17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembalut Luka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembalut Luka

  Pembalut luka biasanya dipakai untuk mempercepat berbagai tahap penyembuhan luka dan dapat menciptakan kondisi yang lebih baik untuk penyembuhan. Pembalut luka yang dipilih harus memiliki kriteria antara lain dapat mengatur kelembaban luka, membantu penyembuhan luka (bukan merusak jaringan kulit), membantu sirkulasi udara dari jaringan luka dan lingkungan sekitar, mudah untuk diaplikasikan dan dilepas setelah penggunaan dan harus steril, tidak toksik serta tidak menimbulkan alergi (Selvaraj et al., 2015). Karena itu, hidrogel yang memiliki kekuatan mekanik yang lebih baik diharapkan dapat dipakai menjadi pembalut luka yang berkualitas.

  Pembalut luka harus memenuhi persyaratan seperti memiliki permeasi uap atau gas yang tinggi. Pembalut luka memiliki beberapa fungsi yaitu, sebagai pelindung fisik luka, mencegah luka terkontaminasi, pengantar obat dan memiliki pertukaran air (cairan) baik untuk menjaga kelembaban luka tanpa menyebabkan kehilangan cairan yang berlebih (Ambyah S., 2014). Suatu pembalut luka harus mempunyai persyaratan dapat ditembus oleh gas (oksigen) dan uap air, agar terjadi aerasi dan penguapan air untuk mempercepat proses penyembuhan luka (D. Darwis, 2013).

Tabel 2.1 Tipe Pembalut Luka dan Indikasi Penggunaan

  Jenis Tingkat Contoh Indikasi

  

No Pembalut Deskripsi Aplikasi

Produk Penggunaan Luka

  (%)

  1 Films Tegaderm, Films disintesis - Luka

  8 Blister, Poly dari poliuretan atau superfisial skin II, Silon- dari material - Luka laser TSR, Opsite, polimer lainnya - Luka operasi Aluderm - Kulit yang terkelupas

  2 Foams Flexzan, Foams disintesis - Luka kronis

  5 Biopatch, dari foam (busa) - Luka bakar Crafoams, hidrofilik dan - Luka operasi

  Biatain, Cutinova, Reston, Lyofoam, Ivalon backing

  (penyokong)

hidrofobik atau

semi-permeabel

dengan membran

non-absorben,

Contoh: polioksietilen glikol dikelilingi

poliuretan atau

silikon atau poliester Mohs

  • Luka laser

  3 Hidrogel Cultinova Gel, Biolex, TegaGel, Carrasyn, NuGel, 2nd Skin Flexderm, Exu Dry Dressing, CarraSorb, GRX wound Gel

  

Hidrogel disintesis

dari polimer

hidrofilik terikat

silang,

Contoh: polivinil

alkohol, polivinil

pirolidon, polietilen oksida

  • Kemoterapi - Ulkus - Laser - Luka dengan ketebalan rata- rata
  • Luka daerah donor dan organ buatan

  43

  4 Alginat AlgiSite, AlgiDerm, Sorbsan, Kaltostat, Omiderm

  

Alginat disintesis

dari alginat alga

natrium dengan

larutan garam Ca,

Mg atau Zn yang

terikat silang secara kimia

  • Luka bakar
  • Luka operasi
  • Luka dengan eksudat tinggi
  • Ulkus kronis

  20

  5 Hidrokoloid Iodosorb (Cadexomer) , Debrisan (Dextranome r), Sorbex, Duoderm

  Hidrokoloid

disintesis dengan

imobomilisasi iodin ke pati

termodifikasi yang

larut dalam air, gel

  • Ulkus kronis
  • Luka bakar
  • Luka dengan ketebalan rata- rata
  • Luka daerah

  24

  

(polymer terbentuk dengan donor

blend) pergantian iodin

diantara material

polimer dan cairan luka

  (Sumber: Elbadawy et al. (2017)) Kandungan air yang tinggi dalam hidrogel (70-90%) sebagai pembalut luka membantu granulasi jaringan dan epitelium dalam kondisi yang lembab. Sifat fisik hidrogel yang lembut dan elastis membuat hidrogel mudah diaplikasikan dan dilepaskan setelah luka sembuh tanpa menimbulkan kerusakan pada luka. Suhu luka juga dapat turun karena efek dingin dari hidrogel. Pembalut luka hidrogel memiliki sifat tidak menyebabkan iritasi, tidak reaktif terhadap jaringan biologis dan permeable (Selvaraj et al., 2015). Adanya kemampuan hidrogel mengabsorbsi air dapat diaplikasikan pada pemakaian sebagai pembalut luka untuk mengabsorbsi cairan luka. Hidrogel dikategorikan sebagai medium absorben karena itu dapat diaplikasi pada luka dengan eksudat luka yang ringan hingga sedang (D. Darwis, 2013).

