BAB II LANDASAN TEORI A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis - PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN PROBLEM POSING TIPE PRE SOLUTION POSING DENGAN PROBLEM POSING TIPE POST SOLUTION POSING DI KELAS VIII SMP NEGERI

BAB II LANDASAN TEORI A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Suatu masalah biasanya memuat situasi yang mendorong siswa

  untuk menyelesaikannya, akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui (Shadiq, 2004).

  Menurut Aisyah (2009), masalah adalah sesuatu yang timbul akibat adanya “rantai yang terputus” antara keinginan dan cara mencapainya.

  Keinginan atau tujuan yang ingin dicapai sudah jelas, tetapi cara untuk mencapai tujuan itu belum jelas. Masalah bersifat relatif. Artinya, masalah bagi seseorang pada suatu saat belum tentu merupakan masalah bagi orang lain pada saat itu atau bahkan bagi orang itu sendiri beberapa saat kemudian.

  Menurut Polya (1973), terdapat dua macam masalah, yaitu: (1) masalah untuk menemukan sesuatu. Untuk menemukan sesuatu, dapat digunakan pertanyaan seperti : “apa yang dicari? Data apa saja yang diketahui? Apa saja syarat- syaratnya?. (2) masalah untuk membuktikan. Dalam masalah pembuktian yang paling penting adalah bagaimana hipotesis dan konklusi dari suatu teorema yang harus dibuktikan kebenarannya.

  9 Pemecahan masalah merupakan bagian utama dalam aktivitas pembelajaran matematika. Kemampuan pemecahan masalah merupakan hal yang harus mendapat perhatian, mengingat peranannya yang sangat strategis dalam mengembangkan potensial intelektual anak. Menurut Polya (1973), pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan untuk mencari suatu penyelesaian dari masalah yang dihadapi untuk mencapai tujuan tertentu.

  Dalam Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 (Depdiknas, 2004) pemecahan masalah merupakan kompetensi strategik yang ditunjukkan siswa dalam memahami, memilih pendekatan dan strategi pemecahan masalah, dan menyelesaikan model untuk menyelesaikan masalah.

  Aisyah (2009) menyebutkan bahwa pemecahan masalah pada dasarnya adalah proses yang ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sampai masalah itu tidak lagi menjadi masalah baginya. Pembelajaran pemecahan masalah merupakan suatu tindakan yang dilakukan guru agar siswa termotivasi untuk menerima tantangan yang ada pada pertanyaan/soal dan mengarahkan para siswa dalam proses pemecahan masalahnya. Keterampilan serta kemampuan berpikir yang didapat ketika seseorang memecahkan masalah diyakini dapat ditransfer atau digunakan orang tersebut ketika menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari (Shadiq, 2009).

  Pemecahan masalah adalah upaya atau suatu cara untuk mencari penyelesaian dari masalah yang dihadapi. Dengan demikian, pemecahan masalah matematika adalah suatu kegiatan untuk mencari suatu penyelesaian masalah yang menggunakan matematika guna mencapai solusi yang diinginkan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (sanggup, bisa, dapat) melakukan sesuatu. Dengan demikian, kemampuan dapat diartikan sebagai kesanggupan, kecakapan, kekuatan melakukan sesuatu. Menurut Nasution (2009), kemampuan memecahkan masalah adalah kemampuan untuk menemukan aturan-aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu yang digunakan untuk memecahkan masalah yang baru.

  Suatu masalah dikatakan telah selesai jika siswa telah mampu memahami apa yang dikerjakan, yaitu memahami proses pemecahan masalah dan mengetahui mengapa solusi yang telah diperoleh sesuai (Mahmudi, 2008). Menurut Polya (1973), terdapat empat langkah pemecahan masalah matematika, antara lain: (1) understanding the problem (memahami masalah).

