat-tempat umum dapat dipakai diisi dengan pesan-pesan atau informasi

  • – informasi kesehatan. Media papan di sini juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan umum (bus/taksi) (Notoatmodjo, 2007).

F. Kerangka Teori

  Faktor-faktor yang Pengetahuan mendorong terjadinya perubahan pengetahuan

  1. Kebutuhan dasar Faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu bayi manusia

  1. Pengalaman 2.

  Kebutuhan dasar

  2. Umur interpersonal

  3. Tingkat pendidikan

  4. Sumber informasi

  5. Penghasilan

  6. Sosial budaya Pendidikan kesehatan Imunisasi

  Dasar Lengkap

  Kualitas Pengetahuan Ibu Bayi

Bagan 2.1 Kerangka Teori Notoatmojo (2007), Kurt Koffika (2001)

G. Kerangka Konsep

  Pendidikan kesehatan Imunisasi Dasar Lengkap

  Responden

  Posyandu

  Kualitas Pengetahuan Ibu Bayi

Bagan 2.2 Kerangka Konsep H.

   Hipotesis

  Hipotesis penelitian yang diuji yaitu: Ho : Tidak ada pengaruh pendidikan kesehatan imunisasi terhadap kualitas pengetahuan ibu bayi tentang imunisasi dasar lengkap di Posyandu Mugi Rahayu Desa Penambongan Kecamatan Purbalingga. Ha : Ada pengaruh pendidikan kesehatan imunisasi terhadap kualitas pengetahuan ibu bayi tentang imunisasi dasar lengkap di Posyandu Mugi Rahayu Desa Penambongan Kecamatan Purbalingga.