  Pada beberapa akhir tahun ini, perhatian yang sangat besar telah difokuskan pada penelitian dan pengembangan polimer hidrogel sebagai biomaterial seperti untuk kontak lensa, pembalut luka dan sistem pengantar obat (F. Yoshii et al, 1999). Pembalut hidrogel terdiri dari polimer yang tidak larut dengan kandungan air yang tinggi yang membuatnya menjadi ideal sebagai pembalut luka untuk menfasilitasi penghilangan bekas penyembuhan luka (T. Abdelrahman & H. Newton, 2011).

  Sebagian besar pembalut luka material polimer seperti hidrogel, foam, film, hidrokoloid dan alginat memiliki keunggulan masing-masing. Tetapi hidrogel merupakan pilihan tepat dibanding dengan pembalut luka lain karena memiliki semua kemampuan yang diperlukan pada pembalut luka ideal. Hanya satu kekurangan dari hidrogel yaitu stabilitas mekanis yang rendah pada kondisi menggembung (swelling) (Elbadawy et al., 2017). Pembalut luka tipe hidrogel dapat dibentuk dengan crosslinking polimer yang larut dalam air seperti polivinil alkohol, poli pirolidone, poli akrilik dan polietilena oksida (Y. Ikada et al, 1977).

2.2 Hidrogel

  Hidrogel adalah jaringan polimer hidrofilik terikat silang yang memiliki kapasitas mengembang (swelling) dengan menyerap air atau cairan biologis, namun tidak larut karena adanya ikatan silang (Hassan dan Peppas, 2000). Beberapa bahan jika diletakkan bersama air dalam jumlah berlebih mampu memelar (to swell) secara cepat dan mempertahankan air dalam jumlah cukup besar dalam struktur pemelaran. Bahan tidak larut dalam air dan mempertahankan struktur jaringan tiga dimensi. Struktur ikatan silang dapat berupa ikatan kovalen atau ionik. Sifat tidak larut hidrogel disebabkan oleh adanya ikatan silang antar rantai molekul polimer, sedangkan sifat dapat menyerap air dan menggembung disebabkan oleh adanya gugus fungsi seperti -OH,-COOH,-CONH

  2 , -CONH, dan

  3 -S0 H (D. Darwis, 2013).

  Hidrogel termasuk salah satu material polimer yang relatif masih baru dan banyak digunakan pada berbagai bidang khususnya material biomedis, farmasi, obat-obatan dan pertanian. Salah satu dari biomaterial yang sangat menjanjikan adalah hidrogel. Istilah biomaterial biasanya digunakan untuk material yang dipakai dalam keperluan biomedis. Selama lebih dari puluhan tahun hidrogel telah digunakan pada berbagai aplikasi medis seperti pengantar obat, pembalut luka dan kontak lensa (F. Yoshii et al., 1999).

  Hidrogel mempunyai kemampuan menyerap air dan menahannya dari puluhan persen sampai ribuan persen dari berat keringnya didalam ruang antara rantai polimer. Hidrogel bisa stabil secara kimia atau bisa juga terdegradasi yang pada akhirnya terdisintegrasi dan larut (Haryanto, 2016).

  Dalam Rachel et al. (2015), hidrogel merupakan material yang penyusun utamanya adalah polimer hidrofilik jaringan tiga dimensi dengan ikatan silang (crosslinking) sehingga memiliki sifat yang unik yaitu, memiliki kandungan air yang tinggi, biokompatibilitas dan fleksibilitas yang baik dan memiliki potensi yang tinggi untuk aplikasi pengantar obat topikal atau transdermal.

  Hidrogel diklasifikasikan menjadi dua kategori utama yaitu permanen/ kimia gel dan nonpermanen/ fisika gel. Permanen gel adalah jaringan kovalen (crosslinked), sedangkan nonpermanen/ fisika gel terhubung bersama melalui belitan molekuler dan atau melalui interaksi ion, ikatan hidrogen atau interaksi hidrofobik. Di dalam hidrogel yang ter-crosslinking secara fisik, pelarutan dicegah dengan adanya interaksi fisik, yang berada diantara rantai polimer yang berbeda (Haryanto, 2015).