  Dalam memahami masalah, dimunculkan beberapa pertanyaan, seperti: apa yang tidak diketahui? data apa yang diberikan? mungkinkah kondisi dinyatakan dalam bentuk persamaan atau hubungan lainnya? buatlah gambar dan tulislah notasi yang sesuai. Dengan demikian, maka akan benar-benar memahami masalah tersebut, (2) devising a plan (merencanakan penyelesaian). Dalam merencanakan suatu penyelesaian, kemampuan memilih strategi yang cocok merupakan hal yang sangat penting. Dengan memilih strategi yang tepat akan memudahkan dalam melaksanakan penyelesaian masalah tersebut. Selain itu, dalam merencanakan penyelesaian akan memunculkan pemikiran-pemikiran, pernah adakah soal seperti ini yang serupa sebelumnya diselesaikan? dapatkah pengalaman yang lama digunakan dalam masalah yang sekarang?, (3) carrying out the plan (melaksanakan rencana). Melaksanakan rencana dapat dilakukan dengan memeriksa setiap langkah satu sama lain. apakah tiap langkah sudah benar? bagaimana membuktikan bahwa langkah yang dipilih sudah benar?, (4) looking back (memeriksa proses dan hasil yang diperoleh).

  Periksalah kembali hasil yang telah diperoleh. Dapatkah diperiksa sanggahannya? dapatkah jawaban itu dicari dengan cara lain? dapatkah menggunakan cara atau metode tersebut untuk menyelesaikan soal yang lain?.

  John Dewey (Depdiknas, 2004) memberikan lima langkah utama dalam memecahkan masalah sebagai berikut: (1) menyadari bahwa masalah itu ada, (2) identifikasi masalah, (3) penggunaan pengamatan sebelumnya atau informasi yang relevan untuk penyusunan hipotesis, (4) pengujian hipotesis untuk beberapa solusi yang mungkin, (5) evaluasi terhadap solusi dan penyusun kesimpulan berdasarkan bukti yang ada.

  Menurut NCTM (2000), indikator standar kompetensi pemecahan masalah matematis adalah sebagai berikut: (1) membangun pengetahuan matematika baru melalui pemecahan masalah, (2) menyelesaikan masalah yang berhubungan dalam matematika dan dalam konteks lain, (3) menerapkan dan mengadaptasi berbagai strategi yang sesuai untuk pemecahan masalah, (4) memonitor dan merefleksi proses pemecahan masalah matematika.. Shadiq (2009) menyebutkan bahwa indikator yang menunjukkan pemecahan masalah antara lain adalah: (1) menunjukkan pemahaman masalah, (2) mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah, (3) menyajikan masalah secara matematika dalam berbagai bentuk, (4) memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat, (5) mengembangkan strategi pemecahan masalah, (6) membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah, (7) menyelesaikan masalah yang tidak rutin.

  Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan seseorang untuk dapat memahami masalah, merencanakan penyelesaian dengan memilih metode atau strategi yang tepat, melaksanakan rencana penyelesaian, memeriksa hasil yang diperoleh guna mencapai solusi yang diinginkan.

B. Pembelajaran Problem Posing

  Problem Posing merupakan suatu pembelajaran yang menekankan

  pada kemampuan siswa dalam mengajukan/merumuskan masalah (soal) secara mandiri sehingga siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan proses berpikirnya. Problem Posing tidak terbatas pada pembentukan soal yang betul-betul baru, tetapi juga dapat berarti merumuskan kembali soal-soal yang diberikan (Mahmudi, 2008).

  Menurut Silver & Cai (1996), Problem Posing ialah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit. Selain itu, Problem Posing juga diartikan sebagai perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan lain. Sedangkan menurut Herawati (2010), pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing adalah pembelajaran yang menekankan pada siswa untuk membentuk/mengajukan soal berdasarkan informasi atau situasi yang diberikan. Informasi yang ada diolah dalam pikiran dan setelah dipahami maka peserta didik akan bisa mengajukan pertanyaan.

  Problem Posing memberikan keluasan siswa atau peserta didik

  untuk belajar secara mandiri dengan merumuskan masalahnya (lebih khusus soal) sendiri dan menyelesaikan masalah yang diajukannya. Problem Posing dalam pembelajaran intinya meminta siswa untuk mengajukan soal atau masalah. Latar belakang masalah dapat berdasar topik yang luas, soal yang sudah dikerjakan atau informasi tertentu yang diberikan guru kepada siswa (Siswono, 2000).

  Abu-Elwan (2000) mengklasifikasikan Problem Posing menjadi 3 tipe, yaitu Free Problem Posing (Problem Posing Bebas), Semi-structured

  Problem Posing (Problem Posing Semi-terstruktur), dan Structured Problem Posing (Problem Posing Terstruktur).

