BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Belajar - Dedy BAB II

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Belajar Menurut Reber ( Suprijono, 2013) belajar adalah the process of acquiring knowledge. Belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan. Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi

  melalui pengalaman dan bukan karena pertumbuhan atau karakteristik seseorang sejak lahir.

  Menurut Slameto, (2010) belajar adalah proses usaha yang dilakukan seseorang dalam memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang terjadi secara sadar, bukan bersifat sementara, dan memiliki tujuan yang terarah sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

  Syah (2006) mengutip pendapat seorang ahli psikolog bernama Wittig (1981) dalam bukunya psychology of learning mendefinisikan belajar sebagai:

  “any relatively permanent change in an organism’s behavioral

  repertoire that occurs as a result of experience , artinya belajar adalah

  perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman”.

  Dari pemaparan para ahli di atas, dapat dikatakan pengertian dan pemahaman seseorang tentang sesuatu (secara ilmiah) pastilah didapatkan melalui belajar dengan sungguh-sungguh. Relevan dengan ini maka ada pengertian bahwa belajar adalah ”penambahan pengetahuan”. Selanjutnya ada yang mendefinisikan ”belajar adalah berubah”.

B. Pengertian Hasil Belajar

  Salah satu indikator tercapai atau tidaknya suatu proses pembelajaran adalah dengan melihat hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Hasil belajar merupakan cerminan tingkat keberhasilan atau pencapaian tujuan dari proses belajar yang telah dilaksanakan yang pada puncaknya diakhiri dengan suatu evaluasi. Hasil belajar diartikan sebagai hasil akhir pengambilan keputusan tentang tinggi rendahnya nilai siswa selama mengikuti proses belajar mengajar, pembelajaran dikatan berhasil jika tingkat pengetahuan siswa bertambah dari hasil sebelumnya.

  Menurut Purwanto (2013) hasil belajar adalah perwujudan kemampuan akibat perubahan perilaku yang dilakukan oleh usaha pendidik yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Jadi hasil belajar adalah interaksi tindak belajar dan tindak mengajar untuk mengetahui sejauh mana hasil yang didapat dari proses pembelajaran.

  Benjamin S. Bloom dalam Dimyati dan Mudjiono (2009) menyebutkan enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut:

  1. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode.

  2. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari.

  3. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru..

  4. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.

  5. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.

  6. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.

  Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran Kemampuan- kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

  Aspek hasil belajar yang diteliti dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif yang mencakup tiga tingkatan yaitu pengetahuan, pemahaman, dan penerapan.

C. Penilaian Hasil Belajar

  Wahidmurni, dkk. (2010) menjelaskan bahwa sesorang dapat dikatakan telah berhasil dalam belajar jika ia mampu menunjukkan adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan-perubahan tersebut di antaranya dari segi kemampuan berpikirnya, keterampilannya, atau sikapnya terhadap suatu objek.

  Untuk dapat menentukan tercapai tidaknya tujuan pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan usaha atau tindakan penilaian atau evaluasi. Penilaian atau evaluasi pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan atau harga atau nilai berdasarkan kriteria tertentu. Proses belajar dan mengajar adalah proses yang bertujuan. Tujuan tersebut dinyatakan dalam rumusan tingkah laku yang diharapkan dimiliki siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya (Sudjana, 2010). Hasil yang diperoleh dari penelitian dinyatakan dalam bentuk hasil belajar. Oleh sebab itu tindakan atau kegiatan tersebut dinamakan penilaian hasil belajar.

  Penilaian yang dilakukan terhadap proses belajar mengajar berfungsi sebagai berikut (Sudjana, 2010) :

  1. Mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran yang dirumuskan dalam tujuan instruksional khusus. Dengan fungsi ini dapat diketahui tingkat penguasaan bahan pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa.

  2. Mengetahui keefektifan proses belajar mengajar yang telah dilakukan guru. Dengan fungsi ini dapat diketahui berhasil atau tidaknya siswa saat belajar. Rendahnya hasil belajar siswa tidak semata-mata disebabkan oleh kemampuan siswa tetapi disebabkan oleh kurang berhasilnya guru mengajar.

  Menurut Dimyati dan Mujiono (2009) penilaian hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian dan pengukuran hasil belajar. Adapun tujuan utama dari penilaian hasil belajar adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran, di mana tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa huruf atau kata atau simbol.