2.2.1 Sintesis Hidrogel

  Dalam D. Darwis (2013), secara umum ada dua metode yang dapat digunakan untuk mensintesis hidrogel yaitu: metode konvensional dan teknik radiasi. Pada metode konvensional, hidrogel dibuat dengan reaksi polimerisasi dan reaksi ikatan silang monomer hidrofilik dengan bantuan bifungsional atau multifungsional crosslinking agent atau pembentukan ikatan silang polimer larut air dengan reaksi organik khusus yang melibatkan polimer gugus fungsi. Pembuatan hidrogel dengan teknik radiasi dilakukan dengan meradiasi monomer atau polimer larut air dengan sinar gamma atau berkas elektron. Dengan teknik radiasi, tidak diperlukan adanya bahan kimia inisiator atau crosslinking agent.

  Hidrogel dapat disintesis secara konvensional melalui beberapa cara yaitu polimerisasi monomer larut air dengan crosslinking agents bifungsional atau multifungsional. Hidrogel juga dapat dibuat dari polimer hidrofilik dengan bantuan crosslinking agents bi- or multifungsional. Ikatan silang rantai pada hidrogel merupakan ikatan kovalen dalam bentuk struktur jaringan tiga dimensi sehingga berat molekul hidrogel cenderung menjadi tidak terhingga (infinity). Jaringan demikian dapat diilustrasikan pada Gambar 2.1 Rongga antar rantai yang berikatan silang memungkinkan dilalui oleh zat terlarut. Dalam keadaan menggembung rongga ini biasanya terisi oleh air atau secara umum oleh molekul pelarut (D. Darwis, 2013).

Gambar 2.1 Representasi Skematik Struktur Jejaring Tiga Dimensi Hidrogel

2.2.2 Interaksi Radiasi dengan Polimer

  Apabila suatu radiasi pengion mengenai molekul polimer maka akan terjadi reaksi kimia yang pada akhirnya akan terjadi pembentukan ikatan silang

  

(crosslinking) atau degradasi. Kedua reaksi ini terjadi secara simultan. Namun

  demikian, rasio terjadinya reaksi ikatan silang atau degradasi tergantung pada struktur kimia polimer, kondisi fisik, dan kondisi iradiasi yang digunakan. Hasil akhir dari reaksi tersebut menentukan apakah suatu polimer bersifat crosslinking atau degradasi. Bila reaksi ikatan silang lebih dominan daripada reaksi degradasi, maka polimer tersebut bersifat ikatan silang (crosslinking), sebaliknya bila degradasi lebih dominan maka polimer tersebut bersifat degradasi (D. Darwis, 2013).

  Teknik radiasi sinar gamma dan elektron beam relatif lebih sederhana untuk pengembangan dan modifikasi material polimer melalui crosslinking dan reaksi degradasi. Pada metode iradiasi elektron beam memiliki banyak keunggulan karena dosis radiasi dapat dengan mudah dikontrol dan produk bebas dari pengotor kimia yang tidak diinginkan (Haryanto et al., 2014).

Gambar 2.2 Skema Sintesis Hidrogel Melalui Crosslinking

  Reaksi pembentukan ikatan silang (crosslinking) polimer banyak dimanfaatkan sebagai dasar dalam pembuatan produk biomaterial seperti hidrogel. Dengan adanya struktur ikatan silang pada hidrogel mengakibatkan mempunyai sifat tidak larut dalam air, dapat mengabsorbsi air sehingga menggembung

  

(swelling) bila berkontak dengan air atau cairan tubuh, tidak dapat ditembus oleh

  mikroba tetapi permeabel terhadap gas atau uap air, mempunyai sifat mekanik yang cukup serta elastis (D. Darwis, 2013).