  1. Problem Posing Bebas. Menurut tipe ini siswa diminta untuk membuat soal secara bebas berdasarkan situasi kehidupan sehari-hari. Tugas yang diberikan kepada siswa dapat berbentuk: ”buatlah soal yang sederhana atau kompleks”, buatlah soal yang kamu sukai, buatlah soal untuk kompetisi matematika atau tes, ”buatlah soal untuk temanmu”, atau ”buatlah soal sebagai hiburan (for fun)”.

  2. Problem Posing Semi-terstruktur. Dalam hal ini siswa diberikan suatu situasi bebas atau terbuka dan diminta untuk mengeksplorasinya dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan, atau konsep yang telah mereka miliki. Bentuk soal yang dapat diberikan adalah soal terbuka (open-ended

  

problem) yang melibatkan aktivitas investigasi matematika, membuat soal

  berdasarkan soal yang diberikan, membuat soal dengan konteks yang sama dengan soal yang diberikan, membuat soal yang terkait dengan teorema tertentu, atau membuat soal berdasarkan gambar yang diberikan.

  3. Problem Posing Terstruktur. Dalam hal ini siswa diminta untuk membuat soal berdasarkan soal yang diketahui dengan mengubah data atau informasi yang diketahui. Menurut Silver (1996), terdapat tiga tipe problem posing antara lain sebagai berikut: (1) Pre Solution Posing (Pengajuan Pre-Solusi), yaitu seorang siswa membuat soal dari situasi yang diadakan, (2) Within-Solution Posing (Pengajuan di dalam Solusi), yaitu seorang siswa merumuskan ulang soal seperti yang telah diselesaikan, (3) Post Solution Posing (Pengajuan Setelah Solusi), yaitu seorang siswa memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal yang baru.

  Pembelajaran dengan Problem Posing menurut Menon (1996) dapat dilakukan dengan tiga cara berikut :

  1. Berikan kepada siswa soal cerita tanpa pertanyaan, tetapi semua informasi yang diperlukan untuk memecahkan soal tersebut ada. Tugas siswa adalah membuat pertanyaan berdasar informasi tadi.

  2. Guru menyeleksi sebuah topik dan meminta siswa untuk membagi kelompok. Tiap kelompok ditugaskan membuat soal cerita sekaligus penyelesaiannya. Kemudian soal-soal tersebut dipecahkan oleh kelompok- kelompok lain.

  3. Siswa diberikan soal dan diminta untuk mendaftar sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan masalah. Sejumlah pertanyaan kemudian diseleksi dari daftar tersebut untuk diselesaikan. Pertanyaan dapat bergantung dengan pertanyaan lain. Bahkan dapat sama, tetapi kata- katanya berbeda. Dengan mendaftar pertanyaan yang berhubungan dengan masalah tersebut akan membantu siswa "memahami masalah", sebagai salah satu aspek pemecahan masalah. Langkah-langkah pembelajaran Problem Posing adalah sebagai berikut:

  1. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada peserta didik. Jika perlu, penggunaan alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.

  2. Guru memberikan latihan soal secukupnya.

  3. Peserta didik diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, tetapi peserta didik yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya.

  4. Guru meminta peserta didik untuk menyajikan soal dan penyelesaiannya di depan kelas.

  5. Guru memberikan tugas secara individual

  Beberapa kelebihan pembelajaran Problem Posing menurut Norman (2011) adalah sebagai berikut: (1) kemampuan memecahkan masalah atau mampu mencari berbagai jalan dari suatu kesulitan yang dihadapi, (2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman siswa/terampil menyelesaikan soal tentang materi yang diajarkan, (3) mengetahui proses bagaimana cara siswa memecahkan masalah, (4) meningkatkan kemampuan mengajukan soal, (5) sikap yang positif terhadap matematika/minat siswa dalam pembelajaran matematika lebih besar dan siswa lebih mudah memahami soal karena dibuat sendiri, (6) mendatangkan kepuasan tersendiri bagi siswa jika soal yang dibuat tidak mampu diselesaikan oleh kelompok lain.