  D. Pembelajaran Matematika

  Menurut Suwangsih dan Tiurlina (2006) kata Matematika berasal dari perkataan Latin Mathematika yang mulanya di ambil dari perkataan yunani yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal

  Mathematike katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowlwdge, science).

  Menurut Russeffendi dalam Suwangsih dan Tiurlina (2006) Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), Matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran. Sedangkan hakikat matematika menurut Soejadi dalam Heruman (2010), yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan, matematika adalah ilmu pengetahuan yang didapat dengan berfikir yang mempunyai tujuan objek abstrak bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif.

  E. Model Pembelajaran Berbasis Masalah 1. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah

  Menurut Rusman (2011), Model Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena pada model ini kemampuan berpikir siswa dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.

  Model Pembelajaran Berbasis Masalah adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan cara menghadapkan peserta didik dengan berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha mencari pemecahan masalah. Permasalahan tersebut dapat diajukan atau diberikan guru kepada siswa, atau dari siswa itu sendiri yang kemudian dibahas dan dicari pemecahannya sebagai kegiatan belajar siswa (Nata, 2009).

  Pendapat tersebut diperkuat oleh Pusdiklatkes (2004) bahwa belajar berdasarkan masalah adalah suatu proses pembelajaran yang diawali dari masalah-masalah yang ditemukan dalam suatu lingkungan pekerjaan. Pembelajaran berbasis masalah adalah lingkungan belajar yang di dalamnya menggunakan masalah sebagai sarana belajar

2. Langkah – langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah

  Adapun langkah langkah praktis dalam pembelajaran berbasis masalah yang disajikan dalam tabel berikut : Tabel 1. Langkah - langkah Pembelajaran Berbasis Masalah

  Aktivitas Guru Fase Tahapan

  1 Orientasi siswa pada Menjelaskan tujuan pembelajaran, masalah menjelaskan logistik yang diperlukan dan memotivasi siswa untuk senantiasa terlibat dalam pemecahan masalah

  2 Mengorganisasi Membantu siswa mendefinisikan dan siswa untuk belajar mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah

  3 Membimbing Mendorong siswa untuk mengumpulkan penyelidikan siswa informasi yang sesuai untuk mendapatkan pemecahan masalah

  4 Mengembangkan Membantu siswa merencanakan dan serta menyajikan menyiapkan laporan dan membantu siswa hasil karya berbagi tugas dengan teman lainnya

  5 Menganalisis dan Membantu siswa dalam melakukan refleksi mengevaluasi proses atau evaluasi terhadap hasil penyelidikan dan pemecahan masalah proses yang dilalui.

3. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

  Hamruni (2011) memaparkan beberapa kelebihan dan kekurangan dari Model Pembelajaran berbasis Masalah, Kelebihan dari Model Pembelajaran berbasis Masalah antara lain :

  a. Memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir yang harus dimengerti siswa, sehingga siswa tidak hanya sekedar belajar dari guru saja

  b. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan dan bertanggungjawab terhadap pembelajaran yang mereka lakukan c. Mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar meskipun diluar pendidikan formal.

  d. Memberi kesempatan siswa dalam megaplikasikan pengetahuannya dalam ke dunia nyata e. Mendorong siswa untuk belajar melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses yang dilakukan.

  Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran berbasis masalah adalah :

  a. Ketika siswa kurang berminat atau siswa memiliki kepercayaan bahwa permasalahan yang dipelajari sukar dipecahkan maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba

  b. Tanpa pemahaman mengapa dilakukan sebuah usaha pemecahan masalah, mereka tidak akan mempelajari apa yang akan mereka pelajari.

  c. Membutuhkan waktu yang cukup untuk melakukan persiapan dalam mencapai hasil dari tujuan pembelajaran.

  Pembelajaran berbasis masalah hendaknya dilaksanakan secara kontinyu, hal ini bertujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk senantiasa mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.

F. Strategi REACT 1. Pengertian Strategi REACT

  Strategi REACT merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah yang akan dikaitkan dengan Pembelajaran kontekstual yang telah diperkenalkan oleh Center of Occupational Research and Development (CORD), Amerika Serikat menyampaikan lima strategi bagi pendidik dalam rangka penerapan pembelajaran kontekstual, yang disingkat dengan strategi pembelajaran REACT, yaitu: a. Relating (mengaitkan) yaitu belajar dalam konteks pengalaman hidup, ini merupakan jenis pembelajaran kontekstual yang khas terjadi pada anak-anak. Ketika anak-anak tumbuh semakin besar memberikan konteks yang bermakna untuk belajar menjadi semakin sulit. Kurikulum mencoba menempatkan pembelajaran dalam konteks pengalaman hidup yang mengharuskan perhatian siswa pada peristiwa, dan kondisi sehari- hari. Kemudian siswa harus menghubungkan situasi sehari-hari itu dengan informasi baru yang didapat.

  b. Experiencing (mengalami) yaitu belajar dalam konteks eksplorasi, discovery dan penemuan, merupakan jantung pembelajaran kontekstual.