2.3 Polietilena Oksida (PEO)

  Etilen oksida merupakan struktur karbon membentuk cincin oksigen yang

  2

  2

  bersenyawa tiga dengan rumus struktur -CH )O-. Meskipun senyawa ini

  • –O(CH digunakan sebagai insektisida, sebagai furmigan dan sebagai agen sterilisasi, namun dalam penggunaan fungsionalnya bervariasi. Kegunaan terpenting etilen oksida adalah sebagai zat antara kimia yang sangat reaktif. Sebagian besar senyawa yang mengandung atom hidrogen aktif akan menambah etilen oksida. Contohnya etilen oksida bereaksi dengan air membentuk etilen glikol, dengan hidrogen halida membentuk monoalkil etilen glikol dan dengan alkohol membentuk monoetil etilena glikol. Namun dalam hal ini fokus utamanya membentuk polimerisasi etilen oksida yaitu dengan penambahan etilen oksida ke molekul etilen oksida lainnya membentuk poli (etilen oksida).
Polietilen oksida (PEO) adalah termasuk polimer yang larut dalam air dengan struktur kimia relatif sangat sederhana, yaitu tersusun dari pengulangan unit: -CH

  2 -CH 2 -O-.

Gambar 2.3 Struktur Molekul Polietilen Oksida (PEO)

  Polietilen oksida adalah kristal yang termasuk termoplastik dan merupakan polimer hidrofilik artinya dapat larut dalam air dengan struktur kimia relatif sangat sederhana, yaitu tersusun dari pengulangan unit: -CH

  2 -CH 2 -O. Polietilen

  oksida tersedia secara komersial dalam berbagai macam berat molekul lebih dari satu juta. Berat molekul rendah sampai 150 umumnya berupa polietilen glikol, sedangkan berat molekul yang lebih tinggi dikenal sebagai polietilen oksida, poli oksietilen atau polioksiran. Berbagai jenis polietilen oksida dilihat dari berat molekulnya dibagi menjadi dua, yaitu berat molekul yang rendah berwujud cairan viskos sampai padat seperti lilin sedangkan jika semakin tinngi berupa termoplastik yang dapat dibentuk sesuai cetakan.

  PEO bersifat inert terhadap biopolimer (termasuk protein, darah dan jaringan sel), maka PEO dapat digunakan sebagai bahan dasar, terutama dalam bentuk hidrogel untuk pembuatan berbagai jenis alat kedokteran, kesehatan dan termasuk seperti pembalut luka, ‘suture’, lensa kontak, membran dialisis dan alat pelepas obat secara terkontrol. Di samping itu, PEO dapat pula digunakan untuk melapisi beberapa alat kedokteran/ kesehatan yang berhubungan langsung dengan jaringan tubuh dan darah, misalnya kateter dan vaskuler protese. Salah satu cara yang mudah untuk menghasilkan hidrogel PEO ialah dengan mengiradiasi larutan PEO dengan radiasi pengion, baik dengan sinar gamma maupun berkas elektron (Zainudin, 1996).

  Diantara polimer yang larut dalam air seperti polivinil alkohol, poli akrilik dan polietilena oksida, polietilena oksida (PEO) menunjukkan kelebihannya dalam hal tingkat toksisitas yang relatif lebih rendah. Bagaimanapun juga, PEO hidrogel murni memiliki kuat mekanik yang rendah dan sangat mudah pecah/ hancur (F. Yoshii et al., 1999: Haryanto et al., 2014).

2.4 Karboksimetil Selulosa (CMC)

  Karboksimetil selulosa (CMC) adalah eter selulosa yang larut dalam air dan

merupakan asam turunan dari selulosa. Karena harga yang murah,

biodegradabilitas dan non toksik, selulosa dan turunannya merupakan biopolimer

yang sering digunakan untuk aplikasi biomedis sebagai aktioksidan, pembalut

luka, sebagai sistem pengantar obat terkontrol dan pembawa sel. CMC juga

memiliki aplikasi yang luas dalam bidang pangan sebagai zat aditif, kosmetik dan

farmasi sebagai pengatur viskositas produk dan stabili zer (S. Nayak, 2014).

Gambar 2.4 Struktur Molekul Karboksimetil Selulosa (CMC)

  CMC memiliki sifat fisik yang lebih baik, yaitu dapat larut dalam air dan aplikasi pemanfaatannya yang sangat luas (Heydarzadeh et al., 2009). Selain itu, CMC dapat digunakan sebagai bahan baku polimer superabsorben berbentuk hidrogel. Umumnya superabsorben dibuat dari polimer berbasis poliakrilamida yang mempunyai kelemahan dalam menyerap air dan kemampuan pembengkakan yang terbatas, kemampuan menahan air sangat lemah, tidak ramah lingkungan dan harganya mahal (Azizah et al., 2012: A. Hadi, 2014). Kelebihan hidrogel jika dibandingkan dengan bahan absorben lainnya seperti kertas, selulosa dan kapas adalah kemampuan absorpsinya beberapa kali lipat dibandingkan beratnya, tahan terhadap tekanan dan 90% bahannya dapat diuraikan sehingga ramah lingkungan (Swantomo et al., 2008).