  Menurut Siswono (2000) terdapat beberapa kelebihan pembelajaran

  Problem Posing , antara lain: (1) membantu siswa alam mengembangkan

  keyakinan dan kesukaan terhadap matematika, (2) meningkatkan performa dalam pemecahan masalah, (3) sebagai sarana komunikasi matematika, (4) merangsang peningkatan kemampuan matematika siswa.

C. Problem Posing Tipe Pre Solution Posing

  Problem Posing tipe Pre Solution Posing yaitu pembuatan soal

  berdasarkan situasi atau informasi yang diberikan. Pembelajaran ini dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuat soal sesuai situasi yang diberikan oleh guru dan menyelesaikannya sendiri atau diselesaikan oleh siswa yang lain, sehingga akan terlihat kegiatan siswa siswa akan lebih dominan dibandingkan dengan guru.

  Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran Problem Posing, maka dapat dikembangkan langkah-langkah pembelajaran Problem Posing tipe Pre

  Solution Posing sebagai berikut: 1. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada peserta didik.

  2. Guru memberikan latihan soal secukupnya.

  3. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal berdasarkan informasi yang diberikan guru, dan siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya.

  4. Guru meminta peserta didik untuk menyajikan soal dan penyelesaiannya di depan kelas.

  5. Guru memberikan tugas secara individual D.

   Problem Posing Tipe Post Solution Posing Problem Posing Post Solution Posing yaitu siswa memodifikasi atau

  merevisi tujuan atau kondisi soal yang telah diselesaikan untuk menghasilkan soal-soal baru yang lebih menantang atau siswa membuat soal yang sejenis dan menantang seperti yang dicontohkan oleh guru. Jika guru dan siswa siap maka siswa dapat diminta untuk mengajukan soal yang menantang dan variatif pada pokok bahasan yang diterangkan guru. Pembuatan soal demikian merujuk pada strategi

  “what-if-not …?” atau ”what happen if …”. Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk membuat

  soal dengan strategi itu adalah sebagai berikut.

  1. Mengubah informasi atau data pada soal semula

  2. Mengubah nilai data yang diberikan, tetapi tetap mempertahankan kondisi atau situasi soal semula.

  3. Mengubah situasi atau kondisi soal semula, tetapi tetap mempertahankan data atau informasi yang ada pada soal semula.

  Langkah-langkah pembelajaran Problem Posing tipe Post Solution

  Posing sebagai berikut: 1. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada peserta didik.

  2. Guru memberikan latihan soal secukupnya.

  3. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang sejenis dengan soal yang diberikan guru dan memodifikasi atau merevisi tujuan atau kondisi soal yang telah diselesaikan untuk menghasilkan soal-soal baru yang lebih menantang.

  4. Guru meminta peserta didik untuk menyajikan soal dan penyelesaiannya di depan kelas.

  5. Guru memberikan tugas secara individual E.

   Materi Pelajaran Matematika

  Standar Kompetensi : Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya Kompetensi Dasar : Menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan limas Indikator kubus dan balok :

  1. Menemukan rumus luas permukaan dan volume kubus dan balok

  2. Menghitung luas permukaan kubus dan balok

  3. Menghitung luas volume kubus dan balok F.

   Penelitian yang Relevan

  Menurut penelitian dari Amasari (2011) yang berjudul Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa Kelas X Administrasi Perkantoran (AP) SMK Negeri 1 Depok pada Pembelajaran Matematika dengan Metode Problem Posing Tipe Presolution Posing menyimpulkan bahwa berdasarkan penelitian tindakan kelas, maka pembelajaran matematika dengan metode Problem Posing Tipe Presolution

  Posing memberikan dampak positif terhadap kemampuan berpikir kritis dan

  kreatif siswa. Hasil penelitian dari Paramita (2012) dalam penelitian tindakan kelas yang berjudul Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dengan Pembelajaran Problem Posing Type Presolution Posing Siswa Kelas

  VIII C SMP Negeri 1 Sokaraja menunjukkan bahwa pembelajaran Problem

  Posing tipe Pre Solution Posing dapat meningkatkan kemampuan pemecahan

  masalah matematis siswa. Fitriyana (2010) dalam penelitian eksperimennya yang berjudul Efektivitas Model Pengajuan Soal (Problem Posing) Tipe Post

  Solution Posing dan Metode Drill Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Pada

  Materi Pokok Garis dan Sudut di MTs Negeri Slawi Tegal Tahun Ajaran 2009/2010 menyimpulkan model Pengajuan Soal (Problem Posing) tipe Post

  Solution Posing dan Metode Drill lebih efektif daripada model pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar peserta didik pada materi pokok Garis dan Sudut di MTs Negeri Slawi Tegal Tahun Ajaran 2009/2010.