  Akan tetapi, siswa mungkin akan menjadi termotivasi dan merasa nyaman berkat hasil strategi pembelajaran lain seperti aktivitas dengan teks, cerita, atau video. Pembelajaran tampak akan berjalan lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi alat-alat dan materi dan mengerjakan bentuk-bentuk penelitian yang lain.

  c. Applying (menerapkan) yaitu menerapkan konsep dan informasi dalam konteks yang berguna sering memproyeksikan siswa ke arah masa depan yang diharapkan atau ke arah tempat kerja yang mungkin tidak familier. Dalam pembelajaran kontekstual, penerapan sering didasarkan pada aktivitas okupasional. Hal itu terjadi lewat teks, video, lab, dan kegiatan, meskipun dalam banyak sekolah, pengalaman pembelajaran kontekstual itu akan diikuti dengan pengalaman langsung. d. Cooperating (bekerja sama) yaitu belajar dalam konteks peragihan, penanggapan, dan pengkomunikasian dengan pembelajar yang lain merupakan strategi pembelajaran yang utama dalam pengajaran kontekstual. Pengalaman bekerjasama tidak hanya membantu sebagian besar siswa untuk mempelajari bahan ajar. Oleh sebab itu, keterampilan kooperatif perlu mendapatkan perhatian serius agar dapat dikuasai dengan baik oleh siswa.

  e. Transferring (memindahkan) yaitu pembelajaran sesuatu isi dalam konteks pengetahuan yang ada atau memindahkannya berlandaskan apa yang telah diketahui pelajar. Setelah siswa paham terhadap konsep yang dipelajarinya, maka selanjutnya siswa menerapkan atau memanfaatkan pengetahuan yang telah diperolehnya ke dalam konteks yang baru. ( CORD : 1999 ) 2.

   Langkah – langkah dalam Strategi REACT

  Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan strategi REACT sebagai berikut ; a. Aspek Relating (mengaitkan), siswa mengamati gambar-gambar sebagai media pembelajaran, kemudian mengaitkannya dengan kehidupan nyata.

  b. Aspek Applying (menerapkan), siswa dapat melakukan kegiatan yang sesuai dengan materi yang telah dipelajari.

  c. Aspek Experiencing (mengalami), setelah siswa dapat melakukan kegiatan yang sesuai dengan materi yang telah dipelajari maka siswa akan dapat mengalami sendiri kegiatan yang ada pada materi pelajaran yang telah dipelajari.

  d. Aspek Cooperating (bekerja sama), yang dilakukan guru adalah membantu siswa untuk berbagi tugas kemudian menugaskan tiap kelompok mencari contoh-contoh permasalahan sesuai materi pembelajaran yang terdapat dilingkungan masyarakat.

  e. Aspek Transferring (mentransfer), siswa diajak untuk bertukar pikiran dengan teman lainnya untuk merumuskan hasil dari kegiatan pembelajaran mengenai materi pelajaran yang telah dipelajari.

G. Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi REACT 1. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi

  REACT

  Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan strategi REACT merupakan pengembangan dari model Pembelajaran Berbasis Masalah yang diharapkan lebih mampu mengoptimalkan hasil belajar siswa. Hal ini dikarenakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan strategi

  REACT lebih memperinci tahapan-tahapan dalam pembelajarannya

  dengan harapan siswa akan lebih memahami tiap tahap pemecahan masalah.

2. Langkah – langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi REACT

  Adapun langkah-langkah dalam Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan strategi REACT adalah sebagai berikut :

  1. Orientasi pada masalah Pada tahap ini guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk senantiasa terlibat dalam pemecahan masalah

  2. Mengorganisasi siswa untuk belajar Siswa dikelompokan dalam kelompok kecil yang terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah.