  Radiasi ionisasi adalah metode yang potensial untuk memodifikasi CMC, dimana CMC akan membentuk jaringan tiga dimensi (crosslink) dan membentuk hidrogel dengan berbagai karakteristik sebagai biomaterial, seperti kemampuan menyerap air tinggi, biodegradilitas baik dan tidak berbahaya. Tetapi CMC hidrogel memiliki kuat tarik yang lemah, terutama dalam keadaaan mengembang. Pencampuran 2 polimer diharapkan dapat mengatasi kuat tarik yang lemah untuk menghasilkan hidrogel yang baik sebagai pembalut luka (M. Wang et al., 2007). Oleh karena itu diharapkan co-crosslinking antara PEO dan CMC dengan menggunakan radiasi elektron beam dapat meningkatkan kekuatan mekanik dan densitas crosslinking.

Tabel 2.2 Karakteristik Beberapa Polimer sebagai Pembalut Luka Jenis Polimer Karakteristik

  Kolagen Polimer alami, biokompatibel, kebanyakan berasal dari kulit babi, permeabel yang besar terhadap bakteri dan mikroorganisme.

  Kitosan Polimer alami, antimikroba, bersifat adhesive, antijamur dan permeabilitas oksigen yang sangat baik, diperlukan biaya yang tinggi dan sulit ditangani. Gelatin Polimer alami, dalam membran berdampak kuat dalam fibroblas dan proliferasi, kebanyakan berasal dari kulit babi.

  Karboksimetil Selulosa (CMC)*

  Biomaterial, kemampuan menyerap air tinggi, biodegradilitas baik dan tidak berbahaya, murah.

  Poliuretan Non toksik dan tidak biodegradabel. Polivinil Pirolidon (PVP)

  Larut dalam air dan biokompatibel / biodegradabel, toksisitas rendah, transmisi uap air yang baik, dan kedap air untuk bakteri, sangat elastis. Polietilen Oksida Mudah larut dalam air, non toksik, biokompatibilitas/ (PEO)/ Polietilen biodegradabilitas, transparan dan hemat biaya, tidak ada Glikol (PEG) hambatan untuk proliferasi, mempercepat tingkat dan ukuran penyembuhan luka.

  (Sumber: Elbadawy et al. (2017), * M. Wang et al. (2007))

2.5 Analisis Karakteristik Hidrogel

  Karakteristik hidrogel yang diukur meliputi fraksi gel, rasio swelling, kecepatan transmisi uap air dan sifat mekanik. Struktur kimia dan morfologinya dianalisis menggunakan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) dan Scanning Electron Microscope (SEM).

  2.5.1 Fraksi Gel

  Fraksi gel merupakan ukuran jumlah ikatan silang (crosslink) molekul primer yang terbentuk akibat proses crosslinking dan dinyatakan dalam persen. Fraksi gel merupakan perbandingan berat hidrogel kering sebelum dan sesudah pembilasan. Evaluasi fraksi gel dilakukan dengan merendam basis hidrogel selama 24 jam dalam aquades pada suhu 50°C kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 40°C selama 24 jam untuk melihat fraksi yang masih tersisa. Metode ini merupakan metode gravimetri. Banyaknya fraksi yang tidak terlarut menunjukkan ikatan silang yang terbentuk dari hidrogel (A. Z. Abidin et al., 2012).

  2.5.2 Rasio Swelling

  Dalam A. Z. Abidin et al. (2012) karakteristik pembengkakan (swelling) dari sampel diukur dengan mengukur berat air yang bertambah dalam sampel. Sampel yang benar-benar kering direndam dalam air pada suhu ruang dan dibiarkan hingga kondisi kesetimbangan kemudian diukur beratnya. Karakteristik pembengkakan diwakili oleh derajat pembengkakan setimbang Equilibrium Degree of Swelling (EDS) dan kandungan air setimbang Equilibrium Water Content (EWC). Keduanya menunjukkan daya serap air oleh hidrogel.