  Berdasarkan kajian penelitian terdahulu, maka peneliti mengangkat judul Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Problem Posing Tipe Pre Solution Posing dengan Pembelajaran Problem Posing Tipe Post Solution Posing di SMP Negeri 1 Banyumas.

G. Kerangka Berpikir Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah

  Melaksanakan rencana penyelesaian

  Memeriksa hasil yang diperoleh

  Pembelajaran

  Pembelajaran Problem Posing Tipe

  Pre Solution Posing

  Langkah-langkah :

  a. Menjelaskan materi

  Memahami masalah Merencanakan penyelesaian dengan memilih metode atau strategi yang tepat

  c. Meminta siswa mengajukan 1 atau 2 buah soal berdasarkan informasi yang diberikan

  d. Menyajikan soal dan penyelesaian di depan kelas e. Memberikan soal individu

  Pembelajaran Problem Posing Tipe Post Solution Posing Langkah-langkah :

  a. Menjelaskan materi

  b. Memberikan latihan soal

  c. Meminta siswa mengajukan 1 atau 2 buah soal yang sejenis dengan yang diberikan guru dan memodifikasi soal d. Menyajikan soal dan penyelesaian di depan kelas e. Memberikan soal individu

  Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran Problem Posing tipe Pre Solution Posing diduga lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran Problem Posing tipe Post Solution Posing.

  b. Memberikan latihan soal

  Dalam penelitian ini, peneliti akan membandingkan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang mengikuti pembelajaran

  problem posing tipe pre solution posing dengan siswa yang mengikuti pembelajaran problem posing tipe post solution posing.

  Dalam pembelajaran Problem Posing siswa tidak hanya dituntut untuk dapat membuat soal tetapi juga mampu untuk menyelesaikannya. Agar dapat membuat soal siswa harus memahami materi yang diajarkan terlebih dahulu. Kemudian siswa juga harus dapat mencari cara/strategi penyelesaian untuk dapat menyelesaikan soal tersebut.

  Pembelajaran Problem Posing tipe Pre Solution Posing merupakan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar. Pada pembelajaran Problem Posing tipe Pre Solution Posing, guru memberikan suatu pernyataan kemudian dari pernyataan tersebut siswa membuat pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan pernyataan yang diberikan oleh guru. Dari aktivitas tersebut, untuk membut pertanyaan maka siswa harus memahami dulu pernyataan yang diberikan oleh guru. Setelah mampu membuat pertanyaan maka siswa harus mampu untuk merencanakan strategi penyelesaian yang tepat untuk menyelesaikannya. Setelah merencanakan strategi, siswa melakukan perhitungan dan menyelesaikannya.

  Langkah terakhir siswa memeriksa apakah hasil yang diperoleh telah sesuai dengan prosedur yang ditentukan. Dari aktivitas-aktivitas tersebut terlihat kaitan antara pembelajaran Problem Posing tipe Pre Solution Posing dengan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

  Aktivitas siswa pada pembelajaran Problem Posing tipe Post

  Solution Posing ini siswa diminta untuk membuat soal yang sejenis dengan

  soal yang telah diberikan oleh guru dan dapat mengembangkannya sesuai dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Pada aktivitas ini, seringkali siswa hanya mengubah angka dan tidak mengembangkan konsep sehingga soal yang dibuat tidak berkembang dan hanya terfokus pada soal yang dibuat guru.

  Berdasarkan uraian tersebut, peneliti menduga bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti Problem Posing tipe

  Pre Solution Posing lebih baik daripada siswa yang mengikuti Problem Posing tipe Post Solution Posing.

H. Hipotesis

  Berdasarkan landasan teori dan kerangka di atas maka diduga bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti Problem

  Posing tipe Pre Solution Posing lebih baik daripada siswa yang mengikuti Problem Posing tipe Post Solution Posing