  3. Membimbing pengalaman individual maupun kelompok

  a. Relating (mengaitkan), siswa mengamati gambar-gambar sebagai media pembelajaran, kemudian mengaitkannya dengan kehidupan nyata.

  b. Experiencing (mengalami), setelah siswa dapat melakukan kegiatan yang sesuai dengan materi yang telah dipelajari maka siswa akan dapat mengalami sendiri kegiatan yang ada pada materi pelajaran yang telah dipelajari.

  c. Applying (menerapkan), siswa dapat melakukan kegiatan yang sesuai dengan materi yang telah dipelajari.

  4. Mengembangan dan menyajikan hasil karya

  a. Cooperating (bekerja sama), yang dilakukan guru adalah membantu siswa untuk berbagi tugas kemudian menugaskan tiap kelompok mencari contoh-contoh permasalahan sesuai materi pembelajaran yang terdapat dilingkungan masyarakat. b. Transferring (mentransfer), siswa diajak untuk bertukar pikiran dengan teman lainnya untuk merumuskan hasil dari kegiatan pembelajaran mengenai materi pelajaran yang telah dipelajari.

  5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membantu melakukan refleksi dan evaluasi terhadap proses penyelidikan yang mereka lakukan.

H. Pembelajaran Konvensional 1. Pengertian Pembelajaran Konvensional

  Secara Bahasa, Konvensional berasal dari kata konvensi yang berarti kesepakatan umum seperti adat atau kebiasaan. Pembelajaran Konvensional berarti pembelajaran yang biasa terjadi di sekolah.

  Menurut Sanjaya (2006) dalam pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif, dan lebih banyak belajar secara individual.

  Pada penelitian ini pembelajaran yang biasa dipakai adalah pembelajaran langsung yang berbentuk ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas ataupun soal-soal latihan. Dalam pembelajaran langsung kebanyakan siswa bersikap pasif karena siswa dituntut untuk mendengarkan penjelasan guru.

2. Langkah – langkah Pembelajaran Konvensional

  Menurut Trianto (2011) langkah - langkah pembelajaran langsung adalah sebagai berikut : a. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa unyuk belajar

  b. Memberikan materi melalui metode ceramah c. Membimbing siswa dalam melakukan pelatihan d. Mengecek pemahaman siswa dengan memberikan umpan balik.

  Dalam hal ini metode pembelajaran konvensional yang biasa dilakukan dijadikan sebagai kelas kontrol dalam penelitian ini.

I. Materi Bangun Ruang Sisi Datar

  Standar Kompetensi : Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya.

  Tabel 2. Kompetensi Dasar dan Indikator Materi Bangun Ruang Sisi Datar

  Kompetensi Dasar Indikator

  Mengidentifikasi sifat-sifat kubus, balok, prisma dan limas serta bagian-bagiannya.

  Menyebutkan unsur-unsur kubus, balok, prisma, dan limas Membuat jaring-jaring kubus, balok, prisma, dan limas.

  Membuat jaring-jaring kubus, balok, prisma, dan limas.

  Menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan limas.

  Menentukan luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma, dan limas.

  J. Penelitian yang Relevan

  Peneliti tidak menemukan hasil penelitian yang sama persis dengan permasalahan yang peneliti tulis, namun ada beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian yang peneliti tulis, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Anissa (2007) yang memberi kesimpulan bahwa : Analisis data dengan menggunakan uji-t menunjukan hasil dan Sehingga maka hipotesis nihil ditolak dan hipotesis kerja diterima. Jadi ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar fisika yang menggunakan model REACT dan model pembelajaran konvensional. Hal ini menunjukan bahwa penerapan model

  REACT berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa SMP Muhammadiyah 1 Probolinggo.

  K. Kerangka Berpikir

  Pembelajaran Berbasis Masalah dengan strategi REACT merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata. Dalam pembelajaran ini kemampuan siswa betul-betul dioptimalkan melalui proses kerja kelompok yang sistematis sehingga siswa dapat mengasah dan mengembangkan kemampuan matematis secara berkesinambungan.

  Cara penyajian pembelajaran berbasis masalah dengan strategi REACT menekankan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam rangka memecahkan permasalahan yang dihadapi, melalui tahapan yang sistematis diharapkan materi pembelajaran akan dapat dikuasai lebih optimal sehingga hasil belajar juga akan lebih optimal.

  Berdasarkan hal tersebut peneliti berkesimpulan bahwa dengan model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan strategi REACT akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa SMP.

  L. Hipotesis Penelitian

  Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan strategi REACT terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Susukan.