  2.5.3 Kecepatan Transmisi Uap Air

  Laju transmisi uap air diukur dengan cara meletakkan hidrogel dengan ukuran tertentu sebagai tutup sebuah botol yang berisi air. Kemudian sistem botol dan hidrogel tersebut didiamkan pada suhu 37°C dan kelembaban udara ambient selama 12 jam. Laju transmisi uap air menujukkan seberapa banyak air yang mampu dilewatkan lapisan hidrogel (A. Z. Abidin et al., 2012).

  2.5.4 Uji Kuat Mekanik

  Polimer hidrogel khususnya hidrogel film sebagai bahan pembalut luka memiliki karakteristik salah satunya kuat secara mekanik. Pembalut luka seharusnya mudah untuk digunakan, tidak menimbulkan rasa sakit pada saat dilepas dari luka dan lebih sedikit membutuhkan penggantian pembalut pada saat pemakaian (S. Rajendran & S. C. Anand, 2002). Penentuan kuat mekanik dilakukan dengan menggunakan mesin kuat tarik dengan kecepatan 50mm/ menit pada suhu kamar.

  2.5.5 Karakterisasi Struktur Kimia dan Morfologi

  Menurut A. Z. Abidin et al. (2012) karakterisasi terhadap hidrogel meliputi struktur dan morfologi hidrogel dapat diuji menggunakan Spektrofotometer Fourier Transform

  • – Infra Red (FT-IR) dan Scanning Electrone Microscope (SEM) .

  Uji spektroskopi IR dilakukan untuk melihat gugus fungsional. Spektroskopi FT-IR adalah alat untuk mengukur serapan radiasi daerah infra merah pada berbagai panjang gelombang. Secara kualitatif, spektroskopi FT-IR dapat digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang ada dalam struktur molekul. Data yang dihasilkan dari uji spektrum FT-IR adalah puncak-puncak spectrum karakteristik yang digambarkan sebagai kurva transmitansi (%) (A. Ratnawati, 2014).

  Uji SEM dilakukan untuk mengetahui bentuk morfologi dari hidrogel. Dari bentuk morfologi hidrogel dapat diketahui kemungkinan hidrogel dapat

  • D. Darwis (2013) Polivinil Pirolidon (PVP)

    • – Polietilena Glikol (PEG) 95% 160% (24 jam) 147 g/m
    • 2 jam

    • Erizal & T.
    • 860% M. Wang et al.
      • – Karboksimetil Selulosa (CMC) 80% 240% - - -

    • 0,2 MPa (20% PVA) & 0,35 MPa (30% PVA) 500% (20% & 30% PVA)

      F. Yoshii et al (1999) Polietilena Oksida (PEO) –

      (2007) Polivinil Pirolidon (PVP)

      36 – 56 g/m 2 jam

      (2007) Polivinil Alkohol (PVA) - Clay 85% (10% Clay) 370%

      85% (1% Chitosan) 10 g/g - - 145% M. Kokabi et al.

      Wikanta (2011) Polietilena Oksida (PEO) – Chitosan

      94,48% (15% Bentonit) 52,17% (15% Bentonit)

      34,42 g/m 2 jam (15% Bentonit) 3,48 MPa (15% Bentonit)

      A. Z. Abidin et al. (2012) Polivinil Alkohol (PVA) - Bentonit

      19 g/m 2 jam 0,48 MPa (10% PEGDA)

      78% (10% PEGDA) 310% (10% PEGDA)

      (2014) Polietilena Oksida (PEO) – Polietilena Glikol Diakrilat (PEGDA)

    Tabel 2.3 Ringkasan Data Analisis Karakteristik Hidrogel dalam Jurnal Sumber Jenis Polimer Fraksi Gel Rasio Swelling Kecepatan Transmisi Uap Air Kuat Tarik Elongasi Haryanto et al.

      menyerap air. Luas permukaan kontak yang besar antara hidrogel dan air mengakibatkan tempat interaksi antara gugus hidrofilik dengan air menjadi besar. Menurut A. Z. Abidin et al. (2012), kapasitas absorpsi hidrogel dapat dinaikkan dengan memperbesar luas kontak baik melalui permukaan bergelombang maupun jumlah dan ukuran pori. Hal ini dapat dilakukan baik secara perlakukan fisik maupun secara perlakuan kimia.

      Polivinil Alkohol (PVA)